Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
Tanpa mengurangi arti terima kasih dan kesyukuran tersebut, saya ingin menyampaikan
bahwa bagi saya kebijakan yang saya lakukan pada tahun 1998 tersebut semata-mata
didorong keyakinan saya bahwa hanya dengan kemerdekaan dan kebebasan pers sajalah
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan yang sehat dapat terjadi, sebagai prasyarat
tercapainya tujuan nasional dan terciptanya peradaban Indonesia yang maju sejajar dengan
bangsa--bangsa lain di dunia. Apa yang saya perbuat tersebut-demikian juga apa yang
dilakukan oleh para insan pers Indonesia dalam berbagai karya profesinya-semata-mata
didorong oleh semangat pengabdian kita kepada nusa dan bangsa, sebagai perwujudan dari
amanah yang diberikan Tuhan, Allah SWT, kepada kita untuk mengelola bumi berupa tanah air
tercinta Indonesia.
Pada Sambutan yang saya berikan pada Kongress XX Persatuan Wartawan Indonesia tanggal
10 Oktober 1998 di Semarang, 172 bulan yang lalu, saya garis bawahi bahwa dalam Era
Reformasi kita ingin kembali kepada prinsip-prinsip dasar yang telah disepakati oleh para
pendiri negara kita hampir 68 tahun yang lalu.
Salah satu perubahan besar yang tengah kita alami pada waktu itu ialah makin
berkembangnya demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita
sungguh-sungguh berkeinginan untuk menegakkan asas kedaulatan rakyat, sebagai salah satu
pilar utama falsafah bernegara kita. Dianutnya asas kedaulatan rakyat itu, mengandung
konsekuensi rakyat harus memiliki kemerdekaan untuk berserikat, berkumpul serta
menyatakan pendapat, baik secara lisan maupun tertulis.
1/7
Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
2/7
Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
Upaya bagi terwujudnya kebebasan pers di Indonesia sudah cukup panjang dengan rentang
waktu lama mulai masa kolonial jauh sebelum proklamasi kemerdekaan. Ini dimulai antara lain
dengan perjuangan untuk menghapus aturan dan tindakan lain yang menghantui kehidupan
pers pada jaman Hindia Belanda. Selain pers bredel ordonnatie, juga haatzaai artikelen yang
mengandung ancaman hukum terhadap siapa pun yang menyebutkan perasaan permusuhan
dan kebencian serta penghinaan terhadap pemerintah Penjajah Belanda, juga terhadap
sejumlah kelompok penduduk berdasarkan suku, agama, ras, dan kebangsaan serta
keturunan.
Peraturan yang Mengatur Kebebasan Pers:
1. UUD No. 23 tahun 1954, tetapi dianggap bertentangan dengan pasal 19 dan 33 UUDS
maka diubah menjadi pers bredel ordonnatie.
2. UUD No. 28 tahun 1945, sebelum amandemen secara yuridis menjamin adanya
kebebasan pers.
3. Pasal 28 dan 28F dari UUD 1945.
4. TAP MPR NO. IV/1978.
5. UU tentang pers No. 40 tahun 1999, antara lain memperhatikan kepentingan dan peranan
nasional sebagai berikut:
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi.
c. Mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia.
d. Menghormat kebhinekaan.
e. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar.
f. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
g. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
h. Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam
bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan
lainnya.
Kebebasan pers bagi masyarakat
Dari dulu sejak kelahiran pers, baik di Indonesia maupun negara-negara lain, selalu ada
kekuatan tarik-menarik antara media pers dengan masyarakat, pemerintah atau kekuatan
politik. Bahkan bisa dengan masyarakat awam yang tidak senang atas pemberitaan, dengan
cara melakukan tekanan, kadang-kadang dengan teror, demonstrasi dan dengan tindak
kekerasan.
Macam-macam cara dilakukan orang untuk menekan media massa pers karena mereka tidak
senang diungkapkan dalam pemberitaan, apakah pemberitaan itu benar, apalagi kalau
pemberitaan itu salah. Padahal, dalam tradisi pers, kalau ada kesalahan atau kekurangan
pemberitaan, ada mekanisme sendiri dengan memberi hak jawab atau klarifikasi.
Tradisi dan cara kerja atau mekanisme kerja pers itu pertama-tama adalah dengan
menggunakan hak jawab dan klarifikasi yang disampaikan ke media pers oleh narasumber
atau subjek berita, bila berita dianggap tidak lengkap atau tidak akurat, sehingga masyarakat
3/7
Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
4/7
Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Adalah kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa
adanya tindakan sensor atau pembatasan, akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk untuk
menyebarkan kebencian.
Ini dapat diidentikan dengan istilah kebebasan berekspresi yang kadang-kadang digunakan
untuk menunjukkan bukan hanya kepada kebebasan berbicara lisan, akan tetapi, pada
tindakan pencarian, penerimaan dan bagian dari informasi atau ide apapun yang sedang
diperjuangkan. Walaupun Kebebasan berbicara dan kebebasan berekspresi yang terkait erat
dengan sebuah kebebasan, namun berbeda dan tidak terkait dengan konsep kebebasan
berpikir atau kebebasan hati nurani.
