Vaksin

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Vaksin

Kemarin, hari Kamis 14 Juni 2012, PIOGAMA mengadakan diskusi kecil-kecilan, namanya
PoPi (Pojok Piogama). Waaah, sebagai anggota yang baik (maksudku anggota yang galau
enggak punya kerjaan), tentu aku datang dong, apalagi fasilitator diskusinya dosen favoritku.
Menurutku, kuliah yang diberikan dosen itu keren, nyeleneh tapi membuka wawasan, I think
moral of his lectures is: Sebelum mempercayai berita yang beredar di luar, kita harus berpikir
kritis dan mencari dasar ilmiah dulu. Wah bakalan panjang sih kalau aku tulis semua yang
membekas dari kuliah beliau...di kesempatan ini aku ingin menuliskan beberapa hal yang aku
mengerti dari diskusi itu. Tapi enggak semua ya. Oh iya, diskusinya berjudul "Manfaat dan
Resiko Vaksin, Mana yang Lebih Besar?".
****
Sejak pertama kali dikembangkan oleh Edward Jenner, manfaat vaksin dalam peradaban
manusia yang paling remarkable sampai saat ini adalah kesuksesan vaksin dalam
mengeradikasi (melenyapkan) penyakit cacar (cow pox) dari muka bumi. Pada tahun 1975,
dunia dinyatakan bebas cacar (bukan cacar air lho, beda virusnya). Sekarang yang sedang
diusahakan adalah mengeradikasi polio dari muka bumi ini. Kesuksesan vaksin polio dalam
melindungi serangan virus tsb mencapai 100%. Vaksin sendiri merupakan salah satu preparat
farmasi yang berisi agen patogen (misalnya virus dan bakteri) yang dimatikan, dilemahkan,
atau berisi bagian dari agen patogen tersebut (misal dinding sel, protein dsb). Pemberian
vaksin bertujuan untuk memicu tubuh menghasilkan antibodi terhadap agen patogen yang
dimaksud tanpa menimbulkan penyakit seperti jika tubuh terkena penyakit dari patogen
tersebut (=klo kita divaksin polio, maka tanpa terserang polio tubuh kita sudah punya
antibodi terhadap virus polio, dan sewaktu-waktu jika ada virus polio yang masuk ke tubuh,
antibodi itu akan menghancurkan virus tsb sehingga kita gak kena polio).
*****
Waktu paro antibodi yang dihasilkan oleh tubuh terhadap virus polio di dalam OPV (oral
polio vaccine) mencapai 3000 tahun (trolololo). Sedangkan antibodi terhadap virus cacar dari
vaksin cacar memiliki waktu paro 90 tahun. Artinya antibodi yang dihasilkan oleh kedua jenis
vaksin tersebut sangat stabil sehingga vaksinasi hanya perlu dilakukan sekali seumur hidup.
*****
Namun sayangnya tidak semua vaksin memiliki angka keberhasilan proteksi 100%. Vaksin
BCG (pencegah TBC), misalnya, hanya memiliki nilai keberhasilan/kemanjuran 0-80%. Pada
populasi di Georgia, Amerika Serikat, angka keberhasilan vaksin ini 0%. Namun pada
populasi di Inggris, nilai kemanjurannya 80%. Di Indonesia? Seperti biasa belum ada data
-__________- Kenapa perbedaan respon orang terhadap vaksin ini bisa terjadi? Semuanya
tergantung gen kita. Vaksin ini dibuat dari bakteri Mycobacterium bovis, bakteri yang
menyebabkan TB (tuberkolosis) pada sapi namun tidak menyebabkan TB pada manusia.
Protein dinding sel bakteri tsb mirip dengan protein dinding sel Mycobacterium tubercolosis
(yang menyebabkan TB pada manusia). Diharapkan sistem imun kita akan mengenali protein
dinding sel tersebut, kemudian menghasilkan antibodi yang bisa mengenali Mycobacterium
tubercolosis juga. Namun berhubung kita semua merupakan mutan (dalam artian profil

