Anda di halaman 1dari 14

Rini Nuraeni, 2014

Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan
kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan
kapasitas anak
jika dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai dengan tahap perkembangannya
misalnya kondisi di penjara (Steinberg, 2009). Kondisi dan fasilitas di penjara
yang
terbatas tidak mendukung perkembangan anak, misalnya aturan yang mengikat
di
penjara membuat anak tidak bisa beraktivitas sesuai keinginan mereka,
akibatnya
anak menjadi rentan stres. Berdasarkan wawancara dengan staff pembinaan di
LAPAS Anak Kelas III Bandung diketahui bahwa anak yang berkonflik dengan
hukum di LAPAS tersebut berada pada kisaran usia 10-21 tahun. Dalam ranah
psikologi, individu pada rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan
anak
hingga remaja. Usia anak berkisar antara 6-12 tahun, sedangkan remaja berkisar
1321 tahun (Papalia et.al, 2009).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data yang dimuat Center For Detention
Studies tahun 2013, jumlah narapidana anak sekitar 3497 orang. Terdiri dari

narapidana anak laki-laki 3428 orang, sedangkan narapidana anak wanita 69


orang.
Sama halnya seperti narapidana, jumlah tahanan anak laki-laki lebih tinggi
dibanding
anak wanita yaitu 2168 orang, sedangkan anak wanita sebanyak 68 orang (Awi,
2013). Tingginya angka kriminalitas yang membuat laki-laki menjadi narapidana
dikarenakan mereka lebih berani mengambil risiko dalam berbagai tindakan
yang
berbahaya, seperti minum minuman keras (Courtney, 1998).
Berdasarkan UU nomor 12 tahun 2012 anak yang berkonflik dengan hukum
dikategorikan sebagai Anak Didik Pemasyarakatan (Andikpas) akan ditempatkan
di
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) untuk mendapatkan pembinaan (Abidin,
2012).
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2
Salah satu lembaga pemasyarakatan bagi anak di Jawa Barat adalah LAPAS Anak
Kelas III Bandung. LAPAS ini menjadi pusat lembaga pemasyarakatan anak di
Jawa
Barat. Data terbaru dari LAPAS anak Jawa Barat bahwa terdapat 75 Andikpas,
terdiri
dari 69 orang narapidana dan 6 orang tahanan. Usia Andikpas yang ada berada
pada
kisaran 14-21 tahun (Data LAPAS Anak Kelas III Bandung pada September 2014).
Pada tanggal 11 September 2014, peneliti melakukan wawancara dengan
beberapa andikpas yaitu H (17 tahun) dan A (16 tahun), satu orang staff
pembinaan T

(25 tahun), dan satu orang staff magang A (21 tahun) di LAPAS Anak kelas III
Bandung. Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, diketahui bahwa Andikpas
mengalami permasalahan dalam bersosialisasi saat pertama kali datang ke
LAPAS.
Mereka yang sudah tinggal lebih lama di LAPAS cenderung bersikap seenaknya
pada
andikpas yang baru menjadi penghuni LAPAS.
Andikpas berada pada kategori rentang usia remaja dimana pada fase ini
remaja laki-laki menjadi cenderung lebih berani dalam mengambil perilaku
berisiko,
sehingga melakukan behavior problem bahkan tindakan kriminalitas (Steinberg,
2009). Penjara merupakan salah satu tempat dimana terdapat bukti bahwa erat
kaitannya hubungan antara kriminalitas dengan laki-laki (Evans & Wallace,
2007).
Narapidana laki-laki akan lebih berjuang dalam kehidupan penjara dibandingkan
wanita (Bandyopadhay, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian Stanko di Afrika
Selatan, dimana perjuangan narapidana laki-laki dalam penjara ditentukan oleh
hirarki, narapidana yang berada pada kategori power-relation yang tinggi akan
mengintimidasi narapidana lain. Selain itu, ia juga menemukan bahwa ketakutan,
intimidasi, dan perkelahian merupakan cara narapidana bertahan dalam penjara
(Stanko, 2001).
Hidup di penjara merupakan pengalaman yang dapat menyebabkan individu
mengalami stres saat melakukan hubungan interpersonal, dan konflik yang
terjadi
dalam penjara merupakan salah satu permasalahan yang sering muncul dari
dalam
penjara (Zamble & Porporino, 1990; Zamble & Quinsey, 1997). Hal ini sejalan
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada

anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)


anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
3
dengan apa yang diungkapkan T (25 tahun) bahwa terdapat konflik yang berasal
dari
dalam LAPAS, salah satu permasalahan yang terjadi di LAPAS adalah senioritas.
Dimana andikpas yang sudah beberapa tahun lebih dulu tinggal di LAPAS akan
merasa berkuasa dan bertindak semaunya terhadap andikpas yang baru masuk
LAPAS. Hal ini diperkuat dengan temuan Sekigawa (2012), bahwa narapidana
juga
akan menghadapi berbagai masalah yang tidak hanya berasal dari dalam
penjara,
misalnya seperti fasilitas yang tidak memadai dan kekerasan, baik oleh
narapidana
lain atau petugas lapas namun juga permasalahan di luar penjara, misalnya
masalah
keluarga. Menurut A (22 tahun) kekerasan yang dilakukan petugas dilakukan
untuk
mendisiplinkan andikpas. Misalnya, ketika andipkas tidak mengikuti aturan yang
ditetapkan, maka ada hukuman yang diberikan.
Hubungan interpersonal yang positif dapat menjadi pendukung emosi positif,
sebaliknya ketegangan dalam penjara sering membuat hubungan menjadi
berbahaya
dan menghasilkan hubungan interpersonal negatif (Petersilia, 2003). Kesamaan
identitas selaku andikpas dalam lingkungan yang sama untuk waktu yang cukup
lama
akan menjadi salah satu faktor penentu hubungan interpersonal mereka
(Steinberg,
2009). Andikpas yang memiliki hubungan yang positif dengan sesamanya di
penjara
akan memiliki peluang sukses yang lebih tinggi ketika keluar dari penjara

dibandingkan
melakukan

andikpas

lain

(Zamble

&

Quinsey,

1997).

Tujuan

individu

hubungan interpersonal akan berakibat pada kualitas hubungan mereka. Individu


yang memiliki kedekatan dengan yang lain akan memiliki keinginan untuk
melindungi temannya dari penolakan dan rasa sakit (Murray, et.al., 2006).
Individu
bertanggungjawab terhadap kebutuhan temannya, percaya pada dukungan
temannya,
dan mengekspresikan cinta dan fokus pada temannya, dimana mereka menjadi
saling
ketergantungan (Murray, et.al., 2003).
Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul
dalam hubungan
hubungan

interpersonal,

khususnya

kesulitan

dalam

membangun

yang akrab merupakan akibat dari ketidaknyamanan anak dalam keluarga


(Maniglio,
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
4
2009). Hal ini diperkuat dengan temuan Parker (1999) bahwa orang tua dengan
pola
asuh authoritative akan memengaruhi hubungan interpersonal anak, khususnya
hubungan anak dengan teman sebayanya yang akan menjadi baik (Parker,
1999).
Selain itu, orang tua yang memiliki pola asuh permissive akan menyebabkan
anak
tidak mampu melakukan hubungan interpersonal dengan teman sebayanya
(Wagner,

2009). Pola asuh merupakan interaksi yang terjadi antara orang tua dan anak
selama
proses sosialisasi mereka (Ribeiro, 2009).
Pola asuh akan memengaruhi persepsi anak tentang dirinya dan
lingkungannya,
memengaruhi

apa

yang

individu

persepsikan

tentang

sesuatu

akan

kecenderungan individu dalam berperilaku (Dijksterhuis & vanKnippenberg,


1998).
Menurut Sarwono (2010), informasi yang diterima dari orang tua akan menjadi
stimulus awal bagi anak, sehingga dalam proses kognisi anak akan melakukan
pemusatan pemikiran atau pemberian atensi untuk memilah atau menyimpan
informasi yang
kecenderungan

diterima.

