Presentasi Kasus Anak
Presentasi Kasus Anak
IDENTITAS PASIEN
An. RB, Perempuan, 8 tahun, tidak bersekolah, agama Islam, suku Sunda, tinggal di
Sukabumi. Pasien di bawa ke Poli Psikiatri Anak & Remaja RSCM oleh Petugas dari
Kementerian Sosial pada tanggal 31 Mei 2010 karena perilaku menyakiti diri sendiri
dan cenderung marah-marah serta galak atau menyerang.
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari:
Alloanamnesis dengan ibu asuh dari Rumah Perlindungan Sosial Anak dari
Kementerian Sosial, Ny. Y, suku Jawa, PNS
Alloanamnesis dengan ibu kandung pasien, Ny. N, suku Sunda, Pensiunan Guru.
A. KELUHAN UTAMA
Perilaku menyakiti diri sendiri, cenderung marah-marah, galak dan menyerang.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak mulai usia 2 tahun, pasien dilaporkan oleh ibu kandungnya sudah tampak
berbeda seperti kontak mata terbatas, suka mengulang kata-kata (heik-heik, kek kek
kek), sering sulit di atur dan mau menang sendiri. Pasien memiliki kebiasaan yang tak
biasa yaitu menyakiti diri sendiri seperti sering mengkuliti atau menggigit kulitnya
sendiri. Pada saat dalam pengasuhan, pasien memiliki kecenderungan untuk
menyerang pengasuh atau teman sepermainannya. Kebiasaan makan pasien juga aneh
yaitu memakan beraneka ragam barang yang tak bernilai zat gizi seperti mainan, cat
di tembok rumah, kursi atau meja dan barang-barang perkakas rumah tangga lainnya.
Apabila keinginan pasien tidak dipenuhi oleh pengasuh, maka pasien akan marahmarah, mengamuk, menggigit dan memukul pada setiap orang yang didekatnya. Pada
saat diberikan suatu alat permainan, pasien dikatakan tidak menyukainya dan justru
hanya menggigiti mainan tersebut sampai menjadi gompal (seperti bekas gigitan tikus
di mainan nya). Pasien sama sekali tidak pernah memiliki ketertarikan terhadap
mainannya itu. Dalam aktivitas mandi, pasien hanya bermain air dengan kurang lebih
kuat. Tidak ada riwayat biru atau kuning. Persalinan berlangsung dengan bantuan
dokter dan bidan di rumah sakit.
2. Periode Masa Bayi (0-1 tahun)
Pasien diasuh oleh ibu kandungnya dengan perasaan senang hati. Ayah kandung
pada awalnya memang sangat menyayangi, tetapi kemudian tidak perduli karena
harus membiayai pula kehidupan anak-anak dari perkawinan pertamanya. Pasien
mendapatkan ASI dengan menetek hanya sampai usia sekitar 4 bulan dengan alasan
ASI tidak keluar lagi. Kemudian dilanjutkan dengan susu formula sampai usia sekitar
2 tahun. Makanan tambahan diberikan pula sesuai dengan usia pertumbuhannya.
Pasien dikatakan memiliki kesulitan dalam pola makan, yaitu kalau makan harus di
paksa. Imunisasi dikatakan tidak lengkap (ibu tidak ingat sampai imunisasi apa).
Menurut ibunya, tumbuh kembang pasien terdapat suatu loncatan. Pada usia 4 bulan
pasien mulai tengkurap, tetapi melewati fase merangkak dan kemudian langsung
duduk. Pasien mulai dapat berjalan saat memasuki usia 10 bulan dan dikatakan oleh
ibu kandungnya tidak melewati fase duduk. Pasien dikatakan rewel dan sulit untuk
diasuh. Pola tidur pasien dilaporkan sering terbangun dan menangis pada malam hari.
Ibu kandung pasien setelah pasien berusia 3 bulan memutuskan untuk pensiun dini
dari pekerjaannya sebagai guru SD. Ayah kandung pasien kabur dan meninggalkan
ibu dan pasien saat berusia 3 tahun 11 bulan sehingga ibu kandung pasien kemudian
membesarkan pasien dan kakak-kakaknya dengan cara seorang diri. Menurut ibu
kandung pasien, pada saat usia 8 bulan pasien sudah bisa mengucapkan kata mama,
kakak tetapi dikatakan kemudian kemampuan tersebut menghilang.
3. Periode Masa Batita (1 sampai 3 tahun)
Ibu kandung mengatakan bahwa pada periode usia dari 2 tahun pasien mulai
tampak berbeda dengan teman sebayanya. Pembicaraan pasien masih belum
membentuk suatu kata yang jelas sampai saat sekarang ini. Pada masa kanak awal,
pasien seakan memiliki dunia sendiri (cuek dan tidak bisa diberi tahu). Pasien
cenderung memiliki kebiasaan iseng seperti memecahkan peralatan pecah belah
rumah tangga.
4
Pada saat periode usia ini, pasien dikatakan mengalami penelantaran dari ibu
kandungnya di rumahnya sendiri berupa pengekangan di ruangan berukuran 4x6 m.