genetika kita unik dan berbeda-beda satu sama lain), maka ada orang yang bisa menghasilkan
antibodi jika diberi vaksin tsb, ada juga yang tidak.
*****
Bagaimana dengan kontroversi tentang mudharat vaksin? Ada beberapa kasus yang memicu
hal tsb, antara lain vaksin rotavirus yang menyebabkan penyumbatan saluran cerna sehingga
vaksin tsb ditarik dari peredaran. Kemudian pernah dilaporkan seorang anak meninggal
setelah diberi virus DPT (vaksin kombinasi pencegah Difteri, Pertusis dan Tuberkolosis). Hal
ini dapat disebabkan karema vaksin DPT dibuat dari bakteri pertusis, dimana bakteri tersebut
memiliki lipid A pada dinding selnya. Lipid A merupakan suatu pirogen kuat, dapat
menimbulkan demam sampai 40 derajat celcius dan mengakibatkan kematian. Sekarang telah
dikembangkan vaksin DaPT ("a"-nya berarti "acellular"). Dalam vaksin DaPT, bakteri diganti
dengan glikoprotein yang memiliki aktivitas imunogenik sama dengan bakteri utuh.
Glikoprotein ini bukan pirogen sehingga tidak menyebabkan demam. Sayang harganya 10x
lipat vaksin DPT biasa
*****
Pernah juga dilaporkan kasus seorang anak terkena polio beneran setelah divaksin dgn OPV
(oral polio vaccine, vaksin polio yang ditelan itu, kayak pas zaman kita TK). Well, OPV
dibuat dari virus polio yang dimutasi. Virus polio wild type (yang asli, gak dimutasi) hidup di
mukosa usus manusia dan dapat menembus sel usus, kemudian menimbulkan penyakit. Virus
polio yang digunakan dalam pembuatan OPV dimutasi sehingga tidak bisa menembus
mukosa usus. Lantas kalau dia tidak bisa menembus mukosa usus, bagaimana bisa memicu
pembentukan antibodi? Ingat mucosal immunology (kuliahnya bu Retno, PhD, buat yang
udah ambil Rek.Antibodi sih). Sel dendritik bisa mengambil virus diluar sel usus kemudian
mempresentasikannya ke sel B dan sel T, kemudian sel T akan menghasilkan antibodi.
Antibodi yang dihasilkan karena respon imun thd virus umumnya memiliki waktu paruh yang
lama, umumnya bisa sampai seumur hidup. Karena itulah OPV dapat melindungi dari polio
dengan tingkat keberhasilan 100%. Namun ingat, virus polio dalam OPV itu merupakan virus
yang dimutasi, yang mana memiliki perbedaan 1 jenis asam amino dengan virus wild type.
Kemungkinan terjadinya mutasi balik, yaitu virus yang sudah dimutasi itu kembali lagi sifat
virulensinya alias menjadi virus wild type yang dapat menimbulkan polio, selalu ada. Oleh
karena itu, sangat mungkin seorang anak yang menerima OPV justru terkena polio. karena
itulah, di Amerika sekarang OPV gak dipakai lagi. Sebagai gantinya dipakai virus polio yang
dimatikan dan diberikan melalui injeksi (injeksi intramuskular ya harusnya?).
*****

Vaksin dibuat dari patogen yang dimatikan, dilemahkan atau dari bagian tertentu patogen
tersebut. Untuk yang dibuat dari patogen yang dimatikan, bahan tambahan yang digunakan
untuk mematikan patogen antara lain adalah formaldehid. Menjelang tahap akhir pembuatan
vaksin, formaldehid dipisahkan dari vaksin tersebut, namun jejak atau sisa-sisa (traces) dari
formaldehid dapat tersisa di vaksin tersebut. Nah, kata berita, formaldehid ataupun formalin
(larutan formaldehid dalam air) berbahaya bagi kesehatan? Tahukah anda bahwa sebenarnya,
secara normal darah kita mengandung formaldehid dalam kadar 6-10 ppm. Secara alami,
makanan yang kita konsumsi sehari-hari mengandung formalin: kerang hijau, daging yang

