Anda di halaman 1dari 24

TAKHRIJ HADITS TENTANG KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM

ISLAM
1.
I.
Pendahuluan
Seluruh umat Islam telah menerima faham bahwa Hadits Rasulullah SAW itu
sebagai pedoman hidup yang utama setelah Al-Quran. Segala persoalan manusia
yang tidak ditegaskan ketentuan hukumnya, tidak diterangkan cara
mengamalkannya, tidak diperincikan menurut petunjuk ayat yang masih mutlaq
dalam Al-Quran, hendaklah dicarikan penyelesaiannya dalam Hadits. Lebih tegas
lagi, Tuhan sebagai dzat yang mengutus Rasulullah saw untuk menyampaikan
amanat-Nya kepada umat manusia, memerintahkan kepada kita semua agar
berpegang teguh kepada apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, sebagaimana
yang termaktub dalam surat Al-Hasyr ayat 7


()
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.(QS. Al-Hasr : 7)[1]Berpedoman
kepada Hadits untuk diamalkan dan menganjurkan orang lain untuk maksud yang
sama, adalah suatu kewajiban. Tentu saja pemilihan kualitas hadits baik shahih,
hasan maupun dhaif harus diperhatikan secara seksama sebelum kita
mempergunakan hadits tersebut. Metode takhrij merupakan salah satu upaya
dalam memenuhi kebutuhan seseorang dalam meneliti keberadaan hadits. Cara ini
kemudian didefinisikan sebagai proses penunjukkan Hadits pada al-Mashadir alAshliyyah kitab-kitab hadits induk yang mencantumkan Hadits secara lengkap
sanad dan matannya untuk kemudian dilakukan penelitian martabat(validitas)nya jika memang masih diperlukan. Sekurang-kurangnya ada beberapa alasan
mengapa kita harus melakukan penelitian pada hadits.

Pertama, Hadits merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada


Rasulullah saw, sang pembawarisalah, sehingga segala sesuatu itu sangat
berpeluang dianggap bernilai risalah. Adanya kepastian bahwa memang betul
hal tersebut berasal dari sang pembawa risalah tadi itulah yang menyebabkan
Hadits perlu diteliti.

Kedua, Hadits tidak sempat dibukukan seperti Quran, sehingga untuk


menjamin otentisitasnya diperlukanlah cara-cara tertentu yang kemudian
dikenal dengan nama takhrij.

Ketiga, secara empirik, periwayatan Hadits berlangsung dengan


mempergunakan dua cara; yaitu riwayat Hadits bi al-Lafzh dan riwayat Hadits
bil-mana. Cara pertama, riwayat Hadits bi al-Lafzh adalah cara meriwayatkan
hadits yang dilakukan oleh para perawi dengan mempergunakan redaksi yang

sama antara riwayat yang diterimanya dari gurunya (generasi sebelumnya)


dengan riwayat yang disampaikannya kepada muridnya (generasi berikutnya).
Sementara itu, cara kedua, riwayat Hadits bi al-mana adalah cara
meriwayatkan Hadits yang dilakukan oleh para perawi dengan
mempergunakan redaksi yang berbeda antara riwayat yang diterimanya dari
gurunya (generasi sebelumnya) dengan riwayat yang disampaikannya kepada
muridnya (generasi berikutnya). Dalam perbedaan redaksi itu, boleh jadi
terdapat kesamaan makna. Namun tidak tertutup kemungkinan, terdapat pula
perbedaan makna yang ditangkap oleh perawi berikutnya, sehingga
pemahaman terhadap makna yang terkandung dalam matan Hadits pun
menjadi berbeda.

Keempat, ketika sampai pada tahap kodifikasinya, banyak Hadits yang


tidak sempat diteliti oleh paramudawwin-nya, sehingga banyak Hadits yang
tidak diketahui kepastian kualitasnya. Kalaupun sempat diteliti, ternyata
hanya kitab Shahihain (shahih Bukhari dan shahih Muslim) yang
selamat dari cacat yang terdapat pada Hadits selama proses periwayatan
dan kodifikasinya. Di luar dua kitab tersebut, Hadits masih memerlukan
penelitian ulang.

Kelima, Hadits yang tidak diketahui kepastian kualitasnya itu nampak


sudah terlanjur dibaca, difahami, dikutip (dan karenanya diyakini sebagai
bagian risalah) oleh generasi yang datang pada waktu berikutnya (menjadi
reliabel), sehingga risalah itu pun, kasarnya, nampak tercampur antara Hadits
yang diketahui kepastian kualitasnya dan yang tidak.
Sementara itu, secara historis, kontribusi Hadits terhadap ilmu-ilmu keislaman
seperti al-Quran (Ulumul Quran), Fiqih/Ushul Fiqih, Ilmu Kalam, Tasawuf dan
lain-lain sangatlah tinggi, bahkan nampak tidak dapat dipisahkan. Konsep-konsep
besar seperti Asbab al-Nuzul, Tafsir bi al-Matsur, Istinbath al-Ahkam dan yang
lainnya telah menjadi lahan penetratif Hadits[2]. Al-Quran berbicara tentang
perempuan dalam berbagai surat, dan pembicaraan tersebut menyangkut berbagai
sisi kehidupan. Ada ayat yang berbicara tentang hak dan kewajibannya, ada pula
yang menguraikan keistimewaan tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah agama
dan kemanusiaan. Secara umum surat An-Nisa ayat 32 menunjukan hak-hak
perempuan:









()

Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

segala sesuatu. (QS. An-Nisa : 32) Belakangan ini kepemimpinan wanita


menjadi tren dimasyarakat dalam semua aspek kehidupan. Tak jarang kita
menemukan sejumlah prestasi kepemimpinan dalam setiap bidang kehidupan baik
formal maupun non formal. Sebagai kepala Dirut perusahaan, menteri keuangan,
bahkan Presiden Republik Indonesia yang kelima dipimpin oleh Ibu Megawati
sebagai sosok perempuan yang turut aktif dalam bidang politik. Dalam buku
Wawasan Al-Quran karangan Dr. Quraisy Syihab, dalam pembahasannya
mengenai Hak-hak perempuan dijelaskan. Apakah wanita memiliki hak-hak dalam
bidang politik? Paling tidak ada tiga alasan yang sering dikemukakan sebagai
larangan keterlibatan mereka.
1.
Ayat Arrijalu Qowwamuna alan nisa (lelaki adalah pemimpin bagi kaum
wanita)
2.
Hadits yang menyatakan bahwa akal wanita kurang cerdas dibandingkan
dengan akal lelaki.
3.
Hadits yang menyatakan lan yaflaha qaum wallauw amrahum
imraat (tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka
kepada perempuan)[3].
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis merasa perlu mengadakan penelitian
terhadap hadits yang dimaksud pada nomor tiga di atas dengan menggunakan
metode takhrij hadits. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam metode
takhjij hadits adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mencari Hadits dalam Buku populer


