Anda di halaman 1dari 10

No.

ID dan Nama Peserta :


/ dr. Dwi Fitri
No. ID dan Nama Wahana :
/ RSUD Daya
Topik : Leptospirosis
Tanggal Kasus : 18 Februari 2015
Nama Pasien : Ny. Z
No. RM : 172142
Tanggal Presentasi :
Pendamping : dr. Ety Suharti
Tempat Presentasi : RSUD Daya
Objek presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Perempuan, 37 tahun masuk dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu
Tujuan : Mendiagnosis kelainan pasien, penatalaksanaan lebih lanjut pada pasien,
menentukan prognosis pasien, edukasi pasien dan keluarganya.
Bahan
Tinjauan
Riset
Kasus
Bahasan :
Pustaka
Cara
Presentasi dan
Diskusi
Email
membahas :
diskusi

Audit
Pos

Data Pasien :
Nama : Ny. Z
No. Registrasi : 172142
Nama Poliklinik :
Interna
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Leptospirosis. , Perempuan 37 tahun masuk dengan keluhan demam sejak 3 hari yang
lalu. Demam dirasakan terus menerus. Pasien juga merasakan sakit kepala, pegal pada
otot leher dan betis, mual hingga muntah lebih dari 3 kali dalam sehari. Riwayat
pingsan di tempat kerja 1 hari yang lalu. BAK lancar, BAB biasa. Riwayat pekerjaan
pasien merupakan seorang buruh dipabrik tripleks dan banyak tikus berkeliaran
2.
3.
4.
5.
6.

dipabrik tersebut.
Riwayat Pengobatan :
Riwayat berobat sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Riwayat dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat Keluarga :
Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga (-)
Riwayat Pekerjaan :
Pasien merupakan seorang buruh dipabrik tripleks
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
: Baik
Keadaan gizi
: Cukup
GCS
: E4V5M6
Tanda Vital
:
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Pernapasan
: 22 x/menit
Nadi
: 92 x/menit
1

Suhu
Status Genaralisata
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Kulit
Paru-paru

: 38,2 oC
:
: Normocephal
: Konjungtiva hiperemis (+/+), anemis (-/-), Sklera ikterus (+/+)
: Tidak ada pernapasan cuping hidung
: Sianosis (-)
: Tampak ikterus
: Wheezing (-/-), Rh (-/-)

Thoraks anterior
o Inspeksi

: Pergerakan nafas hemitorak kanan dan kiri sama, iktus cordis

tidak terlihat
o Palpasi
: Fremitus taktil dan vokal hemitorak kiri dan kanan sama, Ictus
cordis tidak teraba
o Perkusi
: Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri
Batas jantung atas
: sela iga 3 linea parasternalis kiri
Batas jantung kiri
: sela iga 6 linea mid clavicularis sinistra
Batas jantung kanan
: sela iga 4 linea sternalis kanan
o Auskultasi

: Bronkhial, wheezing -/-, ronkhi -/-

THORAKS POSTERIOR

Inspeksi

: Pergerakan nafas hemitoraks kanan dan kiri sama

Palpasi

: Fremitus taktil dan vokal hemitoraks kiri dan kanan sama

Perkusi

: Sonor pada hemitoraks kanan dan kiri

Auskultasi

: Bronkhial, wheezing -/-, ronkhi -/-

Jantung
Abdomen
Ekstremitas
Daftar Pustaka :

: dalam batas normal


: dalam batas normal
: Akral hangat, sianosis (-), edem tibial (-)

1. Anonim, 2005, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, FK UI. Jakarta. Hal 18451848.
2. Hauser, Kasper et al, 2005, Harrisons Principles of Internal Medicine 16 editions, Mc
Graw Hill. New York. Page 988-990.
3. Kayser, et al, 2005, Medical Microbiology, thieme. Page 328-330.
4. Sandra, Gompf, 2008, Leptospirosis, last up date August, 11, 2008. Download from
www.emedicine.com/leptospirosis.html.
5. Human Leptospirosis : Guidance for Diagnosis, Surveillans and Control. WHO and
2

International Leptospirosis Society 2003.


Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Leptospirosis
2. Mengetahui penatalaksanaan Leptospirosis
3. Konsultasi yang diperlukan untuk kasus Leptospirosis
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio :
1. Subjektif :
Perempuan 37 tahun masuk dengan keluhan demam sejak 3 hari yang lalu. Demam
dirasakan terus menerus. Pasien juga merasakan sakit kepala, pegal pada otot leher
dan betis, mual hingga muntah lebih dari 3 kali dalam sehari. Riwayat pingsan di
tempat kerja 1 hari yang lalu. BAK lancar, BAB biasa. Riwayat pekerjaan pasien
merupakan seorang buruh dipabrik tripleks dan banyak tikus berkeliaran dipabrik
tersebut.
2. Objektif :
Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran baik GCS E4V5M6. Dengan tanda vital,
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 92 kali/menit, pernapasan 22 kali/menit, suhu
38,2oC per aksila. Pada pemeriksaan fisis, ditemukan konjungtiva hiperemis dikedua
mata, nyeri tekan pada otot leher dan betis.
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisis.
3. Assesment :
Berdasarkan subjektif dan objektif yang meliputi gejala klinis dan pemeriksaan
fisis maka dapat disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan Leptospirosis.
Pengobatan kasus leptospirosis masih diperdebatkan. Sebagian ahli mengatakan
bahwa pengobatan leptospirosis hanya berguna pada kasus kasus dini (early stage)
sedangkan pada fase ke dua atau fase imunitas (late phase) yang paling penting adalah
perawatan.
Tujuan pengobatan dengan antibiotik adalah:
1. mempercepat pulih ke keadaan normal,
2. mempersingkat lamanya demam,
3. mempersingkat lamanya perawatan,
4. mencegah komplikasi seperti gagal ginjal (leptospiruria),
5. menurunkan angka kematian.
Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin. Selain itu dapat digunakan Tetracycline,
Streptomicyn, Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau Amoxicillin. Pengobatan
dengan Benzyl Penicillin 6-8 MU iv dosis terbagi selama 5-7 hari. Atau Procain
Penicillin 4-5 MU/hari kemudian dosis diturunkan menjadi setengahnya setelah
3

demam hilang, biasanya lama pengobatan 5-6 hari.


Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracycline dengan dosis awal 500 mg,
kemudian 250 mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250-500mg /6jam peroral
selama 6 hari. Atau Erythromicyn dengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5 hari.
Tetracycline dan Erythromycin kurang efektif dibandingkan dengan Penicillin.
Ceftriaxone dosis 1 g. iv. selama 7 hari hasilnya tidak jauh berbeda dengan
pengobatan menggunakan penicillin. Oxytetracycline digunakan dengan dosis 1.5 g.
peroral, dilanjutkan dengan 0.6 g. tiap 6 jam selama 5 hari; tetapi cara ini menurut
beberapa penelitian tidak dapat mencegah terjadinya komplikasi hati dan ginjal
Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan komplikasi berupa
reaksi Jarisch-Herxheimer. Komplikasi ini biasanya timbul dalam beberapa waktu
sampai dengan 3 jam setelah pemberian penicillin intravena; berupa demam, malaise
dan nyeri kepala; pada kasus berat dapat timbul gangguan pernafasan.

Tinjauan Pustaka
Definisi
Penyakit Leptospirosis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh strain
Leptospira. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke manusia ketika orang dengan
luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan air atau tanah yang telah terkontaminasi air
kencing hewan-bakteri juga dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Hewan
yang umum menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah,
musang kerbau, sapi atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di Indonesia Penyakit ini
ditularkan melalui kencing Tikus, Leptospirosis popular disebut penyakit kencing tikus.

Epidemiologi
Binatang pengerat terutama tikus merupakan sumber penularan leptospira paling
penting; binatang mamalia lain juga dapat sebagai sumbar beberapa jenis leptospira tertentu.
Binatang-binatang ini dapat mengeluarkan bakteri leptospira dalam jangka waktu yang lama
tanpa gejala. Manusia bisa tertular secara langsung maupun tidak langsung dari binatang yang
mengidap bakteri tersebut.
Secara alamiah bakteri ini terdapat di air yang terkontaminasi urin binatang pengidap
bakteri ini dan dapat bertahan lama. Di air yang pHnya normal dapat bertahan selama 4
4

minggu. Dengan demikian biasanya kasus penyakit ini sering ditemukan pada musim hujan,
terutama pada daerah - daerah banjir.