Hal

tersebut

akan

memengaruhi

sikap

atau

anak dalam berperilaku.


Menurut Gordon (2000), dibandingkan dengan pola asuh yang lain, pola asuh
autoritatif yang paling sedikit hubungannya dengan perilaku bermasalah dan
depresi
pada remaja. Keluarga dengan parental warmth yang konsisten dan memiliki
wibawa dianggap dapat membantu perkembangan regulasi diri (Bernier et.al.,
2010;
McCabe et al., 2004), sedangkan tindakan tidak konsisten dan kekerasan yang
dilakukan orang tua menjadi salah satu penyebab anak melakukan perilaku
bermasalah, perilaku
meningkatkan

negatif,

pencapaian

akademik

yang

kurang,

dan

internalizing dan externalizing problems (Fletcher et.al., 2008; Wong, 2008).


Terdapat penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan aspek dalam fungsi
pola asuh yang akan memengaruhi persepsi anak tentang dirinya dan
lingkungan,
sehingga memengaruhi perilaku dan emosional anak, seperti kesehatan mental
orang
tua, penyalahgunaan obat terlarang oleh orang tua, dan pola pengasuhan
(Nicholson

et.al., 2008; Olson et.al., 2002; Zima et.al., 1996). Kondisi orang tua akan
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
5
memengaruhi persepsi yang terbentuk pada diri anak. Sebagai contoh, ketika
orang
tua terlibat dalam penggunaan zat terlarang, mereka tidak menyediakan waktu
untuk
berinteraksi dan memerhatikan kondisi anaknya. Hal tersebut akan mengganggu
kondisi perkembangan emosional dan sosial anak, sehingga dapat meningkatkan
risiko perilaku bermasalah pada anak (Chatterji & Markowitz, 2001; Conners
et.al.,
2004).
Pada kasus andikpas H (17 tahun), salah satu penyebab ibunya menjadi TKW
karena permasalahan ekonomi keluarga. Menurut Feder et.al., (2009) diketahui
bahwa permasalahan ekonomi menjadi salah satu faktor yang signifikan
memengaruhi kondisi orang tua dan perilaku anak. Selain itu, menurutnya
ketidakmampuan orang tua secara finansial untuk memenuhi kebutuhan anak
bisa
membuat orang tua mengalami gangguan mental seperti depresi, sehingga
menjadi
salah satu penyebab anak melakukan perilaku bermasalah. Kemudian hal ini
diperkuat temuan Blandon et.al., (2008) bahwa orang tua yang depresi akan
menimbulkan persepsi negatif bagi anak tentang lingkungannya, kemudian
menghambat
pembentukan
ketidakmampuan

regulasi

diri

pada

anak

dikarenakan

orang tua untuk melakukan strategi coping.


Salah satu faktor yang memengaruhi hubungan interpersonal anak yaitu
kemampuan anak dalam melakukan regulasi diri (Finkel & Campbell, 2001).
Menurut Finkel & Campbell (2001) dan Baumann & Kuhl (2003), regulasi diri
diperlukan dalam semua aktivitas manusia dan memengaruhi berbagai kondisi
individu. Begitu juga saat individu melakukan interaksi dengan individu lainnya.
Regulasi diri merupakan salah satu aspek yang memengaruhi hubungan
interpersonal, misalnya orang sering memikirkan dan juga mengatur bagaimana
sebaiknya dalam menjalani
berusaha

