Anda di halaman 1dari 43

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
TANGERANG SELATAN

Analisis Kajian Aspek Perpajakan


Atas Pengaruh Penggunaan Nilai Tukar Valuta Asing dalam Pembukuan
(PSAK 10 (Revisi 2010))

Disusun Oleh :
1. Slamet Rahardjo
2. Rendi Kurniawan
3. M. Yusuf Naseri
4. Arif Prastiyo

Disusun dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan


Mata Kuliah Seminar Perpajakan
Mahasiswa Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus
Abstract

Every financial transaction in Indonesia using the exchange rate is set in PSAK 10 (revised
2010): The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates as guidance in the recognition,
presentation and disclosure in the financial statements. While in the Income Tax Act also
regulates the use of the exchange rate allowed good if the taxpayer did bookkeeping in foreign
currencies as well as losses due to foreign exchange. This research focused on the issue, first,
whether there is a difference between PSAK and tax rules about the exchange difference?
Second, how to overcome these differences in financial reporting? This study uses normative
juridical method based on primary sources, namely PSAK and legislation. The first results
showed that there are differences between PSAK and tax rules on foreign exchange is the
exchange rate used, the tax using the tax rate stated in the Decree of the Minister of Finance
while commercial use Bank Indonesia rate and method of recognizing losses on foreign
exchange, taxes correctly recognize when losses has occurred (not recognize the fair value) while
commercial recognize losses corresponding fair value at each end of the reporting period. Both
of these differences enough to cope with the fiscal correction due to the difference in exchange
rate differences are temporary differences.
Keywords: Foreign exchange, exchange rate gap, fiscal correction.
Abstrak
Setiap transaksi keuangan di Indonesia yang menggunakan kurs sudah diatur dalam PSAK 10
(revisi 2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing sebagai pedoman dalam pengakuan,
penyajian dan pengungkapannya dalam laporan keuangan. Sedangkan di dalam Undang-Undang
Pajak Penghasilan juga diatur mengenai penggunaan kurs yang diperkenankan baik jika wajib
pajak melakukan pembukuan dalam mata uang asing maupun mengalami kerugian akibat selisih
kurs. Penelitian ini fokus pada persoalan, pertama, apakah ada perbedaan antara PSAK dengan
aturan perpajakan yang mengatur mengenai selisih kurs? Kedua, bagaimana cara mengatasi
perbedaan tersebut dalam pelaporan keuangan? Penelitian ini menggunakan metode yuridis
normatif yang berdasarkan pada sumber primer yaitu PSAK dan peraturan perundang-undangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama terdapat perbedaan antara PSAK dan aturan pajak
mengenai selisih kurs yaitu mengenai nilai kurs yang digunakan, pajak menggunakan kurs pajak
yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan sementara komersil menggunakan kurs
Bank Indonesia serta metode pengakuan kerugian selisih kurs, pajak mengakui ketika kerugian
benar-benar telah terjadi (tidak mengakui nilai fair value) sementara komersil mengakui kerugian
selisih sesuai nilai wajar (fair value) setiap akhir periode pelaporan. Kedua untuk mengatasi
perbedaan tersebut cukup dilakukan koreksi fiskal karena perbedaan dalam selisih kurs
merupakan perbedaan sementara (temporer)
Kata Kunci : Valuta asing, selisih kurs, koreksi fiskal

A. Pendahuluan
2

Perdagangan dunia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat di berbagai bidang, hal ini
didukung dengan munculnya arus globalisasi yaitu perdagangan bebas yang telah disetujui oleh
suatu badan dunia yaitu WTO (World Trade Organization). Munculnya perdagangan bebas ini
menyebabkan terbukanya kesempatan hubungan dagang antar negara sehingga kegiatan usaha
tidak lagi berorientasi di dalam negeri saja. Dari perkembangan kegiatan usaha tersebut,
transaksi yang terjadi di dalam perusahaan saat ini berhubungan erat dengan perdagangan valuta
asing sehingga tidak hanya terbatas pada transaksi dalam bentuk mata uang domestik tapi juga
transaksi dalam bentuk valuta asing. Setiap transaksi, sekecil apapun transaksi tersebut, apabila
melibatkan dua negara atau lebih melibatkan pertukaran atau perdagangan valuta asing.
Transaksi valuta asing ini terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang, besar atau
kecil, pada belahan dunia yang satu ataupun yang lain sehingga menyebabkan adanya hubungan
internasional yang lebih erat dan ketergantungan ekonomi yang lebih tinggi.
Transaksi dalam mata uang asing dapat terjadi dengan dua cara, yaitu melakukan transaksi
dalam valuta asing (foreign activities) atau memiliki kegiatan usaha di luar negeri (foreign
operations). Terdapat bermacam jenis transaksi dalam valuta asing seperti piutang dagang yang
timbul karena ekspor maupun piutang permodalan, hutang dagang yang timbul karena kredit
impor baik untuk barang dagang maupun barang modal, hutang jasa, pinjaman dari luar negeri
yang digunakan untuk modal usaha, dan dividen dalam valuta asing. Dengan adanya transaksi
perdagangan tersebut maka diperlukan adanya nilai tukar yang disebut dengan kurs. Transaksitransaksi ini memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam penyajian laporan keuangan
perusahaan karena terdapat kemungkinan terjadi selisih kurs tersebut, ditambah lagi dengan nilai
kurs yang berfluktuasi secara tidak menentu akibat gejolak moneter. Dalam praktek akuntansi
yang formal di Indonesia, transaksi dalam valuta asing terkait selisih kurs ini diperlakukan secara
berbeda agar penyajian laporan keuangan lebih akurat dan transparan. Standar akuntansi yang
mengaturnya, yaitu PSAK 10 (revisi 2010).
B. Latar Belakang Masalah
PSAK 10 (revisi 2010) merupakan standar akuntansi yang mengatur mengenai pengaruh
perubahan nilai tukar valuta asing pada laporan keuangan khususnya di Indonesia, ketika
transaksi dalam valuta asing tersebut mempengaruhi pelaporan keuangan yang disajikan oleh
suatu perusahaan. Dengan adanya bermacam-macam jenis valuta asing di dalam suatu

perusahaan, maka manajemen perlu mempertimbangkan mengenai mata uang fungsional yang
akan dipakai pada kegiatan operasional perusahaan.
Mata uang fungsional merupakan mata uang pada lingkungan ekonomi utama tempat suatu
entitas beroperasi, yang akan menjadi tolak ukur yang konsisten. Sekali mata uang fungsional
ditentukan tidak dapat diubah kembali kecuali ada kejadian khusus yang mempengaruhi
indikator dalam menentukan mata uang fungsional tersebut. Mata uang fungsional biasanya
disebut sebagai mata uang dasar (base currency) dalam menentukan pengukuran dan nilai tukar
atau dalam perhitungan selisih kurs.
Akibat penerapan PSAK tersebut, terdapat beberapa perusahaan di Indonesia yang
menggunakan dua mata uang berbeda untuk mata uang fungsional dan mata uang pelaporannya.
Perbedaan mata uang ini menjadi tidak baik bagi perusahaan karena pergerakan nilai tukar mata
uang yang relatif cepat mengakibatkan nilai gain or loss yang muncul pada laporan keuangan.
Hal ini mengharuskan perusahaan melakukan pengukuran kembali terhadap akun-akun pada
laporan keuangan agar laporan keuangan dapat menggambarkan kondisi keuangan dan kinerja
yang sesungguhnya sehingga informasi keuangan lebih relevan dan dapat diperbandingkan
dengan periode sebelumnya atau dengan perusahaan lain dalam industri sejenis. Sementara
dalam peraturan perpajakan segala hal mengenai mata uang asing, baik tentang pembukuan
menggunakan mata uang asing sampai dengan pengakuan mengenai kerugian atas selisih kurs
sudah diatur dengan tegas dan jelas.
Penulis melihat pentingnya pembahasan mengenai perbedaan antara PSAK 10 (revisi 2010)
dan aturan perpajakan yang mengatur mengenai valuta asing serta selisih kurs. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan tujuan antara PSAK dan aturan perundang-undangan perpajakan.
PSAK dibuat sebagai pedoman agar laporan keuangan harus disajikan secara wajar dan
memberikan informasi yang mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya (terhindar dari
salah saji material) sementara aturan perpajakan dibuat sebagai dasar hukum agar pengelolaan
perpajakan di indonesia bisa optimal dan berkeadilan.
Agar permasalahan yang dibahas tidak terlalu luas, penulis membatasi permasalahan pada:
1. Apakah ada perbedaan antara PSAK dengan aturan perpajakan yang mengatur
mengenai selisih kurs?
2. Bagaimana cara mengatasi perbedaan tersebut dalam pelaporan keuangan?
C. Landasan Teori
I.
Teori Valuta Asing
4

a. Pengertian Valuta Asing


Pasar uang dan pasar modal di Indonesia kini telah didenominasi oleh mata uang lokal
(Rupiah) dan mata uang asing (valuta asing). Valuta Asing (valas) atau foreign exchange (forex)
ataupun foreign currency itu sendiri memiliki beberapa definisi yang disajikan oleh beberapa
ahli, yaitu :
1. Menurut Hamdy Hadi (1997:15), valuta asing adalah mata uang asing yang difungsikan
sebagai alat pembayaran untuk membiayai transaksi ekonomi keuangan internasional dan
juga mempunyai catatan kurs resmi pada bank sentral.
2. Menurut Eng, Lees dan Mauer (1998:84), A foreign currency is Any asset or financial
claim denominated in a foreign currency.
3. Menurut Jose Rizal Joesoef (2008:4), valuta asing adalah mata uang asing atau alat
pembayaran luar negeri
4. Menurut Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn (2009:492), A foreign currency is a
currency other than the entitys functional currency.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa valuta asing merupakan
pertukaran mata uang suatu negara terhadap negara lainnya. Dengan adanya perbandingan nilai
antara mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain yang menimbulkan suatu nilai,
dapat disebut foreign exchange rate (kurs valuta asing).
b. Bentuk Perdagangan Valuta Asing
Menurut Haris Wibisono (2005), di dalam transaksi valuta asing terdapat beberapa bentuk
transaksi yang sering terjadi. Bentuk perdagangan atas foreign exchange terbagi menjadi tiga
bentuk, yaitu:
1. Spot exchange, di mana transaksi terjadi dengan pelepasan pada value date, biasanya dua
hari kerja setelah transaksi terjadi.
2. Foreign exchange, transaksi pengiriman mata uang dilakukan pada suatu tanggal tertentu
di masa yang akan datang, kurs ditentukan pada saat kontrak disetujui. Jatuh tempo
kontrak forward biasanya satu, dua, tiga, atau enam bulan.
3. Swap, yang merupakan transaksi pembelian dan penjualan secara simultan (terus-menerus)
pada tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda.
II.

