Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada dewasa muda
dan anak-anak. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah.
Anak-anak, terutama pada laki-laki yang merupakan kelompok yang kemungkinan besar
mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera
akibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling
sering menyebabkan trauma mata.1,2,3
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan
merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea dan lensa)
dan struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Perdarahan di dalam Camera
Oculi Anterior (COA) yang disebut dengan hifema merupakan masalah yang serius dan
harus segera ditangani.1
Hifema adalah suatu keadaan dimana terdapatnya darah dalam ruang bilik mata
depan (camera oculi anterior). Darah tersebut dapat mengisi sebagian kecil bilik mata
depan atau memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.1,2
Penderita akan memberikan gejala mata kabur dan terasa nyeri. Bisa disertai
dengan epifora dan blefarospasme. Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan adanya
darah yang mengisi bilik mata depan dan injeksi konjungtiva.1,2,4
Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit, karena ditakutkan terjadi perdarahan
sekunder yang lebih hebat daripada perdarahan primer, yang biasanya timbul pada hari
kelima setelah trauma.1 Tirah baring merupakan salah satu perawatan konservatif yang

dapat mempercepat absorpsi dari hifema dan mengurangi timbulnya komplikasi


perdarahan sekunder. Penderita istirahat ditempat tidur dengan posisi kepala elevasi 45 0
dan ditutup matanya.5
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus hifema oculus sinistra yang ada di
RSUP Prof. R. D. Kandou Malalayang, Manado.

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang penderita anak perempuan, usia 11 tahun, bangsa Indonesia, suku
Minahasa, agama Kristen Protestan, alamat Teling Atas Ling. III, masuk Rumah Sakit
tanggal 30 Juni 2015 dengan keluhan utama nyeri pada mata kiri.
ANAMNESIS
Nyeri pada mata kiri dialami penderita sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri pada mata kiri disertai penglihatan kabur dan mata merah. Awalnya penderita
sedang bermain, kemudian sepupunya melemparnya dengan batu dan mengenai mata kiri
penderita. Penderita dibawa ke rumah sakit Teling dan dirujuk ke Rumah Sakit Prof.R.D.
Kandou untuk mendapatkan perawatan. Sebelum kejadian mata penderita tampak baik
dan riwayat pakai kaca mata tidak ada.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 90 x/m

Respirasi

: 22 x/m

Suhu

: 360C

Kepala

: Luka lecet di wajah sebelah kiri

Thoraks

: Jantung dan paru dalam batas normal

Abdomen

: Datar, lemas, BU(+) normal, hepar dan lien tidak teraba

Ekstrimitas

: Tidak ada kelainan

Status Psikiatri
Sikap penderita kooperatif, selama perawatan diruangan ekspresi wajah dan sikap yang
ditunjukkan cukup baik.

Status Neorologis
Motorik dan sensorik normal, refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
Status Oftalmikus
a. Pemeriksaan Subjektif
o Visus okulus dekstra

: 6/6

TIOD : 17,3 mmHg

o Visus okulus sinistra

: 6/12 TIOS: 20,1 mmHg

b. Pemeriksaan Objektif
Segmen Anterior:
o Inspeksi OD : Palpebra

: Udem (-)

Konjungtiva

: Normal

Kornea

: Erosi (-)

COA

: Normal

Iris

: Normal

Pupil

: Bulat

Lensa

: Jernih

o Inspeksi OS : Palpebra

: Udem minimal (+)

Konjungtiva

: Hiperemis

Kornea

: Edema (+)

COA

:Terdapat darah 1/3 bilik mata depan

Iris

: Sulit dievaluasi

Pupil

: Sulit dievaluasi

Lensa

: Sulit dievaluasi

o Palpasi OD : Nyeri tekan (-), tumor(-), tekanan intra okular normal per palpasi
o Palpasi OS :Nyeri tekan (+), tumor(-), tekanan intra okular normal per palpasi
Segmen Posterior
ODS: funduskopi

: Refleks Fundus (+) uniform


Papil N.II : dalam batas normal
Makula dan retina : dalam batas normal

RESUME
Seorang penderita anak perempuan 11 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Prof.
R.D.Kandou dengan keluhan utama nyeri pada mata kiri disertai kabur dan mata merah,
riwayat trauma tumpul (+).
Pemeriksaan fisik, status generalis, psikiatri dan neurologis dalam batas normal.
Pemeriksaan oftalmikus okulus dekstra dalam batas normal sedangkan okulus sinistra
didapatkan visus 6/12, TIOS 20,1 mmHg. Pada inspeksi mata kanan tidak didapatkan
kelainan dan mata kiri didapati ada edema minimal palpebra, konjungtiva hiperemis
terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi silier, kornea edema, ada darah di 1/3 bagian
bawah COA, dan pada palpasi mata kiri nyeri tekan (+).
DIAGNOSIS
Hifema Okulus Sinistra Grade II et causa Trauma Tumpul
PENANGANAN

