Anda di halaman 1dari 8

DERMATITIS ATOPIK ( EKSIM)

DEFINISI
Dermatitis Atopik (DA) merupakan dermatitis yang bersifat kronik, residif, distibrusi
simetris, biasanya terjadi pada individu dengan riwayat gangguan alergi pada keluarga atau
individu tersebut (Mulyono, 1986).
Dermatitis Atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis residif, disertai rasa gatal
yang berhubungan dengan riwayat atopi (Djuanda dan Sularsito, 2001). Kata atopi pertama kali
diperkenalkan oleh Cocca, 1931, yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada
individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya: asma bronchial,
rhinitis alergika dan konjungtivitis alergika (Djuanda dan Sularsito, 2001).
Dermatitis Atopik (DA) adalah inflamasi kulit dengan etiologi yang belum diketahui,
berhubungan dengan keadaan atopi, timbul pada masa bayi atau anak serta dapat berlanjut pada
usia dewasa dengan tanda khas berupa rasa gatal dan predileksi lesi sesuai umur penderita
(Kariosentono, 2006).

KRITERIA DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik DA pada mulanya didasarkan atas fenomena klinis yang menonjol,
yaitu gejala gatal. George Rajka menyatakan bahwa diagnosis DA tidak dapat dibuat tanpa
adanya riwayat gatal. Kemudian pada tahun 1980 Hanifin dan Rajka membuat kriteria diagnostik
DA yang masih sering digunakan hingga saat ini ( Kariosentono, 2006).
Kriteria Diagnostik DA menurut Hanifin dan Rajka, 1980 (cit. Kariosentono, 2006) :
A. Kriteria Mayor :

Pruritus ( gatal ).

Morfologi sesuai umur dan distribusi lesi yang khas.

Bersifat kronik eksaserbasi.

Ada riwayat atopi individu atau keluarga.

B. Kriteria Minor :

Hiperpigmentasi daerah periorbita

Tanda Dennie-Morgan

Keratokonus

Konjungtivitis rekuren

Katarak subkapsuler anterior

Cheilitis pada bibir

White dermatographisme

Pitiriasis Alba

Fissura pre aurikular

Dermatitis di lipatan leher anterior

Facial pallor

Hiperliniar palmaris

Keratosis palmaris

Papul perifokular hiperkeratosis

Xerotic

Iktiosis pada kaki

Eczema of the nipple

Gatal bila berkeringat

Awitan dini

Peningkatan Ig E serum

Reaktivitas kulit tipe cepat (tipe 2)

Kemudahan mendapat infeksi Stafilokokus dan Herpes Simpleks

Intoleransi makanan tertentu

Intoleransi beberapa jenis bulu binatang

Perjalanan penyakit dipengaruhi faktor lingkungan dan emosi

Tanda Hertoghe ( kerontokan pada alis bagian lateral).

Untuk membuat diagnosis DA berdasarkan kriteria menurut Hanifin dan Rajka diatas
dibutuhkan sedikitnya 3 kriteria mayor ditambah 3 atau lebih kriteria minor.
Kriteria Diagnostik DA yang lain adalah kriteria diagnostik menurut Svensson, 1985 (cit.
Harahap, 2000) yang membagi kriteria menjadi 3 kelompok :
Kelompok kesatu ( nilai 3) :
1. Perjalanan penyakit dipengaruhi musim
2. Xerosis
3. Diperburuk dengan tegangan jiwa
4. Kulit kering secara berlebihan dan terus menerus
5. Gatal pada kulit yang sehat apabila berkeringat
6. Serum Ig E 80 IU/ml
7. Menderita Rinitis Alergika
8. Riwayat rinitis alergika pada keluarga
9. Iritasi dengan tekstil
10. Hand Ekzema pada waktu anak-anak
11. Riwayat dermatitis atopik pada keluarga
Kelompok kedua (nilai 2) :
1. Kulit muka pucat/ kemerahan (pallor)
2. Knuckle dermatitis (dermatitis dengan likenifikasi pada jari-jari)
3. Menderita asma
4. Keratosis pilaris
5. Alergi terhadap makanan
6. Dermattitis numularis
7. Nipple eczema
Kelompok ketiga (nilai 1) :
1. Pompholyx
2. Iktiosis
3. Dennie-morgan
Dalam menegakkan diagnosis DA berdasarkan kriteria Svennson, pasien harus memiliki
dermatitis di daerah fleksural kronik yang hilang timbul ditambah dengan memiliki 15 nilai dari
sistem skor Svennson. Kriteria Diagnostik DA menurut William tahun 1994 (cit. Mahadi, 2000) :