Pada aktivitas berkumpul bersama teman, pasien dikatakan oleh ibu kandungnya
tampak lebih aktif (cenderung tidak bisa duduk diam) dan cuek seakan asik dengan
dunianya sendiri. Akibat perilaku itu, ibu kandung pasien kemudian mengekangnya di
rumahnya sendiri. Pasien lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah bersama
ibu dan kakak kandungnya.
4. Periode Pra Sekolah dan Masa Kanak Awal (3 sampai 6 tahun)
Pasien dilaporkan memiliki kebiasaan menggigit dan memukul orang lain atau
teman sebayanya. Pasien cenderung Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK) di sembarang tempat dan tidak dapat diberitahukan mengenai toilet training.
Saat diberitahukan perilaku yang tidak baiknya itu, pasien hanya cuek dan asik
dengan aktivitasnya sendiri saja. Bahkan pasien cenderung mengoles-oles seluruh
kotorannya itu ke badan dan segala barang-barang peralatan rumah tangga. Pada masa
usia ini, pasien juga tidak memiliki peningkatan dalam keterampilan berbicara yang
masih hanya seperti bergumam atau tertawa-tawa (heik heik heik, kek kek kek).
5. Periode Masa Kanak Akhir (7 sampai sekarang)
Pada masa kanak akhir, pasien di pasung dalam ruangan 4x6 meter di dalam
rumahnya akibat perilakunya yang cenderung mau kabur dari rumah untuk suatu
tujuan yang tidak jelas. Pasein memiliki kebiasaan berupa sering menjambak rambut
orang dewasa dan memainkan air kecingnya untuk digunakan sebagai air guna
membasahi rambutnya. Pasien juga acapkali menyakiti tubuhnya dengan mengkorek
setiap luka yang terdapat dalam tubuhnya, memakan binatang lintah yang ditemukan
dari kebun sebelah rumah, memakan kotorannya atau meminum air kencing nya
sendiri, selalu mengeksplorasi peralatan rumah dari waktu ke waktu tampak kenal
lelah dengan menghampiri tiap barang yang dipandangnya memiliki suatu kekhasan.
Terhadap orang lain, pasien juga tidak segan merebut setiap barang yang sedang
terlihat olehnya dari orang tersebut tanpa ada perasaan bersalah. Berdasarkan laporan
ibu kandungnya, pasien juga ditemukan gejala berupa terkadang suka tertawa-tawa
sendiri.
6. Riwayat Pendidikan
Pasien belum dapat bersekolah.
7. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.
Pedigree
Pasien
47 th
32 th
64 th
14 th
8 th
Pembicaraan tampak tidak berespon dengan suatu ajakan, artikulasi kata tidak
jelas, mengeluarkan kata-kata yang tidak di mengerti (seolah berbentuk perkataan
menggerutu seperti heik heik heik, kek kek kek), volume suara cukup, dan
intonasi suara cukup.
B. Mood, Ekspresi Afektif dan Empati
1. Mood
: labil
2. Afek
: in apropriate
3. Keserasian
C. Gangguan Persepsi
Sulit di nilai.
D. Interaksi orangtua anak
Saat pertemuan awal, pasien di dampingi oleh ibu pengasuh dari kementerian
sosial. Pada awalnya dapat duduk disamping ibu pengasuh, tetapi tidak bertahan
lama, pasien kemudian terlihat gelisah dan cuek terhadap lingkungan sekitar.
Pasien mengibaskan tangan ibu pengasuh saat dirinya diajak untuk kembali duduk
dan kemudian berulang-ulang menghampiri kaca jendela, kran air, dan tiba-tiba
tiduran di lantai ruang pemeriksaan.
E. Perpisahan dan Penyatuan Kembali
Ketika wawancara akan dilakukan secara mandiri dengan pasien, pasien menolak
dan menampik tangan pemeriksa dan tidak mengubris ajakan untuk kembali
duduk. Pasien kemudian tiduran di lantai dan menggosok-gosokkan tangannya
pada lantai ruang pemeriksaan. Secara keseluruhan tampak bersikap cuek dan
tidak peduli dengan lingkungan sekelilingnya saat itu.
F. Proses/ Isi Pikiran
Sulit di nilai.
G. Fantasi dan three wishes
10
Ketika di tanyakan mengenai fantasi dan three wishes, pasien tidak menjawab
pertanyaan tersebut dan tampak cuek.
H. Insight
Tilikan derajat I.
I. Perkiraan Taraf Intelegensia
Kemampuan intelegensianya adalah cenderung memiliki kecerdasan yang jauh
berada di bawah rata-rata anak seusianya. Terdapat beberapa hambatan dan
keterlambatan dalam aktivitas kehidupan sehari-harinya (activity daily living)
seperti: masih mengompol, Buang Air Besar (BAB) sembarangan, cenderung
memainkan kotoran dan air kencingnya, cuek dan tidak perduli pada sekitar,
kebiasaan mengamuk apabila keinginannya tidak terpenuhi, dan tidak bisa mandi,
memakai baju atau makan minum sendiri. Pada kunjungan pertama, pasien
tampak hiperaktif dan menolak ketika ditanyakan tentang penilaian taraf
intelegensia menurut Piaget.