Etiologi
Bakteri penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp. Bakteri Leptospira
merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup), motil (dapat
bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat. Bakteri
Lepstospira berukuran panjang 6-20 m dan diameter 0,1-0,2 m. Sebagai pembanding,
ukuran sel darah merah hanya 7 m. Jadi, ukuran bakteri ini relatif kecil dan panjang
sehingga sulit terlihat bila menggunakan mikroskop cahaya dan untuk melihat bakteri ini
diperlukan mikroskop dengan teknik kontras. Bakteri ini dapat bergerak maju dan mundur.
Leptospira mempunyai 175 serovar, bahkan ada yang mengatakan Leptospira
memiliki lebih dari 200 serovar. Infeksi dapat disebabkan oleh satu atau lebih serovar
sekaligus. Bila infeksi terjadi, maka pada tubuh penderita dalam waktu 6-12 hari akan
terbentuk zat kebal aglutinasi. Bila terkena bahan kimia atau dimakan oleh fagosit, bakteri
dapat kolaps menjadi bola berbentuk kubah dan tipis. Pada kondisi ini, Leptospira tidak
memiliki aktifitas patogenik. Leptospira dapat hidup dalam waktu lama di air, tanah yang
lembap, tanaman dan lumpur.

Patogenesis
Setelah bakteri Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,
maka bakteri akan mengalami multiplikasi di dalam darah dan jaringan. Selanjutnya akan
terjadi leptospiremia, yakni penimbunan bakteri Leptospira di dalam darah sehingga bakteri
akan menyebar ke berbagai jaringan tubuh terutama ginjal dan hati.
Di ginjal kuman akan migrasi ke interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen
menyebabkan nefritis interstitial (radang ginjal interstitial) dan nekrosis tubular (kematian
tubuli ginjal). Gagal ginjal biasanya terjadi karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena
dehidrasi dan peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati berupa nekrosis sentrilobular
dengan proliferasi sel Kupffer. Pada konsisi ini akan terjadi perbanyakan sel Kupffer dalam
hati. Leptospira juga dapat menginvasi otot skeletal menyebabkan edema, vakuolisasi
miofibril, dan nekrosis fokal. Gangguan sirkulasi mikro muskular dan peningkatan
permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia sirkulasi.
5

Pada kasus berat akan menyebabkan kerusakan endotelium kapiler dan radang pada
pembuluh darah. Leptospira juga dapat menginvasi akuos humor mata dan menetap dalam
beberapa bulan, sering mengakibatkan uveitis kronis dan berulang. Setelah infeksi menyerang
seekor hewan, meskipun hewan tersebut telah sembuh, biasaya dalam tubuhnya akan tetap
menyimpan bakteri Leptospira di dalam ginjal atau organ reproduksinya untuk dikeluarkan
dalam urin selama beberapa bulan bahkan tahun.
Gambaran Klinis
Masa inkubasi Leptospirosis pada manusia yaitu 2 - 26 hari. Infeksi Leptospirosis
mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang tanpa gejala, sehingga sering
terjadi kesalahan diagnosa. Infeksi L. interrogans dapat berupa infeksi subklinis yang ditandai
dengan flu ringan sampai berat, Hampir 15-40 persen penderita terpapar infeksi tidak
bergejala tetapi serologis positif. Sekitar 90 persen penderita jaundis ringan, sedangkan 5-10
persen jaundis berat yang sering dikenal sebagai penyakit Weil. Perjalanan penyakit
Leptospira terdiri dari 2 fase, yaitu fase septisemik dan fase imun. Pada periode peralihan
fase selama 1-3 hari kondisi penderita membaik. Selain itu ada Sindrom Weil yang
merupakan bentuk infeksi Leptospirosis yang berat.
A. Fase Septisemik
Fase Septisemik dikenal sebagai fase awal atau fase leptospiremik karena bakteri
dapat diisolasi dari darah, cairan serebrospinal dan sebagian besar jaringan tubuh. Pada
stadium ini, penderita akan mengalami gejala mirip flu selama 4-7 hari, ditandai dengan
demam, kedinginan, dan kelemahan otot. Gejala lain adalah sakit tenggorokan, batuk, nyeri
dada, muntah darah, nyeri kepala, takut cahaya, gangguan mental, radang selaput otak
(meningitis), serta pembesaran limpa dan hati.
B. Fase Imun
Fase Imun sering disebut fase kedua atau leptospirurik karena sirkulasi antibodi
dapat dideteksi dengan isolasi kuman dari urin, dan mungkin tidak dapat didapatkan lagi dari
darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini terjadi pada 0-30 hari akibat respon pertahanan
tubuh terhadap infeksi. Gejala tergantung organ tubuh yang terganggu seperti selaput otak,
hati, mata atau ginjal.
Jika yang diserang adalah selaput otak, maka akan terjadi depresi, kecemasan, dan
sakit kepala. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan jaundis, pembesaran hati
(hepatomegali), dan tanda koagulopati. Gangguan paru-paru berupa batuk, batuk darah, dan
6