hubungan

interpersonal

atau

ketika

individu

memenuhi ekspektasi masyarakat tentang dirinya. Hal tersebut menunjukkan


bahwa
mereka sedang melakukan regulasi diri.
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Soetikno & Basaria (2014) di LAPAS
Anak Pria Tangerang diketahui bahwa ketika melakukan regulasi diri, anak lebih
memikirkan sesuatu yang sifatnya konkret dibandingkan sebuah perencanaan.
Selain
itu, regulasi diri dalam LAPAS juga dapat membantu membina dan meningkatkan
kekuatan subjektif yang berkaitan dengan terkendalinya aktivitas anak, sehingga
membantu pengendalian dorongan dan kesejahteraan anak. Hal ini sejalan
dengan apa
yang dikatakan Andikpas H (17 tahun) bahwa aturan LAPAS yang mengikat

membuat ia menjadi lebih mampu mengontrol emosi negatifnya, sehingga ia


mampu
mengendalikan dirinya untuk tidak melakukan kekerasan pada andikpas lain.
Regulasi diri didefinisikan sebagai salah satu proses psikologis yang
melibatkan pikiran, perasaan, dan perilaku individu yang disesuaikan dengan
standar,
tujuan, atau nilai mereka (Baumeister, Heatherton, & Tice, 1994; Kuhl & Koole,
2004). Regulasi diri merupakan karakteristik level individu yang dihubungkan
dengan kondisi lingkungannya, dibangun sejak masa kanak-kanak, remaja, dan
dewasa yang membentuk perkembangan mereka (Karoly et.al 2005; Posner &
Rothbart, 2000).
Menurut Baumeister (2005) dan Heatherton & Vohs (1998) diketahui bahwa
perbedaan individu dalam melakukan regulasi diri akan memengaruhi kondisi
pertemanan mereka. Orang yang memiliki kemampuan regulasi diri yang tinggi
akan
membuat lingkungan
hubungan

pertemanannya

merasa

nyaman

sehingga

memiliki

interpersonal positif. Faktanya, regulasi diri merupakan hal yang penting dalam
hubungan antara individu dengan lingkungannya. Individu memiliki derajat yang
bervariasi ketika mereka melakukan regulasi, sebagian orang lebih baik dalam
mengatur secara langsung pikiran, perasaan, dan perilaku untuk mencapai
tujuan
yang diharapkan dibandingkan yang lainnya.
Ketika melakukan hubungan interpersonal, individu yang memiliki regulasi
diri lebih tinggi akan terlihat lebih sopan, memaafkan kesalahan temannya, dan
terlibat dalam hubungan romantis (von Hippel & Gonsalkorale, 2005; Pronk, et.al,
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III

Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
7
2010; Pronk, et.al., 2010). Berdasarkan penelitian dengan menggunakan selfreport
juga diketahui bahwa partisipan yang memiliki nilai regulasi diri tinggi memiliki
kepuasan dalam
interpersonal

hubungan,

serta

berperilaku

positif

dalam

hubungan

dari pada mereka yang memiliki nilai rendah (Tangney, et.al., 2004).
Berdasarkan hasil pemaparan diatas, dapat diketahui bahwa ketika anak
melakukan hubungan interpersonal, maka dipengaruhi oleh pola asuh orang tua
(Wagner, 2009).
memengaruhi

Persepsi

tentang

pola

asuh

yang

diterima

anak

akan

bagaimana kondisi anak dan juga berhubungan dengan masalah pada masa
kanakkanak
dan remaja (Brand, et.al., 2009). Selain itu, regulasi diri juga memengaruhi
hubungan interpersonal dimana berperan untuk mengatur pikiran, emosi, dan
perilaku
anak dalam bersosialisasi (Finkel & Campbell, 2001).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti sangat tertarik untuk mengetahui
pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada Anak Didik LAPAS (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan
(LAPAS) anak kelas III Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah apakah terdapat pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri
terhadap hubungan interpersonal pada anak didik pemasyarakatan (Andikpas) di
Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak Kelas III Bandung?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah dikemukakan diatas,

