Anda di halaman 1dari 7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartaba

Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

Oleh: Bacharuddin Jusuf Habibie

(Pidato Penerimaan Medali Emas Kemerdekaan Pers,


Hari Pers Nasional (HPN) 2013, Manado 8-9 Februari 2013)
Assalamualaikum wr wb.
Seraya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, perkenankanlah saya menyampaikan
Selamat atas Ulang Tahun Pers Nasional dan diselenggarakannya Perayaan Hari Pers
Nasional (HPN) tahun 2013 di Manado, kota yang senantiasa menarik Bagi siapa pun karena
keindahan alamnya dan keramahan penduduknya.
Dalam forum yang amat terhormat ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tinggi kepada seluruh insan pers Indonesia, yang dicerminkan dengan
penganugerahan Medali Emas Kemerdekaan Pers kepada saya. Sungguh, suatu kehormatan
bagi saya untuk menerima penghargaan tersebut pada Perayaan Hari Pers Nasional (HPN)
tahun 2013 ini.

Tanpa mengurangi arti terima kasih dan kesyukuran tersebut, saya ingin menyampaikan
bahwa bagi saya kebijakan yang saya lakukan pada tahun 1998 tersebut semata-mata
didorong keyakinan saya bahwa hanya dengan kemerdekaan dan kebebasan pers sajalah
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang sehat dapat terjadi, sebagai prasyarat
tercapainya tujuan nasional dan terciptanya peradaban Indonesia yang maju sejajar dengan
bangsa--bangsa lain di dunia. Apa yang saya perbuat tersebut-demikian juga apa yang
dilakukan oleh para insan pers Indonesia dalam berbagai karya profesinya-semata-mata
didorong oleh semangat pengabdian kita kepada nusa dan bangsa, sebagai perwujudan dari
amanah yang diberikan Tuhan, Allah SWT, kepada kita untuk mengelola bumi berupa tanah air
tercinta Indonesia.
Pada Sambutan yang saya berikan pada Kongress XX Persatuan Wartawan Indonesia tanggal
10 Oktober 1998 di Semarang, 172 bulan yang lalu, saya garis bawahi bahwa dalam Era
Reformasi kita ingin kembali kepada prinsip-prinsip dasar yang telah disepakati oleh para
pendiri negara kita hampir 68 tahun yang lalu.
Salah satu perubahan besar yang tengah kita alami pada waktu itu ialah makin
berkembangnya demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita
sungguh-sungguh berkeinginan untuk menegakkan asas kedaulatan rakyat, sebagai salah satu
pilar utama falsafah bernegara kita. Dianutnya asas kedaulatan rakyat itu, mengandung
konsekuensi rakyat harus memiliki kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul serta
menyatakan pendapat, baik secara lisan maupun tertulis.