Harus ada : Rasa gatal ( pada anak-anak dengan bekas garukan). Ditambah 3 atau lebih:
1. Terkena pada daerah lipatan siku, lutut, di depan mata kaki atau sekitar leher (termasuk pipi pada
anak di bawah 10 tahun).
2. Anamnesis ada riwayat atopi seperti asma atau hay fever (ada riwayat penyakit atopi pada anakanak).
3. Kulit kering secara menyeluruh pada tahun terakhir.
4. Ekzema pada lipatan (termasuk pipi, kening, badan luar pada anak <4 tahun).
5. Mulai terkena pada usia dibawah 2 tahun (tidak digunakan pada anak <4 tahun).
DIAGNOSIS BANDING
1.

Dermatitis Seboroik Fasii : Dermatitis seboroik pada muka mirip dengan dermatitis atopik tipe
infant. Pada Dermatitis seboroik ditemukan skuama kekuningan dan berminyak pada daerah alis
mata dan lipatan nasolabial. Pada DA lesi ditemukan biasanya pada pipi dan simetris.

2.

Neurodermatitis Sirkumskripta (Liken Simpleks Kronikus) : Pada DA tipe anak dan dewasa.
Neurodermatitis Sirkumskripta dan DA sama-sama terasa gatal. Predileksi DA pada lipat siku,
lipat lutut (fleksor) dan tengkuk. Predileksi neurodermatitis Sirkumskripta pada siku, punggung
kaki (ekstensor) dan tengkuk. Pada DA biasanya sembuh setelah umur 30 tahun sedangkan
neurodermatitis sirkumskripta dapat berlanjut sampai tua.

3.

Dermatitis Kontak Alergika : Lokasi pada semua bagian tubuh yang tekena bahan kontaktan.
Lesi eritema bentuk numular hingga plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai erosi.
Terjadi pada semua umur.

4.

Dermatitis Numularis : Lesi eritematosus eksudatif berbentuk koin pada ekstremitas bagian
ekstensor, bokong dan bahu disertai dengan Koebner fenomena. Lebih sering dijumpai pada pria
dewasa
(Djuanda dan Sularsito tahun 2002).

PEMERIKSAAN
Hasil anamnesis menyebutkan bahwa penderita mengalami gatal dan terdapat criteria diagnosis
dermatitis atopic seperti di atas
Pemeriksaan Penunjang DA menurut Mulyono tahun 1986 :
1. Pemeriksaan darah tepi : ditemukan adanya eosinofilia.
2. Pemeriksaan imunologi : didapatkan kadar Ig E yang meningkat.
Pemeriksaan Penunjang DA menurut Siregar tahun 1995 :
1. White dermatographisme : untuk melihat perubahan dari rangsangan goresan terhadap kulit.
2. Percobaan Asetilkolin : akan menimbulkan vasokonstriksi kulit yang tampak sebagai garis pucat
selama 1 jam.

TERAPI
Topikal
Hidrasi kulit dengan pelembab krim hidrofilik urea 10%, dapat ditambahkan dengan
hidrokortison 1%. Pelembab dengan asam lakatat dibatasi dengan tidak melebihi 5% .
mengelap kulit setelah mandi dan memakai emolien agar kulit tetap lembab.
Kortikosteroid topikal sebagai inti-inflamasi lesi kulit. Pada bayi gunakan salap steroid
berpotensi rendah (hidrokortison 1%-2,5%). Pada anak dan dewasa gunakan steroid
berpotensi menengah seperti triamsinolon, tapi pada wajah gunakan dengan potensi yang
lebih rendah. Pada daerah genitalia dan intertriginosa gunakan krotikosteroid berpotensi
rendah. Dan bila aktivitas penyakit telah terkontrol, secara intermiten gunakan
kortikosteroid potensi rendah untuk menjaga agar tidak kambuh.

Pada lesi akut yang basah kompres dahulu dengan kalium permanganas 1:5000 atau
larutan Burowi, kemudian gunakan steroid.

Sistemik
Korikosteroid, untuk mengendalikan eksaserbasi akut dalam jangka pendek dengan dosis
rendah.
Antihistamin untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat . gunakan yang
memeiliki efek sedatif.

Antiinfeksi, untuk yang belum resisten gunakan eritromisin, asitromisin, klaritromisin,


sedangkan untuk yang sudah resisten gunakan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi

pertama sefalosporin. Bila dicurigai terinfeksi virus herpes hentikan kortikosteroid dan
berikan obat pilihan utama.

Interferon, dengan IFN- rekombinan.

Siklosporin, jangka pendek pada D.A yang sulit diatasi.