dibakar, bahkan sayuran. Demikian juga kain yang kita pakai untuk pakaian, diproses pula
dengan formaldehid. Sebenarnya, formaldehid di dalam tubuh cepat dieksresi (dikeluarkan)
dan penelitian pada ayam membuktikan bahwa formaldehid tidak diakumulasi di dalam otot,
hepar, kulit dan telur. Formaldehid berbahaya jika masuk ke tubuh melalui pernafasan, bisa
menyebabkan kanker nasofaring (walaupun hal ini juga membutuhkan waktu yang lama, bisa
sampai 40 tahun). Formaldehid juga berbahaya jika uapnya terkena mata, karena bersifat
iritan. Walaupun begitu, sekali lagi, formaldehid dalam vaksin tidak perlu dikhawatirkan
karena kalaupun ada, kadarnya pastilah sangat kecil sekali. Jauh lebih sedikit daripada yang
terdapat
di
dalam
sate
atau
daging
asap.
*****
Selain formaldehid, zat tambahan lain pada vaksin yang dikhawatirkan menyebabkan efek
buruk adalah timerosal. Timerosal digunakan sebagai pengawet, merupakan suatu senyawa
merkuri organik dan sulit dieksresi dari tubuh. Padahal, kalau seseorang divaksinasi lengkap
dari sejak ia lahir sampai akil baligh, ia akan menerima 70 vaksinasi sehingga jumlah
timerosal yang masuk ke tubuhnya lumayan banyak. Diduga timerosal memicu timbulnya
autis pada anak sehingga sekarang tidak digunakan lagi. Namun anehnya, walaupun sekarang
timerosal sudah tidak digunakan lagi, prevalensi kasus autisme pada anak tidak berkurang.
Logikanya, timerosal tidak memicu autis. Lantas kenapa kasus autisme masih ada? "Kurang
perhatian
dari
orang
tua
mungkin?"
(Kata
dosenku).
*****
Tujuan vaksinasi sendiri adalah agar tubuh kita menghasilkan antibodi terhadap suatu
penyakit tanpa harus terkena penyakit itu. Setelah antibodi terbentuk, tubuh mampu
menghancurkan patogen penyebab penyakit. Pada sebagian besar kasus, manfaat
vaksinasi masih lebih besar daripada mudharatnya, apalagi jika kita hendak memasuki
daerah endemik penyakit tertentu. Untuk keselamatan diri sendiri kita harus divaksin terlebih
dahulu. Begitu juga tenaga kesehatan yang hendak memasuki rumah sakit dan berinteraksi
dengan pasien hendaknya divaksin hepatitis B (karena hepatitis B sangat mudah menular,
antara lain melalui alat makan yang dipakai bersama). Namun seperti biasa kita harus kritis
memilih vaksin yang hendak kita masukkan ke tubuh. Vaksin rotavirus misalnya. Vaksin yang
ditujukan untuk mencegah diare karena virus ini menghasilkan antibodi yang hanya mampu
bertahan selama 6-12 bulan. Kecuali kita hendak memasuki daerah endemik diare, vaksin ini
tidak diperlukan. Toh melalui makanan kita sehari-hari, mungkin kita sudah terpapar virus itu
dan sudah punya antibodi terhadap rotavirus. Vaksin HPV (Human Papiloma Virus) yang
ditujukan untuk mencegah kanker leher rahim hanya efektif jika diberikan pada anak wanita
berumur 9-16 tahun. Kenapa? Setelah menginjak usia 16 tahun, kemungkinan seseorang
sudah pernah terpapar HPV sehingga sudah punya antibodi terhadap HPV. Namun sebagian
besar orang yang terpapar HPV tidak menunjukkan gejala, terutama orang yang kekebalan
tubuhnya bagus. Karena itu vaksinasi HPV pada gadis remaja berumur lebih dari 16 tahun
perlu dikaji lagi manfaatnya mengingat biayanya yang tidak murah.

Anda mungkin juga menyukai