sulit bernapas. Gangguan hematologi berupa peradarahan dan pembesaran limpa


(splenomegali). Kelainan jantung ditandai gagal jantung atau perikarditis. Meningitis aseptik
merupakan manifestasi klinis paling penting pada fase imun.
Leptospirosis dapat diisolasi dari darah selama 24-48 jam setelah timbul jaundis. Pada
30 persen pasien terjadi diare atau kesulitan buang air besar (konstipasi), muntah, lemah, dan
kadang-kadang penurunan nafsu makan. Kadang-kadang terjadi perdarahan di bawah kelopak
mata dan gangguan ginjal pada 50 persen pasien, dan gangguan paru-paru pada 20-70 persen
pasien.
Gejala juga ditentukan oleh serovar yang menginfeksi. Sebanyak 83 persen penderita
infeksi L. icterohaemorrhagiae mengalami ikterus, dan 30 persen pada L. pomona. Infeksi L.
grippotyphosa umumnya menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Sedangkam L. pomona
atau L. canicola sering menyebabkan radang selaput otak (meningitis).
C. Sindrom Weil
Sindrom Weil adalah bentuk Leptospirosis berat ditandai jaundis, disfungsi ginjal,
nekrosis hati, disfungsi paru-paru, dan diathesis perdarahan. Kondisi ini terjadi pada akhir
fase awal dan meningkat pada fase kedua, tetapi bisa memburuk setiap waktu. Kriteria
penyakit Weil tidak dapat didefinisikan dengan baik. Manifestasi paru meliputi batuk,
kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk darah, dan gagal napas. Disfungsi ginjal dikaitkan
dengan timbulnya jaundis 4-9 hari setelah gejala awal. Penderita dengan jaundis berat lebih
mudah terkena gagal ginjal, perdarahan dan kolap kardiovaskular. Kasus berat dengan
gangguan hati dan ginjal mengakibatkan kematian sebesar 20-40 persen yang akan meningkat
pada lanjut usia.
Diagnosis
Untuk mendiagnosa Leptospirosis, maka hal yang perlu diperhatikan adalah riwayat
penyakit, gejala klinis dan diagnosa penunjang. Sebagai diagnosa penunjang, antara lain
dapat dilakukan pemeriksaan urin dan darah. Pemeriksaan urin sangat bermanfaat untuk
mendiagnosa Leptospirosis karena bakteri Leptospira terdapat dalam urin sejak awal penyakit
dan akan menetap hingga minggu ketiga. Cairan tubuh lainnya yang mengandung Leptospira
adalah darah, serebrospinal tetapi rentang peluang untuk isolasi bakteri sangat pendek. Selain
itu dapat dilakukan isolasi bakteri Leptospira dari jaringan lunak atau cairan tubuh penderita,
misalnya jaringan hati, otot, kulit dan mata. Namun, isolasi Leptospira termasuk sulit dan
7

membutuhkan waktu beberapa bulan.


Untuk mengukuhkan diagnosa Leptospirosis biasanya dilakukan pemeriksaan
serologis. Antibodi dapat ditemukan di dalam darah pada hari ke-5-7 sesudah adanya gejala
klinis. Kultur atau pengamatan bakteri Leptospira di bawah mikroskop berlatar gelap
umumnya tidak sensitif. Tes serologis untuk mengkonfirmasi infeksi Leptospirosis yaitu
Microscopic agglutination test (MAT). Tes ini mengukur kemampuan serum darah pasien
untuk mengagglutinasi bakteri Leptospira yang hidup. Namun, MAT tidak dapat digunakan
secara spesifik pada kasus yang akut, yakni kasus yang terjadi secara cepat dengan gejala
klinis yang parah

[19]

. Selain itu, diagnosa juga dapat dilakukan melalui pengamatan bakteri

Leptospira pada spesimen organ yang terinfeksi menggunakan imunofloresen.


