Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif / Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu
keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi
kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung merupakan suatu
sindroma klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak,
fatigue, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya
disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Pada gagal jantung terjadi ketidakmampuan jantung untuk bekerja sebagai
pompa.respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi
sirkulasi jangka pendek, tetapi lama kelamaan akan menjadi maladaptive dan terjadi
gagal jantung kronis. Respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi
perifer, ginjal ataupun otot jantung. Perubahan ini menyebabkan timbulnya sindrom
klinis gagal jantung.
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia
yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan
jelek bila dasar atau penyebabnya tidak dapat diperbaiki.
Sekitar 3 20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan
prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di
atas 65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan
perbaikan ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Prevalensi faktor etiologi
tergantung dari populasi yang diteliti, penyakit jantung koroner dan hipertensi
merupakan penyebab tersering pada masyarakat barat (>90% kasus), sementara
penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi mungkin lebih penting di Negara
berkembang. Pada pasien hipertensi resiko terjadinya gagal jantung dan stroke
meningkat tiga kali. Pada pasien hipertensi dapat terjadi perubahan-perubahan
struktrur dan fungsi jantung yaitu hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik, disfungsi
diastolic dan gagal jantung.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak lagi mampu
memompa darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
walaupun darah balik masih normal. Dengan kata lain, gagal jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dalam jumlah yang
memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau
kemampuan tersebut hanya dapat terjadi dengan tekanan pengisian jantung
yang tinggi (backward failure), atau kedua-duanya.
Etiologi
Penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan ke dalam enam kategori
utama:
a. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
terkoordinasi (left bundle branch block), kurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati)
b. Kegagalan jantung yang berhubungan dengan overload seperti hipertensi
sistemik (peningkatan tekanan darah di atas 140/90 mmHg) atau
hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah di paru-paru akibat
kongesti pulmonal)
c. Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup
d. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme kardiak (takikardi)
e. Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade)
f. Kelainan congenital jantung

Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada
gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatkan volume akhir diastolik ventrikel (LVDEP),
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat peningkatan
tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya
LVDEP, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium
dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan LAP
diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan
tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman
kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi
transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika kecepatan transudasi cairan
melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstisial.
Peningkatan cairan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke
dalam alveoli dan terjadilah edema paru.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap
ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung
kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan
edema dan kongesti sistemik.
Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat
diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh
dilatasi anulus katup antroventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris
dan korda tendinae akibat dilatasi ruang.

Mekanisme Kompensasi
Terdapat 3 mekanisme kompensasi pada gagal jantung, yaitu :
(1) meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis,
(2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin
aldosteron,
(3)

hipertrofi

ventrikel.

Mekanisme

ini

mungkin

memadai

untuk

mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal


pada awal perjalanan gagal jantung dan pada keadaan istirahat. Namun,
kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak
saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi
kurang efektif
a.

Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya

volume

sekuncup

pada

gagal

jantung

akan

mengakibatkan respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas


adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf
adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan
kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga
terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan
redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ
yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal) untuk mempertahankan
perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik
vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi
sesuai dengan hukum Starling.
Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung,
terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin
yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun
pada akhirnya respons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun, katekolamin akan berkurang pengaruhmya terhadap kerja
ventrikel. Berkurangnya respons ventrikel yang gagal terhadap rangsangan
katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akibat
4

Rangsangan

ini.

Perubahan

ini

dapat

disebabkan

karena

cadangannorepinephrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal


jantung kronis.
b. Peningkatan Beban Awal melalui Aktivasi Sistem Renin-AngiotensiAldosteron
Aktivasi renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium
sesuai dengan hukum Starling.
Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan memulai serangkaian
peristiwa berikut:
(1) penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus,
(2) pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus,
(3) interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I,
(4) konversi angiotensin I menjadi angiotensin II,
(5) rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal, dan
(6) retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul.
Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan
menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosteron di hati,
sehingga

kadar

aldosteron

dalam

darah

meningkat.

Kadar

hormon

antidiuretik akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan
meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul.
c.

