Anda di halaman 1dari 12

Individual Paper

Manajemen Konflik Antar Fungsi


Tinjauan Kasus di Perusahaan Gas Negara

Iwan Yuli Widyastanto

14/374495/PEK/19766

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


MAGISTER MANAJEMEN - UNIVERSITAS GADJAH MADA
1

Bab I
Latar Belakang
I.1. Tentang PT. Perusahaan Gas Negara
Kasus ini terjadi di PT. Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Saat kami bekerja di
salah satu unit penjualan dan layanan pelanggan sekitar 5-6 tahun yang lalu. PT.
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. adalah merupakan perusahaan BUMN yang
bergerak di sektor energy khususnya yang terkait dengan transmisi, distribusi, niaga, dan
supply gas bumi. PGN berdiri sejak 1859 dengan nama I.J.N. Eindhoven & Co yang mana
merupakan perusahaan swasta Belanda yang bergerak di bidang Listrik dan Gas. Lalu
dinasionalisasi di tahun 1945. Tanggal 13 Mei 1965 Perusahaan ini mulai resmi terpisah,
antara Perusahaan Gas yang kelak bernama Perusahaan Gas Negara (PGN) dan
Perusahaan Listrik yang kelak bernama Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Ekspansi Penjualan Gas Bumi oleh PGN meningkat sangat pesat ada era tahun 20082009 dimana suplai gas dari Sumatera Tengah berlimpah untuk kawasan Jawa Barat
melalui pipa transmisi gas yang diberi nama South Sumatera- West Java (SSWJ).
Meningkatnya jumlah pelanggan yang cukup dramatis menuntut usaha yang lebih keras
untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan.
Tingkat kepuasan pelanggan dan penanganan complain/keluhan pelanggan menjadi
topic utama dalam bahasan konflik dalam tulisan ini. Kecepatan dalam merespon dan
memenuhi harapan pelanggan kepada perusahaan yang masih seringkali tidak membuat
pelanggan puas seringkali menjadi diskursus yang tidak pernah berhenti. Dari sini
muncullah permasalahan yang saling menyalahkan, antara fungsi penjualan & layanan
pelanggan dan fungsi-fungsi supporting/back office seperti fungsi layanan teknis
(technical support), fungsi keuangan& administrasi.
I.2. Identifikasi Masalah
Konflik ini selalu terjadi saat fungsi sales (melalui sales/account representative) yang
membidani proses approach calon pelanggan sampai kemudian tercipta komitmen pembelian
secara jangka panjang mulai menerima banyak sekali permintaan dan keluhan dari pelanggan
tentang berbagai hal, namun ketika fungsi sales meminta support dari fungsi lainnya yang
terkait tidak mendapatkan respon yang diharapkan, baik dari kecepatan maupun kualitas

layanan. Di mata fungsi Sales, fungsi supporting tidak benar-benar menjalankan fungsinya
secara professional sebagai support system. Sementara di sisi lain, fungsi supporting merasa
diperlakukan sebagai pembantu umum yang hanya bertugas sebagai cleaning service
officer saja. Di mata fungsi supporting, fungsi Sales seringkali tidak memberikan penjelasan
yang komprehensif kepada calon pelanggan maupun pelanggan eksisting sehingga tidak
muncul pengharapan yang berlebihan kepada perusahaan. Dan di sisi lain, seringkali harapanharapan ini tidak sesuai dengan SOP dan aturan-aturan organisasi yang telah ada sebelumnya.
Pendek kata, terlalu menjadi Pemberi Harapan Palsu (PHP) kepada pelanggan. Ditambah.
fungsi Supporting merasa bahwa bahwa fungsi sales mendapatkan keutamaan di antara
semua fungsi. Sebagai contoh fungsi Sales dalam melaksanakan tugasnya dipersenjatai
dengan amunisi yang sangat lenkap; mulai dari seragam yang berbeda, kendaraan
operasional lengkap beerta driver, modal dana entertain kepada pelanggan.

Bab II
Dasar Teori
II.1. Definisi Konflik
Secara umum, konflik adalah ketidaksesuaian dari sejumlah bentuk interaksi antar
personal maupun kelompok. S.P. Robbin (2006): konflik adalah suatu proses yang dimulai
ketika suatu pihak menganggap pihak lain secara negative mempengaruhi atau akan
mempengaruhi sesuatu/ seseorang yang menjadi kepedulian pihak pertama. Sehingga suatu
konflik terjadi melalui suatu proses yang dimulai dari adanya persangkaan/anggapan dari
seseorang kepada orang lain yang ternyata sangat subyektif, yang kemudian menjadi
masalah. Ada atau tidaknya suatu konflik dalam suatu organisasi adalah tergantung dari
persepsi-persepsi pihak-pihak yang terkait.
Terdapat beberapa pandangan dalam mengartikan suatu konflik, yaitu :
1. Pandangan Tradisional
Pendekatan konservatif menganggap bahwa semua konflik itu buruk atau selalu
membawa dampak negative, dalam hal ini konflik dilihat sebagai hasil dari suatu :
a. Disfungsional : tidak berfungsi sebagai mana mestinya
b. Komunikasi yang buruk
c. Kurangnya keterbukaan dan pencapaian antar orang-orang yang ada
d. Kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para
karyawannya
2. Pandangan Hubungan Manusia
Konflik adalah merupakan peristiwa yang wajar, yang sulit untuk di hindari dalam suatu
organisasi.
3. Pandangan Interaksionis
Keyakinan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan positif dalam organisasi tetapi
konflik juga sangat diperlukan agar kelompok dapat berkinerja secara efektif. Jadi baik
buruknya konflik tergantung dari pada tipe konflik.