Sistem Kurs Valuta Asing

Di setiap negara memiliki suatu sistem kurs valuta asing yang biasanya ditentukan oleh
kebijakan yang dianut oleh pemerintah di masing-masing negara. Menurut Floyd A. Beam,
terdapat tiga system kurs yang dapat merefleksikan harga pasar yang berfluktuasi untuk mata
uang berdasarkan penawaran dan permintaan dan faktor lain di dunia pasar mata uang yaitu free
or floating, fixed, dan controlled. (Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn, 2009:460-461).
Dari pendapat tersebut menyatakan bahwa terdapat tiga sistem kurs valuta asing yang dipakai
suatu negara, yaitu:
a. Sistem kurs bebas (floating), dalam sistem ini tidak ada campur tangan pemerintah untuk
menstabilkan nilai kurs. Nilai tukar kurs ditentukan oleh permintaan dan penawaran
terhadap valuta asing.
b. Sistem kurs tetap (fixed), dalam sistem ini pemerintah atau bank sentral negara yang
bersangkutan turut campur secara aktif dalam pasar valuta asing dengan membeli atau
menjual valuta asing jika nilainya menyimpang dari standar yang telah ditentukan.
c. Sistem kurs terkontrol atau terkendali (controlled), dalam sistem ini pemerintah atau
bank sentral negara yang bersangkutan mempunyai kekuasaan eksklusif dalam
menentukan alokasi dari penggunaan valuta asing yang tersedia. Warga negara tidak
bebas untuk campur tangan dalam transaksi valuta asing. Capital inflows dan ekspor
barang-barang menyebabkan tersedianya valuta asing.
Selain itu, berdasarkan Triyono (2008), terdapat lima jenis sitem kurs utama yang berlaku,
yaitu:
a. Sistem kurs mengambang, kurs ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa
adanya campur tangan pemerintah dalam upaya stabilisasi melalui kebijakan moneter
apabila ada terdapat campur tangan pemerintah maka sistem ini termasuk mengambang
terkendali (managed floating exchange rate).
b. Pada sistem kurs tertambat, suatu negara menambatkan nilai mata uangnya dengan
sesuatu atau sekelompok mata uang negara lainnya yang merupakan negara mitra dagang
utama dari negara yang bersangkutan, ini berarti mata yang negara tersebut bergerak
mengikuti mata uang dari negara yang menjadi tambatannya.
c. Sistem kurs tertambat merangkat, di mana negara melakukan sedikit perubahan terhadap
mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak kearah suatu nilai tertentu
dalam rentang waktu tertentu. Keuntungan utama dari sistem ini adalah negara dapat
6

mengukur penyelesaian kursnya dalam periode yang lebih lama jika di banding dengan
sistem kurs terambat.
d. Sistem sekeranjang mata uang, keuntungannya adalah sistem ini menawarkan stabilisasi
mata uang suatu negara karena pergerakan mata uangnya disebar dalam sekeranjang mata
uang. Mata uang yang dimasukan dalam keranjang biasanya ditentukan oleh besarnya
peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu.
e. Sistem kurs tetap, dimana negara menetapkan dan mengumumkan suatu kurs tertentu atas
mata uangnya dan menjaga kurs dengan cara membeli atau menjual valas dalam jumlah
yang tidak terbatas dalam kurs tersebut. Bagi negara yang sangat rentan terhadap
gangguan eksternal, misalnya memiliki ketergantungan tinggi terhadap sektor luar negeri
maupun gangguan internal, seperti sering mengalami gangguan alam, menetapkan kurs
tetap merupakan suatu kebijakan yang beresiko tinggi.
III.

Jenis Perubahan Nilai Kurs Valuta Asing


Dalam melakukan transaksi valuta asing, nilai kurs mengalami perubahan setiap saat.

Perubahan nilai kurs valuta asing umumnya berupa:


a. Apresiasi atau depresiasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing yang
sepenuhnya tergantung pada kekuatan pasar (permintaan dan penawaran valuta
asing) baik dalam negeri maupun luar negeri.
b. Devaluasi atau revaluasi
Naik atau turunnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang asing
dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah.
Dari definisi diatas, perubahan nilai kurs yang biasa terjadi sehari-hari (depresiasi) hampir
sama dengan devaluasi, akan tetapi devaluasi adalah penurunan nilai mata uang suatu negara
terhadap mata uang asing yang dinyatakan secara resmi oleh pemerintah, dilakukan secara
mendadak, dan ada perbedaan selisih kurs yang besar antara sebelum dan sesudah devaluasi. Hal
ini berlaku juga untuk apresiasi dan revaluasi.
Perubahan rate mata uang asing memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai (value)
perusahaan khususnya pada perusahaan yang memiliki intensitas internasional. Pengaruh
signifikan terjadi ketika perusahaan melakukan transaksi dengan mata uang asing, misalnya
meminjam hutang dengan Dollar Amerika Serikat (USD). Ketika perusahaan akan membayar
hutang serta bunga pinjaman, perusahaan harus mentranslasi mata uang fungsional ke mata uang
7

USD dan mengakibatkan selisih kurs. Selisih kurs yang terjadi bisa menjadi keuntungan (gains)
atau kerugian (losses) bagi perusahaan. Gains or losses ini akan muncul pada laporan laba rugi
komprehensif perusahaan yang akan menambah atau mengurangi laba perusahaan. Perusahaan
yang tidak dapat mengantisipasi kerugian akibat dari nilai tukar mata uang asing dapat
mengalami kebangkrutan. (Tan, Lee; 2009:320).
IV. Transaksi Dalam Valuta Asing
Transaksi dalam valuta asing sering terjadi di Indonesia dimana terdapat mata uang asing
yang digunakan disetiap kejadian atau peristiwa ekonomi khususnya di dalam perusahaan.
Terdapat beberapa definisi mengenai transaksi dalam valuta asing, yaitu:
1. Menurut SAK (1999:10.2), suatu transaksi dalam mata uang asing adalah suatu
transaksi yang didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata
uang asing.
2. Menurut Frederick (2002:210), foreign currency transactions (transaksi mata uang
asing) yaitu: Transactions whose terms are stated in a currency other than the
entitys functional currency.
3. Menurut Shim, Siegel, Dauber (2010:13.76), foreign currency transactions are those
denominated in a currency other than the companys functional currency.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, maka transaksi dalam mata uang asing adalah
transaksi yang terjadi dengan menggunakan dua/lebih mata uang yang berbeda, dan memerlukan
penyelesaian juga dalam mata uang yang berbeda pula. Standar Akuntansi Keuangan
menggolongkan transaksi yang termasuk dalam Transaksi Valuta Asing
PSAK 10 (2010:10.1) menyatakan transaksi dalam valuta asing dapat terjadi dengan dua
cara, yaitu: kegiatan usaha luar negeri (foreign operation) dan transaksi dengan menggunakan
mata uang asing (foreign activities). Kegiatan usaha luar negeri yaitu suatu anak perusahaan
(subsidiary), perusahaan asosiasi (associates), usaha patungan (joint venture) atau cabang
perusahaan pelapor, yang aktivitasnya dilaksanakan di suatu negara di luar negara perusahaan
pelapor. Kegiatan usaha tersebut dapat merupakan suatu bagian integral dari suatu perusahaan
pelapor atau suatu entitas asing. Entitas asing (foreign entity) adalah suatu kegiatan usaha luar
negeri (foreign operation), yang aktivitasnya bukan merupakan suatu bagian integral dari
perusahaan pelapor.

PSAK 10 (2010:10.8-10.9) menyatakan bahwa suatu transaksi mata uang asing adalah
suatu transaksi yang didenominasikan atau memerlukan penyelesaian dalam suatu mata uang
asing, termasuk transaksi-transaksi yang timbul ketika suatu entitas:
a. Membeli atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasikan dalam suatu
mata uang asing.
b. Meminjam (hutang) atau meminjamkan (piutang) dana ketika jumlah yang merupakan
hutang atau tagihan didenominasi dalam suatu mata uang asing; atau
c. memperoleh atau melepas aset atau mengadakan atau menyelesaikan liabilitas, yang
didenominasikan dalam mata uang.
V.

Selisih Kurs Valuta Asing


Transaksi yang menggunakan valuta asing membutuhkan nilai tukar atau kurs sebagai

dasar perhitungan konversi ke mata uang fungsional perusahaan. Terdapat beberapa definisi
mengenai nilai tukar tersebut, yaitu:
1.

Menurut Eng, Lees dan Mauer (1998:99), foreign exchange rate is the price of
foreign currency measured in domestic money.

2.

Menurut jurnal Jusuf Kasrori (2003:2), kurs adalah harga yang harus dibayar
dengan uang sendiri untuk memperoleh satu unit uang asing.

3.

Menurut Mankiw (2008:386), exchange rate is the rate at which a person can
trade the currency of one country for the currency of another.

4.

Menurut Bambang Wijayanta dan Aristanti Vidyanigsih (2008:56), kurs valuta


asing adalah perbandingan nilai mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing.

5.

Menurut Beams, Anthony, Clement dan Lowensohn (2009:459), an exchange


rate is the ratio between a unit of one currency and the amount of another currency
for which that unit can be exchanged at a particular time.

6.

Menurut Brigham, Ehrhardt (2010:694), An exchange rate specifies the number


of units of a given currency that can be purchased for one unit of another currency.