Hipertrofi ventrikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.
Sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis
beban hemodinamik yang yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai
contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai

dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang


dalam.
Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi
aorta ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding.
Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang
tersusun secara serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris
dan hipertrofi eksentris. Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi
miokardium akan meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel.
4. Klasifikasi Gagal Jantung
Menurut New York Heart Assosiation (NYHA), gagal jantung
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu :
a. Kelas 1: Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam
kegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala- gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak napas atau berdebar-debar, apabila
melakukan kegiatan biasa.
b. Kelas 2: Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa- apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik yang biasa menimbulkan gejala- gejala insufiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak napas, atau nyeri.
c. Kelas 3: Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam
kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan
tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut
di atas.
d. Kelas 4: Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun
tanpa menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan
gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila mereka
melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

Sedangkan stadium gagal jantung menurut American College of Cardiology


terdiri atas empat stadium, yaitu:
a. Stadium A Mempunyai risiko tinggi terhadap perkembangan gagal
jantungtetapi tidak menunjukkan struktur abnormal dari jantung.
b. Stadium B Adanya struktur yang abnormal pada jantung pasien
tetapi tidak bergejala
c. Stadium C Adanya struktur yang abnormal dari pasien dengan
gejala awal gagal jantung
d. Stadium D Pasien dengan gejala tahap akhir gagal jantung sulit
diterapi dengan pengobatan standar
5.

Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi,

foto toraks, ekokardiografi-doppler. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk


diagnosis gagal jantung yaitu dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria minor.
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria mayor :
a. Paroksismal nocturnal dispneu
b. Distensi vena leher
c. Ronki paru
d. Kardiomegali
e. Edema paru akut
f. Gallop S3
g. Peninggian tekanan vena jugularis
h. Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Dispnea deffort
d. Hepatomegali
e. Efusi pleura
7

f. Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal


g. Takikardia (>120 x/menit
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan tanda vital
Pada gagal jantung ringan dan moderat, pasien sepertinya tidak mengalami
gangguan saat beristirahat, kecuali perasaan tidak nyaman saat berbaring pada
permukaan datar selama lima menit. Pada gagal jantung yang lebih berat, pasien
harus duduk dengan tegak, dapat

mengalami sesak napas, dan kemungkinan

tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak napas yang
dirasakan. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada gagal jantung
ringan, namun berkurang pada gagal jantung berat, karena adanya disfungsi
ventrikel kiri yang berat. Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang,
menandakan adanya penurunan stroke volume. Sinus takikardi merupakan tanda
nonspesifik disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi
perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian perifer dan sianosis pada
bibir dan kuku juga disebabkan oleh aktivitas adrenergik yang berlebih.
b. Pemeriksaan vena jugularis dan leher
Pemeriksaan vena jugularis memberikan perkiraan tekanan pada atrium kanan,
dan secara tidak langsung tekanan pada atrium kiri. Pemeriksaan tekanan vena
jugularis dinilai terbaik saat pasien tidur dengan kepala deangkat dengan sudut
0

45 . Pada gagal jantung stadium dini, tekanan vena jugularis dapat normal pada
waktu istirahat namun dapat meningkat secara abnormal seiring dengan
peningkatan tekanan abdomen.
c. Pemeriksaan paru
Pulmonary crackles (ronkhi atau krepitasi) dihasilkan oleh transudasi cairan dari
rongga intravaskular ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki
dapat didengar pada kedua lapang paru dan dapat disertai wheezing ekspiratoar
(asma kardial). Jika ditemukan pada pasien tanpa penyakit paru, ronkhi spesifik
untuk gagal jantung. Efusi pleura timbul sebagai akibat meningkatnya tekanan
sistem kapiler pleura, hasilnya adalah transudasi cairan ke dalam rongga pleura.
8

