Anda di halaman 1dari 15

1. Prakash UBS. And Dias-Fimenez. The Rigid Bronchoscope ln: Prakash UBS (ed).

Bronchoscopy. Raven Press. New York. 1994: p.53.


2. Prakash UBS and Kato H. The Flexible bronchoscope. ln. Prakash UBS (ed).
Bronchoscopy. Raven Press, New York. 1994: p.71.
3. Stradling. P. Diagnostic Bronchoscopy. An introduction (4th ed) Churchill Livingstone.
Edinburgh. London and New York. 1981: p.22-23.
4. Utz. J.P and Prakash. UBS. lndications for and contraindications to Bronchoscopy. In
Prakash UBS.(ed) Bronchoscopy. Raven Press. New York, 1994: p.81.
5. Schild JA. And Snow JB. Jr Bronchology in Ballenger JJ. and Snow JB.Jr (eds) Otorhino
laryngology. Head and Neck Surgery '(15'" edition). A Lea & Febiger Book. William and
Wilkins. Baltimore, Philadelphia, Hongkong. London. Munich. Sydney, Tokyo. 1996:
p.1209-12a20.
6. Stubbs. S.F and Br'utinel WM. Complication of Bronchosoopy. In Prakash UBS. (ed)
Bronchoscopy. Raven Press New York. 1994:p.357.

DISFAGIA
Efiaty Arsyad Soepardi
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di
orofaring dan esofagus. Keluhan Ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot
menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Disfagia dapat
disertai dengan keluhan lainnya, seperti odinofagia (rasa nyeri waktu menelan), rasa panas di
dada, rasa mual, muntah, regurgitasi. hematemesis, melena, anoreksia, hipersalivasi, batuk dan
berat badan yang cepat berkurang. Manifestasi klinik yang sering ditemukan ialah sensasi
makanan yang tersangkut di daerah leher atau dada ketika menelan.
Berdasarkan penyebabnya. disfagia dibagi atas (1) disfagia mekanik, (2) disfagia motorik,
(3) disfagia oleh gangguan emosi.
Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oleh massa hlmor
dan benda asmg. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur Iumen
esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar misalnya oleh pembesaran kelenjar
timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum. pembesaran jantung, dan elongasi
aorta. Letak a. subklavia dekstra yang abnormal dapat menyebabkan disfagia yang disebut
disfagia Lusoria. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Pada
keadaan normal lumen esofagus orang dewasa dapat meregang sampai 4 cm. Keluhan disfagia
mulai timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,5 cm.
Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan dalam
proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n.V, n.Vll, nIX, n.X,
dan n.XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristaltik esofagus dapat
menyebabkan disfagia.
Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen parasimpatik n. Vagus dan
neuron nonkolinergik pasca ganglion (post ganglionic noncholinergic) di dalam ganglion
mienterik akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding esofagus dan relaksasi sfingter
esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbul keluhan disfagia. Penyebab utama dari disfagia
motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus, kelumpuhan otot faring dan skleroderma
esofagus. Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa
yang berat. Kelainan ini dikenal sebagai globus histerikus.

Patogenesis Disfagia
Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan dalam
proses menelan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan; Keberhasilan
mekanisme menelan ini tergantung dari beberapa faktor, yaitu (a) ukuran bolus makanan, (b)
diameter Iumen esofagus yang dilalui bolus, (c) kontraksi peristaltik esofagus, (d) fungsi stingter
esofagus bagian atas dan bagian bawah dan (e) kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.
Integrasi fungsional yang sempurna akan terjadi bila sistem neuro-muskular mulai dari
susunan saraf pusat. batang otak, persarafan sensorik dinding faring dan uvula, persarafan
ekstrinsik esofagus serta persarafan intrinsik otot-otot esofagus bekerja dengan baik, se-hingga
aktivitas motorik berjalan lancar. Kerusakan pada pusat menelan dapat menyebabkan kegagalan
aktivitas komponen orofaring, otot Iurik esofagus dan stingter esofagus bagian atas. Oleh karena
otot lurik esofagus dan sfingter esofagus bagian atas juga mendapat persarafan dari inti motor n.
vagus. maka aktivitas peristaltik esofagus masih tampak pada kelainan di otak. Relaksasi stingter
esofagus bagian bawah terjadi akibat peregangan langsung dinding esofagus.
FISIOLOGI MENELAN
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut, (1) Pembentukan bolus makanan
dengan ukuran dan konsistensi yang baik, (2) upaya sfingler mencegah terhamburya bolus ini
dalam fase-fase menelan, (3) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat
respirasi, (4) mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5)
kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah
lambung, (6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses menelan di mulut. faring,
laring dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat secara berkesinambungan. Proses menelan
dapat dibagi dalam 3 fase : fase oral, fase faringal dan fase esofagal.
FASE ORAL
Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan
membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak
di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsik lidah.

