S3 2015 240628 Chapter1
S3 2015 240628 Chapter1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas
kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan
subsektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian dalam empat capaian.
Pertama, meningkatkan produksi ternak dan produk peternakan dan kesehatan
hewan yang berdaya saing. Kedua, mengendalikan penyakit hewan menular
strategis dan zoonosis. Ketiga, menyediakan pangan asal hewan yang aman, sehat,
utuh dan halal. Keempat, meningkakan pendapatan dan kesejahteraan peternak.
Kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak
dan usaha agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah serta peningkatan daya
saing. Sedangkan misinya adalah mendorong pembangunan peternakan unggas
yang tangguh dan berkelanjutan. Untuk mencapai visi, misi dan tujuan program
pembangunan peternakan diperlukan beberapa kebijakan pendukung. Pertama,
kebijakan pendukung dalam membentuk lingkungan investasi yang kondusif,
terutama dalam hal pelayanan investasi. Kedua, kebijakan dalam hal
mempromosikan produk unggas. Ketiga, dukungan kebijakan dan inovasi dalam
hal tata ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta
penegakan aturan yang terkait dengan lalu lintas ternak yang berkaitan dengan
pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global. Keempat, kebijakan
pendukung dalam rangka pencegahan penyakit, dan kebijakan mengenai
kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik mitra maupun bagi inti melalui
pembagian risiko dan keuntungan yang adil (Deptan, 2005).
jenis
unggas,
ayam
merupakan
ternak
yang
paling
banyak
dibudidayakan.
Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, usaha peternakan ayam dibedakan
menjadi dua yaitu peternakan ayam pedaging dan ayam petelur. Perbedaan ini
tidak hanya menyangkut pemilihan jenis ayam yang dipelihara, tetapi juga pada
manajemen pemeliharaan. Ayam petelur memiliki dua periode pemeliharaan yaitu
periode sebelum produksi dan periode produksi. Periode sebelum produksi
dimulai pada umur 0 hingga 20 minggu, dan periode produksi dimulai dari umur
20 minggu hingga ternak diafkir pada umur 72 minggu. Pada ayam pedaging,
periode pemeliharaan dibagi menjadi dua fase. Pertama, fase awal, dimulai dari
umur 0 minggu hingga 3 minggu. Kedua, fase akhir, dimulai dari umur 3 minggu
hingga ternak siap panen pada umur 6 minggu.
bibit biasa dipenuhi dari produksi sendiri atau dari tetangga dan produk yang
dihasilkan dijual di pasar lokal dalam keadaan masih hidup. Sektor IV merupakan
peternakan tradisional yang diusahakan sebagai sampingan (backyard). Jumlah
pemeliharaan unggas rata-rata berkisar antara 10 sampai 20 ekor atau di bawah 50
ekor. Ayam yang dipelihara umumnya ayam kampung. Pemeliharaan lebih sering
diumbar, dan hanya dikandangkan pada malam hari. Pemberian pakan tidak
teratur dan kebanyakan memanfaatkan sisa dapur. Biosekuriti pada sektor ini
sangat minimal bahkan kadangkala tidak ada sama sekali. Hal ini ditandai dengan
tingkat mortalitas tinggi dan produktivitas yang rendah. Produk hanya dikonsumsi
sendiri atau jika dijual hanya di pasar lokal.
Enam puluh persen ternak ayam di Indonesia dipelihara secara tradisional
atau termasuk dalam sektor III dan IV. Dengan sistem pemeliharaan yang masih
sederhana dan biosekuriti yang minim, mengakibatkan kontrol terhadap penyakit
sangat rendah. Ketika satu kelompok peternakan di sektor ini terkena penyakit,
maka dengan cepat akan menyebar ke peternakan lain di sekitarnya. Penyakit
yang sering menyerang ayam antara lain ND (New Castle Dissease), Gumboro
(ngorok), Salmonella, E coli, dan yang terakhir merebak adalah avian influenza.
Avian influenza (AI), lazim disebut flu burung, merupakan infeksi virus
influenza A subtipe H5N1 (H=hemaglutinin; N=neuraminidase). Flu ini pada
umumnya menyerang unggas, burung dan ayam yang kemudian dapat menyerang
manusia (penyakit zoonosis). AI dapat menyebar dengan cepat di antara populasi
unggas dengan kematian yang tinggi, bahkan dapat menyebar antar peternakan
dari suatu daerah ke daerah lain.
terhadap DOC di daerah tertular AI turun sebesar 57,9% untuk ternak broiler dan
40,4% untuk layer. Permintaan terhadap pakan turun 45% untuk semua jenis
pakan unggas serta supplai produksi untuk broiler turun 40,7% dan layer 52,6%.