d. pemeriksaan Jantung
Pemeriksaan jantung sering tidak memberikan informasi yang berguna mengenai
tingkat keparahan gagal jantung. Jika kardiomegali ditemukan, maka apex cordis
biasanya berubah lokasi di bawah ICS V dan atau sebelah lateral dari
midclavicularis line, dan denyut dapat dipalpasi hingga 2 interkosta dari apex.
Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) dapat terdengar dan dipalpasi
pada apex. S3 atau prodiastolik gallop paling sering ditemukan pada pasien
dengan volume overload yang juga mengalami takikardi dan takipneu, dan sering
kali menandakan gangguan hemodinamika. Bising pada regurgitasi mitral dan
tricuspid biasa ditemukan pada pasien dengan gagal jantung tahap lanjut.
e. Abdomen dan ekstremitas
Hepatomegali adalah tanda yang penting tapi tidak umum pada pasien jantung.
Jika memang ada, hati yang membesar seringkali teraba lunak dan dapat
berpulsasi saat sistol jika terdapat regurgitasi katup trikuspid. Asites dapat timbul
sebagai akibat transudasi karena tingginya tekanan vena hepatik dan sistem vena
yang berfungsi dalam drainase peritoneum. Jaundice dapat ditemukan dan
merupakan tanda gagal jantung stadium lanjut, biasanya kadar bilirubin direk
dan indirek meningkat. Ikterik ini disebabkan karena terganggunya fungsi hepar
sekunder akibat kongesti hepar dan hipoksia hepatoseluler. Edema perifer adalah
manifestasi cardinal jantung, namun hal ini tidaklah spesifik dan biasanya tidak
terdapat pada pasien yang telah mendapat diuretik. Edema perifer biasanya
simetris, beratya tergantung pada gagal jantung yang terjadi, dan paling sering
terjadi sekitar pergelangan kaki dan daerah pretibial pada pasien yang masih
beraktivitas.
f. Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronis yang berat, dapat ditandai dengan penurunan berat
badan dan cachexia yang bermakana. Mekanisme dari cachexia pada gagal
jantung dapat melibatkan banyak faktor dan termasuk peningkatan resting
metabolic rate, anorexia, nausea, dan muntah akibat hepatomegali kongestif dan
perasaan penuh pada perut. Jika ditemukan, cachexia menandakan prognosis
keseluruhan yang buruk.
9

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung antara lain
adalah darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na dan K), ureum dan
kreatinin, SGOT/SGPT, dan BNP. Pemeriksaan ini mutlak harus
dilakukan pada pasien dengan gagal jantung dengan tujuan untuk
mendeteksi anemia, gangguan elektrolit, menilai fungsi ginjal dan
hati mangukur brain natriuretic peptide (beratnya gangguan
hemodinamik).
Foto thoraks
Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk
jantung, struktur dan perfusi dari paru. Kardiomegali dapat dinilai
melalui pengukuran cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%,
atau ketika ukuran jantung lebih

besar

dari

setengah

ukuran

diameter dada, telah menjadi parameter penting pada follow-up


pasien dengan gagal jantung.
EKG
Pemeriksaan EKG 12 lead dianjurkan untuk dilakukan. Kepentingan
utama dari EKG adalah untuk menilai ritme, menentukan keberadaan
hipertrofi pada ventrikel kiri atau riwayat Infark myocard (ada atau
tidaknya Q wave). EKG normal biasanya menyingkirkan adanya
disfungsi diastolic pada ventrikel kiri.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan fungsi jantung,
miokardium dan pericardium, dan mengevalusi gerakan regional
dinding jantung saat istirahat dan saat diberikan stress farmakologis
pada gagal jantung. Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal
jantung adalah penilaian Left ventricular ejection fraction (LVEF),

10

beratnya remodeling ventrikel kiri, dan perubahan pada fungsi


diastolik.
6. Penatalaksanaan Gagal Jantung
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi
beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga
penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari :
beban awal, kontraktilitas, dan beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Diet makanan lunak Tinggi Karbohidrat Tinggi Protein rendah
garam
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
A. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
B. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan
kekuatan kontraksi miokard. Preparat digitalis mempunyai 3
khasiat pada otot jantung, yaitu kerja inotropik positif
(meningkatkan kontraksi miokard), kerja kronotropik negatif
(memperlambat denyut jantung), dan kerja dromotropik negatif
(mengurangi

hantaran

sel-sel

jantung).