Masuk rumah sakit

Tirah baring total dengan bantal setinggi 450

Evaluasi TIO setiap hari

Tropin (sulfas atropin) 0,5% 1x1 tts OS

Obat hemostatik asam traneksamat 2x500 mg per oral

Floxa 6x1 tts OS

Hyalub 4x1 tts OS

Paracetamol 3 x 250 mg tab per oral

Multivitamin (Becom C) 1x1 tab


PROGNOSA
Dubia ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN

Dasar diagnosa hifema pada kasus ini ditegakan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan oftalmologi.
Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa hifema terjadi akibat trauma tumpul pada
mata kiri, mata nyeri dan merah. Hifema pada kasus ini termasuk hifema primer.
Berdasarkan kepustakaan hifema ada 2 macam, yaitu :

Hifema primer, yaitu : hifema yang langsung terjadi setelah trauma

Hifema sekunder, yaitu: hifema yang biasa timbul pada hari ke lima setelah terjadinya
trauma dan perdarahan yang terjadi biasanya lebih hebat dari hifema primer.

Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sekurang kurangnya lima hari.
Perdarahan sekunder ini terjadi karena reabsorbsi dari bekuan darah yang terlalu cepat,
sehingga pembuluh darah tidak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali,
misalnya pada proses peradangan iris dan badan siliaris yang menyebabkan dilatasi
pembuluh darah sehingga memungkinkan fibrin yang telah menutup terlepas lagi. Akibat
yang ditimbulkan adalah penurunan ketajaman penglihatan yang dapat sedang atau berat.
Hal ini terjadi segera atau lambat sampai berbulan-bulan setelah trauma.1,2,3
Berdasarkan kepustakaan beratnya hifema dinilai dari banyaknya darah dalam bilik
mata depan. Secara umum Hill membagi hifema dalam 2 bagian, yaitu : Hifema total dan
hifema parsial. Sheppard membagi dalam 4 tingkat :

Grade I : darah mengisi kurang dari seperempat COA.


Grade II : darah mengisi seperempat hingga setengah COA.

Grade III : darah mengisi hampir total COA.


Grade IV : darah memenuhi seluruh COA.4

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi COA tampak adanya darah
dalam bilik mata depan mengisi 1/3 mata depan sehingga berdasarkan kepustakaan
pasien ini tergolong dalam hifema grade II dimana perdarahan mengisi 1/3 bilik mata
depan.
Dari pemeriksaan oftalmikus didapati, konjungtiva hiperemis terdapat injeksi siliaris
dan injeksi konjungtiva terdapat juga darah yang mengisi 1/3 bilik mata depan. Sehingga
pasien ini didiagnosis dengan hifema okulus sinistra grade II et causa trauma tumpul.
Pada pasien ini dianjurkan rawat inap untuk mengamati jika terjadi perdarahan sekunder.
Setelah dilakukan observasi selama kurang lebih tiga hari di rumah sakit, tampak adanya
penurunan dari volume darah yang mengisi bilik mata depan. Berdasarkan kepustakaan
hal ini menunjukan penyerapan darah melalui trabekula dan kanal schlemm berjalan
lancar. Artinya tidak terdapat bekuan darah atau epitel yang menyumbat saluran tersebut.
Darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut
COA menuju kanal sclemm dan juga melalui permukaan depan iris. Penyerapan pada iris
dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik didaerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan
setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin
ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi berwarna
kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong
dengan keratoplasti. Komplikasi dari hifema dapat terjadi glaukoma dan dapat pula
menimbulkan uveitis.1,3,4,5
Penanganan pada penderita ini dilakukan secara konservatif hal ini dikarenakan
adanya penurunan dari volume darah yang mengisi bilik mata depan. Penanganan yang
7