Mencari Hadits dalam kitab Hadits populer
Indexing dengan menggunakan kitab Al-Mujamul Mufahros
Mencari Hadits dalam mashadirul ashliyah (sumber asli)
Menganalisis sanad Hadits
Menganalisis mata Hadits
Mencari penjelasan Hadits dengan menggunakan syarah turotsi dan syarah
kontemporer.
1.
II. Takhrij Hadits tentang Kepemimpinan Perempuan Dalam Islam
2.
A. Teks Hadits dalam Buku Populer tentang kepemimpinan
perempuan
Dalam buku wawasan Al-Quran karangan Dr. Quraisy Syihab terdapat
pembahasan mengenai hak-hak Perempuan dalam bidang politik. Diantaranya
hadits berikut yang dijadikan sandaran sebagian orang mengenai tidak bolehnya
seorang perempuan menjadi pemimpin.




( )

Ketika Rasulullah Saw. Mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat Putri


Kisra sebagai penguasa mereka, beliau bersabda, Tidak akan beruntung satu
kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan. (diriwayatkan oleh
Bukhari, An-NasaI dan Ahmad melalui Abu Bakrah)[4]
1.
B. Teks Hadits dalam kitab Hadits populer
Setelah diadakan penelusuran hadits dalam kitab hadits populer, ditemukan teks
hadits yang serupa dalam kitab bulughul marom dalam kitab Qodo no.urut hadits
1340.[5]
) :
(
1.
C. Indeksing
Untuk meneliti indexing hadits yang terdapat pada buku populer dan kitab hadis
populer, digunakan qoidah :

Maka dari itu kami menggunakan kitab dan hasilnya
adalah sebagai berikut :
1.
Pencarian dilakukan dengan menggunakan lafadz
2.
Hasilnya diperoleh di dalam kitab Al-Mujam Al-Mufahras juz 5.[6]
1.
Di dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa hadits di atas diriwayatkan oleh :
2.
Al-Bukhari
(Ditemukan dalam Kitab Shohih Bukhari, Maghozi bab.82 no. hadits 4425 dan
kitab fitan bab.18 no. hadits 7099 hal.838)
1.
At-Tirmidzi
(Ditemukan dalam kitab Jamiut Tirmidzi, fitan bab. 75 no.hadits 2262 hal.374)
1.
An-NasaI
(Ditemukan dalam kitab Sunan An-Nasai, Qudhot bab.8 no.hadits 5388 hal.546)
1.
Ahmad bin Hanbal
Setalah dilakukan penelitian indexing dalam riwayat Ahmad, peneliti tidak
menemukan hadits yang dimaksud sesuai dengan kitab Mujam diatas. Maka
penulis berinisiatif untuk melakukan pencarian indexing hadits riwayat Ahmad
yang dimaksud dengan menggunakan program Maktabah Syamilah. (Ditemukan
dalam kitab musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz 24 no.hadits 20402 hal.43, Juz
24 no.hadits 20474 hal.120 dan Juz 24 no.hadits 20517 hal.149)
1.

D.

Mashodirul Ashliyah

2.
1.
Hadits Riwayat Al-Bukhari
]Kitab Maghozi bab. 82 no. hadits 4425.[7


]Kitab Fitan bab.18 no. hadits 7099.[8



2. At-Tirmidzi
]Kitab Fitan bab. 75 no.hadits 2262.[9




1.
3.
An-NasaI
]Kitab Qudhot bab.8 no.hadits 5388.[10





1.
4.
Ahmad bin Hanbal
]Juz 24 no. hadits 20402.[11



]Juz 24 no.hadits 20474.[12

:
: .
]Juz 24 no. hadits 20517.[13
: :
.
1.
E. Analisis Sanad dan Rowi
2.
1.
Deskripsi Sanad
Hadits Riwayat Al-Bukhari
1.
Kitab Maghozi bab. 82 no. hadits 4425 hal.838

Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai


berikut:
Abu Bakroh
Hasan
Auf
Utsman bin Haitsam

1.
2.
3.
4.



1.
Kitab Fitan bab.18 no. hadits 7099 hal.1356

Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai


berikut:
1. Abu Bakroh
Hasan

2.

Auf

3.
4.

Utsman bin Haitsam

Hadits Riwayat At-Tirmidzi


Kitab Fitan bab. 75 no.hadits 2262 hal.374






Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai
berikut:
Abu Bakroh
Hasan
Humaid At-Thowil
Khalid bin Harits
Muhammad bin Al-Mutsanna

1.
2.
3.
4.
5.







Hadits Riwayat An-NasaI Kitab Qudhot bab.8 no.hadits 5388 hal.546





Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai
berikut:
Abu Bakroh
Hasan
Humaid

1.
2.
3.

Khalid bin Harits

4.
5.







Muhammad bin Al-Mutsanna

11.

Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal


1.
Juz 24 no. hadits 20402 hal.43




Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai
berikut:
Abu Bakroh
Abi Uyainah
Uyainah

1.
2.
3.
4.

Yahya

Juz 24 no.hadits 20474 hal.120

9.

b.


:
: .

Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai


berikut:
1.
2.
3.

Abu Bakroh
)Abi Uyainah (Abdurrohman bin Jautsan


8.

Uyainah

1.
Muhammad bin Bakr
1.
Juz 24 no. hadits 20517 hal. 149
:
: .
Berdasarkan hadits di atas maka sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Abu Bakroh
Hasan
Mubarok
Affan bin Muslim



Tabel 1: Perbandingan Sanad Hadits
Sanad Hadits

Rawi

No

SKEMA SANAD HADITS TENTANG KEPEMIMPINAN PEREMPUAN


RIWAYAT AL-BUKHARI, AT-TIRMIDZI, AN-NASAI DAN AHMAD







1.

2.
1.