Contoh preparat

digitalis yang banyak digunakan adalah digoksin


a. Dosis digitalis :
Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4-6
dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0.5 mg selama 2-4 hari

Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

11

Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.

b. Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.


Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat
Digoksin 1-1,5 mg iv perlahan lahan
Cedilanid 04-0,8 mg iv perlahan lahan.
C. Menurunkan beban jantung.
a. Diuretik
Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada
pasien-pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat.
Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan tekanan
pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan
curah jantung yang penting secara klinis, terutama pada pasien gagal
jantung lanjut yang mengalami peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri, kecuali jika terjadi natriuresis parah dan terus menerus
yang menyebabkan turunnya volume intravaskular yang cepat . Yang
digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata 20 mg.
Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai
garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretik lain
yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon,
triamteren, amilorid, dan asam etakrinat. Dampak diuretik yang
mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung atau
kelangsungan, tapi merupakan pengobatan garis pertama karena
mengurangi gejala dan pengobatan dan perawatan di rumah sakit.
Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat kalium harus
berhati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

12

b. Vasodilator
Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang
berlebihan. Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel
selama diastole. Peningkatan preload menyebabkan pengisian jantung
berlebih. Afterload adalah tekanan yang harus di atasi jantung ketika
memompa darah ke sistem arterial. Dilatasi
preload

jantung

dengan

meningkatkan

vena

mengurangi

kapasitas vena, dilator

arterial menurunkan resistensi arteriol sistemik dan menurunkan


afterload.

Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 g/kg BB/menit iv.

Nitroprusid 0,5-1 g/kgBB/menit iv

Prazosin per oral 2-5 mg

Penghambat ACE: kaptopril 2 x 6,25 mg.


ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung
kongestif. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim yang
berasal dari angiotensin
membentuk vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penghambatan
ACE mengurangi volume dan tekanan pengisian ventrikel kiri, dan
meningkatkan curah jantung.
Konsep dasar pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam
pengobatan gagal jantung adalah karena kemampuannya untuk :
-

Menurunkan retensi vaskular perifer yang tinggi akibat


tingginya tonus arteriol dan venul (peripheral vascular
resistance)

Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi


(ventricular filling pressure)

13

Dosis ISDN adalah 10-40 mg atau 5-15 mg sublingual setiap 4-6


jam. Pemberian nitrogliserin secara intravena pada keadaan akut harus
dimonitor ketat dan dilakukan di ICCU. Kaptopril sebaiknya dimulai
dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu diperhatikan efek
samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama setelah
pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda-tanda hipotensi maka
dosis dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3x 25-100

mg.

Kaptopril dapat menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi


ginjal. Dosis awal analapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan lahan
sampai

2 x 10 mg. Pasien gagal jantung yang lanjut cenderung rentan

terhadap komplikasi infeksi, terutama infeksi saluran napas, infeksi


saluran kemih, septicemia dan infeksi nosokomial sehingga antibiotic
yang adekuat harus segera diberikan bila ada indikasi.
Coronary artery disease (Jantung Koroner)
Jantung koroner (coronary artery disease) adalah penyakit jantung yang
disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria akibat proses arterosklerosis
atau spasme atau kobinasi keduanya.
o Faktor Resiko jantung koroner

Tidak dapat diubah :


-

Usia

Jenis kelamin laki-laki

Riwayat keluarga

Etnis

Dapat dirubah :
-

Merokok

Hipertensi

Dislipidemia
14

Diabetes milietus

Obesitas dan sindrom metabolik

Stress

Diet lemak dan tinggi kalori

Inaktifitas fisik

Baru
-

Inflamasi

Fibrinogen

Homositein

Stress oksidatif

Pemeriksaan Penunjang
Rontgen

EKG

Kardiomegali dengan bendungan paru, tidak tampak TB paru


Aktiv
Irama sinusQ patologi (+) di I, AVL, ST elevasi di I, AVL,
V4, V5, V6

1. Terjadinya STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)


STEMI (ST elevasi Miokard Infark) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufiesi aliran darah koroner oleh proses
degenaratif maupun dipengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan
nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan
EKG. STEMI adalah cerminan dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar berhenti, otot jantung
yang dipendarahi tdk dapat nutrsi, oksigen dan mati.
2. Jenis-jenis CAD :