II.2 Tipe/Jenis Konflik


Ada beberapa tipe konflik yang harus dikenali, antara lain :
1. Konflik Fungsional
Adalah semua jenis konflik yang dapat mendukung tercapainya sasaran organisasi dan
memperbaiki kinerja. Konflik ini menimbulkan perdebatan yang fokus untuk perbaikanperbaikan kinerja perusahaan sesuai dengan job goal masing-masing departemen.
2. Konflik Disfungsional
Yaitu jenis konflik yang terjadi karena adanya sesuatu atau seseorang yang tidak berfungsi
sebagaimana seharusnya, sehingga akan merintangi atau menghambat kinerja organisasi.
Konflik ini biasanya terjadi akibat adanya konflik internal antar pegawai yang menimbulkan
hubungan yang tidak baik di dalam pekerjaan. Jika dibiarkan, konflik ini akan meluas, dan
dapat mempengaruhi pekerja lain. Ini akan berefek negative kepada organisasi/perusahaan

II.3. Hubungan antara konflik dan Kinerja perusahaan.


Constructive Conflict diperlukan untuk terus meningkatkan kinerja perusahaan, tidak
ada konflik dapat membuat performa perusahaan tidak berkembang dengan baik, namun jika
konflik terjadi terlalu sering dan terlalu lama dapat membuat penurunan performa perusahaan
seperti yang dijelaskan pada Gambar 1. Hubungan antara konflik dan performa perusahaan.

Gambar 1. Hubungan antara konflik dan performa perusahaan


Dari diagram di atas memperlihatkan bahwa konflik sebenarnya diperlukan, dengan syarat
dapat dikendalikan dan dipelihara pada level tertentu dengan kehati-hatian. Konflik yang
dikelola dengan baik dan dimonitor dengan seksama setiap saat secara tidak langsung akan
membuat performa perusahaan menjadi meningkat karena terus menimbulkan perbaikan5

perbaikan yang dapat meningkatkan kualitas masing2 fungsi yang berkonflik, dan pada
akhirnya menguntungkan produktivitas perusahaan.
II.4. Faktor Penyebab Konflik
faktor yang menyebabkan timbulnya konflik dalam organisasi dapat dibagi dalam 3
hal utama, yaitu :
a. Komunikasi: yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan perpindahan dan
pemahaman esensi arti/makna dari satu orang kepada orang lain. Hanya dengan
komunikasi segala informasi dan/atau gagasan dapat disampaikan kepada pihak lain.
Komunikasi yang tidak efektif akan berpotensi menimbulkan konflik akibat
perbedaan persepsi.
b. Struktur: adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang aktivitas atau operasional
kerja dari suatu perusahaan/organisasi itu dalam mencapai sasaran atau tujuan, secara
struktural yang tercipta. Adanya sesuatu yang mengganggu terlaksananya aktivitas
secara sistemik akan menimbulkan konflik secara structural.
c. Pribadi: yaitu hal-hal yang ada pada diri pribadi orang per orang, seperti kepribadian,
norma-norma yang dianut, kebiasaan hidup atau budaya. Bila orang saling
berhubungan atau berinteraksi dapat berpotensi menimbulkan konflik bila persepsi
yang dirasakan tidak sesuai dengan persepsi salah satu pihak.
d. Perbedaan Tujuan : Tujuan yang berbeda dari masing-masing Divisi/Departemen juga
dapat menimbulkan konflik, terutama bagi suatu pihak yang hanya melihat sisi job
goal tersendiri, tanpa melihat tujuan utama perusahaan.
e. Sumber daya Terbatas: Tersedianya sumber daya yang terbatas, membuat para pelaku
konflik ini akan berupaya semaksimal mungkin untuk memanfaatkan sumber daya ini.
Hal ini akan menimbulkan konflik bila penggunaan sumberdaya dilakukan secara
bersama-sama.