Dengan adanya pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kurs valuta asing adalah
rasio nilai pertukaran dua mata uang yaitu dari mata uang suatu negara terhadap negara lainnya.
Pengertian lain yang dijabarkan mengenai selisih kurs menurut Standar Akuntansi
Keuangan dalam PSAK 10 (2010:10.4) adalah: Selisih yang dihasilkan dari penjabaran
sejumlah tertentu satu mata uang ke dalam mata uang lain pada kurs yang berbeda.
VI.
Ekposur Nilai Tukar Mata Uang Asing
9

Sebuah perusahaan bisnis dikatakan memiliki eksposur nilai tukar asing jika perubahan
kurs mata uang asing mempengaruhi aliran kas operasi atau item dalam laporan keuangannya.
Eksposur nilai tukar asing tersebut terbagi dua jenis yaitu accounting dan operating (economic)
exposures (Tan, Lee, 2009:323). Accounting exposure bersifat kuantitatif dan secara langsung
berdampak pada laporan laba rugi atau neraca. Operating exposures di sisi lain, tidak mudah
diukur dan mencerminkan dampak dari perubahan nilai tukar yang nyata pada operasi
perusahaan di pasar input, di mana perusahaan memperoleh bahan, dan pasar output, di mana
menjual produk jadi. Operating exposures merupakan konsep ekonomi yang mempengaruhi
posisi kompetitif perusahaan dan akhirnya nilai perusahaan.dibanding konsep akuntansi, dan
dampak dari operating exposures tidak dapat diestimasi secara andal.
Accounting exposures adalah risiko perubahan nilai tukar sebagai akibat dari suatu
perusahaan:
a. masuk ke dalam transaksi mata uang asing yang menghasilkan hak dan kewajiban
kontraktual, seperti piutang atau hutang dalam mata uang asing.
b. harus menerjemahkan laporan keuangan mata uang asing dari kegiatan usaha luar negeri
(anak perusahaan asing, kantor cabang, usaha patungan, dan perusahaan asosiasi) dari
mata uang lokal ke mata uang pelaporan kelompok untuk tujuan menyusun laporan
keuangan konsolidasi.
Accounting exposures dibagi menjadi dua jenis, yaitu transaction exposure dan translation
exposure. Transaction exposure langsung muncul sebagai konsekuensi dari transaksi mata uang
asing dari bisnis perusahaan. Biasanya, transaksi ini terjadi pada satu tanggal dan diselesaikan di
kemudian hari, misalnya, mata uang asing pada piutang dan hutang. Sebagai akibat dari
pergerakan nilai tukar asing antara kedua tanggal ini, sebuah keuntungan atau kerugian
pertukaran (transaction gain or loss) muncul dan akan dicatat pada pembukuan perusahaan.
Transaction exposure mempengaruhi arus kas perusahaan. Sebaliknya, keuntungan dan kerugian
translasi (translation differences) tidak mempengaruhi arus kas. Translasi tersebut timbul karena
persyaratan untuk menerjemahkan laporan keuangan yang disusun dalam mata uang asing ke
mata uang presentasi konsolidasi.
D. Pembahasan
I. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 10

10

Standar Akuntansi Keuangan merupakan pedoman untuk penyajian laporan keuangan


perusahaan yang disusun dan disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan dan kemudian
diterapkan di Indonesia. Munculnya standar akuntansi ini dikarenakan perkembangan dan
perubahan lingkungan global yang menuntut adanya transparansi pada laporan keuangan. Dalam
perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi
adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS).
(www.iaiglobal.or.id). Standar Akuntansi Keuangan terdiri dari Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang digunakan
perusahaan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Standar
akuntansi digunakan agar informasi yang diberikan oleh perusahaan dapat relevan dan
dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga investor asing pun dapat menanamkan modalnya
ke dalam instrumen keuangan khususnya saham dari perusahaan go public di Indonesia.
PSAK 10 (revisi 2010) merupakan salah satu bagian dari Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan yang telah disusun dan disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan dalam
rangka memenuhi perubahan ekonomi yang membuat perusahaan melakukan transaksi dalam
mata uang asing (valuta asing). PSAK 10 sebelumnya telah disusun pada tahun 1994 dengan
judul Transaksi dalam Mata Uang Asing, akan tetapi dalam rangka melakukan konvergensi
IFRS pada standar internasional yaitu International Accounting Standards (IAS), Dewan Standar
Akuntansi Keuangan melakukan perubahan atau revisi pada PSAK 10 tahun 2010 dengan
mengadopsi IFRS dan kemudian disahkan dengan judul Pengaruh Perubahan Nilai Kurs Mata
Valuta Asing yang efektif diberlakukan tanggal 1 Januari 2012.
PSAK 10 (revisi 2010): Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing menggantikan PSAK 10
(1994): Transaksi Dalam Mata Uang Asing, PSAK 11 (1994): Penjabaran Laporan Keuangan
dalam Mata Uang Asing, dan PSAK 52 (1998): Mata Uang Pelaporan, ISAK 4 (1997)
Interpretasi atas paragraf 20 PSAK 10. Secara umum perbedaan PSAK 10 (revisi 2010)
Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Valuta Asing dengan PSAK 10 (1994) Transaksi Dalam Mata
Uang Asing, PSAK 11 (1994) Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing, dan
PSAK 52 (1998) Mata Uang Pelaporan, dan ISAK 4 (1997) Interpretasi atas paragraf 20 PSAK
10 tentang alternatif perlakuan yang diizinkan atas selisih kurs adalah sebagai berikut:
Tabel 1 Perbedaan PSAK 10 (revisi 2010) dan PSAK 10 (1994)
Perihal

PSAK 10 (revisi 2010)

PSAK 10 (1994), PSAK 11 (1994),

11

PSAK 52 (1998), dan ISAK 4


(1997)
transaksi Tidak ada pengecualian tersebut.

Ruang Lingkup Mengecualikan


derivatif

dan

saldo

dalam

ruang lingkup PSAK 55 (revisi


2006).
Penjabaran hasil dan posisi Tidak ada pengecualian tersebut.
keuangan ke dalam suatu mata
uang pelaporan.
Tidak
diterapkan

pada PSAK 10 : Mengatur akuntansi

akuntansi lindung nilai (hedge) hedge sebatas selisih kurs dalam


pada

mata

uang

asing, transaksi hedge.

termasuk lindung nilai dari


investasi neto dalam kegiatan
usaha luar negeri.
Entitas menerapkan prosedur Tidak ada pengaturan tersebut.

Perubahan
dalam

mata penjabaran untuk mata uang

uang

fungsional yang baru secara

fungsional

prospektif

Pengukuran

perubahan.
- Pengukuran

sejak

dan penyajian

menggunakan

mata uang

fungsional.

mata
mata

tanggal
uang Pengukuran dan penyajian mata
uang uang menggunakan Rupiah. Entitas
dapat

- Penyajian mata uang dapat selain


menggunakan

mata

menggunakan

mata

uang

Rupiah

mata

uang

jika

uang tersebut memenuhi kriteria sebagai

Kapitalisasi

selain mata uang fungsional. mata uang fungsional.


Tidak ada kapitalisasi selisih Selisih kurs yang

selisih kurs

kurs akibat depresiasi atau devaluasi atau depresiasi luar biasa


devaluasi luar biasa.

disebabkan

diman tidak mungkin dilakukan


lindung nilai dikapitalisasi ke aset

Prosedur
Pengukuran

Tidak diatur secara eksplisit.

yang bersangkutan.
Terdapat pengaturan prosedur untuk
pengukuran

kembali
12

kembali

(remeasurement).

a. Mata Uang Fungsional


Mata uang fungsional merupakan mata uang yang digunakan didalam lingkungan ekonomi
utama dimana suatu entitas beroperasi. Lingkungan ekonomi utama dimana sebuah entitas
beroperasi adalah lingkungan dimana entitas tersebut utamanya menghasilkan dan mengeluarkan
kas. Suatu entitas perlu mempertimbangkan faktor-faktor dibawah ini yang terbagi menjadi dua
indikator yaitu indikator utama dan indikator kedua dalam menentukan mata uang fungsionalnya
pada PSAK 10 (2010:10.4) paragraf 9 dan 10 dinyatakan sebagai berikut:
Indikator Utama:
1. Mata uang:
a. yang paling mempengaruhi harga jual untuk barang dan jasa (mata uang ini
seringkali menjadi mata uang dimana harga jual untuk barang dan jasa
didenominasikan dan diselesaikan); dan
b. dari suatu negara yang kekuatan persaingan dan perundang- undangannya sebagian
besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya.
2. Mata uang yang paling mempengaruhi biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan biaya-biaya lain
dari pengadaan barang atau jasa (mata uang ini seringkali menjadi mata uang dimana biaya-biaya
tersebut didenominasikan dan diselesaikan).

Indikator Kedua:
Faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan berikut ini juga dapat memberikan bukti dari mata
uang fungsional suatu entitas:
1. Mata uang yang mana dana dari aktivitas pendanaan (antara lain penerbitan instrumen
hutang dan instrumen ekuitas) dihasilkan
2. Mata uang dalam mana penerimaan dari aktivitas operasi pada umumnya ditahan.
Dari penjelasan diatas, yang dimaksud dengan kekuatan persaingan dan perundang
undangannya sebagian besar menentukan harga jual dari barang dan jasanya adalah suatu
keadaan dimana perusahaan dapat mengatasi semua tekanan yang terjadi baik dari internal
maupun eksternal. Analisis kekuatan persaingan dapat menggunakan Analisis Kekuatan Porter
menurut McGuigan, Moyer, Harris (2010:342), yaitu:
13

1. The threat of subtitutes (ancaman produk substitusi), yang ditentukan oleh harga produk
subtitusi, switching cost, dan kualitas produk.
2. The threat of entry (ancaman pendatang baru), yang dapat ditentukan dengan hambatan
masuk ke dalam industri, antara lain, hambatan harga, respon incumbent, biaya yang
tinggi, pengalaman incumbent dalam industri, keunggulan biaya, differensiasi produk,
akses distribusi, kebijakan pemerintah dan switching cost.
3. The power of buyers (kekuatan tawar-menawar pembeli), yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain differensiasi, konsentrasi, kepentingan pembeli, tingkat pendapatan,
pilihan kualitas produk, akses informasi, dan switching cost.
4. The power of suppliers (kekuatan tawar menawar pemasok), yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain tingkat konsentrasi pasar, diversifikasi, switching cost,
organisasi pemasok dan pemerintah,
5. The intensity of rivalry (persaingan di dalam industri), yang ditentukan oleh berbagai
faktor, yaitu pertumbuhan pasar, struktur biaya, hambatan keluar industri, switching cost,
pengalaman dalam industri, dan perbedaan strategi yang diterapkan.
Masing-masing dari kekuatan tersebut memiliki dampak secara langsung maupun tidak
langsung terhadap perusahaan. Gambar dibawah ini menjelaskan mengenai masing-masing
kekuatan yang dapat mempengaruhi perusahaan, sebagai berikut:

Gambar 2 Analisis Kekuatan Persaingan Porter

14

(Sumber: The Five Competitive Forces that Shape Strategy", Harvard Business Review, p.86104)
Selain kedua indikator diatas, terdapat faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam
menentukan mata uang fungsional dari suatu kegiatan usaha luar negeri, dan apakah mata uang
fungsionalnya sama seperti mata uang entitas pelapor (entitas pelapor, dalam konteks ini,
merupakan entitas yang memiliki kegiatan usaha luar negeri sebagai entitas anak, cabang, entitas
asosiasi atau ventura bersama) sebagai berikut:
1. Apakah aktivitas-aktivitas dari kegiatan usaha luar negeri dilaksanakan sebagai suatu
perpanjangan dari entitas pelapor, bukan dilaksanakan dengan otonomi yang signifikan.
2. Contoh aktivitas kegiatan usaha luar negeri yang dilaksanakan sebagai perpanjangan dari
entitas pelapor adalah ketika kegiatan usaha luar negeri hanya menjual barang-barang
yang diimpor dari entitas pelapor dan mengirimkan hasilnya ke entitas pelapor. Contoh
aktivitas kegiatan usaha luar negeri yang dilaksanakan dengan otonomi yang signifikan
adalah ketika operasi mengakumulasikan kas dan pos-pos moneter lainnya, mengadakan
pengeluaran, menghasilkan pendapatan dan mengatur pinjaman, yang secara substansial
menggunakan mata uang lokalnya.
3. Tinggi rendahnya proporsi kegiatan usaha luar negeri terhadap transaksi dengan entitas
pelapor.
4. Apakah arus kas dari kegiatan usaha luar negeri secara langsung mempengaruhi arus kas
entitas pelapor dan apakah arus kas tersebut siap tersedia untuk dikirimkan ke entitas
pelapor.
5. Apakah arus kas dari aktivitas-aktivitas kegiatan usaha luar negeri cukup untuk membayar
kewajiban instrumen hutang yang ada ataupun yang diperkirakan dapat terjadi tanpa ada
nya dana yang disediakan oleh entitas pelapor.
b. Pos-Pos Moneter Dan Pos-Pos Non-Moneter
Pada PSAK 10 (revisi 2010), terdapat pembagian pos dalam mentranslasi mata uang asing
kedalam mata uang fungsional, yaitu pos moneter dan pos non-moneter. Pos-pos tersebut
digunakan untuk mengelompokan akun-akun yang membutuhkan penyesuaian ditanggal
pelaporan dan akun-akun yang tidak membutuhkan penyesuaian pada tanggal pelaporan. Pada
dasarnya akun yang masih membutuhkan penyesuaian diklasifikasikan kedalam pos moneter
dimana akun terkait membutuhkan pembayaran yang menggunakan kas dan setara kas. Terdapat
15

beberapa pengertian mengenai pos moneter, menurut PSAK 10 (2010:10.4) adalah Unit mata
uang yang dimiliki serta aset dan liabilitas yang akan diterima atau dibayarkan dalam jumlah unit
mata uang yang tetap atau dapat ditentukan.. Sementara itu menurut Wahlen, Stickney,
Baginski, Bradshaw, (2010:105): Represents amount of cash the firm can expect to receive or
pay in te future..
Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.8), fitur utama dari suatu pos moneter adalah hak untuk
menerima (atau kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau
dapat ditentukan. Dari penjelasan diatas, akun-akun yang dapat diklasifikasikan kedalam pos
moneter adalah kas, piutang dagang, hutang dagang, dan akun lainnya yang membutuhkan
penyelesaian dengan kas atau setara kas, seperti yang termasuk didalamnya adalah pensiun dan
imbalan kerja lainnya harus dibayar dalam kas, kewajiban diestimasi yang harus diselesaikan
secara kas, dan dividen kas yang diakui sebagai kewajiban. Demikian juga, suatu kontrak untuk
menerima (atau menyerahkan) suatu jumlah variabel dari instrumen ekuitas yang dimiliki oleh
entitas atau suatu jumlah variabel dari suatu aset yang nilai wajarnya harus diterima (atau
diserahkan) setara dengan suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan, adalah
merupakan suatu pos moneter.
Di samping itu juga terdapat pos non-moneter yang digunakan untuk mengklasifikasikan
akun-akun yang tidak membutuhkan penyesuaian pada tanggal pelaporan. Menurut Subramani
(2011), pos non-moneter merupakan pos yang tidak memiliki hak atau kewajiban untuk
menerima atau membayar untuk memberikan jumlah yang tetap atau telah ditentukan unit mata
uang.
Fitur utama dari dari suatu pos non-moneter adalah tidak adanya hak untuk menerima (atau
kewajiban untuk menyerahkan) suatu jumlah unit mata uang yang tetap atau dapat ditentukan.
Contoh yang termasuk didalamnya: uang muka untuk barang dan jasa (misalnya sewa dibayar
dimuka), goodwill, aset tidak berwujud, persediaan, aset tetap, dan kewajiban diestimasi yang
harus diselesaikan dengan penyerahan aset non-moneter.
c. Pelaporan Transaksi Mata Uang Asing ke Dalam Mata Uang Fungsional
Pada transaksi dengan menggunakan mata uang asing, suatu entitas perlu melakukan
pencatatan atas transaksi tersebut. Untuk mencatat transaksi tersebut terdapat beberapa
pengakuan yang harus dipatuhi oleh perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Pengakuan Awal

16

Seperti yang telah dijelaskan diatas, suatu transaksi mata uang asing dapat terjadi ketika
entitas melakukan penjualan, pembelian, menjual asset, meminjam atau memberikan pinjaman
dalam mata uang asing. Pada PSAK 10 (2010:10.8) dinyatakan bahwa pengakuan awal dimana
suatu transaksi mata uang asing harus dicatat dalam mata uang fungsional, dengan menerapkan
jumlah mata uang asing, nilai tukar spot yaitu kurs untuk realisasi segera antara mata uang
fungsional dan mata uang asing pada tanggal transaksi.
Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.9), tanggal suatu transaksi adalah tanggal pada saat
pertama kali, suatu transaksi memenuhi untuk kriteria pengakuan sesuai dengan SAK. Untuk
alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs aktual pada tanggal transaksi sering digunakan,
contohnya, suatu kurs rata-rata untuk seminggu atau sebulan mungkin dapat digunakan untuk
semua transaksi dalam mata uang asing yang terjadi selama periode tersebut. Bagaimanapun, jika
nilai tukar berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode adalah
tidak tepat.
2. Pengakuan pada Akhir Pelaporan
Berdasarkan PSAK 10 (2010:10.9), dari transaksi mata uang asing yang terjadi maka pada
akhir setiap periode pelaporan:
a.Pos Moneter mata uang asing harus dijabarkan menggunakan kurs penutup;
b.Pos Non-Moneter yang diukur dalam Biaya Historis, dalam suatu mata uang asing harus
dijabarkan menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi; dan
c.Pos Non-Moneter yang diukur pada Nilai Wajar, dalam mata uang asing harus dijabarkan
menggunakan nilai tukar pada tanggal ketika nilai wajar ditentukan.
Jumlah tercatat dari suatu pos ditentukan sejalan dengan Pernyataan lain yang relevan.
Sebagai contoh, aset tetap dapat diukur dengan nilai wajar atau biaya historis sesuai dengan
PSAK 16: Aset Tetap. Apakah jumlah tercatat ditentukan berdasarkan biaya historis ataupun
berdasarkan nilai wajar, jika jumlah nya ditentukan dalam mata uang asing maka kemudian
dijabarkan kedalam mata uang fungsional sesuai Pernyataan ini.
Jumlah tercatat beberapa pos ditentukan dengan membandingkan dua atau lebih jumlah.
Contohnya, jumlah tercatat persediaan adalah nilai yang lebih rendah antara biaya perolehan dan
nilai realisasi bersih sesuai dengan PSAK 14: Persediaan. Demikian pula, sesuai dengan PSAK
48: Penurunan Nilai Aset, jumlah tercatat suatu aset di mana terdapat indikasi penurunan nilai
adalah nilai yang lebih rendah antara jumlah tercatatnya sebelum mempertimbangkan
kemungkinan rugi penurunan nilai dan jumlah yang dapat dipublihkan kembali. Ketika suatu aset
17

adalah non-moneter dan diukur dalam suatu mata uang asing, jumlah tercatatnya ditentukan
dengan membandingkan:
a.Biaya perolehan atau jumlah tercatat (yang mana yang tepat), dijabarkan dengan nilai tukar
pada tanggal ketika jumlah itu ditentukan (yaitu nilai pada tanggal transaksi untuk suatu pos
yang diukur dalam biaya historis); dan
b.

Nilai realisasi bersih atau jumlah yang dapat dipulihkan kembali (yang mana yang tepat),
dijabarkan dengan nilai tukar pada tanggal ketika nilai itu ditentukan (misalnya kurs penutup
pada akhir periode pelaporan).
Pengaruh dari perbandingan ini mungkin bahwa suatu kerugian penurunan nilai diakui

dalam mata uang fungsional tetapi tidak diakui dalam mata uang asing, atau sebaliknya. Ketika
beberapa nilai tukar tersedia, kurs yang digunakan adalah kurs di mana arus kas masa depan
digambarkan oleh transaksi atau kurs di mana suatu saldo mungkin dapat diselesaikan jika arus
kas tersebut telah terjadi pada tanggal pengukuran. Jika kemungkinan pertukaran antara dua mata
uang terkadang kurang, kurs yang digunakan adalah kurs pertama berikutnya pada saat nilai
tukar dapat dibuat.
3. Pengakuan Selisih Kurs
Selisih nilai tukar yang timbul pada penyelesaian pos moneter atau pada penjabaran pos
moneter pada kurs yang berbeda dari kurs pada saat pos moneter tersebut dijabarkan pada
pengakuan awal selama periode atau pada periode laporan keuangan sebelumnya, harus diakui
dalam laba atau rugi dalam periode pada saat terjadinya, kecuali mengenai pernyataan lain yang
mensyaratkan keuntungan atau kerugian harus diakui dalam pendapatan komprehensif lain.
Pos moneter yang timbul dari transaksi mata uang asing dan terdapat perubahan dalam nilai
tukar antara tanggal transaksi dan tanggal penyelesaian, terjadilah sejumlah selisih nilai tukar.
Ketika transaksi diselesaikan dalam suatu periode akuntansi yang sama seperti saat transaksi itu
terjadi, semua selisih nilai tukar diakui dalam periode itu. Namun ketika transaksi diselesaikan
dalam periode akuntansi berikutnya, selisih nilai tukar yang diakui dalam setiap periode sampai
pada tanggal penyelesaian, ditentukan dengan perubahan pada nilai tukar selama masing-masing
periode.
Suatu keuntungan atau kerugian pada suatu pos non-moneter diakui dalam pendapatan
komprehensif lain, setiap komponen perubahan dari keuntungan atau kerugian itu harus diakui
dalam pendapatan komprehensif lain. Sebaliknya, ketika keuntungan atau kerugian pada suatu
18