15

Angina pektoris stabil (APS) : sindrom klinik yang ditandai


dengan rasa tidak enak di dada, rahang, bahu, punggung ataupun
leher yang biasanya disebabkan oleh

kerja fisik

atau status

emosional dan keluhan ini dapat berkurang bila istirahat atau


oleh obat.
-

Angina Prinzmetal : nyeri dada disebabkan spasme arteri koronaria,


sering timbul pada saat istirahat, tidak berkaitan dengan kegiatan
jasmani dan kadang-kadang siklik (pada waktu yang sama setiap
hari)

SKA (sindroma koroner akut) adanya erosi, fisur ataupun robeknya


plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis intravaskuler yang
menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen
miokard.

3. Mekanisme perubahan fisiologi akibat CAD (nyeri dada, sesak nafas,


nyeri kepala, mual dan muntah)
4. Standar pengkajian utama pada pasien CAD :

Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan


untuk tidur (mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea
pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
b. Sirkulasi :
-

Mempunyai riwayat IMA, Penyakit jantung koroner,


CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.

Tekanan darah mungkin normal atau meningkat, nadi


mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time,
disritmia.

16

Suara jantung, suara jantung tambahan S3 atau


S4 mungkin mencerminkan terjadinya

kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.

Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi


katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.

Heart rate mungkin meningkat atau menglami


penurunan (tachy atau bradi cardia).

Irama jnatung mungkin ireguler atau juga normal.

Edema: Jugular vena distension, odema anasarka,


crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.

Warna kulit mungkin pucat baik di bibir


dan di kuku.

c. Eliminasi : Bising usus mungkin meningkat


atau juga normal.
d. Nutrisi : Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor
kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e. Hygiene perseorangan : Dispnea atau nyeri dada atau dada
berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas.
f. Neuron sensori : Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g. Kenyamanan
-

Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak


hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.

Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal yang


mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.

Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri


yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat nyeri
tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai,
perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan

17

kontak

mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah,


respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h. Respirasi : Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif,
riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis. Pada
pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat
atau cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau

juga

vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/ pink tinged.


i. Interaksi sosial : Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan
stresor, emosi yang tak terkontrol.
j. Pengetahuan: Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
k. Studi diagnostik
-

ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan


tanda dari iskemi, gelombang T inversi atau hilang yang
merupakan tanda dari injuri, dan gelombang Q yang
mencerminkan adanya nekrosis.

Enzym

dan

isoenzym

pada

jantung

: CPK-MB

meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada


24 jam. Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan
mencapai puncak pada 36 jam.
-

Elektrolit : ketidakseimbangan yang memungkinkan


terjadinya

penurunan

konduksi

jantung

dan

kontraktilitas jantung seperti hipo atau hiperkalemia.


-

Whole blood cell : leukositosis mungkin timbul pada


keesokan hari setelah serangan

Analisa gas darah : Menunjukan terjadinya hipoksia


atau proses penyakit paru yang kronis ata akut.

18

Kolesterol atau trigliseid : mungkin mengalami


peningkatan yang mengakibatkan terjadinya
arteriosklerosis.

Chest X ray : mungkin normal atau adanya


cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.

Echocardiogram : Mungkin harus di lakukan guna


menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing
ruang pada jantung.

Exercise stress test : Menunjukan kemampuan


jantung beradaptasi terhadap suatu stress/ aktivitas.

5. Data penunjang tambahan CAD :


- Treadmill test : untuk mendeteksi pasien dengan kemungkinan angina
pektoris
-

Ekokardiografi

Teknik non-infasif penentu klasifikasi koroner dan anatomi koroner

Computed Tomography

Magnetik Resonanse Arteriography

Coronary angiogram : untuk memperlihatkan saluran darah dengan


menggunakan bahan kontras

6.