Komplikasi
Komplikasi penyakit leptospirosis bisa mempengaruhi beberap organ vital. Pada hati
bisa menyebabkan kekuningan yang terjadi pada hari ke 4 dan ke 6 akibat gangguan hati.
Pada ginjal bisa menyebabkan gagal ginjal yang dapat menyebabkan kematian. Pada jantung
bisa menimbulkan keluhan jantung berdebar tidak teratur, jantung membengkak dan gagal
jantung yang dapat mengikabatkan kematian mendadak. Pada paru-paru bisa menyebabkan
batuk darah, nyeri dada, sesak nafas. Selain itu juga bisa terjadi perdarahan karena adanya
kerusakan pembuluh darah dari saluran pernafasan, saluran pencernaan, ginjal, saluran
genitalia, dan mata (konjungtiva). Sedangkan pada wanita hamil bisa berpotensi
menyebabkan keguguran, prematur, bayi lahir cacat dan lahir mati.
Penatalaksanaan
Obat pilihan adalah Benzyl Penicillin. Selain itu dapat digunakan Tetracycline,
Streptomicyn, Erythromycin, Doxycycline, Ampicillin atau Amoxicillin. Pengobatan dengan
Benzyl Penicillin 6-8 MU iv dosis terbagi selama 5-7 hari. Atau Procain Penicillin 4-5
MU/hari kemudian dosis diturunkan menjadi setengahnya setelah demam hilang, biasanya
lama pengobatan 5-6 hari.
Jika pasien alergi penicillin digunakan Tetracycline dengan dosis awal 500 mg,
kemudian 250 mg IV/IM perjam selama 24 jam, kemudian 250-500mg /6jam peroral selama 6
hari. Atau Erythromicyn dengan dosis 250 mg/ 6jam selama 5 hari. Tetracycline dan
Erythromycin kurang efektif dibandingkan dengan Penicillin.
Ceftriaxone dosis 1 g. iv. selama 7 hari hasilnya tidak jauh berbeda dengan pengobatan
8

menggunakan penicillin. Oxytetracycline digunakan dengan dosis 1.5 g. peroral, dilanjutkan


dengan 0.6 g. tiap 6 jam selama 5 hari; tetapi cara ini menurut beberapa penelitian tidak dapat
mencegah terjadinya komplikasi hati dan ginjal
Pengobatan dengan Penicillin dilaporkan bisa menyebabkan komplikasi berupa reaksi
Jarisch-Herxheimer. Komplikasi ini biasanya timbul dalam beberapa waktu sampai dengan 3
jam setelah pemberian penicillin intravena; berupa demam, malaise dan nyeri kepala; pada
kasus berat dapat timbul gangguan pernafasan.

4.

Plan
Pemeriksaan Lab:

WBC : 9.940 /mL


RBC : 3.840.000/mL
Hb : 11.6 g/dL
HCT :32.8 %
PLT : 153.000
MCV: 85,4 fl
MCH: 30,2 pg
MCHC: 35,4 g/dL

Penanganan Pada pasien ini:


- IVFD RL : Dextrose 5% = 1 : 1
- Ceftriaxone 1 gr inj/12 jam
- Paracetamol tab 500 mg 3x1
- Domperidone tab 2x1 a.c
- Vit B com 3x1
5. Prognosis
Secara umum kasus yang ditangani dengan baik dengan perawatan yang dianjurkan,
prognosisnya baik. Angka kematian menjadi tinggi pada penderita lanjut usia, yang
mengalami jaundice berat, datang dengan komplikasi gagal ginjal akut dan dengan kegagalan
pernafasan akut.
6. Pendidikan
Yang paling penting adalah menghindari daerah yang diperkirakan banyak binatang
pengeratnya

dengan risiko kontaminasi urine hewan tersebut. Beberapa peneliti

menganjurkan antibiotik untuk pencegahan; yang terbaik adalah doxycycline 200


9

mg./minggu.
Selain itu pemberian antibiotik tersebut pada awal penyakit (fase dini) dapat
mengurangi gejala seperti: demam, nyeri kepala, badan tidak enak dan nyeri otot; juga dapat
mencegah terjadinya leptospiruria (ditemukannya kuman leptospira dalam urin) dan yang
penting tidak ditemukan efek samping yang merugikan pasien.
Bagi mereka yang selalu melakukan kontak dengan hewan, atau air atau tanah yang
berpotensi terkontaminasi harus memastikan mereka memakai pakaian pelindung yang sesuai
dengan aturan, seperti mengenakan sarung tangan, masker, sepatu boot dan/atau kacamata
pelindung.
7. Rujukan
Diperlukan jika terjadi komplikasi serius yang harus ditangani di rumah sakit dengan saran
dan prasaran yang lebih memadai.

Makassar,

Maret 2015

Peserta

Pembimbing

dr. Dwi Fitri

dr. Ety Suharti

10

Anda mungkin juga menyukai