pos non-moneter diakui dalam laba atau rugi, setiap komponen perubahan dari keuntungan atau
kerugian tersebut harus diakui dalam laba atau rugi.
Selisih nilai tukar yang timbul pada suatu pos moneter yang membentuk bagian dari
investasi neto suatu entitas pelapor dalam suatu kegiatan usaha luar negeri harus diakui dalam
laba atau rugi dalam laporan keuangan terpisah dari entitas pelapor atau laporan keuangan
individual dari kegiatan usaha luar negeri, yang mana yang tepat. Dalam laporan keuangan yang
memasukkan kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor (misalnya laporan keuangan
konsolidasian ketika kegiatan usaha luar negeri adalah suatu entitas anak), selisih nilai tukar
harus diakui awalnya dalam pendapatan komprehensif lain dan dikelompokkan kembali dari
ekuitas ke laba atau rugi pada saat pelepasan investasi neto.
Ketika suatu pos moneter membentuk bagian dari investasi neto suatu entitas pelapor
dalam suatu kegiatan usaha luar negeri dan didenominasikan dalam mata uang fungsional dari
entitas pelapor, suatu selisih nilai tukar muncul dalam laporan keuangan individual kegiatan
usaha luar negeri. Jika pos moneter tersebut didenominasikan dalam mata uang fungsional dari
kegiatan usaha luar negeri itu, selisih nilai tukar muncul di dalam laporan keuangan terpisah
suatu entitas. Jika pos moneter tersebut didenominasikan dalam suatu mata uang selain mata
uang fungsional baik entitas pelapor atau kegiatan usaha luar negeri, suatu selisih nilai tukar
muncul dalam laporan keuangan terpisah entitas pelapor dan dalam laporan keuangan individual
kegiatan usaha luar negeri. Selisih nilai tukar tersebut diakui dalam pendapatan komprehensif
lain pada laporan keuangan yang mencakup kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor (yaitu
laporan

keuangan

yang

didalamnya

kegiatan

usaha

luar

negeri

dikonsolidasikan,

dikonsolidasikan secara proporsional atau dihitung dengan menggunakan metode ekuitas).


Ketika entitas melaksanakan pembukuan dan pencatatannya dalam suatu mata uang selain
mata uang fungsionalnya, pada waktu entitas menyiapkan laporan keuangannya, semua jumlah
harus dijabarkan ke dalam mata uang fungsional sesuai dengan kriteria yang dijelaskan
sebelumnya. Hal ini menghasilkan jumlah yang sama di dalam mata uang fungsionalnya seperti
yang seharusnya sudah terjadi seandainya pos-pos tersebut telah dicatat diawal dalam mata uang
fungsional. Contohnya, pos moneter dijabarkan ke dalam mata uang fungsional menggunakan
kurs penutup, dan pos non-moneter yang diukur berdasarkan nilai historis dijabarkan
menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi saat diakuinya pos tersebut.
c. Perubahan dalam Mata Uang Fungsional

19

Pada PSAK 10 (revisi 2010) diterapkan perubahan secara prospektif dan retrospektif untuk
beberapa item di dalam laporan keuangan. Penerapan prospektif adalah suatu penerapan dampak
perubahan kebijakan akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain yang terjadi
setelah tanggal perubahan kebijakan tersebut. Di samping itu juga untuk penerapan dampak
perubahan estimasi akuntansi pada periode berjalan dan periode mendatang yang dipengaruhi
oleh perubahan tersebut.
Perubahan estimasi akuntansi dapat berakibat hanya pada laba atau rugi periode berjalan,
atau laba atau rugi periode berjalan dan periode mendatang. Selain penerapan prospektif,
terdapat penerapan retrospektif dimana penerapan ini adalah suatu penerapan kebijakan
akuntansi baru untuk transaksi, peristiwa, dan kondisi lain seolah-olah kebijakan tersebut telah
diterapkan. Entitas memerlukan untuk mencatat perubahan kebijakan akuntansi akibat dari
penerapan awal suatu PSAK sebagaimana yang diatur dalam ketentuan transisi dalam PSAK
tersebut, atau entitas mengubah kebijakan akuntansi secara sukarela karena tidak diatur masa
transisinya.
Dalam standar PSAK 10, penerapan prospektif terdapat pada goodwill yang timbul atas
akuisisi dari kegiatan operasi luar negeri dan penyesuaian nilai wajar untuk jumlah tercatat aset
dan kewajiban yang timbul dari akuisisi kegiatan operasi luar negeri tersebut diperlakukan
sebagai aset dan kewajiban operasi asing serta kapitalisasi selisih kurs akibat devaluasi yang
parah (ISAK 4). PSAK 10 (revisi 2010) harus diterapkan secara retrospektif untuk semua
perubahan lain yang dihasilkan dari penerapan standar ini. Ketika terdapat perubahan dalam
mata uang fungsional suatu entitas, entitas harus menerapkan prosedur penjabaran untuk mata
uang fungsional yang baru secara prospektif sejak tanggal perubahan itu. Pengaruh dari
perubahan dalam mata uang fungsional diperlakukan secara prospektif.
Dalam kata lain, suatu entitas menjabarkan semua pos-pos ke dalam mata uang fungsional
yang baru menggunakan nilai tukar pada tanggal perubahan itu. Hasil dari jumlah yang
dijabarkan untuk pos non-moneter dianggap sebagai biaya historis entitas. Selisih nilai tukar
yang timbul dari penjabaran kegiatan usaha luar negeri, yang sudah diakui sebelumnya di dalam
pendapatan komprehensif lain tidak dikelompokkan ulang dari ekuitas ke dalam laba atau rugi
sampai pelepasan kegiatan usaha tersebut.
d.Penggunaan Mata Uang Pelaporan selain Mata Uang Fungsional
Pada dasarnya mata uang fungsional digunakan sebagai mata uang pelaporan dikarenakan
mata uang fungsional merupakan mata uang yang menggambarkan aktivitas bisnis serta kondisi
20

perusahaan yang sebenarnya. Menurut PSAK 10 (2010:10.14) paragraf 38, entitas dapat
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang (atau beberapa mata uang) selain mata yang
fungsionalnya. Jika mata yang penyajian berbeda dari mata yang fungsional entitas, maka entitas
menjabarkan hasil dan posisi keuangannya ke dalam mata yang penyajian. Misalnya, jika suatu
kelompok usaha berisi entitas individual dengan mata uang fungsional yang berbeda, maka hasil
dan posisi keuangan setiap entitas dinyatakan dalam suatu mata uang bersama sehingga laporan
keuangan konsolidasian disajikan.
Pada umumnya mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan di Indonesia
adalah rupiah. Apabila mata uang fungsional perusahaan adalah Dollar Amerika Serikat dan
digunakan sebagai mata uang pelaporan di Indonesia maka PSAK memperbolehkan mata uang
tersebut digunakan sebagai mata uang pelaporan. Standar mengenai penjabaran dalam mata yang
penyajian ini juga didukung dengan peraturan pemerintah Indonesia terkait pelaporan perpajakan
dalam bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat yaitu Peraturan Menteri
Keuangan nomor 24/PMK 011/2012 pasal 3 ayat (h) dinyatakan bahwa Wajib Pajak yang
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia..
Hasil dan posisi keuangan dari suatu entitas yang mata uang fungsionalnya bukan mata
uang dari suatu ekonomi hiperinflasi harus dijabarkan ke dalam mata uang pelaporan yang
berbeda menggunakan prosedur sebagai berikut:
a. Aset dan liabilitas untuk setiap laporan dari posisi keuangan yang disajikan (yaitu
termasuk komparatif) harusdijabarkan menggunakan kurs penutup pada tanggal
laporan dari posisi keuangan itu.
b. Pendapatan dan beban untuk setiap laporan laba rugi komprehensif atau laporan laba
rugi terpisah yang disajikan (yaitu termasuk komparatif) harus dijabarkan
menggunakan nilai tukar pada tanggal transaksi; dan
c. Semua hasil dari selisih nilai tukar harus diakui dalam pendapatan komprehensif lain.
Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati nilai tukar pada tanggal transaksi,
contohnya suatu kurs rata-rata untuk periode itu, sering digunakan untuk menjabarkan pos-pos
pendapatan dan beban. Bagaimanapun, jika nilai tukar berfluktuasi secara signifikan,
penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode adalah tidak tepat.
Selisih nilai tukar yang terkait bagian 1 diatas dalam pengakuan pendapatan komprehensif
lain, dapat dihasilkan dari:
21

a. Penjabaran pendapatan dan beban dengan nilai tukar pada tanggal transaksi dan aset
serta kewajiban dengan kurs penutup.
b. Penjabaran saldo awal aset neto dengan kurs penutup yang berbeda dari kurs penutup
sebelumnya.
Selisih nilai tukar ini tidak diakui dalam laba atau rugi karena perubahan dalam nilai tukar
memiliki sedikit atau tidak memiliki pengaruh langsung terhadap arus kas sekarang dan masa
depan dari kegiatan usaha. Jumlah kumulatif dari selisih nilai tukar disajikan dalam suatu
komponen terpisah dari ekuitas sampai pelepasan kegiatan usaha luar negeri tersebut.
e. Pengaruh Pajak atas Semua Selisih Nilai Tukar
Keuntungan atau kerugian pada transaksi mata uang asing dan selisih nilai tukar yang
timbul pada penjabaran hasil dan posisi keuangan dari suatu entitas (termasuk suatu kegiatan
usaha luar negeri) ke dalam suatu mata uang yang berbeda mungkin memiliki pengaruh pajak.
PSAK 46 diterapkan ke pengaruh pajak ini.
Di samping itu, terdapat beberapa peraturan di Indonesia mengenai pengakuan selisih kurs,
yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 dan SKMK No.597/KMK.04/1997 tanggal 21
Nopember 1997 perihal perlakukan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs valuta asing dalam
tahun 1997.
Dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2000, pengakuan selisih kurs pembebanannya
dilakukan berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan taat azas. Apabila transaksi
berdasarkan:

Kurs tetap, laba atau rugi diakui pada saat realisasi

Kurs tengah Bank Indonesia atau tanggal neraca (spot rate), laba atau rugi diakui pada
setiap periode akuntansi.
Berdasarkan SKMK No.597/KMK.04/1997 tanggal 21 Nopember 1997 perihal

perlakukan Pajak Penghasilan terhadap Selisih Kurs valuta asing dalam tahun 1997, digariskan
bahwa wajib pajak yang menggunakan sistem pembukuan berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia atau kurs sebenarnya berlaku pada akhir tahun:

Dapat membebankan seluruh kerugian selisih kurs baik yang telah direalisir maupun
yang belum direalisir