Kontraksi m. levator veli palatini mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant's ridge)
akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan
dengan ini terjadi penutupan nasofaring sebagai akibat kontraksi m. Levator veli palatini.
Selanjutnya terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup, diikuti
oleh kontraksi m.paltofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.
FASE FARINGAL
Fase faringal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus makanan
dari faring ke esofagus.
Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.salngofaring,
m.tirohioid dan m. palatofaring.
Aditus laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika
ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi m.ariepiglotika dan
m. aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara ke laring
karena refleks yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke
dalam saluran napas. Selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena
valekula dan sinus pinformis sudah dalam keadaan lurus.
FASE ESOFAGAL
Fase esofagal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Dalam
keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus makanan
pada akhir fase faringal maka terjadi relaksasi m.krikofaring. sehingga introitus esofagus terbuka
dan bolus makanan masuk ke dalam esofagus.
Setelah bolus makanan lewat maka slingter akan berkontraksi lebih kuat. melebihi tonus
introitus esofagus pada waktu istirahat sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan
demikian refluks dapat dihindari.
Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh kontraksi m.
Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringal. Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke
distal oleh gerakan peristaltik esofagus.
Dalam keadaan istirahat slingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan

rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan di dalam lambung. sehingga tidak akan terjadi
regurgitasi isi lambung.
Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya
peristaltik esofagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah
bolus makanan lewat. maka sfringter ini akan menutup kembali.
Diagnosis
Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis. dipadukan anamnesis yang cermat , untuk menentukan
diagnosis kelainan atau penyakit yang menyebabkan timbulnya disfagia.
Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang
terjadi. Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya terjadi pada waktu menelan
makanan padat. Bolus makanan tersebut kadang-kadang perlu didorong dengan air dan pada
sumbatan yang lebih lanjut. cairan pun akan sulit ditelan. Bila sumbatan ini terjadi secara
progresif dalam beberapa bulan. maka harus dicurigai kemungkinan adanya proses keganasan di
esofagus. Sebaliknya pada disfagia motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus
esofagus. keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam waktu yang bersamaan.
Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan gambaran yang lebih jelas
untuk diagnostik. Disfagia yang hilang dalam beberapa hari dapat disebabkan oleh peradangan.
Disfagia yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat badan yang cepat dicurigai
adanya keganasan di esofagus. Bila disfagia ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan
padat perlu dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esofagus bagian distal (lower
esophageal muscular ring).
Lokasi rasa sumbatan di daerah dada dapat menunjukkan kelainan esofagus bagian
torakal, tetapi bila sumbatan terasa di leher. maka kelainannya dapat di faring. atau esofagus
bagian servikal.
Gejala lain yang menyertai disfagia. seperti masuknya cairan ke .dalam hidung waktu
minum menandakan adanya kelumpuhan otot- otot faring.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan meraba adanya massa tumor atau
pembesaran kelanjar limfa yang dapat menekan esofagus. Daerah rongga mulut perlu diteliti.
apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain adanya massa tumor yang dapat
mengganggu proses menelan. Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan arkus
faring yang disebabkan oleh gangguan dipusat menelan maupun pada saraf otak n.V.n.Vll, n.lX,
n.X dan n.Xll. Pembesaran jantung sebelah kiri. elongasi aorta, tumor bronkus kiri dan
pembesaran kelenjar limfa mediastinum. juga dapat menyebabkan keluhan disfagia.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang memakai zat kontras, dapat
membantu menegakkan diagnosis kelainan esofagus. Pemeriksaan ini tidak invasif. Dengan
pemeriksaan fluoroskopi dapat dilihat kelenturan dinding esofagus, adanya gangguan peristaltik,
penekanan Iumen esofagus dari luar, isi Iumen esofagus dan kadang-kadang kelainan mukosa
esofagus. Pemeriksaan kontras ganda dapat memperlihatkan karsinoma stadium dini. Akhirakhir ini pemeriksaan radiologik esofagus lebih maju lagi. Untuk memperlihatkan adanya
gangguan motilitas esofagus dibuat eine-film atau video tapenya. Tomogram dan CT scan dapat
mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringan di sekitarnya. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
dapat membantu melihat kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik.
Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat langsung isi Iumen esofagus dan
keadaan mukosanya. Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (rigid sophagoscope) atau yang
lentur (flexible fiberoptic esophagoscope), karena pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu
persiapan yang baik. Dapat didilakukan dengan analgesia (lokal dan anastesia umum). Untuk
menghindari komplikasi yang mungkin timbul perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi
tindakan Persiapan pasien operator peralatan dan ruang pemeriksaan perlu dilakukan Risiko dari
tindakan, seperti perdarahan dan pertorasi pasca biopsi harus dipertimbangkan
Pemeriksaan manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan Untuk menilai fungsi motorik esofagus. Dengan
mengukur tekanan dalam Iumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus dapat dinilai gerakan
peristaltik secara kualitatif dan kuantitatif.
Daftar pustaka
1. Shockley WW. Esophageal disorders. In: Bailey BJA Head and neck surgery Otolaryngology. JB Lippincott Co. Philadelphia; 1993:p.690-710.
2. Jahild JA. Snow* JB. Esophagology. In: Ballanger JJ, Snow JB. Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery 15"' ed. Baltimore a Lea 8. Febiger book a waverty Co, 1996:p.1221-1235.