1/7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

Ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan jaminan terhadap


kemerdekaan ini merupakan bukti babwa konstitusi kita menjunjung tinggi hak asasi manusia,
hak asasi di bidang sosial dan politik. Kita bertekad untuk membuka seluas-luasnya koridor
kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pikiran. Pada waktu itu, 15 tahun
yang lalu, kita ingin mengakhiri kebijakan lama yang mengharusan membentuk satu wadah
saja sebagai organisasi tempat berhimpun kalangan profesi tertentu. Salah satu prinsip dasar
itu, sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD'45, ialah pengakuan bahwa
kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Atas dasar prinsip tadi, kita berjuang menegakkan makna kemerdekaan dalam arti yang
seluas-luasnya, termasuk kemerdekaan di bidang pers. Kita berkeyakinan, pengekangan
terhadap kemerdekaan pers tidak sejalan dengan prinsip perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kemerdekaan pers adalah bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
menjadi salah satu tujuan pembentukan negara kita.
Sebagai manifestasi dari pengakuan atas prinsip kemerdekaan di atas, ketentuan Pasal 28
UUD'45 dengan tegas mengakui adanya kemerdekaan menyatakan pikiran, baik secara lisan
maupun tulisan. Ketentuan selanjutnya mengenai kemerdekaan itu akan diatur dengan
undang-undang. Namun dalam praktik pada era kekuasaan pemerintahan yang pernah kita
alami, berbagai peraturan pelaksana terhadap ketentuan Pasal 28 UUD'45 itu dirasakan
mengandung segi-segi pembatasan yang bertujuan untuk mengendalikan kemerdekaan pers.
Oleh sebab itulah Kabinet Reformasi Pembangunan pada waktu itu mulai melakukan
pembaharuan, antara lain dengan mengeluarkan ketentuan-ketentuan baru yang menghapus
pembatalan SIUPP serta menyederhanakan prosedur untuk memperoleh SIUPP yang baru.
Pemerintah waktu itu mempersiapkan penyusunan Rancangan Undang-Undang Pokok Pers
yang baru.
Sejalan dengan prinsip kemerdekaan berserikat yang dianut oleh konstitusi kita, maka Kabinet
Reformasi Pembangunan juga mengambil kebijakan baru, yakni meniadakan wadah tunggal
bagi kalangan profesi kewartawanan. Saudara-saudara para wartawan mulai saat itu bebas
untuk membentuk dan bergabung ke dalam wadah organisasi profesi kewartawanan manapun
juga, yang mereka kehendaki.
Terbentuknya kebebasan pers tidak jauh beda dengan terbentuknya kemerdekaan Indonesia.
Pasang surut yang dialami pers Indonesia, seirama dengan pasang surut sejarah bangsa.
Menurut konsep di atas, kemerdekaan merupakan hak dari pers Indonesia untuk melaporkan,
mengomentari dan bahkan mengkritik pemerintah. Pers harus mandiri dan berada di luar
pemerintah sebagai kekuatan negara.
Di negara kapitalis, kebebasan pers memiliki ciri: para wartawan bebas dari segala bentuk
kontrol eksternal. Semua sistem pers menganut paham kebebasan pers, walaupun kebebasan
menyatakan pendapat mengandung arti bervariasi. Jika diamati periodisasi kebebasan pers di
Indonesia dibagi dua periode, yaitu pra kemerdekaan dan pasca proklamasi kemerdekaan.

2/7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

Upaya bagi terwujudnya kebebasan pers di Indonesia sudah cukup panjang dengan rentang
waktu lama mulai masa kolonial jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. Ini dimulai antara lain
dengan perjuangan untuk menghapus aturan dan tindakan lain yang menghantui kehidupan
pers pada jaman Hindia Belanda. Selain pers bredel ordonnatie, juga haatzaai artikelen yang
mengandung ancaman hukum terhadap siapa pun yang menyebutkan perasaan permusuhan
dan kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Penjajah Belanda, juga terhadap
sejumlah kelompok penduduk berdasarkan suku, agama, ras, dan kebangsaan serta
keturunan.
Peraturan yang Mengatur Kebebasan Pers:
1. UUD No. 23 tahun 1954, tetapi dianggap bertentangan dengan pasal 19 dan 33 UUDS
maka diubah menjadi pers bredel ordonnatie.
2. UUD No. 28 tahun 1945, sebelum amandemen secara yuridis menjamin adanya
kebebasan pers.
3. Pasal 28 dan 28F dari UUD 1945.
4. TAP MPR NO. IV/1978.
5. UU tentang pers No. 40 tahun 1999, antara lain memperhatikan kepentingan dan peranan
nasional sebagai berikut:
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi.
c. Mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia.
d. Menghormat kebhinekaan.
e. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
f. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
g. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
h. Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam
bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Kebebasan pers bagi masyarakat
Dari dulu sejak kelahiran pers, baik di Indonesia maupun negara-negara lain, selalu ada
kekuatan tarik-menarik antara media pers dengan masyarakat, pemerintah atau kekuatan
politik. Bahkan bisa dengan masyarakat awam yang tidak senang atas pemberitaan, dengan
cara melakukan tekanan, kadang-kadang dengan teror, demonstrasi dan dengan tindak
kekerasan.
Macam-macam cara dilakukan orang untuk menekan media massa pers karena mereka tidak
senang diungkapkan dalam pemberitaan, apakah pemberitaan itu benar, apalagi kalau
pemberitaan itu salah. Padahal, dalam tradisi pers, kalau ada kesalahan atau kekurangan
pemberitaan, ada mekanisme sendiri dengan memberi hak jawab atau klarifikasi.
Tradisi dan cara kerja atau mekanisme kerja pers itu pertama-tama adalah dengan
menggunakan hak jawab dan klarifikasi yang disampaikan ke media pers oleh narasumber
atau subjek berita, bila berita dianggap tidak lengkap atau tidak akurat, sehingga masyarakat

3/7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

makin kaya dengan informasi dan pendapat yang berbeda-beda.