Dialokasikan atau diamortisasikan dalam jangka waktu selama-lamanya 5 (lima) tahun


sejak tahun pajak 1997 dalam jumlah yang sama setiap tahunnya.
22

f. Pengungkapan
Bagian ini dalam kasus suatu kelompok, acuan mata uang fungsional berlaku untuk mata
uang fungsional dari entitas induk. Suatu entitas mengungkapkan:
1. Jumlah dari selisih nilai tukar yang diakui dalam laba rugi kecuali untuk selisih nilai
tukar yang timbul pada instrumen keuangan yang diukur pada nilai wajarnya melalui laba
atau rugi sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006), dan
2. Selisih nilai tukar neto diakui dalam pendapatan komprehensif lain dan diakumulasikan
dalam komponen ekuitas terpisah, dan juga harus mengungkapkan rekonsiliasi dari
selisih nilai tukar tersebut pada awal dan akhir periode.
Ketika mata uang pelaporan berbeda dari mata uang fungsional, fakta tersebut harus
dinyatakan, bersama dengan pengungkapan mata uang fungsional dan alasan untuk
menggunakan suatu mata uang pelaporan yang berbeda. Ketika terdapat suatu perubahan dalam
mata uang fungsional dari entitas pelapor maupun dari suatu kegiatan usaha luar negeri yang
signifi kan, fakta tersebut dan alasan untuk perubahan dalam mata uang fungsional harus
diungkapkan.
Ketika entitas menyajikan laporan keuangannya dalam suatu mata uang yang berbeda dari
mata uang fungsionalnya, entitas harus menjelaskan bahwa laporan keuangan mereka tunduk
pada SAK hanya jika entitas mematuhi semua persyaratan dari setiap Pernyataan dan setiap
Interpretasi dari Pernyataan yang berlaku termasuk metode penjabaran yang telah dijelaskan
diatas.
Entitas terkadang menyajikan laporan keuangannya atau informasi keuangan lainnya dalam
suatu mata uang yang bukan mata uang fungsionalnya tanpa memenuhi persyaratan-persyaratan
diatas. Contohnya, suatu entitas dapat melakukan konversi hanya terhadap pos-pos tertentu dari
laporan keuangannya atau suatu entitas yang mata uang fungsionalnya bukan mata uang dari
suatu ekonomi hiperinflasi dapat melakukan konversi terhadap laporan keuangannya ke dalam
mata uang lain dengan menjabarkan semua pos-pos dengan kurs penutup terkini.
Ketika entitas menyajikan laporan keuangan atau informasi keuangan lainnya di dalam
suatu mata uang yang berbeda baik dari mata uang fungsionalnya maupun dari mata uang
pelaporannya, dan persyaratan-persyaratan diatas tidak dipenuhi, entitas harus:
1. Mengidentifikasikan secara jelas informasi sebagai informasi tambahan untuk
membedakannya dari informasi yang tunduk dengan psak;

23

2. Mengungkapkan mata uang di mana informasi tambahan tersebut disajikan; dan


3. Mengungkapkan mata uang fungsional entitas dan metode penjabaran yang digunakan
untuk menentukan informasi tambahan.
II.

Aspek Peraturan Perpajakan


a. Prosedur Administratif Penggunaan Valuta Asing Pada Pembukuan
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan
dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut. Berdasarkan pasal 28 (4) UU KUP pembukuan atau pencatatan tersebut harus
diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang
Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 28 (8) UU KUP. Adapun peraturan terkait penyelenggaran pembukuan
dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah sampai saat ini diatur oleh
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 196/PMK.03/2007 jo PMK Nomor
1/PMK.03/2015 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa
Asing Dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan.
WP Yang Dapat Mengajukan
Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing
dan satuan mata uang selain Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat meliputi:
a. Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing;
b. Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan
Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;

24

c. Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
d. Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh atau
sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;
e. Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa
efek luar negeri;
f. Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan
mata uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif
Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;
g. Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan
induk (parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh; atau
h. Wajib Pajak yang menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya
menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku di Indonesia.
Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan Menggunakan Bahasa Inggris Dan Mata Uang
Dollar Amerika Serikat
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER - 23/PJ/2015 Tentang Tata
Cara Permohonan, Pemberitahuan, Pemberian, Pembatalan Serta Permohonan Dan Penerbitan
Kembali Izin Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Inggris Dan Satuan
Mata Uang Dollar Amerika Serikat, prosedur administratif yang harus dilakukan oleh Wajib
Pajak yang hendak menggunakan valuta asing dalam pembukuan yaitu:
1. Bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak dalam rangka
Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar dengan format sebagaimana Lampiran I PER-23/PJ/2015 paling lambat 3
(tiga) bulan:

25

a. sejak tanggal pendirian apabila sejak pendiriannya menyelenggarakan pembukuan


dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat; atau.
b. sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai bagi yang akan
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat,
Pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan tersebut harus dilampiri dengan:
a. fotokopi Kontrak Karya bagi Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau fotokopi
Kontrak Kerja Sama bagi Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan
b. fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya atau dokumen lain yang serupa
bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap.
Ketentuan penyampaian pemberitahuan secara tertulis tersebut juga berlaku bagi Kerja Sama
Operasi (KSO) sepanjang dipersyaratkan dalam perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO
dan semua anggota KSO telah mendapatkan izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat dengan melampirkan:
a.
fotokopi perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO; dan
b.
fotokopi Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Izin
Menyelenggarakan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan Satuan Mata
Uang Dollar Amerika Serikat atas nama anggota-anggota KSO yang telah
mendapatkannya.
Jika tidak semua anggota

KSO

mendapatkan

izin

Menteri

Keuangan

untuk

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat, tetapi dipersyaratkan dalam perjanjian kerjasama/akta pendirian
KSO, maka harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan dengan
mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
a.
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
b.

satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau


sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun

Pajak pertama,
dengan melampirkan:
a.
fotokopi perjanjian kerjasama/akta pendirian KSO; dan
b.
fotokopi Surat Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Izin
Menyelenggarakan Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan Satuan Mata

26

Uang Dollar Amerika Serikat atas nama anggota-anggota KSO yang telah
mendapatkannya.
2. Bagi Wajib Pajak selain Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak
dalam rangka Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan dengan mengajukan
surat permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah, paling lambat 3 (tiga) bulan :
c.
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan
d.

satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dimulai; atau


sejak tanggal pendirian bagi Wajib Pajak baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak pertama.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas

permohonan tersebut paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan dari Wajib Pajak diterima
secara lengkap. Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan tersebut telah lewat dan Kepala Kantor
Wilayah belum memberikan keputusan maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor
Wilayah atas nama Menteri Keuangan menerbitkan keputusan pemberian izin untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat.
Permohonan izin tersebut harus dilampiri dengan:
a. fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya atau dokumen lain yang serupa
bagi Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap;
b. fotokopi Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing dari Badan Koordinasi Penanaman
Modal bagi Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing;
c. fotokopi surat keterangan/penunjukan kantor perwakilan Indonesia dari kantor pusat bagi
Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap;
d. surat keterangan dari bursa efek luar negeri yang menyatakan bahwa emisi saham Wajib
Pajak pemohon didaftarkan di bursa efek tersebut bagi Wajib Pajak yang mendaftarkan
emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar negeri;
e. fotokopi Surat Pemberitahuan Efektifnya Pernyataan Pendaftaran dari Otoritas Jasa
Keuangan atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan pasar modal atas penerbitan reksadana oleh Kontrak Investasi Kolektif yang
bersangkutan bagi Wajib Pajak Kontrak Investasi Kolektif;
f. fotokopi prospektus penawaran atas reksadana yang diterbitkan dalam satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat bagi Wajib Pajak Kontrak Investasi Kolektif;
g. surat keterangan/pernyataan dari perusahaan induk (parent company) di luar negeri dan
laporan keuangan konsolidasi (consolidated financial statement) perusahaan induk
27

(parent company) di luar negeri bagi Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan
perusahaan induk di luar negeri;
h. fotokopi Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir sebelum
Tahun Pajak pengajuan izin, kecuali bagi Wajib Pajak baru terdaftar yang belum wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
i. Surat Pernyataan bermeterai bahwa transaksi penjualan dan biaya yang dilakukan
perusahaan didominasi oleh satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan pembukuan
menggunakan bahasa Inggris serta seluruh aktiva, pasiva, modal, pendapatan, dan biaya
seluruhnya dicatat dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan format
sesuai Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini;
j. fotokopi Bukti Penyetoran Modal Awal dalam Dollar Amerika Serikat bagi Wajib Pajak
baru untuk Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama; dan
k. Surat Pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa mata uang
fungsional yang digunakan Wajib Pajak sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku
di Indonesia adalah satuan mata uang Dollar Amerika Serikat bagi Wajib Pajak yang
menyajikan laporan keuangan dalam mata uang fungsionalnya menggunakan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat sesuai Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di
Indonesia dengan menggunakan format sesuai Lampiran III PER-23/PJ/2015.
3. Jangka Waktu Penyelenggaraan Pembukuan
Wajib Pajak yang telah memperoleh izin atau menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat, harus menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut dalam jangka waktu paling sedikit
5 (lima) Tahun Pajak sejak diterbitkan izin atau penyampaian pemberitahuan.
Jika Wajib Pajak tersebut tetap menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah, maka izin yang dimiliki oleh Wajib Pajak
tersebut akan dicabut secara jabatan oleh Kepala Kantor Wilayah dengan menerbitkan Keputusan
dengan format sesuai dengan Lampiran VI PER-23/PJ/2015, dan tidak dapat diberikan izin untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat.
4. Pembatalan Izin

28

Wajib Pajak yang telah memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat namun
merencanakan untuk tidak memanfaatkan izin yang dimilikinya, maka Wajib Pajak wajib:
a. menyampaikan pemberitahuan secara tertulis dalam hal Tahun Pajak sebagaimana
tercantum dalam surat izin belum dimulai dan pemberitahuan tersebut harus sudah
diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar sebelum Tahun Pajak
tersebut dimulai; atau
b. mengajukan permohonan pembatalan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku yang
diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat tersebut dimulai,dengan format sesuai Lampiran I PER-23/PJ/2015 serta
melampirkan fotokopi surat izin dimaksud.
Wajib Pajak Kontrak Karya, Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KSO yang telah
memberitahukan

ke

Kantor

Pelayanan

Pajak

tempat

Wajib

Pajak

terdaftar

untuk

menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat, namun Wajib Pajak tersebut akan menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang Rupiah, wajib mengajukan
permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan
satuan mata uang Rupiah kepada Kepala Kantor Wilayah paling lama 3 (tiga) bulan sebelum
tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang
Rupiah tersebut dimulai, dengan format sesuai Lampiran I PER-23/PJ/2015 serta melampirkan
fotokopi surat pemberitahuan.
5. Pencabutan Izin
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan atas izin untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat
dengan syarat:
a. disampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor
Wilayah paling lama 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat berakhir;
b. mengemukakan alasan permohonan pencabutan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya;
dan