Kondisi kegawatan pada pasien CAD : Tanda dan gejala klinis yang
sering ditemukan pada pasien jantung koroner adalah angina pektoritis
yaitu sakit dada yang timbul pada waktu melakukan aktivitas karena
adanya iskemik miokard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi >
70% penyempitan arteri koronaria. Angina pektoritis dapat muncul
sebagai angina pektoris stabil (APS, stable angina) dan keadaan ini
bisa berkembang menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma
koroner akut atau yang dikenal sebagai serangan jantung mendadak
(heart attack) dan bisa menyababkan kematian.

19

7. Komplikasi CAD :
- CHF
- Angina Pektoris tidak stabil (APTS unstabel angina) ditandai
dengan nyeri dada yang mendadak dan lebih berat yang
serangannya lebih lama (lebih dari 2 menit) dan lebih sering.
Angina yang baru timbul (kurang dari 1 bulan), yang timbul
setelah serangan infark juga digolongkan dalam angina tak stabil.
- Infark miokard akut (IMA) : nyeri angina pada infark jantung
akut umumnya lebih berat dan lebih lama (30 menit atau lebih)
Walau demikian infark jantung dapat terjadi tanpa nyeri dada (20
sampai 25%). IMA bisa nonQ MI (NSTEMI) dan gelombang Q MI
(STEMI)
8. Diagnosa keperawatan pada pasien diatas :
-

DS :

Pasien mengeluh nyeri dada

Sesak nafas

DO :

Menurunnya kesadaran (E2M4V2)

BB 75kg, TB 165cm : obesitas / gemuk

Nadi 120x/menit

Napas 20x/menit

Akral dingin = menurunnya perfusi jaringan

Ekg : Q patologi (+) di I, AVL, ST elevasi di I, AVL, V4, V5,


V6
-

Diagnosa Keperawatan :

20

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan


iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri
koronaria.

21

9. Intervensi
-

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan jantung atau
sumbatan pada arteri koronaria.

Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit, diharapkan
nyeri pada klien dapat berkurang, yaitu dari skala nyeri 8 menjadi 2, yang
ditandai dengan klien tampak rileks, aktifitas klien dapat meningkat,
terutama setelah dilakukan relaksasi.

Rencana Intervensi :
1) Melakukan pengkajian menyeluruh dari dari nyeri, meliputi
lokasi, karakteristik, jumlah, lama, frekuensi, kualitas, intensitas, dan
faktor presipitasi nyeri..
2) Pastikan pasien mendapatkan obat penghilang rasa nyeri (analgesik).
3) Memberikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa
lama akan berakhir, dan partisipasi dalam melakukan tindakan.
4) Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila terjadi nyeri dada.
5) Ciptakan suasana lingkungan yang tenang dan nyaman.
6) Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik relaksasi.
7) Mengkolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk
memilih dan mengimplementasikan obat nonfarmakologik sebagai
pertolongan terhadap nyeri

22

BAB
III
LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU JANTUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ABULYATAMA
Nama pasien

: JALIUS

Alamat

: Kuala Batee

Umur

: 59 tahun

Jenis Kelamin

: laki-laki

Pekerjaan

MRS

: 27 April 2015

Tanggal pemeriksaan : 28 April 2015


ANAMNESIS: Autoanamnesa
Keluhan utama

: Lemas, Nyeri dada, Sesak napas

Telaah : Os datang dengan keluhan sesak nafas. Hal ini sudah dialami sejak tadi
siang, sesak bertambah jika Os capek saat beraktifitas dengan jarak tempuh 5-6 m,
wheezing(-) ronchi(-) riwayat penyakit sebelumnya Os pernah sakit jantung
Riwayat Penyakit Sekarang :
SMRS 2 minggu yang lalu pasien mengeluh lemas saat beraktifitas, sesak
nafas dan, nyeri pada epigastrium
pasien mengeluhkan sesak nafas saat melakukan aktivitas berat
dan sesak hilang saat istirahat.
Riwayat penggunaan Obat :

candesartan
Bisoprolol

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat hipertensi (-)


Riwayat DM (-)
Riwayat asma (-)

23

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan penyakit yang sama

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit jantung, hipertensi


dan diabetes mellitus.

Riwayat pekerjaan, kebiasaan, dan sosial ekonomi

Jarang olahraga dan aktivitas fisik.

