Anda di halaman 1dari 8

KONTRIBUSI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM EKONOMI KELUARGA

(PERSPEKTIF ISLAM DAN TIMUR TENGAH)


Memasuki era modern saat ini, pemahaman terhadap konsep
keluarga yang ideal baik dari segi finansial maupun ekonomi domestik
tidak

terlepas

dari

peranan

yang

seimbang

antara

laki-laki

dan

perempuan. Pengaruh budaya, agama, dinamika alam dan wacana baik


dari internal daerah itu maupun eksternal, saat ini sangat menentukan
bagaimana kondisi sosial khususnya dalam lingkungan keluarga yang
akan dibangun. Menurut megawangi peran sosial sangat dipengaruhi oleh
norma-norma budaya dimana kelompok itu berada.1
Keluarga dalam subsistem masyarakat tidak akan lepas dari
interaksi dengan subsistem lainnya yang ada dalam masyarakat. Setiap
anggota

keluarga

memiliki

tugas-tugas

dalam

mengurusi

tatanan

kehidupan berkeluarga. Dalam menjalankan tugas-tugas, pencapaian


tujuan,

integrasi

pemeliharaan

dan

keluarga

solidaritas
perlu

serta

untuk

pola

kesinambungan

diterapkan,

terkhusus

dan

dalam

pembagian kerja untuk menunjang perekonomian keluarga. Dengan


adanya pembagian kerja, maka akan sangat jelas terlihat kontribusi lakilaki dan perempuan dalam meningkatkan ekonomi keluarga.
Namun hal tersebut belum sepenuhnya terealisasikan, mengingat
sebuah peradaban serta kebudayan yang terbentuk sejak zaman klasik
masih sangat berpengaruh dalam sisi kehidupan modern sekarang.
Terlebih lagi ketika menyaksikan dan mengkaji secara historiografi dan
pandangan agama. Hampir diseluruh pelosok kehidupan masyarakat
khususnya pada masyarakat timur tengah pra islam dimana terjadi
pembagian kerja dalam tatanan sosial terkecil yaitu keluarga. kontribusi
atau peranan keluarga di timur tengah dalam mempersiapkan dan
mengatur system perekonomian domestik (keluarga), tidaklah terlepas
dari perbedaan sistem kehidupan sosial bangsa tersebut antara kehidupan
1 Ratna Megawangi, Membiarkan berbeda? Sudut pandang baru tentang relasi
gender [Bandung: Mizan, 1999] hlm 67

nomaden,

pedesaan,

dan

perkotaan

yang

telah

mengakibatkan

perbedaan model-model pengaturan ekonomi domestik.


Sebagaimana pada zaman pra Islam secara umum digambarkan
dominasi kerja dan tanggungjawab terhadap keluarga masih bersifat
patriarki, dan deskriminatif terhadap lawan jenis khususnya wanita. Hal ini
hanya terjadi dibeberapa wilayah dan status sosial yang diembannya
disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut.
Pertama , kaum wanita dipersiapkan oleh alam untuk mencapai tujuan
tertentu. Kedua, tuntunan kehidupan yang disebabkan oleh keadaan
nomaden

dan

lingkungan

yang

sangat

keras

sehingga

tidak

memungkinkan bagi wanita untuk berperanserta dalam proses kehidupan


tersebut.2 Kedua faktor inilah memiliki pengaruh yang sangat signifikan
dalam meletakkan posisi peranan wanita dan laki-laki dalam keluarga
pada masa pra islam.
Namun pada dasarnya, perempuan yang mengambil peran vital
dalam mengurusi domestik keluarga seperti mengasuh dan melayani
suami, sebenarnya juga merupakan suatu kontribusi yang penting dalam
peningkatan ekonomi keluarga. Bagaimana seorang perempuan mampu
mengatur kebutuhan keluarga semaksimal mungkin.
Kehidupan Nomaden
Dalam kaitannya dengan peranan anggota keluarga dalam proses
pencarian

nafkah,

masyarakat

nomaden

yang

mayoritas

mata

pencahariannya adalah beternak, lebih cenderung menjadikan kewajiban


mencari nafkah dalam keluarga pada pundak laki-laki, dalam hal ini
seorang ayah.