29

c. permohonan harus memenuhi jangka waktu menyelenggarakan pembukuan dengan


menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat paling sedikit
5 (lima) Tahun Pajak sejak diterbitkan izin atau penyampaian pemberitahuan.
dengan format sesuai Lampiran I PER - 23/PJ/2015

6. Larangan Penyelenggaraan Pembukuan dan Permohonan Izin Kembali


Wajib Pajak tidak diperbolehkan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak pencabutan izin
yang dikabulkan atas:
a. permohonan pembatalan secara tertulis paling lama 3 (tiga) bulan setelah tahun buku
yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat tersebut dimulai, oleh Wajib Pajak yang telah memperoleh izin untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat; atau
b. permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa
Indonesia dan satuan mata uang Rupiah paling lama 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku
yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang
Rupiah tersebut dimulai, oleh Wajib Pajak Kontrak Karya, Kontraktor Kontrak Kerja
Sama atau KSO yang telah memberitahukan yang menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak pencabutan izin yang dikabulkan atas permohonan pencabutan atas
izin untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat yang memenuhi syarat.
Wajib Pajak yang mendapat larangan menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut bermaksud
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat lagi, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan kepada Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar setelah jangka waktu 5 (lima) tahun terlampaui
30

7. Surat Keputusan Yang Rusak, Tidak Terbaca, Hilang Atau Tidak Dapat Ditemukan
Lagi
Dalam hal Wajib Pajak telah memperoleh keputusan izin menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat yang telah
diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Wilayah, namun keputusan
dimaksud diketahui rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi, dan Wajib Pajak
tersebut bermaksud tetap menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, Wajib Pajak mengajukan permohonan penerbitan
kembali atas keputusan dimaksud kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan format
sesuai Lampiran I PER - 23/PJ/2015.
Permohonan tersebut harus dilampiri dengan:
a. Surat Pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak yang menyatakan bahwa atas keputusan
izin dimaksud :
1) rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi; dan
2) tidak pernah diterbitkan keputusan pencabutan;
b. Dalam hal :
1) Keputusan dimaksud rusak atau tidak terbaca, asli keputusan izin menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat; atau
2) Keputusan izin dimaksud hilang atau tidak dapat ditemukan lagi, surat keterangan
hilang dari kepolisian; dan
c. Dokumen ketetapan, keputusan dan/atau dokumen perpajakan lainnya yang menunjukkan
bahwa atas Wajib Pajak dimaksud telah diterbitkan Keputusan Izin Menyelenggarakan
Pembukuan dengan Menggunakan Bahasa Inggris dan Satuan Mata Uang Dollar Amerika
Serikat.
8. Penyelenggaraan Pembukuan Tanpa Izin Atau Permohonan
Wajib Pajak yang tidak memperoleh izin tertulis untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, atau
Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya atau Wajib Pajak dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama, yang tidak menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor

31

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tetapi tetap menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, maka
terhadap

Wajib

Pajak

tersebut

diperlakukan

sebagai

Wajib

Pajak

yang

tidak

menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-Undang


KUP.
Ketentuan Konversi ke Satuan Mata Uang Dollar Amerika Serikat
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, berlaku ketentuan
konversi ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagai berikut:
1. Pada awal tahun buku:
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku
sebelumnya (dalam satuan mata uang Rupiah) yang dikonversikan ke satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat dengan menggunakan kurs:
a. untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada
saat perolehan harta tersebut;
b. Untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana dimaksud pada
huruf a) menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut.
c. untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada
akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang
dilakukan secara taat asas;
d. apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, disamping menggunakan nilai historis, atas nilai
selisih lebih dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi;
e. untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam satuan mata uang Rupiah dari tahun-tahun
sebelumnya, dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, yakni
kurs tengah Bank Indonesia, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan
secara taat asas;

32

f. untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada
saat terjadinya transaksi;
g. dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari satuan mata uang
Rupiah ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada huruf
a), huruf b), huruf c), huruf d), dan huruf e) maka selisih laba atau rugi tersebut
dibebankan pada rekening laba ditahan.
2. Dalam tahun berjalan:
a. Untuk transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat,
pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan;
b. Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan satuan mata
uang selain Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya
transaksi, yaitu sebagai berikut:
1) apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai
adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;
2) apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang
dipakai adalah kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku, berdasarkan sistem
pembukuan yang dianut yang dilakukan secara taat asas.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang-Undang PPh untuk Tahun Pajak pertama
penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat adalah sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam satuan mata uang Rupiah
yang dikonversikan dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku :
1. pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang PPh;
2. pada saat penyampaian atau batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang PPh; atau
3. pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan untuk Tahun Pajak sebelum dimulainya
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
33

Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (4)
Undang-Undang PPh dan pada saat penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) Undang-Undang PPh.
Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 serta Pajak Penghasilan Final yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, dapat
dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah. Jika pembayaran pajak tersebut dilakukan dalam
satuan mata uang Rupiah, Wajib Pajak harus mengkonversikan pembayaran dalam satuan mata
uang Rupiah tersebut ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs
yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran.
Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan beserta lampirannya dalam
bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan, dan menggunakan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat. Jika terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah yang
akan dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, harus dikonversi
ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan
dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran atau
pemotongan/pemungutan pajak tersebut.
b. Perlakuan Perpajakan atas Selisih Kurs dan Valuta Asing
Dalam undang-undang pajak penghasilan Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana beberapa kali
diubah terakhir dengan UU 36 tahun 2008 ketentuan yang mengatur mengenai laba/rugi selisih
kurs ini terdapat di dalam pasal 4 dan 6. Di dalam pasal 4 ayat (1) yang mengatur mengenai
objek pajak disana disebutkan bahwa keuntungan akibat fluktuasi kurs merupakan salah satu
objek pajak penghasilan.
Dan sebaliknya di dalam pasal 6 UU PPh disebutkan bahwa salah satu biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto adalah kerugian dari selisih kurs. Kerugian karena fluktuasi
kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara
taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

34

Wajib Pajak dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan
satuan mata uang selain Rupiah yaitu Bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat.
WP apa saja yang diperbolehkan menggunakan pembukuan mata uang asing:
1.
Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing yang beroperasi berdasarkan
2.

ketentuan peraturan perundang-undangan Penanaman Modal Asing;


Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan
Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan

3.

perundang-undangan pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;


Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan

peraturanPerundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;


4.
Bentuk Usaha Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang PPh
5.

atau sebagaimana diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait;
Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di

bursa efek luar negeri;


6.
Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan reksadana dalam denominasi satuan
mata uangDollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif
Pernyataan Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan pasar modal;atau
7.
Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk
(parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (4) huruf a dan huruf b Undang-Undang PPh.
Wajib Pajak yang pembukuannya menggunakan mata uang Rupiah tetapi terdapat transaksi
dalam mata uang asing, maka dari transaksi tersebut dapat timbul keuntungan atau kerugian
selisih kurs karena terdapat perbedaan kurs antara tanggal pengakuan penghasilan/biaya dengan
tanggal diterima/dibayarnya penghasilan atau biaya tersebut.
Keuntungan atau kerugian selisih kurs juga dapat timbul dari transaksi utang-piutang.
Selisih kurs ini timbul akibat perbedaan kurs antara tanggal pencatatan hutang atau piutang
dengan kurs tanggal neraca atau tanggal akhir periode akuntansi. Perbedaan juga timbul akibat
selisih kurs mata uang asing pada tanggal neraca dengan tanggal pelunasan.
Pasal 4 ayat (1) huruf I, keuntungan karena selisih kurs mata uang asing termasuk
penghasilan yang menjadi Objek Pajak Penghasilan. Pengenaan pajaknya dikaitkan dengan
sistem pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dengan syarat dilakukan secara taat asas. Oleh

35

karena itu keuntungan selisih kurs yang diperoleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi
harus dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak penghasilan.
Pasal 6 ayat (1) huruf e, kerugian karena selisih kurs mata uang asing merupakan unsur
pengurang penghasilan bruto. Kerugian selisih kurs mata uang asing akibat fluktuasi kurs,
pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak dan dilakukan
secara taat asas. Apabila Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan:
1.
Kurs tetap, pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya realisasi perkiraan
mata uang asing tersebut.
2.
Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun,
pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang penghasilan
sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang diselenggarakan secara
taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan dalam rangka kegiatan
usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Pada prinsipnya, untuk transaksi dalam negeri maupun luar negeri yang menggunakan mata
uang selain Dollar Amerika Serikat, konversi ke mata uang Dollar Amerika Serikat tetap pada
saat terjadinya transaksi dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia. Namun demikian
semua biaya operasional dalam Rupiah yang dikeluarkan melalui kas kecil, dapat dikonversi ke
mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs konversi Bank Indonesia pada
akhir bulan dilakukannya transaksi-transaksi tersebut.
Sebagai contoh misalnya terdapat perusahaan yang bergerak di bidang ekspor impor yang
di dalam kegiatan usahanya tersebut terdapat keuntungan karena selisih nilai tukar mata uang
asing dengan rupiah. Adapun sistem pembukuan yang dianut adalah bisa menggunakan system
kurs historis ataupun sistem kurs tengah Bank Indonesia. Apabila menggunakan semua system
kurs tengah maka semua transaksi pengakuan hutang dan piutang atau penambahan asset
dan liabilities dicatat dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada
tanggal terjadinya transaksi. Pada akhir tahun dilakukan penyesuaian pada pos-pos moneter
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada tanggal laporan (31
Desember).

Akibat

dari

penyesuaian

ini

maka

akan

terjadi

pengakuan unrealised

loss atau gain dari fluktuasi kurs.


Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan, keuntungan selisih kurs merupakan salah satu
bentuk penghasilan yang menjadi objek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l
36

UU PPh. Dalam memori penjelasannya ditegaskan bahwa keuntungan yang diperoleh karena
fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan
secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Di sisi lain, kerugian selisih kurs yang dialami oleh Wajib Pajak dapat dikurangkan dalam
menghitung penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BUT. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh. Pada memori penjelasannya ditegaskan
bahwa Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia.
Dari Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) Undang-undang PPh dapat disimpulkan bahwa
sebenarnya keuntungan atau kerugian selisih kurs pada dasarnya merupakan objek pajak dan
dapat dikurangkan dengan pengakuannya berdasarkan pembukuan yang dianut oleh Wajib Pajak
dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 memperjelas perlakuan PPh atas
keuntungan atau kerugian selisih kurs ini, terutama dalam hal selisih kurs yang terkait dengan
penghasilan yang dikenakan PPh Final dan penghasilan yang bukan objek pajak.
Pasal 9 ayat (1) menegaskan kembali prinsip umum sebagaimana sudah dinyatakan dalam
Undang-undang PPh, yaitu bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui
sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara
taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Pasal 9 ayat (2) menegaskan bahwa keuntungan atau kerugian selisih kurs yang terkait
langsung dengan kegiatan usaha Wajib Pajak yang dikenakan PPh final atau yang bukan objek
pajak, tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
Contoh:
PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dengan kontrak, sewa apartemen tiap
bulan adalah sebesar US$1,000 dan diterbitkan invoice setiap tanggal 1. Pada tanggal 1
September 2010 PT A menerbitkan invoice sebesar US$ 1,000 kepada penyewa. Pada tanggal
tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp9.000,00 per 1 US$. Pada tanggal 1 September 2010
tersebut PT A mengakui penghasilan atas sewa apartemen sebesar Rp9.000.000,00 (US$ 1,000 x
Rp9.000,00).
Pada tanggal 15 September 2010 penyewa membayar sewa apartemen. Pada tanggal
tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp8.700,00 per 1 US$, sehingga nilai sewa yang dibayar
adalah sebesar Rp8.700.000,00 (US$ 1,000 x Rp8.700,00). Atas perbedaan waktu antara tanggal
penerbitan invoice dan tanggal pembayaran timbul kerugian selisih kurs bagi PT A sebesar
37

Rp300.000,00 ((Rp9.000,00 Rp8.700,00) x US$ 1,000)). Atas kerugian selisih kurs tersebut
tidak diakui sebagai biaya bagi PT A karena berasal dari penyewaan apartemen yang telah
dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.
Sejalan dengan poin diatas, DJP juga memberikan penegasan melalui S-75/PJ.42/2006
bahwa berkenaan dengan laba/rugi kurs yang timbul dan pinjaman dalam mata uang asing :
a. Atas laba/rugi kurs yang timbul dan perbedaan kurs antara tanggal pengakuan/perolehan
utang dengan tanggal pelunasan/pembayarannya, sejauh menyangkut pokok utang diakui
sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan umum.
b. Atas laba/rugi kurs yang berasal dari translasi saldo pokok utang pada akhir tahun
buku,diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan umum.
c. Atas rugi kurs yang berasal dari biaya bunga utang yang dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan (sewa) yang dikenakan PPh final,
tidak diakui sebagai biaya.
Standar Akuntansi Keuangan tidak mengenal lagi penangguhan pembebanan kerugian
selisih kurs namun dalam perpajakan hal ini masih dapat dilakukan sesuai dengan KMK No
597/KMK.04/1997. Selisih kurs yang terjadi dalam pos moneter dan moneter yang diukur pada
fair value tidak dapat diakui untuk penghitungan PPh karena dalam perpajakan tidak mengenal
prinsip fair value.
Kurs Pelaporan SPT dan Pembukuan
Bagi Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, berlaku ketentuan
konversi ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagai berikut :
1. Pada awal tahun buku :
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat untuk pertama kali dilakukan dengan bertitik tolak dari Neraca akhir tahun buku
sebelumnya (dalam satuan mata uang Rupiah) yang dikonversikan ke satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat dengan menggunakan kurs :
a) untuk harga perolehan harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada
saat perolehan harta tersebut;
b) untuk akumulasi penyusutan dan/atau amortisasi harta sebagaimana dimaksud pada huruf
a) menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut.
38

c) untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada
akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang
dilakukan secara taat asas;
d) apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, disamping menggunakan nilai historis, atas nilai
selisih lebih dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi;
e) untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam satuan mata uang Rupiah dari tahun-tahun
sebelumnya, dikonversi ke dalam satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, yakni
kurs tengah Bank Indonesia, berdasarkan sistem pembukuan yang dianut yang dilakukan
secara taat asas;
f) untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada
saat terjadinya transaksi;
g) dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari satuan mata uang
Rupiah ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada huruf
a), huruf b), huruf c), huruf d), dan huruf e) maka selisih laba atau rugi tersebut
dibebankan pada rekening laba ditahan.
2. Dalam tahun berjalan :
Untuk transaksi yang dilakukan dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat,
pembukuannya dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan;
Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan satuan mata
uang selain Dollar Amerika Serikat, dikonversikan ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat
dengan menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu sebagai
berikut :
1) apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang dipakai
adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;
2) apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang
dipakai adalah kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku, berdasarkan sistem pembukuan
yang dianut yang dilakukan secara taat asas.

39

(1) Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1),
ayat (2), ayat (4), dan ayat (6) Undang-Undang PPh untuk Tahun Pajak pertama
penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar Amerika Serikat adalah sebesar Pajak Penghasilan Pasal 25 dalam satuan mata
uang Rupiah yang dikonversikan dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang
berlaku :
a. pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa
Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk konversi Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang PPh;
b. pada saat penyampaian atau batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak

Penghasilan

Tahun

Pajak

sebelum

dimulainya

pembukuan

dengan

menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk
konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud Pasal 25 ayat (1) Undang-Undang
PPh; atau
c. pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan untuk Tahun Pajak sebelum dimulainya
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar
Amerika Serikat untuk konversi Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (4) Undang-Undang PPh dan pada saat penetapan penghitungan
besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (6) UndangUndang PPh.
(2) Pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 serta Pajak Penghasilan Final yang
dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yang memperoleh izin untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat, dapat dilakukan dalam satuan mata uang Rupiah.
(3) Dalam hal pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam
satuan mata uang Rupiah, Wajib Pajak harus mengkonversikan pembayaran dalam satuan
mata uang Rupiah tersebut ke satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku
pada tanggal pembayaran.
Wajib Pajak yang diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan
bahasa Inggris dan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat, wajib menyampaikan Surat
40

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan beserta lampirannya dalam
bahasa Indonesia kecuali lampiran berupa laporan keuangan, dan menggunakan satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat.
Dalam hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 dan Pasal 23 dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah yang akan dikreditkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, harus dikonversi ke dalam satuan
mata uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal pembayaran atau pemotongan/pemungutan pajak
tersebut.
Kompensasi Kerugian dan Contoh Penghitungan
Sisa kerugian fiskal dalam Rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang dapat
dikompensasikan ke tahun pajak dimulainya pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang
USD, dikonversi ke dalam USD dengan memakai kurs yang telah ditetapkan dalam KMK yang
berlaku pada akhir tahun buku saat kerugian fiskal terjadi.
Contoh:
Misalnya, SPT Tahunan PT Beta 1997, 1998, dan 1999 adalah sebagai berikut:
Rugi Fiskal tahun 1997

Rp (10.000.000)

Laba Fiskal 1998

Rp 5.000.000

Rugi Fiskal 1999

Rp ( 8.000.000)

Kurs KMK 31-12-97

Rp 10.000 /USD

Kurs KMK 31-12-99


Rp 8.000 / USD
Kerugian Fiskal yang dapat dikompensasikan di tahun 2000 adalah :
Sisa Rugi Fiskal 1997

= Rp 5.000.000 : 10.000 = US $ 500

Rugi Fiskal 1999


= Rp 8.000.000 : 8.000 = US $ 1.000
proses membawa kerugian dalam satu tahun pajak ke tahun-tahun pajak berikutnya ini
dinamakan sebagai Kompensasi Kerugian (Carrying Loss).
Kompensasi kerugian dalam Pajak Penghasilan diatur dalam Pasal 6 ayat (2) Undangundang Pajak Penghasilan. Adapun beberapa point penting yang perlu diperhatikan dalam hal
kompensasi kerugian ini adalah sebagai berikut :
1. Istilah kerugian merujuk kepada kerugian fiskal bukan kerugian komersial. Kerugian atau
keuntungan fiskal adalah selisih antara penghasilan dan biaya-biaya yang telah
memperhitungkan ketentuan Pajak Penghasilan.

41

2. Kompensasi kerugian hanya diperkenankan selama lima tahun ke depan secara berturutturut. Apabila pada akhir tahun kelima ternyata masih ada kerugian yang tersisa maka
sisa kerugian tersebut tidak dapat lagi dikompensasikan.
3. Kompensai kerugian hanya untuk Wajib Pajak, baik badan maupun orang pribadi, yang
melakukan kegiatan usaha yang penghasilannya tidak dikenakan PPh Final dan
perhitungan Pajak Penghasilannnya tidak menggunakan norma penghitungan.
4. Kerugian usaha di luar negeri tidak bisa dikompensasikan dengan penghasilan dari dalam
negeri.
E. Penutup
Secara umum aturan perundang-undangan perpajakan mengenai selisih kurs tidak terlalu
berbeda jauh dengan yang diatur dalam PSAK, jika Wajib Pajak menggunakan pembukuan
dengan mata uang fungsionalnya menggunakan mata uang asing, dalam hal ini harus mendapat
persetujuan dari DJP dan dilakukan secara taat asas.
Namun terdapat sedikit perbedaan jika Wajib Pajak menggunakan mata uang fungsionalnya
adalah rupiah, yaitu penggunaan Kurs Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Kementerian
Keuangan (KMK) alih-alih menggunakan Kurs Bank Indonesia. Selain itu juga prinsip
pengakuan kerugian yang diakui oleh DJP adalah ketika kerugian itu benar-benar terjadi hal ini
berkaitan dengan pos keuangan yang berupa aset investasi dalam bentuk valuta asing. Kerugian
baru boleh diakui ketika investasi tersebut dijual. Prinsip pengakuan kerugian tersebut hanyalah
perbedaan waktu masalah pengakuan kerugian atas selisih kurs, oleh sebab itu perbedaan ini
bersifat sementara (temporer). Oleh sebab itu untuk mengatasi perbedaan ini diperlukan adanya
koreksi fiskal terhadap laporan keuangan wajib pajak.
Daftar pustaka
1.

Tim Redaksi Ortax, ortax.org. Tata Cara Penyelenggaraan Pembukuan dengan


Menggunakan

Bahasa

Asing.

Juli

2015.

http://www.ortax.org/ortax/?

mod=studi&page=show&id=33.
2.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-

42

Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi
Undang-Undang
3.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1/PMK.03/2015 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.03/2007 tentang Tata
Cara Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Asing Dan Satuan Mata
Uang Selain Rupiah Serta Kewajiban Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
4.

Penghasilan Wajib Pajak Badan


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 23/PJ/2015 Tentang Tata Cara Permohonan,
Pemberitahuan, Pemberian, Pembatalan Serta Permohonan Dan Penerbitan Kembali Izin
Penyelenggaraan Pembukuan Dengan Menggunakan Bahasa Inggris Dan Satuan Mata Uang
Dollar Amerika Serikat
5. PSAK 10 (revisi 2010) Pengaruh Perubahan Kurs Valuta Asing.

43

Anda mungkin juga menyukai