dilakukan antara lain tirah baring total dengan posisi kepala dielevasi 30 0 450
dimaksudkan untuk melokalisir darah di bilik mata depan bawah, supaya pupil tidak
terhalang oleh darah dan memperkecil lokasi hemosiderosis. Pengukuran TIO setiap hari
dilakukan untuk mengawasi terjadinya glaukoma sebagai komplikasi dari hifema pada
penderita ini sedangkan pengobatan pada penderita ini yaitu pemberian tropin (sulfas
atropin) untuk pasien hifema terjadi perdarahan pada pembuluh darah iris dan badan siliar
sehingga diperlukan tropin untuk dilatasi pupil sehingga iris dapat berhenti berkontraksi
dan beristirahat sehingga tidak memperparah perdarahan, pemberian antifibrinolitik agent
seperti asam traneksamat untuk anti perdarahan terutama untuk kasus hifema dimana
terjadi perdarahan pada pembuluh darah iris dan badan siliar. Pemberian tidak boleh lebih
dari 1 minggu karena dapat mengganggu aliran humor akueus. Pada pasien hifema
diberikan juga diberikan analgetik untuk mengurangi nyeri pada mata, untuk itu dapat
diberikan paracetamol yang memiliki efek analgetik. Selain itu diberikan juga antibiotik
oleh karena pada pasien hifema yang terjadi oleh karena trauma, untuk menjaga agar
mata terhindar dari infeksi dari lingkungan. Pilihan antibiotik pada pasien ini yaitu floxa,
yang

memiliki

aktivitas

bakteriosid

terutama

pada

bakteri

gram

negative

seperti Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter aerogenes, Proteus dan Klebsiella sp,


bekerja dengan cara menghambat sintesis protein sel bakteri tersebut juga terhadap
strain

yang

sensitif

Epidermidis (koagulase

dari Staphylococcus termasuk S.

Aureus

dan

S.

positif dan koagulase negative termasuk strain yang tahan

Penicilinase). Untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien akibat iritasi dan kekeringan


pada mata maka diberikan hyalub. Hyalub mengandung Sodium Hyaluronate, dimana
cara kerja obat ini bergabung dengan fibronectin yang bekerja secara langsung pada

proses penyembuhan dengan meningkatkan adhesi dan migrasi dari sel epitel serta
mempunyai kemampuan menyimpan air yang baik karena tiap molekulnya dapat
mengikat sejumlah molekul air.4,6
Pada pasien ini juga diberikan multivitamin sebagai antioksidan dan membantu
proses penyembuhan. Selain itu vitamin C juga dapat membantu meningkatkan fungsi
sel-sel retina mata dan fungsi otak.7
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena hifema pada pasien ini
grade II dan penyerapan darah pada hifema baik.

BAB IV
PENUTUP

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan
yang dapat menyebabkan gangguan tajam penglihatan pada penderita. Fungsi penglihatan
harus merupakan goal dalam penatalaksanaan pasien dengan hifema.
Tirah baring merupakan salah satu perawatan konservatif yang dapat
mempercepat absorpsi dari hifema dan mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan
sekunder. Prognosis pada kasus hifema ditentukan berdasarkan pulihnya tajam
penglihatan pasien.
Demikian telah dilaporkan sebuah kasus tentang Hifema gr. II occulus sinistra
pada seorang penderita, anak perempuan usia 11 tahun yang datang ke RSUP Prof. R. D.
Kandou Malalayang. Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam karena tajam penglihatan
pasien bisa kembali normal.

DAFTAR PUSTAKA

10

1. Ilyas S. Ikhtisar ilmu penyakit mata. Edisi ketiga. Badan Penerbit FKUI, Jakarta :
2009.
2. Ilyas S. Hifema. Dalam:Ilmu penyakit mata. Edisi keempat.Badan Penerbit FKUI,
Jakarta: 2011; 268.
3. Ilyas S. Trauma tumpul mata. Dalam: Ilmu penyakit mata. Sagung Seto, Jakarta:
2002; 263-6.
4. Nurwasis, dkk. Hifema pada rudapaksa tumpul. Dalam: Pedoman diagnosis dan terapi
SMF ilmu penyakit mata. Penerbit FK Unair, Surabaya: 2006; 137-139.
5. Kanski JJ, Bowling B. A systematic approach. In: Clinical ophtalmology. Seventh
edition. Elsevier Saunders, Philadelphia: 2011.
6. Crouch Jr ER, Crouch ER. Trauma: ruptures and bleeding. In: Tasman W, Jaeger E.
Duanes ophtalmology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006.
7. Johanna M. Seddon, MD; Umed A. Ajani, MBBS; Robert D. Sperduto. Dietary
Carotenoids, Vitamins A, C, and E, and Advanced Age-Related Macular Degeneration
[online], JAMA. 1994; 272(18): 1413-1420. DOI: 10.1001/jama.

11

Anda mungkin juga menyukai