Sedangkan seorang ibu hanya mengurusi pekerjaan

rumah, mendidik anak dan melayani suami. Hal ini disebabkan karena
beberapa faktor yang telah disebutkan diatas.
Kehidupan Pedesaan

2 Atha Madzhar, dkk. Wanita Dalam Masyarakat Indonesia [Yogyakarta: Sunan Kalijaga
Press, 2001] hlm 37-38

Faktor perbedaan lingkungan serta meningkatnya beban kerja dan


kebutuhan menjadikan masyarakat pedesaan lebih kolektif dalam hal
pencarian

nafkah

dan

pemenuhan

kebutuhan

hidup.

Keterlibatan

perempuan dalam kegiatan pertanian sudah dimulai sejak aktifitas bertani


muncul di bumi. Perempuan tidak saja menjadi bagian terbesar dari
tenaga kerja di sektor pertanian, tetapi juga memiliki pengetahuan dan
ketrampilan utama dalam pekerjaan pertanian. Lebih dari itu, bahkan
mereka juga bekerja sama dengan kaum laki-laki dalam sekian banyak
pekerjaan.3 Secara tradisional perempuan memiliki ketrampilan memilih
benih padi yang baik dan menyimpannya untuk ditanam pada musim
tanam berikutnya.

Perempuan juga mampu memilih lahan yang cocok

untuk budidaya pertanian. Mereka juga mampu memilih tanaman yang


cocok untuk pengobatan.

Kemampuan tersebut dengan dipelajari para

perempuan dan bekerjasama dengan laki-laki untuk kebutuhan bertahan


hidup keluarganya. Jenis keluarga pertanian ini banyak dijumpai di mesir,
irak dan syam.
Kehidupan Perkotaan
Terjadinya akulturasi dan penggabungan beberapa budaya menjadi
pengaruh pola pikir sebahagian masyarakat perkotaan dalam kegiatan
pencarian nafkah sehingga terjadi keseimbangan peran antara laki-dan
perempuan

dalam

menyelesaikan

persoalan

keuangan

keluarga.

Sebagaimana diungkapkan dalam History of the Arabs Khadijah juga


berasal dari suku Quraisy dan sebagai seorang janda kaya, ia menjalankan
sendiri bisnisnya serta menjadikan Nabi Muhammad muda sebagai
pekerjanya.4
Pada zaman pra Islam didaerah perkotaan yang merupakan wilayah
jalur perdagangan ,laki-laki banyak memainkan peran dalam sektor publik
3Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan kebudayaan islam 1 [Jakarta: Kalam Mulia,
2009] hlm 114
4 Philip K. Hitti, History of the Arabs, Cet ke-10 ed [jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2010] hlm 140

sedangkan sebahagian perempuan hanya memainkan peran disektor


domestik. Adapun dalam perspektif negatif yang dipandang sebagai hal
positif dalam menunjang ekonomi keluarga, banyak dari kalangan wanita
yang diperjual belikan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
khususnya suaminya. Perempuan tidak punya hal melakukan kegiatannya
sendiri, bahwa dianggap sebagai barang komoditi bebas diperjual-belikan
untuk kepentingan laki-laki.5
Keluarga Islam
Menjelaskan tentang perkembangan kebudayaan dan peradaban
Timur

Tengah,

tidak

bisa

terlepaskan

dari

pertumbuhan

dan

perkembangan Islam sejak awal. Karena Islam bukanlah dilahirkan dari


sebuah kebudayaan tetapi melahirkan sebuah kebudayaan baru yang
kemudian dengan hal ini Islam disebut sebagai agama samawi yang
kemudian

menjadi

landasan

bagi

berkembangnya

peradaban

dan

kebudayaan di timur tengah, maka kebudayaan dan kebiasaan yang


menjadi akses turun temurun pra Islam diubah menjadi kebudayaan yang
lebih beradab dan menyeluruh.
Sebelum Islam, kaum laki-laki menempati posisi sentral dan
istimewa dalam keluarga dan masyarakat. Mereka bertanggung jawab
secara keseluruhan dalam persoalan kehidupan keluarga, sehingga
kaum wanita secara umum hanya mengekor kepada kaum lelaki.
Oleh kerenanya,
gembira

sebahagian masyarakat

dengan kelahiran

wanita.