Deskripsi Rowi
1. Sanad Hadits riwayat Al-Bukhari pada bab Maghozi dan

Fitan
Sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai berikut : 1)
Abu
Bakroh[14] Nama
: NufaI bin Al-Harits bin Kaladah bin
Amar Tobaqoh
: Sahabat Nasab
: Assaqofi
Kunyah
: Abu Bakrah Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 52 H Jarh wa tadil
: Kullu Shahabi
Udulun Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 30
hal.5 2)
Hasan[15]Nama
: Hasan bin Abi Al-Hasan Yasar
Tobaqoh
: Al-Wustha minat tabiin Nasab
:
Al-Bashari Kunyah
: Abu Said Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 110 H Jarh wa tadil
:Menurut Muhammad bin Saad : Jamian aliman, rofian, faqihan, tsiqatan,
mamunan, abidan, nasikan, katsiral ilmi, fasihan, jamilan, wasiman. Sumber :
Tahdzibul kamal, jilid 6 hal.95
3) Auf[16] Nama
: Auf
bin Abi Jamilah Tobaqoh
: lam talqa lishahabat Nasab
: Al-Abdi Al-Hajari Kunyah
: Abu Sahl Tempat tinggal
: Bashrah Wafat
: 146 H Jarh wa tadil
:Menurut Abdullah Ahmad bin Hanbal dari bapaknya : Tsiqat Menurut Ishak
bin Mansyur dari Yahya bin Main : Tsiqat Menurut Nasa i : Tsiqat Menurut Abu Hatim : Sudduq dan Sholih Menurut Muhammad bin Saad :
Tsiqat dan banyak hapalan haditsnya Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 22
hal.437 4)
Utsman bin Haitsam[17] Nama
: Utsman
bin Haitsam bin Jahm bin Isya bin Hassan Al-Mundzir, Tobaqoh
: Kibaru tabiul atba Nasab
: Al-Abdi Al-Ashri
Kunyah
: Abu Amr Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 210 H Jarh wa tadil
:Menurut bu
Hatim : SudduqSumber : Tahdzibul kamal, jilid 19 hal.502
1.
2. Sanad hadits riwayat At-Tirmidzi
Sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai berikut : 1)
Abu
Bakroh Nama
: NufaI bin Al-Harits bin Kaladah bin Amar
Tobaqoh
: Sahabat Nasab
: Assaqofi

Kunyah
: Abu Bakrah Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 52 H Jarh wa tadil
: Kullu Shahabi
Udulun Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 30
hal.5 2)
HasanNama
: Hasan bin Abi Al-Hasan Yasar
Tobaqoh
: Al-Wustha minat tabiin Nasab
:
Al-Bashari Kunyah
: Abu Said Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 110 H Jarh wa tadil
:Menurut Muhammad bin Saad : Jamian aliman, rofian, faqihan, tsiqatan,
mamunan, abidan, nasikan, katsiral ilmi, fasihan, jamilan, wasiman. Tahdzibul
kamal, jilid 6 hal.95 3)
Humaid At-Thawil[18] Nama
:
Humaid bin Abi Humaid Ath-Thowil Tobaqoh
: Ash-shughra
minat tabiinNasab
: Al-Khazai Kunyah
:
Abu Ubaidah Tempat tinggal
: Bashrah Wafat
: 142
H Jarh wa tadil
:Menurut Ishak bin Manshur dari Yahya bin
Main : Tsiqat Menurut Ahmad bin Abdillah Al-Ijli : Tsiqat Menurut
Abdurrahman bin Abi Hatim dari bapaknya : Tsiqat la basa bih Menurut
Abdurrahman bin Yusuf bin Khirasy : Tsiqat, ShaduqSumber : Tahdzibul kamal,
jilid 7 hal.355 4)
Khalid bin Harits[19] Nama
: Khalid
bin Al-Harits bin Ubaid bin Sulaiman bin Ubaid bin Sufyan bin Masud bin
Sukin Tobaqoh
:Al-Wustha minal Atba Nasab
: Al-Hujaimi Kunyah
: Abu Utsman Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 186 H Jarh wa tadil
:Menurut Abu Zurah : Shadduq Menurut Abu Hatim : Seorang Imam yang
tsiqat Menurut Nasai : Tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 8
hal.35 5)
Muhammad bin Al-Mutsanna[20] Nama
:
Muhammad bin Al-Mutsanna bin Ubaid bin Qais bin Dinar Tobaqoh
: Kibaru tabiul atba Nasab
: Al-Anazi
Kunyah
: Abu Musa Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 252 H Jarh wa tadil
:Menurut
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari Yahya bin Main : Tsiqat Menurut
Sholih bin Muhammad Al-Hafidz : Sudduq Menurut Abu Hatim : Shalihul
Hadits, Shaduq Menurut Abu Bakar Al-Khatib : Shaduq, warian, fadhilan,
aqilan. Menurut Nasai : La basa bih Sumber :Tahdzibul kamal, jilid 26 hal.
359
1.
3. Sanad hadits riwayat An-Nasai
1)
Abu Bakroh Nama
: NufaI bin Al-Harits bin Kaladah
bin Amar Tobaqoh
: Sahabat Nasab
: Assaqofi
Kunyah
: Abu Bakrah Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 52 H Jarh wa tadil
: Kullu Shahabi
Udulun Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 30
hal.5 2)
Hasan Nama
: Hasan bin Abi Al-Hasan Yasar
Tobaqoh
: Al-Wustha minat tabiin Nasab
:

Al-Bashari Kunyah
: Abu Said Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 110 H Jarh wa tadil
:Menurut Muhammad bin Saad : Jamian aliman, rofian, faqihan, tsiqatan,
mamunan, abidan, nasikan, katsiral ilmi, fasihan, jamilan, wasiman. Tahdzibul
kamal, jilid 6 hal.95 3)
Humaid At-Thawil Nama
:
Humaid bin Abi Humaid Ath-Thowil Tobaqoh
: Ash-shughra
minat tabiin Nasab
: Al-Khazai Kunyah
:
Abu Ubaidah Tempat tinggal
: Bashrah Wafat
: 142
H Jarh wa tadil
:Menurut Ishak bin Manshur dari Yahya bin
Main : Tsiqat Menurut Ahmad bin Abdillah Al-Ijli : Tsiqat Menurut
Abdurrahman bin Abi Hatim dari bapaknya : Tsiqat la basa bih Menurut
Abdurrahman bin Yusuf bin Khirasy : Tsiqat, Shaduq Sumber : Tahdzibul kamal,
jilid 7 hal.3554)
Khalid bin Harits Nama
: Khalid bin AlHarits bin Ubaid bin Sulaiman bin Ubaid bin Sufyan bin Masud bin Sukin
Tobaqoh
: Al-Wustha minal Atba Nasab
: AlHujaimi Kunyah
: Abu Utsman Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 186 H Jarh wa tadil
:Menurut Abu Zurah : Shadduq Menurut Abu Hatim : Seorang Imam yang
tsiqat Menurut Nasai : Tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 8
hal.35 5)
Muhammad bin Al-Mutsanna Nama
:
Muhammad bin Al-Mutsanna bin Ubaid bin Qais bin Dinar Tobaqoh
: Kibaru tabiul atba Nasab
: Al-Anazi
Kunyah
: Abu Musa Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 252 H Jarh wa tadil
:Menurut
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dari Yahya bin Main : Tsiqat Menurut
Sholih bin Muhammad Al-Hafidz : Sudduq Menurut Abu Hatim : Shalihul
Hadits, Shaduq Menurut Abu Bakar Al-Khatib : Shaduq, warian, fadhilan,
aqilan. Menurut Nasai : La basa bih Sumber :Tahdzibul kamal, jilid 26 hal.
359
1.
4. Sanad hadits riwayat Ahmad
2.
Riwayat kesatu
Sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai berikut : 1)
Abu
Bakroh Nama
: NufaI bin Al-Harits bin Kaladah bin Amar
Tobaqoh
: Sahabat Nasab
: Assaqofi
Kunyah
: Abu Bakrah Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 52 H Jarh wa tadil
: Kullu Shahabi
Udulun Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 30 hal.5 2)
Abi
Uyainah[21] Nama
: Abdurrahman bin Jausyan bin Jausyan
Tobaqoh
: Al-wustho minat tabiin Nasab
:
Kunyah
: Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: Jarh wa tadil
:Menurut Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal : laisa bil masyhur Menurut Abu Zurah : tsiqat Menurut Tirmidzi : shahih Sumber : Tahdzibul kamal, Jilid 17

hal.34 3)
Uyainah[22] Nama
: Uyainah bin
Abdurrahman bin Jausyan Al- Ghathafani Al-Jausyani Tobaqoh
: Kibarul Atba Nasab
: Al-Ghathafani Al-Jausyani
Kunyah
: Abu Malik Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: Jarh wa tadil
:Menurut Abbas
Adduriyyu dari Yahya bin Main : laisa bihi basun Menurut Muhammad bin
Saad : Tsiqat Menurut Abu Hatim : Sudduq Menurut Nasai : Tsiqat
Menurut Ibnu Hibban : Tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal , Jilid 23
hal.77 4) Yahya[23] Nama
: Yahya bin Said bin Farrukh
Tobaqoh
: Ash-shugro minal atba Nasab
: AlQaththan At-Tamimi Kunyah
: Abu Said Tempat tinggal
: Bashrah Wafat
: 198 H Jarh wa tadil
:
Menurut Muhammad bin Saad : Tsiqat, Mamunan Menurut Al-Ijli :
Tsiqat Menurut Abu Zurah : Tsiqat Menurut Abu Hatim : Tsiqat,
Hafidz Menurut Nasai : Tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal, Jilid 31 hal.329
1.
Riwayat kedua
Sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai berikut : 1)
Abu
Bakroh Nama
: NufaI bin Al-Harits bin Kaladah bin Amar
Tobaqoh
: Sahabat Nasab
: Assaqofi
Kunyah
: Abu Bakrah Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 52 H Jarh wa tadil
: Kullu Shahabi
Udulun Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 30 hal.5
2)
Abi
Uyainah Nama
: Abdurrahman bin Jausyan bin Jausyan
Tobaqoh
:Al-wustho minat tabiin Nasab
:
Kunyah
: Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: Jarh wa tadil
:Menurut Abdullah
bin Ahmad bin Hanbal : laisa bil masyhur Menurut Abu Zurah : tsiqat Menurut Tirmidzi : shahih Sumber : Tahdzibul kamal, Jilid 17
hal.34 3)
Uyainah Nama
: Uyainah bin Abdurrahman
bin Jausyan Al- Ghathafani Al-Jausyani Tobaqoh
: Kibarul
Atba Nasab
: Al-Ghathafani Al-Jausyani Kunyah
: Abu Malik Tempat tinggal
: Bashrah Wafat
: Jarh wa tadil
:Menurut Abbas Adduriyyu dari Yahya bin
Main : laisa bihi basun Menurut Muhammad bin Saad : Tsiqat Menurut Abu Hatim : Sudduq Menurut Nasai : Tsiqat Menurut Ibnu
Hibban : Tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal , Jilid 23 hal.77 4) Muhammad
bin Bakr[24] Nama
: Muhammad bin Bakr bin Utsman
Tobaqoh
: Ash-Shugro minal Atba Nasab
:
Al-Bursani Kunyah
: Abu Utsman Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 204 H Jarh wa tadil
:Menurut Hanbal bin Ishak : Shalihul hadits Menurut Utsman bin Said Ad-

Darami dari Yahya bin Main, Abu Daud, Ijli : Tsiqat Menurut Ibnu
Hibban : tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 24 hal.530
1.
Riwayat ketiga
Sanadnya tersusun dari rowi-rowi sebagai berikut : 1)
Abu
Bakroh Nama
: NufaI bin Al-Harits bin Kaladah bin Amar
Tobaqoh
: Sahabat Nasab
: Assaqofi
Kunyah
: Abu Bakrah Tempat tinggal
: Bashrah
Wafat
: 52 H Jarh wa tadil
: Kullu Shahabi
Udulun Sumber : Tahdzibul kamal, jilid 30
hal.5 2)
HasanNama
: Hasan bin Abi Al-Hasan Yasar
Tobaqoh
: Al-Wustha minat tabiin Nasab
:
Al-Bashari Kunyah
: Abu Said Tempat tinggal
:
Bashrah Wafat
: 110 H Jarh wa tadil
:Menurut Muhammad bin Saad : Jamian aliman, rofian, faqihan, tsiqatan,
mamunan, abidan, nasikan, katsiral ilmi, fasihan, jamilan, wasiman. Sumber:
Tahdzibul kamal, jilid 6 hal.95 3)
Mubarok[25] Nama
:
Mubarok bin Fadhalah bin Abi Umayyah Tobaqoh
: Lam talqo
lishahabah Nasab
: Al-Quraisyi Kunyah
:
Abu Fadhlah Tempat tinggal
: Bashrah Wafat
: 165
H Jarh wa tadil
:Menurut Amr bin Ali saya mendengar
Affan berkata : tsiqat Menurut Abdullah bin Ahmad : Dhaiful Hadits Menurut Utsman bin Said Ad-Darami : Laisa bihi basun Menurut Abu
Bakr bin Abi Khaitsamah : Dhaif Menurut Nasai : Dhaif Sumber : Tahdzibul
kamal, jilid 27 hal.180 4)
Affan bin Muslim[26] Nama lengkap
:
Affan bin Muslim bin Abdullah Tobaqoh
: kibaru tabiul
atba Nasab
: Bashrah Kunyah
: Abu
Ustman Tempat tinggal
: Baghdad Wafat
: 220 H
Jarh wa tadil
:Menurut Abu Ahmad bin Adi : Asyharu,
Ashdaqu wa Autsaqu Menurut Abu Hatim : tsiqat Sumber : Tahdzibul kamal,
jilid 20 hal.160
1.
2.
Analisis Sanad dan Rowi
Berdasarkan penelitian terhadap rowi dan sanad hadits dari beberapa riwayat
hadits dapat disimpulkan :
1.