Kualitas pers ditentukan oleh adanya Kemerdekaan dan Kebebasan sehingga dapat menjadi
Sumber Informasi yang dapat diandalkan! Namun, pertanyaan kita adalah: Apakah saat ini
Pers benar-benar sudah Merdeka dan Bebas?
Pers sudah bebas dari Pengaturan/Pengendalian Pemerintah, tapi apakah Pers Indonesia
sudah bebas dari Kepentingan Politik atau Kepentingan Bisnis/Ekonomi?
Yang menjadi acuan kita adalah:
- Politik Pers adalah Politik Kebenaran & Objektivitas Informasi.
- Kepentingan Pers adalah Kepentingan Masyarakat, Bangsa dan Negara yang disajikan
dengan mengungkap kebenaran & informasi secara jujur dan objektif
Bagaimana cara meningkatkan Kualitas Pers Indonesia di masa depan?
Perkenankanlah saya mengajukan beberapa pemikiran untuk dapat meningkatkan kulitas Pers
Indonesia di masa depan, agar dapat direnungkan, dikaji, dan diimplementasikan oleh
masyarakat pers Indonesia, yaitu:
5/7
Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartaba
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
4. Adanya mekanisme self-regulasi dan self control dalam menjaga dan menjamin
tercapainya pemberitaan dan informasi yang berkualitas.
5. Membebaskan Pers dari pengaruh Kepentingan Politik maupun Bisnis: (a). Perlu
dilakukan revisi UU Penyiaran untuk menjamin terciptanya Pers yang Merdeka dan Bebas. (b).
Mencegah pengaruh kepentingan politik, termasuk di dalamnya menyangkut masalah
ownership jikalau Pemilik proaktif bergerak dalam 'dunia politik'.
6. Adanya konsolidasi dan konvergensi dari organisasi dan lembaga Pers, guna
memperkuat dan mengoptimalkan peran dan karya Pers Indonesia sebagai pilar Demokrasi
yang mendorong pembangunan menuju cita-cita nasional.
7. Terhadap berkembangnya pemberitaan di dunia maya dan sosial media perlu forum
atau kelembangaan yang mewadahi semua kegiatan Pers Dunia Maya, yang berkembang dan
diprakarsai oleh para pelakunya sendiri (
from within, bottom up).
Adanya mekanisme self regulasi dan self control di kalangan para pelaku Pers di Dunia Maya
Pemikiran John Locke (1690) dan Montesquieu (1748) menyatakan perlunya pemisahan
Legislatif sebagai lembaga negara yang membuat peraturan perundang-undangan (DPR,
DPD, MPR), sebagai lembaga Negara yang melaksanakan peraturan perundang-undangan
(Presiden dan BPK), dan Yudikatif sebagai lembaga negara yang mengawasi jalannya
pemerintahan dan negara secara keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada
sengketa, serta menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang
melanggar undang-undang (MA, MK, YK) yang dikenal dengan nama Trias Politika.
Dalam jaman globalisasi terbentuknya Masyarakat Informasi (Pusat Keunggulan Media/Pers)
tak lagi dapat dikuasai atau dikendalikan oleh satu kekuatan saja sehingga Trias Politika harus
berubah menjadi Quadro-Politica (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif dan Pers). Proses
Demokratisasi akan berjalan baik, apabila keempat pilar tersebut berkualitas dan berfungsi
dengan baik.
Di penghujung orasi di hadapan forum yang amat terhormat ini, perkenankanlah saya
menyampaikan harapan kepada semua insan pers Indonesia untuk lebih meningkatkan lagi
kualitas dan profesionalitas sebagai conditio sine quanon bagi terciptanya pers Indonesia yang
bebas dan merdeka. Untuk itu peran Dewan Pers dan organisasi-organisasi profesi serta
lembaga-lembaga terkait pers nasional mempunyai peran yang amat penting untuk memandu
dan meralisasikan kehendak kita tersebut. Hanya dengan pers yang merdeka dan bebas yang
didasari profesionalitas dan integritas yang tinggi saja yang memungkinkan dapat berperannya
pers sebagai pilar demokrasi yang keempat, yang memungkinkan tercapainya tujuan nasional
dan terciptanya peradaban Indonesia yang maju, mandiri, demokratis dan bermartabat sejajar
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Demikian, terima kasih atas perhatian hadirin sekalian.
Wassalamualaikum wr wb
Manado, 9 Februari 2013
6/7
Membangun Pers Nasional yang Merdeka dan Bebas untuk Indonesia yang Maju, Mandiri dan Bermartabat
Senin, 18 Februari 2013 17:00 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 28 Juli 2013 07:39
7/7