PEMERIKSAAN
FISIK Pemeriksaan
Umum

Keadaan umum

: sedang

Kesadaran

: komposmantis

Tanda-tanda vital
TD : 100 /70 mmHg
HR : 80 x/menit
RR : 28 x/menit
T

: 37.5 C

Pemeriksaan khusus:

Kulit dan wajah : tidak sembab

Mata kiri dan kanan


Mata tidak cekung
Konjungtiva

: tidak anemis

Sklera

: tidak ikterik

Pupil

: bulat, isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/


+)

Mulut

: Tidak kotor, faring tidak anemis

Leher

: Tidak terdapat pembesaran KGB, JVP 5+3 cmH2O

24

Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan,
penggunaan otot bantu pernafasan (-)
Palpasi

: vokal fremitus kanan & kiri

Perkusi

: sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi: vesikuler (+/+), ronkhi basah basal (+/+), wheezing (-)


Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: batas jantung kanan linea parasternalis dekstra RIC V


batas jantung kiri linea axilaris anterior RIC V

Auskultasi
(-)

: bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop

Abdomen
Inspeksi

: perut tampak distensi, pelebaran vena (-)

Auskultasi

: bising usus (-)

Palpasi

: nyeri epigastrium (+)

Perkusi
Ekstremitas

: timpani, shifting dullness (-)


: atas oedem (-/-), bawah oedem (-/-)

25

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

Pemeriksaan Darah Rutin (27 April 2015)


Leukosit : 7800/L
Hb

: 11,4mg/dL

Ht

: 43,4%

Trombosit : 1560.000/L
-

Kimia Darah
Glu

: 129,7 mg/dL

Ureum

: 67,44 mg/dL

Kreatinin : 1,61 mg/Dl

SGOT

: 50 U/L

SGPT

: 50 U/L

BUN

: 23,5 mg/dL

Elektrolit
Na
+

: 129,45mmol/L

: 3,51 mmol/L

Cl

: 125,02 mmol/ L

LEMAK
Kolestrol total
Kolestrol HDL
Kolestrol LDL
Trigliserida

: 151 mg/dl
: 59,60 mg/dl
: 68,72 mg/dl
: 113,4 mg/dl

26

Foto Thoraks

CTR 76%
Segmen Aorta tampak lurus
Kongesti Vena
Segmen Pulmonal tampak membesar
Incisura Cardiaca tampak menghilang
Pembesaran pada jantung kanan dan Jantung kiri
Apek jantung bergesar (down wood)
Paru kanan tampak hitam

27

Hasil EKG didapatkan sebagai berikut:

Sinus Rithme
Gel P
PR interval
Kompleks QRS
Segmen ST
ST Elevasi
ST Depresi
T inverted
RVH
LVH
VES

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

28

Daftar Masalah
Dispnea
Edema ekstremitas
Hipertensi
Kardiomegali
Penatalaksanaan:

Nonfarmakologis
Memposisikan semi fowler
Mengurangi asupan cairan dalam rangka mengurangi beban jantung
Mengurangi asupan garam untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh

Farmakologis :

Infused NaCL 0,9%


Pemberian Oksigen Nasal kanul 2 liter/menit
injeksi Ranitidin 1 ampul/24jam
metoclopramide 1 ampul / 24jam
injeksi Furosemid 1 ampul/24jam
Clopidrogel 1x75 mg (S) (3tab)
Simvastatin 1x2 mg (M) 2tab
Spironolacton 25mg/24 jam
Alprazolam 1x 0,5 mg (M) (2tab)
Codein 1x1 (M)
digoxin 1x0,5mg (p) (2 tab)
Ambroxol sxr 3x1

29

Follow up
Tanggal

28/04/2015

Sesak

TD: 100 /70 mmHg CHF

Napas

N: 80x/menit

ec

S: 37,5 0C

CAD

Nyeri
dada

P: 28 x/menit

30

P
Infused NaCL 0,9%
Pemberian Oksigen nasal
kanul 2 liter/menit
injeksi Ranitidin 1
ampul/24jam
metoclopramide 1 ampul /
24jam
injeksi Furosemid 1
ampul/24jam
Clopidrogel 1x75 mg (S)
Simvastatin 1x2 mg (M)
Spironolacton 25mg/24 jam
Alprazolam 1x 0,5 mg (M)
Codein 1x1 (M)
digoxin 1x0,5mg (p)
Ambroxol sxr 3x1