3. Logemann JA. Upper digestive tract anatomi and physiology. In: Head and neck surgery.
Otolaryngolog ed Bailey BJ. JB Lippincott Co. Philadelphia 1993:p.485-491.
4. Jones 8 and Donner HW. Examination of the patients with dysphagia. Radiology 1989:p.319326.

DISFAGIA OROFARING
Susyana Tamin
Gangguan menelan dapat terjadi

pada ketidaknormalan setiap organ yang berperan

dalam proses menelan. Dilihat dari fisiologi proses menelan, disfagia dapat terjadi pada fase
oral, fase faringal dan fase esofagal. Disfagia dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan dan
dapat meningkatkan risiko terjadi aspirasi pneumonia, malnutrisi, dehidrasi. penurunan berat
badan dan sumbatan jalan napas. Salah satu resiko yang paling serius adalah aspirasi pneumonia
terutama dapat terjadi pada setiap kelainan yang mengenai organ yang berperan pada fase oral
dan fase faringal dan gangguan pertahanan paru. Hiegene mulut yang buruk juga berperan
dalam terjadinya aspirasi pneumonia karena sekresi mulut mengandung bakteri anaerob yang
ikut teraspirasi bersama dengan makanan. Hal ini sering terjadi pada pasien dengan usia lanjut
karena fungsi menelan yang menurun, penyakit pada sistem saraf pusat seperti stroke. trauma
kepala. serebral palsi, penyakit Parkinson. multipel sklerosis, dan penyakit neuromuskular seperti
poliomyelitis, dermatomiositis, myastenia gravis, muskular distrofi, myotonic muscular
dysfrophy (MMD), limb girdle syndrome, duchenne muscular dystrophy. Penyakit motor neuron
juga dapat menyebabkan disfagia adalah amyotmphic lateral sclerosis, congenital spinal
muscular atrophy dan postpolio syndrome. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan tumor
kepala leher dan keganasan yang telah menjalani operasi: radiasi maupun kemoterapi.
Komplikasi radioterapi pada keganasan nasofaring dapat mempengaruhi fungsi menelan seperti
terjadinya xerostomia, trismus, karies dentis. neuropati motorik dan sensorik, fibrosis leher,
pembentukan striktur dan nekrosis jaringan dan serebral.
Fase oral
Aktivitas fase oral adalah persiapan untuk memulai proses menelan. Saliva merupakan
stimulus proses menelan, Bila didapat mulut kering (xerostomia). maka menelan akan lebih
sukar. Pada fase persiapan oral yang merupakan fase pertama. makanan akan dikunyah dan
dimanipulasi menjadi bolus kohesif bercampur

dengan saliva dan dilanjulkan dengan fase

transportasi oral berupa pendorongan bolus yang telah terbentuk ke belakang (hipofaring). Saat
melewati pilar anterior, refleks menelan akan timbul dan makanan masuk ke faring.