II.5. Pengendalian Konflik


Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa monitoring dan pengendalian konflik
diperlukan untuk terus meningkatkan kinerja organisasi. Dalam proses mengendalikan
konflik, Leader berperan penting agar lini yang berada dibawahnya dapat bekerja secara
optimal. Terdapat beberapa alternative cara untuk mengendalikan konflik agar tidak
terlalu sering terjadi:
6

a. Ciptakan sistem dan pelaksanaan komunikasi yang efektif.


b. Tetapkan peraturan dan prosedur yang baku terutama yang menyangkut hak
karyawan.
c. Atasan mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan konflik yang muncul.
d. Ciptakanlah iklim dan suasana kerja yang harmonis.
e. Bentuklah team work dan kerja-sama yang baik antar kelompok/ unit kerja.
f. Semua pihak hendaknya sadar bahwa semua unit/eselon merupakan mata rantai
organisasi yang saling mendukung, jangan ada yang merasa paling hebat.
g. Bina dan kembangkan rasa solidaritas, toleransi, dan saling pengertian antar
unit/departemen
II.6. Conflict Resolution
Cara Mengatasi Konflik Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang
mudah dan sederhana. Cepat-lambatnya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada
willingness dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik,
berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan
(intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul.
Penyelesaian konflik ini biasa juga disebut negosiasi
Konflik dapat diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa, dengan cara:
a. Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani
hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.
b. Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang
mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita
menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.
c. Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling
mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan
komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.
d. Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan
kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan
berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan
merumuskan alternatif pemecahan secara bersama dengan keuntungan yang
berimbang bagi kedua pihak.

e. Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik
diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu
berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.
f. Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar
menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas
pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman
atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu
pihak harus mengalah dan menyerah secara terpaksa.
Cara lain untuk penyelesaian konflik adalah dengan menggunakan pihak ketiga, yaitu
dengan cara:
a. Intervensi (campur tangan) pihak ketiga: Apabila pihak yang bersengketa tidak
bersedia berunding atau usaha kedua pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga
dapat dilibatkan dalam penyelesaian konflik.
b. Arbitrase (arbitration): Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan
berfungsi sebagai hakim yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin
tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik daripada
terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif. Penengahan
(mediation): Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa.
Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang terputus,
menjernihkan dan memperjelas masalah serta mela-pangkan jalan untuk pemecahan
masalah secara terpadu. Efektivitas penengahan tergantung juga pada bakat dan ciri
perilaku mediator.
c. Konsultasi: Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik. Konsultan
tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak berusaha untuk menengahi.
la menggunakan berbagai teknik untuk meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa
tingkah laku kedua pihak terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses
penyelesaian masalah yang menjadi pokok sengketa.
Konflik dan penyelesaiannya secara general dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Konflik dalam Group secara kelesuruhan .

Bab III
Analisa Masalah

Masalah yang terjadi di PGN yang kami angkat sebagai kasus tersebut merupakan
jenis konflik internal, dimana konflik tersebut sebenarnya merupakan konflik yang dapat
membangun (Konflik Fungsional). Saling koreksi apa yang seharusnya dilakukan untuk
memuaskan pelanggan, merupakan sisi positif bagaimana suatu fungsi dapat menyadari
fungsinya dan menyesuaikan diri dengan kemampuannya. Fungsi Sales memahami bahwa
ultimate goal-nya adalah memenuhi harapan pelanggan untuk menciptakan customer loyalty.
Sementara fungsi supporting juga memahami bahwa segala sesuatu harus mengikuti dan taat
kepada aturan yang berlaku (SOP, Instruksi Kerja, Prosedur Operasi, dan lain-lain) agar
auditable.
Kedua sisi memiliki sudut pandang yang berbeda namun juga memiliki argument
standing dan alasan yang sama kuat. Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi adalah: (1)
SOP belum disesuaikan dengan dinamika kebutuhan organisasi, dan (2) Silo-silo antar fungsi
organisasi yang terlalu kuat
Langkah-langkah yang diambil oleh Manajemen saat itu adalah :
1. Menjelaskan/menegaskan kembali kepada seluruh fungsi tentang definisi masingmasing fungsi dan keseluruhan flow-process agar jelas garis batas hak, kewajiban dan
kewenangan masing-masing fungsi. Leader menjelaskan kepada seluruh fungsi
tentang Ultimate-Goal organisasi, yang sangat concern kepada Tingkat Kepuasan
Pelanggan (karena asumsi dasar yang diyakini adalah; keuntungan organisasi akan
berbanding lurus dengan tingkat kepuasan pelanggan).
2. Membuka ruang diskusi terbuka diantara fungsi-fungsi yang terkait dengan konflik
ini, dan menjadi moderator diskusi. Dari diskusi diharapkan harapan/ekspektasi
masing-masing fungsi terhadap fungsi lainnya dapat semakin jelas dan ditangkap
dengan baik tanpa deviasi.
3. Melakukan perubahan/modifikasi SOP dan aturan-aturan terkait lainnya agar lebih
sesuai dengan kebutuhan dinamika perusahaan namun tetap memenuhi syarat-syarat
umum yang tidak bertentangan dengan hukum dan etika bisnis yang berlaku.
4. Melakukan tindakan mutasi sementara (cross-function) atas personil-personil dari
fungsi-fungsi yang terlibat konflik
10