PEMBAHASAN
pasien Pak Jalius 59 tahun masuk ke ruang rawat jantung dengan keluhan
sesak nafas, nyeri dada pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan bahwa diagnosis adalah gagal jantung kongestif (CHF) dengan
penyebab utamanya adalah Coronary artery disease (CAD)
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat ditegakkan berdasarkan kriteria
Framingham dimana didapatkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor dan dari anamnesis didapatkan dispnea deffort kemudian dari pemeriksaan
fisik didapatkan, kardiomegali, paroximal nocturnal dispnea, ronkhi paru dan edema
ekstremitas. Berdasarkan tingkatannya, CHF pada pasien ini termasuk ke dalam
grade IV, yaitu pasien tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan. Waktu istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala
insufisiensi jantung, yang bertambah apabila pasien melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.
Sesak napas yang merupakan keluhan utama pada pasien ini disebabkan oleh
karena adanya kongesti pulmoner, dengan adanya akumulasi dari cairan
interstisial
yang menstimulasi pernapasan cepat dan dangkal yang khas untuk sesak napas yang
disebabkan oleh penyakit jantung. Sesak napas pada malam hari saat pasien tidur
merupakan akibat pasien tidur dalam keadaan datar sehingga aliran balik darah
meningkat, akibatnya ventrikel kanan juga memompakan darah yang lebih banyak
ke arteri pulmonalis. Banyaknya darah di vaskuler paru mengakibatkan ekstravasasi
cairan dari vaskuler ke intersisial, dengan adanya ekstravasasi cairan ke intersisial
jaringan paru akan menimbulkan suara ronki basah basal saat di lakukan auskultasi
pada kedua lapangan paru. Ronkhi yang timbul akibat adanya peradangan paru
dapat disingkirkan karena tidak adanya manifestasi demam pada pasien ini.

31

Nyeri dada pada pasien ini dapat disebakan karena adanya proses
nekrosis atau infark padaotot jantung. Pada pasien ini proses yang terjadi diduga
merupakan adanya proses infark, karena nyeri dada berlangsung 20 menit.
Edema kedua tungkai pada pasien ini terjadi karena adanya kongesti vena
sistemik sebagai akibat gagal jantung kanan. Gagal jantung kanan dapat terjadi
akibat meningkatnya tekanan vaskular paru sehingga akhirnya membebani ventrikel
kanan. Selain itu disfungsi ventrikel kiri juga berpengaruh langsung terhadap
fungsi ventrikel kanan melalui fungsi anatomis dan biokimiawinya. Kedua ventrikel
mempunyai satu dinding yang sama (septum interventrikularis) yang terletak dalam
pericardium. Perubahan-perubahan biokimia seperti berkurangnya cadangan
norepinefrin miokardium selama gagal jantung juga dapat merugikan kedua
ventrikel

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Madeline, Carleton PF. Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan


Sirkulasi. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Price
SA, Wilson.LM. Editor. Edisi keenam. Jakarta: EGC. 2005
2. Ghanie A. Gagal Jantung Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Editor. Jilid kedua Edisi kelima.
Jakarta: Interna Publishing. 2009
3. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpsom IA. Gagal Jantung. Dalam
: Lecture Notes Kardiologi. Edisi keempat. Jakarta : Erlangga Medical
Series.2002
4.

Guideline for the Prevention, Detection and Management of Chronic


Heart Failure in Australia. National Heart Foundation of Australia.
Serial

on Internet. 2011. [cited on June 1, 2013]. Available from :

www.heartfoundation.org.au/.../chronic_heart_failure_guidelines_2011.pdf
5.

Majid, Abdul. 2007. Penyakit jantung koroner : patofisiologi, pencegahan,


dan pengobatan terkini. Medan : USU e-Repository

33

Anda mungkin juga menyukai