Sanad hadits dari riwayat Bukhari, Tirmidzi, Nasai dan Ahmad riwayat
kesatu dan kedua menunjukan muttasil artinya periwayatan hadits tidak
terputus pada Nabi ini menunjukan bahwa hadits tersebut adalah hadits
marfu.
2.
Kecuali satu Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad (riwayat III)
menunjukan tidak muttasil karena pada salah satu sanadnya terdapat satu
perawi hadits yaitu Mubarok bin Fadhlah bin Abi Umayah yang diketahui
secara tobaqah tidak pernah bertemu dengan sahabat, sehingga mempengaruhi
pada jarh wa tadil yang menunjukan dhaiful hadits.

3.

Hadits di atas termasuk hadits ahad yakni dalam setiap thabaqah hanya
terdiri dari dari tiga, dua atau seorang rawi. Dan berdasarkan klasifikasi hadits
ahad, hadits tersebut dikategorikan hadits ahad aziz.
Shahabat Abu Bakrah memberikan hadits tersebut kepada dua orang, yaitu Hasan
dan Abi Uyainah. Dari Hasan diterima oleh tiga orang yaitu Mubarok, Humaid
dan Auf. Dari Mubarok hadits diterima oleh Affan bin Muslim dan sampai
kepada Ahmad, dari Humaid hadits diterima oleh Khalid bin Harits dan diterima
oleh Muhammad bin al-Mutsanna, dari Auf hadits diterima oleh Utsman bin AlHaitsam dan sampai kepada Al-Bukari, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Dari abi
Uyainah diterima oleh Uyainah kemudian diterima oleh dua yaitu Muhammad
bin Bakr dan Yahya dan sampai kepada Ahmad.
1.

2.
3.

4.
5.
6.

1.

Berdasarkan kaidah kesahihan sanad Hadits, hadits yang diriwayatkan oleh


Al-bukari, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ahmad pada hadits kesatu dan kedua
menunjukan derajat kualitas hadits shohih, hal ini didasarkan pada kriteria
kesahihan hadits yang mencakup:
Dari segi sanad antara perawi satu dengan lainnya pada sanad hadits
riwayat Bukhari, Tirmidzi, Nasai dan Ahmad riwayat kesatu dan kedua
bersambung sanadnya (muttasil)
Dari segi jarh wa tadil berdasarkan penilaian dan komentar para
ulama jarh wa tadil para perowi hadits yang terdapat pada hadits riwayat
Bukhari, Tirmidzi, Nasai dan Ahmad riwayat kesatu dan kedua. Dapat
dikatakan bahwa mereka termasuk rawi-rawi yang memiliki sifat adil
dan dhabit (tsiqah),
Periwayat hadits pada umumnya mereka semua adalah dhabbit (hapal
dengan sempurna hadits yang diterimanya dan mampu menyampaikan dengan
baik hadits yang dihafalnya itu kepada orang lain).
Terhindar dari syuzuz (ke-syazan), karena semua rowi tsiqat, memiliki
lebih dari satu periwayatan dan dari aspek matan tidak mengandung
pertentangan.
Tidak terdapat illat (kecacatan) baik pada sanad maupun matan hadits.
1.
Sedangkan pada hadits ahmad ketiga ditemukan seorang rawi yaitu
Mubarrok dalam tobaqohnya ia disebutkan tidak pernah bertemu dengan
shahabat. Sehingga dalam jarh watadil disebutkan sebagai orang yang
lemah dan haditsnya dhoif. Tapi hadits tersebut karena terdapat syahid
dalam periwayatan Al-Bukhari, At-Tirmidzi dan An-Nasai dengan derajat
kualitas hadits yang shohih maka hadits ini terangkat yang tadinya dhoif
menjadi hasan lighoirihi.
F. Analisis Matan
Tabel 2: Perbandingan Matan Hadits
No

Rawi

Berdasarkan redaksi hadits dari beberapa riwayat diatas terdapat beberapa


perbedaan dalam menuliskan redaksi. Hadits Al-Bukhari nampaknya merupakan
hadits yang sangat lengkap dalam penulisan redaksi dibanding dengan riwayat
hadits lainnya. Hal ini dibisa dipahami dari kandungan hadits Al-Bukhari yang
menjelaskan tentang keadaan pada saat hadits itu disampaikan oleh Nabi yaitu
yaitu pada waktu perang Jamal tatkala sahabat hampir bergabung dengan para
penunggang unta lalu sahabat ingin berperang bersama mereka.- Dia berkata;
Tatkala sampai kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bahwa penduduk
Persia telah di pimpin oleh seorang anak perempuan putri raja Kisra, beliau
bersabda: Suatu kaum tidak akan beruntung, jika dipimpin oleh seorang wanita..
Begitu juga hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan Nasai yang
menjelaskan perihal ketika Sahabat mendengar dari Rasul berita kematian Kisra,
kemudian Rasul bertanya tentang siapa yang menjadi penggantinya. Kemudian
mereka menjawab putrinya yang akan menggantikan Kisra. Nabi Shallallahu
'alaihi wa Salam bersabda: "Tidak akan beruntung suatu kaum yang menguasakan
urusan mereka kepada seorang wanita."
Sedangkan dalam periwayatan Ahmad redaksi hadits langsung menunjukan pada
pokok utama hadits yang menjelaskan tentang tidak akan bahagia suatu kaum
apabila dipimpin oleh seorang wanita. Berikut beberapa perbedaan redaksi matan
hadits :

1.

