Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan
kapasitas anak
jika dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangannya
misalnya kondisi di penjara (Steinberg, 2009). Kondisi dan fasilitas di penjara
yang
terbatas tidak mendukung perkembangan anak, misalnya aturan yang mengikat
di
penjara membuat anak tidak bisa beraktivitas sesuai keinginan mereka,
akibatnya
anak menjadi rentan stres. Berdasarkan wawancara dengan staff pembinaan di
LAPAS Anak Kelas III Bandung diketahui bahwa anak yang berkonflik dengan
hukum di LAPAS tersebut berada pada kisaran usia 10-21 tahun. Dalam ranah
psikologi, individu pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan
anak
hingga remaja. Usia anak berkisar antara 6-12 tahun, sedangkan remaja berkisar
1321 tahun (Papalia et.al, 2009).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dimuat Center For Detention
Studies tahun 2013, jumlah narapidana anak sekitar 3497 orang. Terdiri dari
(25 tahun), dan satu orang staff magang A (21 tahun) di LAPAS Anak kelas III
Bandung. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, diketahui bahwa Andikpas
mengalami permasalahan dalam bersosialisasi saat pertama kali datang ke
LAPAS.
Mereka yang sudah tinggal lebih lama di LAPAS cenderung bersikap seenaknya
pada
andikpas yang baru menjadi penghuni LAPAS.
Andikpas berada pada kategori rentang usia remaja dimana pada fase ini
remaja laki-laki menjadi cenderung lebih berani dalam mengambil perilaku
berisiko,
sehingga melakukan behavior problem bahkan tindakan kriminalitas (Steinberg,
2009). Penjara merupakan salah satu tempat dimana terdapat bukti bahwa erat
kaitannya hubungan antara kriminalitas dengan laki-laki (Evans & Wallace,
2007).
Narapidana laki-laki akan lebih berjuang dalam kehidupan penjara dibandingkan
wanita (Bandyopadhay, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Stanko di Afrika
Selatan, dimana perjuangan narapidana laki-laki dalam penjara ditentukan oleh
hirarki, narapidana yang berada pada kategori power-relation yang tinggi akan
mengintimidasi narapidana lain. Selain itu, ia juga menemukan bahwa ketakutan,
intimidasi, dan perkelahian merupakan cara narapidana bertahan dalam penjara
(Stanko, 2001).
Hidup di penjara merupakan pengalaman yang dapat menyebabkan individu
mengalami stres saat melakukan hubungan interpersonal, dan konflik yang
terjadi
dalam penjara merupakan salah satu permasalahan yang sering muncul dari
dalam
penjara (Zamble & Porporino, 1990; Zamble & Quinsey, 1997). Hal ini sejalan
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
dibandingkan
melakukan
andikpas
lain
(Zamble
&
Quinsey,
1997).
Tujuan
individu
interpersonal,
khususnya
kesulitan
dalam
membangun
2009). Pola asuh merupakan interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak
selama
proses sosialisasi mereka (Ribeiro, 2009).
Pola asuh akan memengaruhi persepsi anak tentang dirinya dan
lingkungannya,
memengaruhi
apa
yang
individu
persepsikan
tentang
sesuatu
akan
diterima.
Hal
tersebut
akan
memengaruhi
sikap
atau
negatif,
pencapaian
akademik
yang
kurang,
dan
et.al., 2008; Olson et.al., 2002; Zima et.al., 1996). Kondisi orang tua akan
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
memengaruhi persepsi yang terbentuk pada diri anak. Sebagai contoh, ketika
orang
tua terlibat dalam penggunaan zat terlarang, mereka tidak menyediakan waktu
untuk
berinteraksi dan memerhatikan kondisi anaknya. Hal tersebut akan mengganggu
kondisi perkembangan emosional dan sosial anak, sehingga dapat meningkatkan
risiko perilaku bermasalah pada anak (Chatterji & Markowitz, 2001; Conners
et.al.,
2004).
Pada kasus andikpas H (17 tahun), salah satu penyebab ibunya menjadi TKW
karena permasalahan ekonomi keluarga. Menurut Feder et.al., (2009) diketahui
bahwa permasalahan ekonomi menjadi salah satu faktor yang signifikan
memengaruhi kondisi orang tua dan perilaku anak. Selain itu, menurutnya
ketidakmampuan orang tua secara finansial untuk memenuhi kebutuhan anak
bisa
membuat orang tua mengalami gangguan mental seperti depresi, sehingga
menjadi
salah satu penyebab anak melakukan perilaku bermasalah. Kemudian hal ini
diperkuat temuan Blandon et.al., (2008) bahwa orang tua yang depresi akan
menimbulkan persepsi negatif bagi anak tentang lingkungannya, kemudian
menghambat
pembentukan
ketidakmampuan
regulasi
diri
pada
anak
dikarenakan
hubungan
interpersonal
atau
ketika
individu
pertemanannya
merasa
nyaman
sehingga
memiliki
interpersonal positif. Faktanya, regulasi diri merupakan hal yang penting dalam
hubungan antara individu dengan lingkungannya. Individu memiliki derajat yang
bervariasi ketika mereka melakukan regulasi, sebagian orang lebih baik dalam
mengatur secara langsung pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai
tujuan
yang diharapkan dibandingkan yang lainnya.
Ketika melakukan hubungan interpersonal, individu yang memiliki regulasi
diri lebih tinggi akan terlihat lebih sopan, memaafkan kesalahan temannya, dan
terlibat dalam hubungan romantis (von Hippel & Gonsalkorale, 2005; Pronk, et.al,
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
2010; Pronk, et.al., 2010). Berdasarkan penelitian dengan menggunakan selfreport
juga diketahui bahwa partisipan yang memiliki nilai regulasi diri tinggi memiliki
kepuasan dalam
interpersonal
hubungan,
serta
berperilaku
positif
dalam
hubungan
dari pada mereka yang memiliki nilai rendah (Tangney, et.al., 2004).
Berdasarkan hasil pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa ketika anak
melakukan hubungan interpersonal, maka dipengaruhi oleh pola asuh orang tua
(Wagner, 2009).
memengaruhi
Persepsi
tentang
pola
asuh
yang
diterima
anak
akan
bagaimana kondisi anak dan juga berhubungan dengan masalah pada masa
kanakkanak
dan remaja (Brand, et.al., 2009). Selain itu, regulasi diri juga memengaruhi
hubungan interpersonal dimana berperan untuk mengatur pikiran, emosi, dan
perilaku
anak dalam bersosialisasi (Finkel & Campbell, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui
pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada Anak Didik LAPAS (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) anak kelas III Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah terdapat pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri
terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (Andikpas) di
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kelas III Bandung?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan diatas,
maka tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empiris mengenai pengaruh
pola
asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada
anak
didik pemasyarakatan (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak
Kelas
III Bandung.
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, tentunya diharapkan
penelitian ini mampu memberi manfaat baik secara teori maupun praktis.
Adapun
manfaat yang diharapkan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan empiris bagi pengembangan ilmu psikologi terutama kajian
keilmuan psikologi klinis, forensik, dan perkembangan. Kajian dalam
psikologi klinis yaitu tentang proses pengontrolan diri pada anak yang
mengalami behavior problem, sehingga terlibat dalam tindakan
kriminalitas. Untuk kajian psikologi forensik, situasi LAPAS yang
akan memengaruhi kondisi anak. Sementara itu, dalam kajian
keilmuan psikologi perkembangan adalah dinamika perkembangan
anak selama masa kanak-kanak sampai remaja.
2. Manfaat Praktis