Sementara itu, peluang kerja di daerah tertular AI turun 39,5% (Deptan, 2005)
Berikut gambar grafik populasi ayam nasional tahun 2002-2011 berdasarkan
sumber dari data statistik peternakan yang dirilis Dirjen Peternakan Departemen
Pertanian tahun 2012.
Populasi
(000 ekor)
tahun
Gambar 1.1 Grafik populasi ayam nasional tahun 2000-2011.
Berdasarkan data statistik peternakan tahun 2011, populasi ayam dalam 10
tahun terakhir mengalami peningkatan, dan diantara kurun waktu tersebut terjadi
fluktuasi jumlah produksi. Meskipun belum ada penelitian komprehensif
mengenai hal ini, tetapi penurunan populasi pada tahun-tahun ini disinyalir karena
adanya serangan AI secara sporadis di berbagai daerah. Tabel berikut menyajikan
jumlah kematian ternak dari tahun 2002 hingga tahun 2013 berdasarkan dari data
penelitian Siregar (2008a), Yusdja, dkk (2008) dan data dari Direktorat Jenderal
Peternakan (2013).
Tabel. 1.1 Jumlah kematian unggas akibat AI tahun 2002-2013
Tahun
Jumlah unggas (ekor)
2002
4.737.115
2003
6.476.841
2004
1.031.513
2005
1.156.440
2006
437.441
2007
2.751
2008
1.413
2009
2.293
2010
1.502
2011
1.390
2012
546
2013
272
a
Sumber: Siregar (2008 ), Yusdja dkk, (2008) dan Ditjennak (2013)
Soejoedono dan Handharyani (2006) mensinyalir pada periode Agustus
2003 hingga Juli 2004 saja jumlah kematian ayam mencapai 16,32 juta ekor.
Propinsi Jawa Tengah, berdasar sejumlah kematian tersebut, berada pada
peringkat teratas dengan jumlah kematian mencapai 8,17 juta ekor, disusul
Lampung 2,37 juta ekor, Jawa Timur 2,26 ekor, Jawa Barat 1,62 juta ekor dan
Bali sebesar 930.029 ekor.
Berkaitan dengan terjangkitnya AI, pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan 9 langkah strategis pencegahan dan penanggulangan AI yang tertuang
dalam SK Dirjen No 17 tahun 2004, yaitu: 1). Peningkatan biosekuriti; 2).
Vaksinasi daerah tertular dan tersangka; 3). Depopulasi terbatas dan kompensasi;
4). Pengendalian lalu-lintas unggas dan produknya; 5). Surveilans dan
penelusuran kembali; 6). Pengisian kandang kembali; 7). Stamping out di daerah
tertular baru; 8). Public awareness; 9). Monitoring dan evaluasi. Target yang
ditetapkan oleh pemerintah dalam penanganan AI pada tahun 2007 adalah (a)
mempertahankan daerah bebas, (b) tidak adanya kasus AI di sektor I dan II di
daerah endemik, (c) mencegah kasus di sektor III dan IV di daerah endemik, (d)
mencegah penyebaran / kasus pada hewan rentan AI lainnya, (e) tidak adanya
penyebaran AI kepada manusia. Akan tetapi, pada kenyataannya hingga awal
tahun 2011 masih muncul kejadian AI pada peternakan unggas.
B. Perumusan Masalah
Pembangunan peternakan ayam di Indonesia erat kaitannya dengan
pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani di dalam negeri. Serangan AI
diprediksi memberi dampak yang cukup besar terutama terhadap kemampuan
produksi guna memenuhi kebutuhan konsumsi. AI menyebabkan kematian yang
tinggi pada ayam yang terinfeksi. Persepsi negatif masyarakat terhadap AI juga
berdampak terhadap industri perunggasan. Dampak AI ini dirasakan merata pada
semua sektor perunggasan, baik sektor I, II, III, dan IV. Jika tidak segera
ditangani, dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap ketersediaan produksi
nasional.
Pemerintah telah menetapkan target penanganan AI untuk tahun 2007.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa masalah dan hambatan
antara lain kurangnya koordinasi antar sektor dalam perencanaan dan
pengendalian AI dan kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza. Kurangnya
kapasitas peringatan dini dan belum adanya jejaring sistem surveilans terpadu
pada hewan dan manusia. Terbatasnya kemampuan memberikan kompensasi
10
11
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui produksi dan keuntungan pada usaha ternak ayam pedaging
dan petelur.
12
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, hasil penelitian sebagai bahan pertimbangan bagi perumusan
program
dan
evaluasi
penerapan
program
pencegahan
AI.
Bahan