Sebab

Arab

tidak

kondisi

menyambut

alamiah

yang

menyebabkan wanita tidak dapat berperan dalam kondisi kehidupan


saat

itu

yang

sangat keras. Fenomena yang muncul pada sebagian

kabilah Arab adalah kaum lelaki sangat berduka dengan kelahiran anak
wanita yang pada gilirannya mereka memutuskan apakah tetap bersedih
atau melepaskan kepedihan itu dengan membunuh atau mengubur anak
wanita tersebut hidup-hidup.
5 Syafiq Hasyim, Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuan Dalam Islam
[Bandung: Mizan,

2001] hlm 19

Dalam

keluarga Islam,

sebagai musuh

atau lawan,

wanita
tetapi

dan

laki-laki

sebagai

diciptakan

bagian

yang

bukan
saling

melengkapi satu sama lain. Islam memandang laki-laki dan perempuan


sebagai dua entitas dengan banyak kesamaan karakter insani di antara
mereka. Masing-masing memikul beban dan tanggung jawab yang sesuai
dengan kondisi fisik mereka demi kelangsungan hidup dan meniti
kesempurnaan

insani.

Laki-laki

yang

tidak

diberikan

kelebihan

mengandung dan melahirkan diberikan kewajiban untuk menafkahi,


begitupun juga perempuan yang mengandung, melahirkan dan mendidik
anak tidak diberikan kewajiban untuk mencari nafkah. Di dalam Islam
tidak ada yang disebut dengan pengurangan hak wanita atau penzaliman
kepada wanita demi kepentingan laki-laki. Justru, syari at yang diturunkan
bukan hanya untuk laki-laki saja, tetapi juga untuk wanita. Kedudukan
laki-laki dan wanita sama di hadapan Allah Swt (At-Taubah 71).
Dalam proses pembagian kinerja dalam pengurusan ekonomi
domestik dalam keluarga Islam, selalu berlandaskan pada pengetahuan
bahwa Agama Islam tidak pernah menghalangi perempuan bekerja atau
terlibat aktivitas ekonomi. Hanya saja Islam memberikan catatan bahwa
aktivitas itu hendaknya tetap memperhatikan prinsip menjaga diri sebagai
wanita muslimah dan tidak melupakan tugas utama di dalam rumah
sebagai istri dan ibu. Dalam pandangan Islam, perempuan dan laki-laki
memiliki kesetaraan, tetapi tidak kesamaan dan keseragaman.
Pedoman dasar Islam berlandaskan al-Quran dan Hadist, sehingga
dalam mengarungi kehidupan berumah tangga perlu menerapkan prinsipprinsip yang terurai didalamnya. Adapun dalam al-Quran kurang lebih ada
tiga prinsip utama dalam menjalankan dan membagi kerja dalam
berumah tangga. Yakni yang pertama konsep Sawajiya, yakni menetapkan
kesetaraan dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan. Hal ini
dijelaskan pada surah annisa ayat 1. Yang kedua konsep Wilayyah yakni
pelindung satu sama lain. Al-Qur'an juga menguraikan hubungan antara
laki-laki dan perempuan sebagai mitra ('Awllya) dalam membangun
keluarga yang sehat dan masyarakat. Konsep Wilayyah dijelaskan dalam

Surat Al Taubah ayat 2 dan diterapkan dalam sunnah Nabi Muhammad


Saw, dan yang ketiga adalah Konsep Qiwama, di mana al-Qur'an
menjelaskan tentang tanggung jawab untuk mempertahankan finansial
keluarga. Perempuan bebas untuk mengurus keluarga dengan menjadi
pengasuhan, tanpa stres memikirkan tambahan nafkah dari laki-laki.
Namun jika laki-laki dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk
bekerja mencari nafkah, maka wanita diperbolehkan dengan izin suami
untuk bekerja.
Dalam sistem Sosial dan subsistem yang lebih kecil yakni keluarga,
Islam datang dengan membawa konsep ummah. Hal ini mengakibatkan
terjadinya perombakan secara radikal sistem patriarki yang tadinya
berorientasi sempit menjadi luas, walaupun dalam prakteknya terkadang
masih melenceng dari ideologi ummah. Dalam masyarakat ummah,
perempuan yang berprestasi memperoleh kesempatan yang sama dengan
laki-laki. Walau kenyataannya dalam sejarah dunia Islam, perempuan
kurang mendapat kesempatan untuk memimpin umat. Ini mungkin
disebabkan oleh faktor tradisi budaya yang mengakar dalam masyarakat
Arab sehingga sulit untuk merobahnya.
Keluarga Pasca Kolonialisasi sampai Modern
Masuknya ideologi dan pemahaman baru diluar pengaruh dunia
Islam yang mulai berkembang pasca menurunnya kekuatan kekhalifaan di
timur tengah, mengakibatkan wilayah yang mencapai ekspansi maupun
sekitarnya mulai terpengaruh dan melakukan asimilasi dan akulturasi
terhadap budaya yang sebelumnya melekat pada jatidiri masyarakat
timur tengah yakni Islam.
Hal