Riwayat Al-Bukhari, At-Tirmidzi dan An-Nasai redaksi matan hadits yang


digunakan adalah:

1.
Riwayat Ahmad pada hadits kesatu dan kedua redaksi matan hadits yang
digunakan adalah:

1.
Riwayat Ahmad pada hadits yang ketiga redaksi matan hadits yang
digunakan adalah:

Dari ketiga matan hadits diatas perbedaan terlihat dari penggunaan kata wallauw
amrahum, asnadu amrahum ila, dan tamlikuhum, yang mempunyai arti
menyerahkan, menyandarkan, menguasakan urusan. Meskipun terdapat perbedaan
redaksi satu sama lain dalam hadits di atas, tidak terdapat pertentangan dari segi
makna matan. Secara umum hadits diatas menyampaikan satu hal tentang tidak
akan bahagianya suatu kaum apabila dipimpin oleh seorang wanita.
1.
G. Syarah Hadits
Syarah hadits yang digunakan dalam mengkaji hadits digunakan dua syarah, yaitu
hadits turotsi dan hadits kontemporer. Adapun kitab yang digunakan dalam syarah
turotsi adalah subulus salam. Sedangkan rujukan yang digunakan dalam hadits
kontemporer adalah buku wawasan Al-Quran sebagai sumber pengambilan hadits
untuk takhrij.
1.
1. Syarah Turotsi
Subulus salam
:



Dan dari Abi Bakroh RA dari Nabi SAW : tidak akan beruntung suatu kaum
menyerahkan urusan mereka (kepemimpinan) kepada perempuan. Diriwayatkan
oleh Bukhori hal ini merupakan dalil atas tidak bolehnya kepemimpinan kepada
perempuan hukum yang umum diantara kaum muslimin, syara menetapkan pada
kaum perempuan, bahwa perempuan ditetapkan sebagai pemimpin di rumah
suaminya. Dan berpendapat hanafi tentang bolehnya menyerahkan hukum-hukum
pada perempuan kecuali masalah hudud. Sedangkan ibnu jarir berpendapat bahwa
bolehnya menyerahkan kepemimpinan pada perempuan secara mutlak dan hadits
menerangkan tentang tidak akan beruntung kepemimpinan urusan mereka kepada
perempuan, mereka terhalang dari keberuntungan, karena usaha yang mereka
lakukan tidak menyebabkan keberuntungan[27].
1.
2. Syarah kontemporer

Apakah wanita memiliki hak-hak dalam bidang politik? Paling tidak ada tiga
alasan yang sering dikemukakan sebagai larangan keterlibatan mereka.
1.

Ayat Arrijalu qawwamuna alan-nisa (lelaki adalah pemimpin bagi kaum


wanita) (QS. An-Nisa ayat 34)
2.
Hadits yang menyatakan bahwa akal wanita kurang cerdas dibandingkan
dengan akal lelaki: keberagamaanya pun demikian.
3.
Hadits yang mengatakan: lan yaflaha qaum wallauw amrahum
imraat (tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka
kepada perempuan).
Ayat dan hadits di atas menurut mereka mengisyaratkan bahwa kepemimpinan
hanya untuk kaum lelaki. Al-Qurtubhi dalam tafsirnya menulis tentang makna
ayat di atas:

para lelaki (suami) didahulukan (diberi hak kepemimpinan, karena lelaki


berkewajiban memberikan nafkah kepada wanita dan membela mereka, juga
(karena) hanya lelaki yang menjadi penguasa, hakim, dan juga ikut bercampur.
Sedangkan semua itu tidak terdapat pada wanita. Selanjutnya penafsir ini,
menegaskan bahwa:


Ayat ini menunjukan bahwa lelaki berkewajiban mengatur dan mendidik wanita,
serta menugaskannya berada di rumah dan melarangnya keluar. Wanita
berkewajiban menaati dan melaksanakan perintahnya selama itu buka perintah
maksiat. Pendapat ini diikuti oleh banyak mufasir lainnya. Namun, sekian banyak
mufasir dan pemikir kontemporer melihat bahwa ayat di atas tidak harus dipahami
demikian, apalagi ayat tersebut berbicara dalam konteks kehidupan berumah
tangga. Seperti dikemukakan sebelumnya, kata ar-rijal dalam ayat ar-rijalu
qawwamuna alan-nisa, bukan berarti lelaki secara umum, tetapi adalah suami
karena konsiderans perintah tersebut seperti ditegaskan pada lanjutan ayat adalah
karena mereka (para suami) menafkahkan sebagian harta untuk isteri-isteri
mereka. Seandainya yang dimaksud dengan kata lelaki adalah kaum pria secara
umum, tentu konsideransnya tidak demikian. Terlebih lagi lanjutan ayat tersebut
secara jelas berbicara tentang para isteri dan kehidupan rumah tangga. Ayat ini
secara khusus akan dibahas lebih jauh ketika menyajikan peranan, hak, dan
kewajiban perempuan dalam rumah tangga Islam. Adapun mengenai hadits, tidak
beruntung satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan,
perlu digaris bawahi bahwa hadits ini tidak bersifat umum. Ini terbukti dari

redaksi hadits tersebut secara utuh, seperti diriwayatkan Bukhari, Ahmad, AnNasai dan At-Tirmidzi melalui Abu Bakrah.