Bab IV
Kesimpulan dan Saran
IV.1 Kesimpulan
Dari kasus dan kejadian tersebut, kami belajar bahwa konflik tidak dapat dihindari
namun dapat dimitigasi dan dibuat langkah antisipasinya. Apalagi ketika organisasi sedang
mengalami sebuah fase perubahan yang cukup dramatis terkait bisnisnya.
IV.2 Saran
Komunikasi dua-arah yang baik adalah kunci utama untuk membuka langkah
integrasi teamwork yang baik. Empati antar personal dan fungsi di dalam tubuh organisasi
sangat diperlukan agar konfliknya manageable dapat dikendalikan dan dengan semangat
yang sama untuk membuat organisasi menjadi lebih baik. Menumbuhkan sikap
profesionalitas pada setiap individu di dalam organisasi dalam melihat konflik sangat
diperlukan. Konflik tidak seharusnya didiamkan saja, namun harus segera dianalisa dan dicari
resolusinya.
Satu hal yang sangat signifikan juga adalah peran pemimpin untuk dapat mengelola
konflik. Peran Leader sangat diperlukan agar konflik yang terjadi dapat berkontribusi positip
dalam membangun kinerja perusahaan. Leader harus mampu membuat engagement antar
anggota di dalam tubuh organisasi untuk menciptakan kedekatan inter-personal di antara
masing-masing anggota organisasi. Hal ini diperlukan untuk memperkecil gap dalam
melakukan komunikasi. Harapannya dengan anggota organisasi yang solid akan menjadi
modal yang kuat bagi organisasi untuk mencapai tujuannya. Bentuk usaha tersebut dapat
berupa acara-acara formal seperti meeting-meeting reguler maupun informal seperti acaraacara team building untuk memperlancar komunikasi tanpa bias.
Langkah selanjutnya, Leader harus segera mengkondisikan organisasi agar
memodifikasi atau memformat ulang aturan-aturan organisasi (SOP) agar lebih fit dan sesuai
dengan dinamika kebutuhan organisasi. Proses penyusunan SOP pun harus diusahakan dibuat
oleh semua fungsi yang terlibat.
Leader juga dapat menggunakan otoritasnya untuk melakukan langkah seperti
reorganisasi, perubahan organisasi maupun melakukan memutasi personil baik secara
temporer maupun permanen dari fungsi tertentu ke fungsi lain yang sebelumnya berkonflik
11

dengan tujuan agar personil organisasi memiliki sudut pandang yang lebih luas dan tumbuh
rasa empati dan memahami sudut pandang fungsi lain.
Leader pun dapat membuat perubahan di dalam KPI masing-masing fungsi yang
dapat mengintegrasikan tujuan-tujuan besar organisasi. Konkretnya, di dalam KPI fungsi
Sales harus ada porsi (meskipun kecil) prosentase kesuksesan KPI fungsi Supporting. Juga
sebaliknya, KPI fungsi Supporting dapat dicantumkan pula porsi kesuksesan KPI fungsi
Sales. Ini juga salah satu yang dapat dilakukan oleh Leader untuk mempersempit gap silo-silo
antara antar fungsi.

Bab V
Daftar Pustaka
I.L.Janis,1972 Victims of Groupthink Boston,Houghton Mifflin
J.A.Woll,Jr and R.R.Callister,1995Conflict and Its Managemen, Journal of Management,
vol 21 No.3
K.W.Thomas.1992Conflict and Negotiation Processes in Organization Handbook of
Industrial and Organization Psychology Alto,CA.Consulting Psycologists Press.
M.Geyelin and E.Felsenthal,1994 Irreconcilable Differences Force Shea & Gould Closure,
Wall Street Journal,31 Januari
R.L.Hoffman,1961Homogenneity of Member Personality and Its Effect on Group Problem
Solving,Journal of Abnormal and Social Psychology.
R.L.Pinkley,1990 Dimension of Conflict,Frame : Disputant Interpretations of Conflict,
Journal Applied Psychology, April
Stephen P.Robbins, 1974Managing Organizational Conflict, A.Non-Traditional Approach
Upper Saddle River,N.J.Prentl,Hall
Stephen P.Robbins, 2006 Prilaku Organisasi, edisi 10 PT. Indeks,Jakarta.
T.H.Cox and S.Blake,1992Managing Cultural Diversity Academy of Management Journal

12

Anda mungkin juga menyukai