ini

perempuan

berpengaruh
dalam

signifikan

menciptakan

terhadap

suasana

peran

yang

laki-laki

harmonis

dan

dalam

berkeluarga. Sesungguhnya masyarakat-masyarakat Arab - sesudah lepas


dari belenggu penjajahan, mulai berlomba dalam mencapai kemajuan dan
mendirikan

perindustrian

serta

mengambil

alih

sarana

peradaban.

Kemajuan yang pesat ini sangat mempengaruhi keluarga dan hubunganhubungan yang ada di dalamnya.
Kemajuan peradaban pasca kolonialisasi dalam bidang perindustrian
telah membantu kaum wanita dalam memperoleh kebebasan yang lebih
besar dan memiliki kepribadian dalam keluarga sehingga hal tersebut
mampu

mempengaruhi

peningkatan

ekonomi

pembagian
keluarga.

kerja

atau

Meningkatnya

kontribusi

dalam

pendidikan

dan

menyebarnya universitas-universitas di wilayah Timur Tengah membuka


kesempatan perempuan dan laki-laki untuk lebih aktif dalam dunia luar
rumah untuk sekedar mencari ilmu sebagai modal untuk membangun
masa depan keluarga yang dari waktu ke waktu membutuhkan banyak
biaya hidup.
Namun tidak semua pengaruh kolonialisasi pada sektor sosial dalam
keluarga masyarakat timur tengah mengakar lebih dalam disebabkan
karena pondasi yang kokoh turun temurun dalam kebiasaan masyarakat
Timur Tengah dengan ideologi Islam yang sangat kuat, sehingga Proses
pembagian kerja dalam keluarga pada masyarakt modern ditimur tengah
masih tetap berlandaskan al-Quran dengan kepemimpinan keluarga tetap
pada sang ayah serta kewajiban menafkahi keluarga. Namun sang ibu
diberikan kebebasan yang lebih untuk menambah penghasilan keluarga
dengan bekerja sesuai izin dari kepala keluarga.
Di dunia modern sekarang, Berdasarkan hasil survei yang dilakukan
oleh YouGov dan Bayt.com, sebanyak 65 persen wanita Saudi bekerja
karena ingin mandiri secara finansial, lansir Arab News (1/7/2012). Survei
yang dilakukan atas para wanita pekerja di kawasan Timur Tengah dan
Afrika Utara itu ditujukan untuk mengetahui persepsi dan sikap para
wanita pekerja terkait peran dan pengalaman mereka di tempat kerja.
Alasan kedua terbanyak yang dikemukakan para wanita itu juga
masih terkait dengan finansial, yaitu terkait dengan kebutuhan keluarga.
Di

mana

mereka

ingin

memberikan

kontribusi

dalam

pemenuhan

kebutuhan keluarga dan bukan mencari kemandirian ekonomi atau


finansial.
Alasan kemandirian finansial paling banyak dikemukakan oleh
wanita berusia 25 tahun ke bawah. Sementara di kalangan wanita berusia
lebih matang (36-45 tahun), alasan demi masa depan anak-anak dengan
memanfaatkan pendidikan yang dimilikinya, menjadi pendorong para
wanita itu bekerja.
Daftar Pustaka
Megawangi, Ratna. 1999. Membiarkan berbeda? Sudut pandang baru
tentang relasi gender. Bandung: Mizan
Madzhar,

Atha,

dkk.

2001.

Wanita

Dalam

Masyarakat

Indonesia.

Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press


Hitti, Philip K., 2010. History of the Arabs, Cet ke-10 ed., jakarta: PT
Serambi Ilmu Semesta
Hasan, Hasan Ibrahim. 2009. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Jakarta:
Kalam Mulia
Hasyim, Syafiq. 2001. Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu
Keperempuan Dalam Islam. Bandung: Mizan

Anda mungkin juga menyukai