Dampak yang timbul akibat ketidaknormalan fase oral antara lain:


1. Keluar air liur (drooling = sialorrhea) yang disebabkan gangguan sensori dan motorik pada
lidah. bibir dan wajah,
2. Ketidaksanggupan membersihkan residu makanan di mulut dapat disebabkan oleh defisiensi
sensori pada rongga mulut dan atau gangguan motorik lidah,
3. Karies gigi yang mengakibatkan gangguan distribusi saliva dan meningkatkan sensitivitas gigi
temadap panas, dingin dan rasa manis,
4. Hilangnya rasa pengecapan dan penciuman akibat keterlibatan langsung dari saraf cranial,
5. Gangguan proses mengunyah dan ketidaksunggupan memanipulasi bolus.
6. Gangguan mendorong bolus ke faring,
7. Aspirasi cairan sebelum proses menelan dimulai yang terjadi karena gangguan motorik dari
fungsi lidah sehingga cairan akan masuk ke faring sebelum refleks menelan muncul,
8. Rasa tereedak (choking) oleh batuk (coughing) pada saat fase faring.
Fase Faringeal
Fase faringeal dimulai pada saat refleks menelan muncul setelah akhir fase oral.
Terjadinya fase ini tidak dapat timbul secara volunter dan tidak dapat berlangsung bila tidak
timbul refleks menelan. Pernapasan terhenti selama fase farig dan muncul kembali pada akhir
fase ini. Dua keadaan yang penting dalam menjaga keamanan fase faring adalah:
1. Proteksi saluran napas yang adekuat selama proses menelan sehingga makanan tidak masuk
ke jalan napas
2. Penyelesaian satuseri proses menelan berlangsung cepat sehingga pernapasan dapat segera
dimulai.
Fase faringal dapat di bagi menjadi tiga tahap.
I. Tahap pertama dimulai segera setelah timbul refleks menelan berupa:
1. Kontraksi pilar
2. Elevasi palatum molle
3. Konstraksi otot kontriktor faring superior yang menimbulkan penonjolan pada dinding
faring atas.
Fungsi dari tahap pertama adalah untuk membentuk bolus masuk ke faring dan mencegah
masuknya bolus ke nasofaring atau kembali ke mulut.
II. Fase ke dua, terjadi proses fisiologi berupa:
1. Kontraksi otot faring dengan peregangan ke arah atas
2. Penarikan pangkal lidah ke arah depan untuk mempermudah pasase bolus
3. Elevasi laring karena kontraksi otot hioid tepat di bawah penonjolan pangkal lidah

4. Adduksi pita suara asli dan palsu


5. Penutupan epiglotis ke arah pita suara.
Bolus akan melewati dan mengelilingi epiglotis turun dan masuk ke sfingter krikofaring
dilanjutkan dengan gerakan os hioid dan elevasi laring ke arah atas dari lekukan tiroid.
III. Tahap ke tiga, bolus akan terdorong melewati sfingter krikofaring dalam keadaan relaksasi
dan masuk ke esofagus.
Proses fisiologi yang terjadi berupa:
1. Peristaltik faring
2. Relaksasi sfingter krikofaring
Peristaltik faring terjadi oleh karena relaksasi otot dinding faring yang terletak didepan
bolus, dilanjutkan dengan kontraksi otot dibelakang bolus, yang akan mendorong bolus dengan
gerakan seperti gelombang.
Sfingter krikofaring selalu dalam keadaan kontraksi untuk mencegah masuknya udara
kedalam lambung.
Bila makanan telah melewati sfingter krikofaring, fase esofagal dimulai dan otot faring,
velum, laring, dan hioid akan relaksasi, saluran napas terbuka dan dilanjutkan dengan proses
pernapasan.
Dampak ketidaknormalan pada fase faringeal adalah choking, coughing, dan aspirasi. Hal ini
dapat terjadi bila:
1. Refleks menelan gagal teraktivitas sehingga fase faring tidak berlangsung. Terjadi akibat
gangguan neurologi pada pusat proses menelan di medula atau saraf kranial sehingga terjadi
2.
3.

ketidakstabilan saat menelan ludah dan timbul pengeluaran air liur serta penumpukan sekret.
Refleks menelan terlambat, sehingga dapat terjadi aspirasi sebelum proses menelan dimulai
Proteksi laring tidak adekuat akibat recurrent laryngeal palsy, efek operasi pada struktur
orofaring, adanya pipa trakeostomi yang membatasi elevasi laring, refleks batuk dan batuk

4.

volunter lemah atau tidak ada.