Pimekrolimus topikal krim 1,0% merupakan obat yang dapat dipakai


pasien dermatitis atopik pada semua umur. Tidak ada bukti secara
bahwa obat ini memiliki efek secara sistemik dari semua penelitian
dilakukan pada pasien dengan dermatitis atopik. Laporan tentang
samping dari pimekrolimus adalah efek secara lokal yaitu adanya
terbakar dan hangat pada kulit
(Wellington dan Jarvis, 2002).

pada
klinis
yang
efek
rasa

Fototerapi
Gunakan PUVA seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, Goeckerman dengan
UVB dan ter juga efektif. Lebih baik UVB dikominasi,misalnya dengan UVA yang
bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil.
PROGNOSIS
Tujuh puluh lima persen DA tipe infantil dan anak akan sembuh spontan pada
umur 10-14 tahun menurut Gigli dan Baer tahun 1979 (cit. Soedarmadi, 1986).
Sebagian akan berkesinambungan dengan kulit yang sensitif dan cenderung terjadi
DA akibat iritan primer yang mudah terkontrol menurut Emerson tahun 1979 (cit.
Soedarmadi, 1986).

EDUKASI
Pada anak kecil kurangi makanan seperti telur, susu, gandum, kedele, dan kacang tanah
karena makanan tersebut terbukti dapat berperan dalam pathogenesis D.A. Tetapi hal ini
tidak biasa terjadi pada penderita dewasa.
Menghindari tungau debu rumah. Tungau debu rumah yang terhirup penderita D.A
menyebabkan ekserbasi di tempat lesi lama dan timbul lesi baru. Aeroallergen
menyebabkan reaksi ekzematosa pada 30-50% penderita D.A.

Memperkuat system imun. Karena pada penderita D.A cenderung mudah terinfeksi oleh
bakteri, virus, dan jamur karena imunitas selular menurun (aktivitas TH1 berkurang).

Menghindari bahan iritan

Menghilangii pengeringan kulit (hidrasi)

Menggunakan pelembab kulit (moisturizing)

Mengurangi stress yang berlebihan

Selain itu harus dijelaskan pula bahwa pengobatan tidak bersifat curative
(menghilangkan penyakit) tetapi untuk mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan.
(Boguniewicz & Leung 1996):

KESIMPULAN

Dermatitis Atopik (DA) adalah keadaan peradangan kulit kronis residif, disertai rasa gatal
yang berhubungan dengan riwayat atopi

Diagnosis DA ditegakkan berdasarkan kriteria diagnostik menurut Hanifin dan Rajka


pada tahun 1980 yang sampai sekarang masih digunakan. Beberapa kriteria diagnostik
lain yaitu kriteria Svenssons dan yang terbaru adalah kriteria William dkk. pada tahun
1994.

Pengobatan DA tidak bersifat menghilangkan penyakit tapi untuk menghilangkan gejala


dan mencegah kekambuhan.H

Hasil penelitian menunjukkan manfaat terapeutik yang signifikan dalam menghilangkan


gatal dan eritem pada kelompok yang mendapat pimekrolimus. Sebab, Pimekrolimus
juga tidak mempunyai efek yang potensial untuk terjadinya atrofi pada kulit,
yang merupakan efek yang terjadi pada pemberian kortikosteroid topikal.

Daftar Pustaka
Djuanda, A. dan Sularsito, S. A., 2002, Dermatitis dalam Djuanda, A., Hamzah, M. dan Aisah, S., (eds),
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin 3rd ed., FKUI, Jakarta : 131-135.
Kariosentono, H., 2006, Dermatitis Atopik ( Ekzema ) LPP U. N .S., Jawa Tengah : 1-15.
Mahadi, I. D. R., 2000, Ekzema dan Dermatitis dalam Harahap, M., (ed.), Ilmu Penyakit Kulit,
Hipokrates, Jakarta : 6 14.
Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin 1st ed., Meidian Mulya Jaya ;
Jakarta : 101-102.
Siregar, R. S., 1995, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, EGC, Jakarta : 132-135.
Siregar, R. S., 2004, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit 2nd ed., EGC, Jakarta : 115- 117.
Soedarmadi, 1986, Ekzema Pada Anak Pendekatan Penatalaksanaan Rasional dalam Hardyanto dan
Suyoto (eds), Dermatologi Anak, PADVI, Yogyakarta : 11-19.
Wellington, K. dan Jarvis, B., 2002. Spotlight on Topical Pimecrolimus in Atopic Dermatitis.
http://www.americanjournalofclinicaldermatology.org

Anda mungkin juga menyukai