( )
Ketika Rasulullah Saw. Mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat Putri
Kisra sebagai penguasa mereka, beliau bersabda, Tidak akan beruntung satu
kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan. (diriwayatkan oleh
Bukhari, An-NasaI dan Ahmad melalui Abu Bakrah) Jadi sekali lagi hadits
tersebut di atas ditujukan kepada masyarakat Persia ketika itu, bukan terhadap
semua masyarakat dan dalam semua urusan. Kita dapat berkesimpulan bahwa,
tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang dapat dipahami sebagai larangan
keterlibatan perempuan dalam bidang politik atau ketentuan agama yang
membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum lelaki. Disisi lain, cukup banyak
ayat dan hadits yang dapat dijadikan dasar pemahaman untuk menetapkan adanya
hak-hak tersebut. Salah satu ayat yang sering dikemukakan oleh para pemikir
Islam berkaitan dengan hak-hak politik kaum perempuan adalah surat At-Taubah
ayat 71:



()
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. Secara umum ayat di atas dipahami sebagai gambaran tentang
kewajiban melakukan kerja sama antara lelaki dan perempuan untuk berbagai
bidang kehidupan yang ditunjukan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang
makruf dan mencegah yang munkar. Pengertian kata aulia mencakup kerja
sama, bantuan, dan penguasaan; sedangkan pengertian yang terkandung dalam
frase menyuruh mengerjakan yang makruf mencakup segala segi kebaikan dan
perbaikan kehidupan, termasuk memberikan nasehat atau kritik kepada penguasa,
sehingga setiap lelaki dan perempuan muslim hendaknya mengikuti
perkembangan masyarakat agar masing-masing mampu melihat dan member
saran atau nasehat untuk berbagai bidang kehidupan. Menurut sementara pemikir,
sabda Nabi Saw yang berbunyi,

Barangsiapa yang tidak memperhatikan kepentingan (urusan) kaum Muslim,
maka ia tidak termasuk golongan mereka.Hadits ini mencakup kepentingan atau
urusan kaum muslim yang dapat menyempit atau meluas sesuai dengan latar

belakang dan tingkat pendidikan seseorang, termasuk dibidang politik. Disisi lain,
Al-Quran juga mengajak umatnya (lelaki dan perempuan) agar bermusyawarah,
melalui pujian tuhan kepada mereka yang melakukannya.
()

Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat
antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan
kepada mereka. (QS. Asy-Syura : 38) Ayat ini dijadian dasar oleh para ulama
untuk membuktikan adanya hak berpolitik bagi setiap lelaki dan
perempuan. Syura (musyawarah) menurut Al-Quran hendaknya merupakan salah
satu prinsip pengelolaan bidang-bidang kehidupan bersama, termasuk kehidupan
politik. Ini dalam arti bahwa setiap warga Negara dalam hidup bermasyarakat
dituntut untuk senantiasa mengadakan musyawarah. Sejarah Islam juga
menunjukan betapa kaum perempuan tanpa kecuali terlibat dalam bidang
kemasyarakatan. Al-Quran menguraikan permintaan para perempuan di zaman
Nabi Saw untuk melakukan baiat (janji setia kepada Nabi dan ajarannya),
sebagaiaman disebut dalam surat Al-Mumtahanah ayat 12. Sementara pakar
agama Islam menjadikan baiat para perempuan sebagai bukti kebebasan untuk
menentukan pandangan berkaitan dengan kehidupan serta hak untuk mempunyai
pilihan yang berbeda dengan pandangan kelompok-kelompok lain dalam
masyarakat, bahkan terkadang berbeda dengan pandangan suami dan ayah mereka
sendiri. Kenyataan sejarah menunjukan sekian banyak wanita yang terlibat pada
persoalan politik praktis, Ummu Hani misalnya dibenarkan sikapnya oleh Nabi
Muhammad Saw. Ketika memberikan jaminan keamanan kepada sebagian orang
musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek bidang politik). Bahkan
isteri Nabi Saw sendiri, yakni Aisyah r.a. memimpin langsung peperangan
melawan Ali bin Abi Thalib yang ketika itu menduduki jabatan kepala Negara.
Dan isu terbesar dalam peperangan tersebut adalah suksesi setelah terbunuhnya
khalifah ketiga Utsman bin Affan. Peperangan ini dikenal dalam sejarah Islam
dengan nama perang unta (656M). keterlibatan Aisyah r.a. bersama sekian banyak
para sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam peperangan itu, menunjukan
bahwa beliau bersama para pengikutnya membolehkan keterlibatan perempuan
dalam bidang politik praktis sekalipun. Dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum wanita, mereka
mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan tertinggi, kendati ada
jabatan yang oleh sebagian ulama dianggap tidak boleh diduduki oleh kaum
wanita, yaitu jabatan kepala Negara (Al-Imamah Al-Udzma) dan hakim, namun
perkembangan masyarakat dari saat ke saat mengurangi pendukungan larangan
tersebut, khususnya persoalan kedudukan perempuan sebagai hakim. Dalam
beberapa kitab hukum Islam, seperti Al-Mughni, ditegaskan bahwa setiap orang
yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat diwakilkan

kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain. Atas dasar kaidah di
atas, Dr. Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat bahwa berdasarkan kitab
fiqih bukan hanya sekadar pertimbangan masyarakat - kita dapat menyatakan
bahwa perempuan dapat bertindak sebagai pembela maupun penuntut dalam
berbagai bidang. Tentu masih banyak lagi yang dapat dikemukakan mengenai
hak-hak perempuan untuk berbagai bidang. Namun, kesimpulan akhir yang dapat
ditarik adalah bahwa mereka adalah Syaqaiq Ar-Rijal (saudara sekandung kaum
lelaki), sehingga kedudukan serta hak-haknya hampir dapat dikatakan sama.
Kalaupun ada perbedaan yang dibebankan Tuhan kepada masing-masing jenis
kelamin, sehingga perbedaan yang ada tidaklah mengakibatkan yang satu merasa
memiliki kelebihan daripada yang lain:






()
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang
laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para
wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah
kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu. (QS. An-Nisa : 32)[28]
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitan terhadap hadits tentang kepemimpinan perempuan, baik
ditinjau dari analisis sanad, rowi, dan syarahnya. Maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.

Dilihat dari segi sanad : para perowi hadits pada sanad yang diambil oleh
para penyusun kitab hadits (mudawin) yaitu Bukhari, Tirmidzi, Nasai dan
Ahmad dalam hadits tentang kepemimpinan di atas dapat dikatakan bahwa
antara rowi yang satu dengan rowi yang sebelum atau sesudahnya
dimungkinkan sejaman (Muasharah) dan saling bertemu (Liqa). Sehingga
terdapat keterikatan guru dan murid, maka semua sanad hadits tersebut dapat
dikatakan bersambung (Muttashil). Kecuali satu hadits yang diriwayatkan
oleh Ahmad, terdapat satu rawi hadits yaitu Mubarok bin Fadhlah bin Abi
Umayah yang diketahui tidak pernah bertemu dengan sahabat.
2.
Dilihat dari segi Jarrah dan Tadil rowi : berdasarkan penilain dan
komentar para ulama Jarrah wa Tadil,para perowi hadits yang terdapat pada
sanad yang digunakan oleh penyusun kitab hadits (Mudawin), yaitu Bukhari,
Tirmidzi, Nasai dan Ahmad. Dapat dikatakan bahwa mereka termasuk rawirawi yang yang memiliki sifat adil dan dhabit (tsiqah), atau pada sebagian
rawi sekurang-kurangnya dinilai shaduq (benar) dan terpercaya. Walaupun
ada seorang rowi yaitu Mubarok bin Fadhlah pada hadits riwayat Ahmad pada
hadits ketiga dinilai dhoif.

