Perio Ririn
Perio Ririn
gmbr
Gambar 30-7. Adanya inflamasi marginal, tulang alveolar, hilang karena trauma
goncangan (a), tidak selalu regenerasi diikuti eliminasi gaya traumatik (b). ICT:
infiltrasi jaringan konektif. CEJ: cemento-enamel junction. JE: ujung apical
junctional epitelium. BC: puncak tulang alveolar. BBD: defek tulang angular
bawah. Dari Polson et al. (1976a).
Contohnya trauma dari oklusi (Gambar 30-5). Jika bentuk restorasi mahkota gigi
saat oklusi mengalami gaya yang tidak semestinya diarahkan pada arah bukal,
fenomena resorpsi tulang berkembang pada marginal bukal dan tekanan daerah
lingual apikal dengan hasil meningkatkan lebar ligamen periodontal. Gigi
menjadi hipermobil atau bergerak dari posisi traumatizing. Karena gaya
traumatizing tersebut pada gigi dengan periodontium normal atau gingivitis
tidak dapat menghasilkan formasi poket atau connective tissue attachment
hilang, hasilnya peningkatkan mobilitas gigi harus dianggap sebagai adaptasi
fisiologis jaringan periodontal dengan tuntutan fungsional diubah. koreksi yang
tepat anatomi permukaan oklusal pada gigi, yaitu occlusal adjustment, akan
menormalkan hubungan antara gigi antagonis pada oklusi, sehingga
menghilangkan tekanan berlebihan. Hasilnya, aposisi tulang akan terjadi pada
daerah yang sebelumnya terkena resorpsi, lebar ligamen periodontal akan
menjadi normal dan gigi stabil, yaitu itu menjadi mobilitas normal (Gambar 305). Dengan kata lain, resorpsi tulang alveolar yang disebabkan oleh trauma
oklusi adalah proses yang dapat kembali dengan perawatan yang
menghilangkan occlusal interferences.
gbr
Gambar 30-8. Jika sebuah gigi dengan pengurangan jaringan pendukung
periodontal (a) telah terkena gaya horizontal berlebihan, ruang ligamen
periodontal yang melebar (daerah brown) dan peningkatkan hasil mobilitas
(panah). Diikuti pengurangan atau eliminasi gaya, aposisi tulang akan terjadi dan
gigi akan menjadi stabil (b).
Kapasitas regenerasi tulang setelah resorpsi diikuti trauma dari oklusi telah
didokumentasikan di beberapa hewan percobaan (Waerhaug & Randers-Hansen
1966, Polson et al. 1976a, Karring et al. 1982, Nyman et al. 1982). Dalam
percobaan tersebut, resorpsi tulang diinduksi tidak hanya melibatkan tulang
dalam alveolus tetapi juga puncak tulang alveolar. Ketika gaya traumatik
dihilangkan, jaringan tulang diendapkan tidak hanya di dinding alveolus,
sehingga normalisasi lebar ligamen periodontal, tetapi juga daerah puncak
tulang, dimana ketinggian tulang alveolar itu dinormalisasi (Gambar 30-7; Polson
et al. (1976a). Dalam keadaan tidak dirawat, lesi terkait plak dalam jaringan
lunak, sehingga pertumbuhan kembali substansi tulang tidak terjadi.
Situasi II
Peningkatan mobilitas gigi dengan peningkatan lebar ligamen periodontal dan
pengurangan tinggi tulang alveolar.
Ketika gigi telah dirawat dari penyakit periodontal sedang sampai parah, gingiva
sehat terbangun di daerah gigi di mana gigi dikelilingi oleh struktur periodontal
yang ketinggiannya berkurang. Jika sebuah gigi dengan pengurangan dukungan
jaringan periodontal terkena gaya horizontal yang berlebihan (trauma oklusi),
reaksi inflamasi berkembang di daerah tekanan ligamen periodontal disertai
resorpsi tulang. Perubahan ini seperti yang terjadi di sekeliling gigi dengan
struktur pendukung yang tingginya normal; tulang alveolar resorpsi, lebar
ligamen periodontal meningkat pada area tekanan/ tegangan dan gigi menjadi
hipermobil (Gambar 30-8b).
Situasi III
Peningkatan mobilitas gigi dengan pengurangan tinggi tulang alveolar dan
pelebaran ligamen periodontal yang normal
Mobilitas gigi meningkat dengan pengurangan tinggi tulang alveolar tanpa
diiringi peningkatan lebar membran periodontal tidak dapat dikurangi atau
dihilangkan dengan occlusal adjustment. Gigi dengan lebar ligamen periodontal
yang normal, dengan tidak ada aposisi tulang lebih lanjut pada dinding alveoli
dapat terjadi. Jika peningkatan mobilitas gigi tidak mengganggu fungsi
pengunyahan atau nyaman, tidak dibutuhkan perawatan. Jika pasien terganggu
dengan gigi goyang, mobilitas dapat dikurangi pada situasi hanya dengan
splinting, yaitu penggabungan satu gigi/ beberapa gigi dengan gigi lain pada
rahang dengan unit cekatSPLINT.
Splint, menurut Glossary of Periodontic Terms (1986) adalah sebuah aplikasi
yang di desain untuk stabilisasi gigi goyang. Sebuah splint dapat dibentuk dari
gabungan fixed bridges, protesa parsial lepasan, dan lainnya.
Gbr
Gambar 30-9. Kasus A, pria 64 tahun. Status periodontal dan status periodontal
sebelum terapi.
Gabbr
Pada radiografi terlihat bahwa peningkatan kegoyangan pada gigi maksila pasien
yang hubungannya terutama dengan pengurangan tinggi tulang alveolar dan
tidak meningkatnya lebar ligamen periodontal. Maksudnya, kegoyangan tiap gigi
harus dianggap normal atau fisiologis dengan pengurangan tinggi jaringan
pendukung. Selanjutnya peningkatan mobilitas gigi pada kasus ini tidak
disebutkan perawatannya, kecuali mengganggu kenyamanan pengunyahan atau
membahayakan posisi gigi depan. Terutama pasien tidak mengeluh masalah
fungsional yang berhubungan dengan kegoyangan gigi maksilanya.
Konsekuensinya, tidak ada alasan memasang cross arch bridge dalam rangka
splint gigi, yakni mengurangi kegoyangan gigi.
Diikuti perawatan tapt pada plak yang terkait dengan lesi periodontal, dua
bridges sementara yang terpisah pada desain unilateral dipasang (15, 14, 13;
23, 24, 25, 26 akar palatal). Akrilik bridges sementara digunakan selama 6 bulan
untuk oklusi, mobilitas dua bridges dan posisi pada gigi depan secara
keseluruhan diperhatikan. Setelah 6 bulan, tidak ada perubahan yang
terjadipada lateral dan sentral insisif dan tidak adanya peningkatan kegoyangan
pada dua bridges sementara, terapi restorasi definitif dipasang.
Gambar 30-10 memperlihatkan radiografi yang diperoleh 10 tahun
setelah terapi initial. Posisi gigi depan dan kegoyangan insisif serta dua bridges
tidak berubah selama periode perawatan. Ada
Situasi IV
Mobiltas satu gigi/ beberapa gigi yang progresif (meningkat) dengan lebar
peningkatan ligamen periodontal berkurang secara bertahap
Di bukal