Silent aspiration yaitu aspirasi yang tidak di sadari tanpa gejala batuk yang terjadi karena
hilangnya/penurunan sensasi secara umum pada daerah tersebut timbul karena hilangnya/
penurunan sensasi dilaring. Penyebab dari hilangnya sensasi secara umum pada daerah
tersbut

timbul

karena

kelainan

neurologi

seperti

penyakit

vaskuler

dan

CVA

(cerebrovascular accident), multipel sklerosis, penyakit parkinson atau terjadinya jaringan


parut pasca operasi. Refleks batuk tidak muncul untuk membersihkan pita suara dari
5.

masuknya bahan/materi ke saluran nafas.


Peristaltik faring yang lemah atau tidak timbul mengakibatkan aspirasi setelah proses
menelan berlangsung karena residu atau sisa makanan yang menetap dapat masuk kedalam
saluran nafas yang terbuka. Hal ini berhubungan dengan penyakit neurologi baik sentral

maupun perifer dan jaringan parut pasca operasi. Peristaltik ang lemah dapat pula terjadi
6.

pada usia tua.


Sfingter krikofaring gagal berelaksasi. Aspirasi dapat terjadi karena penumpukan
bahan/makanan pada sfingter yang tertutup sehingga dapat masuk kejalan nafas sedang
mulai terbuka.

Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis kelainan disfagia fase oral dan fase faring adalah:
1. Videofluoroskopi Swallow Assessment (VFSS)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified barium Swallow (MBS) adalah pemeriksaan yang
sering dilakukan dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini menggambarkan
struktur dan fisiologi menelan pada rongga mulut, faring, laring, dan esofagus bagain atas.
Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi yang
dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan dalam terapi menelan dengan
memberikan bermacam bentuk makanan oada berbagai posisi kepala untuk melakukan
beberapa maneuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi optimal dalam proses
menelan.
2. FEES (Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing)
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan menggunakan nasofaringoskop serat optik
lentur. Pasien diberikan berbagai jenis konsistensi makana dari jenis makanan cair sampai
padat dan dinilai kemampuan pasien dalam proses menelan. Tahap pemeriksaan dibagi dalam
3 tahap:
1. Pemeriksaan sebelum pasien menelan (preswallowing assessment) untuk menilai fungsi
muskular dan oromotor dan mengetahui kelainan fase oral.
2. Pemeriksaan langsung dengan memberikan berbagai konsistensi makanan, dinilai
kemampuan pasien dan diketahui konsistensi apa yag paling aman untuk pasien.
3. Pemeriksaan terapi dengan mengaplikasikan berbagai maneuver dan posisi kepala untuk
menilai apakah terdapat peningkatan kemampuan menelan.
Dengan pemeriksaan FEES dinilai 5 proses fisiologi dasar seperti:
1. Sensitivitas pada daerah orofaring dan hipofaring yang sangat berperan dalam terjadinya
aspirasi.

2. Spillage (preswallowing leakage): masuknya makanankedalam hipofaring sebelum refleks


menelan dimulai sehingga mudah terjadi aspirasi.
3. Residu: menumpuknya sisa makanan pada daerah valekula, sinus piriformis kanan dan
kiri, poskrikoid dan dinding faring posterior sehingga makanan tersebut akan mudah
masuk ke jalan nafas pada saat proses menelan terjadi ataupun sesudah proses menelan.
4. Peneterasi: masuknya makan ke vestibulum laring tetapi belum melewati pita suara,
sehingga menyebabkan mudah masuknya makanan kejalan napas saat inhalasi.
5. Aspirasi: masuknya makanan kejalan napas melewati pita suara yang sangat berperan
dalam terjadinya komplikasi paru.
Daftar Pustaka
1. Langley J. The Normal Swallow. In: Darvill GC ed. Working with Swallowing Disordes. 10th
ed. Bicester Oxon, Great Britain, Winslow Press Ltd. 1997:p, 76-86.

Anda mungkin juga menyukai