Kejang Demam Referat
Kejang Demam Referat
A. Definisi
Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui tentang
seizure dan konvulsi .Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktivitas
listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-saraf
diotak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu.
Manifestasi
dari
seizure
bisa
bermacam-macam,
dapat
berupa
penurunan
E. Etiologi
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.1,2,3
.
F. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan
yang disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.2
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C
sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi , kejang baru terjadi pada suhu 40C
atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.2
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15
menit) biasanya disertai terjadinya apne, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot
dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.2
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.2
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.2
G. Manifestasi klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengn
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lainlain.1,2,3,5Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral,
tonik, klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata
terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang
tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2,3,45
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti
hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika
kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau
kejang menahun adalah kecil.3
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini
biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau fokal.
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana. IQ
lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung lama dan
mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang
demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang mengalami
demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
lanjutan
yang
perlu
dilakukan
jika
didapatkan
karakteristik
khusus
pada
anak,1,2,3,4,5,6,7yaitu:
1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan menigitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-bayi
kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus dilakukan
pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari
18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan cerebrospinal yang abnormal
umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
-Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
-mengalami komplek partial seizure.
-Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya).
-Kejang saat tiba di IGD.
-Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
-kejang pertama setelah usia 3 tahun.
Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
sarap pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotikk
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7
2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi
sekali tanpa adanya defisit neurologis.2,3 Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa
EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya
dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang.
Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam,
gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau
risiko epilepsi.2,3,4,5 EEG dapat memperlihatkan gelombang lambat didaerah belakang
yang yang bilateral, sering asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan
pada 88% pasien bila EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien
bila EEG dilakukan tiga sampai tujuh hari setelah serangan kejang.1 Saat ini pemeriksaan
EEG tidak dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.1,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah
hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya
terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.
11% pasien kejang menunjukkan hiperaktivitas walaupun tidak diberi pengobatan
fenobarbital.1
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam sederhana.
Ellenberg dan Nelson melaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam tidak berbeda
dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang demam. IQ lebih
rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama dan mengalami
komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila kejang demam
diikuti terulangnya kejang tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa demam atau
epilepsi berbeda-beda tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus dan definisi.
Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar 2-5%.1
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa
diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa
demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal
mendapatkan angka epilepsi 2 % pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang
demam atipikal. Diindonesia, Lumbantobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien
kejang demam menjadi epilepsi.1
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan
terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak
mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan.
2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara
kandung.
3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2-3, sedangkan
apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah 13%.
Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling sering
adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama biasanya
diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien mengalami berulangnya
kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17% kasus yang
berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan 75%
berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang demam
pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila serangan
pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila kejang
demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang adalah
28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak dengan
perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga lebih
sering tmengalami berulangnya kejang demam.1
K. Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam..2,3
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan
fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik.2,3,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai
dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intrvena dan dalam waktu 5 menit
apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan diazepam lagi dengan
dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat diberikan diazepam
intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg pada anak dengan berat
badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg. Bila kejang tidak
berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahanlahan dengan kecpatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis
selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan pasien
dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan obat
dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital diberikan
secara intramuskular dengan loading dose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan dosis selanjutnya
4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernafasan, hipotensi,
letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat. Diazepam juga
mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernafasan,sebab itu setelah pemberian
fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam. 2,3,7,8
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk meyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama,. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil sering
manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada bayi
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18 bulan.
Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.1,2,3
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan bila
sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis, yaitu:
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam.
2. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan).
Profilaksis intermittent
Antikonvulsan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada pasien.
Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal yang demikian
sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak mendapat hasil dengan
karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan. Efek
sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti
infeksi sistem saraf pusat.10
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari ( rumatan)
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi
dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan fenobarbital 4-5 mg/kg
BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan adalah asam valproat dengan
dosis 15-40 mg/kgBB/hari.1 Antikonvulsan terus menerus diberikan selama 1-2 tahun
setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria ( termasuk poin 1
atau 2) yaitu:
1. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan ( misalnya serebrl palsy atau mikrosefal).
2. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan
neurologis sementara atau menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.
4. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermittent yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.1,3
Kejang ( - )
Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan
Kejang ( + )
Fenobarbotal IV/IM 10-20
mg/kg
FenitoinIV 5-7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian
Kejang ( - )
Dosis pemeliharaan
Kejang ( + )
Perawatan Ruang Intensif
Pentobarbital IV 5-15mg/kg
bolus atau Midazolam 0,2
mg/kg
L. Rujukan
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
a. Kejang demam kompleks
b. Hiperpireksia
c. Usia dibawah 6 bulan
d. Kejang demam pertama
e. Dijumpai kelainan neurologis
M. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian.2,3 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka kematian
0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang berkisar antara
25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.2
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam
lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya
kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan
DAFTAR PUSTAKA
1. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan
Kedua. BP. IDAI. Jakarta: 2000; Hal 244-251.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian
IKA FK UI. Jakarta: 1985; Hal 847-855.
3. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; Hal
434-437.
4. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid
Dua. Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-63.
5. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15.
EGC. Jakarta: 1999;
6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; Hal 210-211.
7. http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics;
8. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion
9. www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf
10. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure.
Practice Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile
Seizure. Pediatrics. 1999; 103:1307-1309.
11. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak.
Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; Hal
252