maka tujuan penelitian ini adalah memperoleh data empiris mengenai pengaruh
pola
asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan interpersonal pada
anak
didik pemasyarakatan (Andikpas) di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Anak
Kelas
III Bandung.
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
8
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti, tentunya diharapkan
penelitian ini mampu memberi manfaat baik secara teori maupun praktis.
Adapun
manfaat yang diharapkan peneliti adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
masukan empiris bagi pengembangan ilmu psikologi terutama kajian
keilmuan psikologi klinis, forensik, dan perkembangan. Kajian dalam
psikologi klinis yaitu tentang proses pengontrolan diri pada anak yang
mengalami behavior problem, sehingga terlibat dalam tindakan
kriminalitas. Untuk kajian psikologi forensik, situasi LAPAS yang
akan memengaruhi kondisi anak. Sementara itu, dalam kajian
keilmuan psikologi perkembangan adalah dinamika perkembangan
anak selama masa kanak-kanak sampai remaja.
2. Manfaat Praktis

Secara praktis dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak LAPAS


untuk membuat data tentang pola asuh dan memberikan rekomendasi
pada orang tua anak. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi salah satu
dasar dalam membuat kebijakan di LAPAS yang dapat memengaruhi
kondisi psikologis anak.
1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Struktur penulisan dalam skripsi adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta
struktur organisasi.
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
9
BAB II LANDASAN TEORITIS
Pada bab ini, akan dibahas mengenai teori pola asuh yang terdiri
dari definisi pola asuh, faktor-faktor yang memengaruhi tinggi
rendahnya parental warmth dan parental control, ciri-ciri pola asuh
berdasarkan faktor yang memengaruhinya, dan tipe-tipe pola asuh.
Kemudian akan membahas mengenai teori regulasi diri yang terdiri
dari definisi regulasi diri, komponen-komponen regulasi diri,
tahapan-tahapan dalam regulasi diri, faktor-faktor yang
memengaruhi regulasi diri . Selanjutnya, akan dibahas mengenai
hubungan interpersonal yang terdiri dari definisi hubungan

interpersonal, aspek-aspek hubungan interpersonal, dan faktorfaktor


yang memengaruhi hubungan interpersonal. Kemudian,
peneliti juga akan membahas perkembangan remaja dan faktorfaktor
yang memengaruhi perkembangan tersebut. Selain itu, akan
dibahas mengenai kerangka pemikiran serta hipotesis penelitian.
Kerangka pemikiran membahas mengenai tahapan yang akan
ditempuh untuk merumuskan hipotesis dan mengkaji hubungan
teoritis antara variabel pola asuh, regulasi diri , dan hubungan
interpersonal. Hipotesis penelitian membahas mengenai jawaban
sementara yang harus diuji kebenarannya mengenai hubungan
antara 3 variabel yaitu pola asuh, regulasi diri , dan hubungan
interpersonal.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi pembahasan mengenai metode penelitian yang
digunakan, lokasi, populasi, sampel dan teknik sampling penelitian.
Kemudian membahas mengenai variabel dan definisi operasional
Rini Nuraeni, 2014
Pengaruh pola asuh orang tua dimoderasi regulasi diri terhadap hubungan
interpersonal pada
anak didik pemasyarakatan (ANDIKPAS) di lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
anak Kelas III
Bandung
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
10
pola asuh, regulasi diri, dan hubungan interpersonal, teknik
pengumpulan data, dan instrumen penelitian. Selain itu juga dibahas
mengenai proses pengembangan instrumen dan teknik analisis data
berupa uji regresi.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini, akan dibahas mengenai penelitian dan pembahasan


hasil analisis mengenai pengaruh pola asuh orang tua terhadap
hubungan interpersonal melalui regulasi diri pada anak di LAPAS
Anak Bandung.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran yang
didasarkan pada hasil penelitian ini.

Anda mungkin juga menyukai