3.

Dilihat dari redaksi ketujuh matan hadits yang telah ditakhrij di atas (yaitu
riwayat Bukhari, Tirmidzi, Nasai dan Ahmad), dapat dikatakan bahwa redaksi
matan yang terdapat pada hadits tersebut meskipun terdapat perbedaan pada
sebagian teks hadits, namun perbedaannya hanya sedikit dan tidak signifikan.
4.
Dilihat dari tinjauan syarah Turatsi maupun kontemporer, dapat
disimpulkan sebagai berikut :
Berdasarkan syarah turotsi hadits ini merupakan dalil tentang tidak
bolehnya kepemimpinan diserahkan kepada perempuan. Meskipun Hanafi
membolehkan perempuan jadi pemimpin kecuali dalam masalah hudud Sedangkan para pemikir kontemporer, memperbolehkan perempuan menjadi
pemimpin. Hadits di atas secara konteks hanya diperuntukan pada pada saat
dimana putrinya raja Kisra diangkat menjadi pemimpin di Persia. Dan hadits
tersebut dengan konteks zaman sekarang sudah berbeda. Kaum perempuan pada
zaman sekarang dapat disejajarkan dengan kaum laki-laki yang telah mendapatkan
kesamaan hak dalam mendapatkan pendidikan. Sehingga hal ini membuka
peluang secara terbuka bagi kaum perempuan untuk menentukan pandangan,
bekerja, dan menduduki jabatan. Disamping secara historis pada zaman nabi ada
sebagian wanita yang terlibat pada persoalan politik praktis dan terlibat dalam
peperangan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqolani, Al-Hafidz bin Hajar, tt. Bulughul Marom, Indonesia : Maktabah
Daru Ihyail kutubil arabiyah. Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail,
1998, Shahih Al-Bukhari,Riyadh: Baitul Afkar Al-Mazi, Jamaludin Abi Al-Hajjaj
Yusuf, Tahdzibul Kamal Fi Asmair-Rijal, Bairut : Muassasah Risalah An-Nasai,
Abi Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali, tt., Sunan An-Nasai, Riyadh:
Baitul Afkar Ash-Shanani, Muhammad bin Ismail Al-Amiru Al-Yamani,
1995M/1415H, Subulus salam syarah bulughul maram, Riyadh: Maktabah Nazzar
Musthafa Al-Baz At-Tirmidzi, Abi Isa Muhammad bin Isya bin Saurah,
tt., Jamiut Tirmidzi, Riyadh: Baitul Afkar Hanbal, Imam Ahmad, 1995, Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal, Bairut : Muassasah Risalah Rahman, Fatchur,
1987, Ikhitsar Musthalahul Hadits, Bandung : PT. Al-Maarif Syihab,
Muhammad Quraisy, 1998, Wawasan Al-Quran:Tafsir MaudhuI Atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung:Penerbit Mizan Wensink, 1936, Al-Mujamul
Mufahros, Leiden: Maktabah Barbal Software Rujukan :Al-Mausuah
Hadits Syarif, Global Islamic Software Company. Hadits Sembilan Imam
(terjemah indonesia), Lidwa pustaka i-software. Maktbah Syamilah Jawamiul Kalim
[1] Fatchur Rahman, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, (Bandung:PT.Al-Maarif,
1987), cet. Ke-5, hlm.1
[2] Kutipan ini disampaikan dalam perkuliahan dikelas pada mata kuliah Hadits
oleh Dr. H. M. Anton Athoillah, MM

[3] Quraisy Syihab, Wawasan Al-Quran : Tafsir MaudhuI Atas Pelbagai


Persoalan Umat, (Bandung:Penerbit Mizan, 1998), cet.VIII, hal.313
[4] Ibid, hal.314
[5] Al-Hafidz bin Hajar Al-Asqolani, Bulughul marom, (Indonesia:Maktabah
Daru Ihyail Kutubil Arabiyah, tt.) hal.749
[6] Wensink, Mujam Mufahras lil Alfadzi Hadits Nabawi. (Leyden : Maktabah
Barbl, 1936), hal.196
[7] Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih AlBukhari, (Riyadh: Baitul Afkar, 1998), hal.838
[8] Ibid, hal.1356
[9] Abi Isa Muhammad bin Isya bin Saurah At-Tirmidzi, Jamiut
Tirmidzi, (Riyadh: Baitul Afkar, tt.), hal.374
[10] Abi Abdurrahman Ahmad bin Syuaib bin Ali An-Nasai, Sunan AnNasai, (Riyadh: Baitul Afkar, tt.), hal.546
[11] Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, (Bairut :
Muassasah Risalah, 1995), hal.43
[12] Ibid, hal.120
[13] Ibid, hal.149
[14] Jamaludin Abi Al-Hajjaj Yusuf Al-Mazi, Tahdzibul Kamal Fi AsmairRijal, (Bairut : Muassasah Risalah, tt.), hal.16
[15] Ibid, hal.95
[16] Ibid, hal.437
[17] Ibid, hal.502
[18] Ibid, jilid 7 hal.355
[19] Ibid, jilid 8 hal.35
[20] Ibid, jilid 26 hal.359
[21] Ibid, jilid 17 hal.34
[22] Ibid, jilid 23 hal.77
[23] Ibid, jilid 31 hal.329
[24] Ibid, jilid 24 hal.530
[25] Ibid, jilid 27 hal.180
[26] Ibid, jilid 20 hal.160
[27] Muhammad bin Ismail Al-Amiru Al-Yamani Ash-Shanani, Subulus salam
syarah bulughul maram, (Riyadh: Maktabah Nazzar Musthafa Al-Baz, 1995
M/1415H), hal.1924
[28] Op. cit., Quraisy Syihab, hal.313-318

Anda mungkin juga menyukai