Kebebasan pers atau kemerdekaan pers jangan dianggap seolah-olah atau semata-mata milik
para wartawan, pengelola media pers, atau pengusaha media pers saja, tetapi kebebasan pers
adalah milik semua orang. Oleh karena itu, masyarakat seharusnya membantu melengkapi
atau menyeimbangkan pemberitaan untuk kepentingan atau manfaat seluruh masyarakat.
Dalam menghadapi era globalisasi ini, keseimbangan dalam kebebasan pers sebagai salah
satu pilar demokrasi perlu ditumbuhkan sehingga memungkinkan pers dapat melaksanakan
tugas dan fungsinya dengan baik. Begitu pula kemerdekaan dan kebebasan pers yang sudah
kita miliki saat ini harus disempurnakan untuk menghindari air pasang surut kembali.
Kita membutukan pers yang Merdeka, Bebas, Bertanggungjawab, Berbudaya dan Bermoral.
Sejak terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan tanggal 22 Mei 1998, 177 bulan yang
lalu, masyarakat telah dapat menikmati sajian pemberitaan media massa yang jauh lebih
bebas, lebih terbuka dan lebih berani dibandingkan dengan era sebelumnya. Dalam masa 177
bulan ini, berbagai penerbitan pers baru bermunculan, berkembang secara pesat dan banyak
pula yang harus ditutup karena tak dapat bersaing dalam Era Reformasi.
Pengendalian dan dominasi arus informasi melalui jaringan Media Massa kekuasaan politik
yang dimonopoli oleh pusat keunggulan kekuasaan dan pemerintahannya, secara sistimatik
membatasi ruang gerak Media Massa. Akibatnya terjadi manipulasi informasi atas beban
kualitas pemberitaan dan kualitas Demokrasi dan kualitas pelaksanaan nilai Hak Azasi
Manusia.
Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pada pemilihan wakil-wakil rakyat
untuk lembaga perwakilan rakyat---secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan
adil---sulit dipertahankan objektivitasnya jikalau penentuan partai politik yang dapat
berpartisipasi tidak saja ditentukan oleh kriteria yang objektif, namun ditentukan pula oleh
kebijaksanaan pusat keunggulan.
Demikian pula pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan
pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama menjadi
objektif hanya dipandang dari sudut kepentingan Penguasa saja.
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pasal 4:
Ayat pertama: disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,
Ayat kedua: bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran,
Ayat ketiga: bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,
Ayat keempat: bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai Hak Tolak.
Bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F
bahwa:

4/7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa
adanya tindakan sensor atau pembatasan, akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk untuk
menyebarkan kebencian.
Ini dapat diidentikan dengan istilah kebebasan berekspresi yang kadang-kadang digunakan
untuk menunjukkan bukan hanya kepada kebebasan berbicara lisan, akan tetapi, pada
tindakan pencarian, penerimaan dan bagian dari informasi atau ide apapun yang sedang
diperjuangkan. Walaupun Kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi yang terkait erat
dengan sebuah kebebasan, namun berbeda dan tidak terkait dengan konsep kebebasan
berpikir atau kebebasan hati nurani.
Kualitas pers ditentukan oleh adanya Kemerdekaan dan Kebebasan sehingga dapat menjadi
Sumber Informasi yang dapat diandalkan! Namun, pertanyaan kita adalah: Apakah saat ini
Pers benar-benar sudah Merdeka dan Bebas?
Pers sudah bebas dari Pengaturan/Pengendalian Pemerintah, tapi apakah Pers Indonesia
sudah bebas dari Kepentingan Politik atau Kepentingan Bisnis/Ekonomi?
Yang menjadi acuan kita adalah:
- Politik Pers adalah Politik Kebenaran & Objektivitas Informasi.
- Kepentingan Pers adalah Kepentingan Masyarakat, Bangsa dan Negara yang disajikan
dengan mengungkap kebenaran & informasi secara jujur dan objektif
Bagaimana cara meningkatkan Kualitas Pers Indonesia di masa depan?
Perkenankanlah saya mengajukan beberapa pemikiran untuk dapat meningkatkan kulitas Pers
Indonesia di masa depan, agar dapat direnungkan, dikaji, dan diimplementasikan oleh
masyarakat pers Indonesia, yaitu:

1. Meningkatkan dan menjamin Kesejahteraan dan Ketenteraman (security) insan pers,


sehingga para jurnalis mampu menghasilkan informasi, berita dan karya jurnalisme lain yang
berkualitas.
2. Peningkatan profesionalitas dalam rangka peningkatan kualitas insane Pers Indonesia,
dan mencegah berkembangnya pers partisan.
3. Organisasi dan lembaga Pers berkewajiban membina Kualitas Insan Pers bersamaan
dengan menjamin kesejahteraan dan ketenteraman mereka.

5/7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartaba
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

4. Adanya mekanisme self-regulasi dan self control dalam menjaga dan menjamin
tercapainya pemberitaan dan informasi yang berkualitas.
5. Membebaskan Pers dari pengaruh Kepentingan Politik maupun Bisnis: (a). Perlu
dilakukan revisi UU Penyiaran untuk menjamin terciptanya Pers yang Merdeka dan Bebas. (b).
Mencegah pengaruh kepentingan politik, termasuk di dalamnya menyangkut masalah
ownership jikalau Pemilik proaktif bergerak dalam 'dunia politik'.
6. Adanya konsolidasi dan konvergensi dari organisasi dan lembaga Pers, guna
memperkuat dan mengoptimalkan peran dan karya Pers Indonesia sebagai pilar Demokrasi
yang mendorong pembangunan menuju cita-cita nasional.
7. Terhadap berkembangnya pemberitaan di dunia maya dan sosial media perlu forum
atau kelembangaan yang mewadahi semua kegiatan Pers Dunia Maya, yang berkembang dan
diprakarsai oleh para pelakunya sendiri (
from within, bottom up).

Adanya mekanisme self regulasi dan self control di kalangan para pelaku Pers di Dunia Maya
Pemikiran John Locke (1690) dan Montesquieu (1748) menyatakan perlunya pemisahan
Legislatif sebagai lembaga negara yang membuat peraturan perundang-undangan (DPR,
DPD, MPR), sebagai lembaga Negara yang melaksanakan peraturan perundang-undangan
(Presiden dan BPK), dan Yudikatif sebagai lembaga negara yang mengawasi jalannya
pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada
sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang
melanggar undang-undang (MA, MK, YK) yang dikenal dengan nama Trias Politika.
Dalam jaman globalisasi terbentuknya Masyarakat Informasi (Pusat Keunggulan Media/Pers)
tak lagi dapat dikuasai atau dikendalikan oleh satu kekuatan saja sehingga Trias Politika harus
berubah menjadi Quadro-Politica (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan Pers). Proses
Demokratisasi akan berjalan baik, apabila keempat pilar tersebut berkualitas dan berfungsi
dengan baik.
Di penghujung orasi di hadapan forum yang amat terhormat ini, perkenankanlah saya
menyampaikan harapan kepada semua insan pers Indonesia untuk lebih meningkatkan lagi
kualitas dan profesionalitas sebagai conditio sine quanon bagi terciptanya pers Indonesia yang
bebas dan merdeka. Untuk itu peran Dewan Pers dan organisasi-organisasi profesi serta
lembaga-lembaga terkait pers nasional mempunyai peran yang amat penting untuk memandu
dan meralisasikan kehendak kita tersebut. Hanya dengan pers yang merdeka dan bebas yang
didasari profesionalitas dan integritas yang tinggi saja yang memungkinkan dapat berperannya
pers sebagai pilar demokrasi yang keempat, yang memungkinkan tercapainya tujuan nasional
dan terciptanya peradaban Indonesia yang maju, mandiri, demokratis dan bermartabat sejajar
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Demikian, terima kasih atas perhatian hadirin sekalian.
Wassalamualaikum wr wb
Manado, 9 Februari 2013

6/7

Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39

Bacharuddin Jusuf Habibie

7/7

Anda mungkin juga menyukai