J. Pemeriksaan Diagnostik Lebih Lanjut
a. Status internus : keadaan umum gizi kcukup dengan penampilan berat badan
19 kg. Tinggi badan pada saat itu tidak dapat di ukur karena pasien gelisah.
Fungsi saluran cerna, pernafasan, dan kardiovaskular dalam batas normal.
b. Status neurologikus : kesan dalam batas normal.
IV. IKHTISAR TEMUAN BERMAKNA
Telah dilakukan pemeriksaan pada An. RB, 8 tahun, perempuan, agama Islam,
suku Sunda, saat ini belum dapat bersekolah, tinggal di Daerah Sukabumi Jawa Barat.
Pasien dibawa ke Poli Psikiatri Anak & Remaja RSCM oleh Kementerian Sosial pada
tanggal 31 Mei 2010 karena perilakunya yaitu sering menyakiti diri sendiri,
cenderung mudah marah dan galak atau menyerang orang lain atau teman sebayanya..
Pasien tidak pernah mengalami trauma kepala, pingsan atau kejang. Pasien lahir
secara normal, cukup bulan, berat badan dan panjang badan lahir dikatakan cukup,
11
imunisasi dasar tidak lengkap. Pola tumbuh kembang dilaporkan memiliki loncatan.
Permasalahan emosional dan perilaku dijumpai ketika pasien menginjak usia dua
tahun.
Pada riwayat penyakit sekarang ditemukan gambaran perilaku berikut, yaitu:
menyakiti diri sendiri (kebiasaan mengkuliti kulitnya), sulit di atur, mudah marah dan
mengamuk, galak dan cenderung menyerang orang lain atau teman sebayanya, kontak
mata yang terbatas, kebiasan yang tidak bisa mengontrol Buang Air Besar (BAB) dan
Buang Air Kecil (BAK) nya, memainkan kotoran dan air kencingnya, bersikap cuek
pada lingkungan sekitar, dan memiliki keterlambatan dalam berbicara.
Dari pemeriksaan status mental didapatkan pasien perempuan, perawakan sesuai
usia dan tampak terlihat agak kurus, dengan rambut lurus pendek. Secara keseluruhan
tampak kotor dan tidak terawat rapi. Sikap terhadap pemeriksa tidak kooperatif dan
kontak mata minimal. Pembicaraan tidak berespon (cuek), volume suara cukup,
artikulasi tidak jelas mengandung kata yang di mengerti (heik heik kek kek), dan
intonasi suara cukup. Psikomotor tampak hiperaktif dan gelisah. Mood labil, afek in
apropriate, tidak serasi. Proses/ isi pikir dan persepsi sulit di nilai.
Perkiraan taraf intelegensia adalah tingkatan retardasi mental berat.
Status internus dan neurologikus tidak dijumpai masalah.
V. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan riwayat penyakit pasien didapatkan adanya pola perilaku dan
psikologis yang secara klinis bermakna dan khas berkaitan dengan gejala yang
menimbulkan suatu penderitaan (distress) maupun hendaya (disability) dalam
fungsi psikososial dan pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasien
mengalami gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologikus tidak ditemukan kelainan
Gangguan Medis Umum yang secara fisiologis menimbulkan disfungsi otak serta
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita saat ini. Sehingga Gangguan Mental
Organik dapat di singkirkan.
Pada anamnesis ditemukan permasalahan perilaku berupa: menyakiti diri sendiri
(kebiasaan mengkuliti kulitnya), sulit di atur, mudah marah dan mengamuk, galak dan
12
cenderung menyerang orang lain atau teman sebaya, kontak mata terbatas dan
kebiasan yang tidak bisa mengontrol Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil
(BAK) nya, memainkan kotoran dan air kencingnya, bersikap cuek pada lingkungan
sekitar, dan memiliki keterlambatan dalam berbicara.
Berdasarkan hasil tersebut ditemukan adanya keluhan dan gejala klinis yang
sesuai dengan Autisme Tak Khas untuk aksis I yang terpenuhi (F84.1 ICD 10), yaitu
terdapat kelainan fungsi dalam hal yang mencakup tiga bidang yaitu interaksi sosial,
komunikasi, tetapi dengan perilaku yang terbatas dan berulang tak khas. Pada aksis I
disimpulkan pasien menderita Autisme Tak Khas. Kesan terdapat suatu komorbiditas
dengan Perilaku Pika Masa Bayi & Kanak yang sesuai dalam Kriteria Diagnostik
ICD 10, yaitu berupa memakan serpihan cat dari dinding tembok rumah, kotorannya
atau meminum air kencingnya sendiri, kayu dari perabotan kursi dan meja serta telah
berlangsung selama perjalanan gangguan perkembangannya itu.
Pada pemeriksaan pasien saat ini, tidak ditemukan adanya gangguan persepsi,
gangguan isi/ proses pikir, dan gangguan dalam menilai realita sehingga Gangguan
Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham Menetap dapat di
singkirkan.
Berdasarkan perkiraan tes intelegensia, kesan pasien memiliki taraf kemampuan
intelektual yang tergolong berada jauh di bawah rata-rata anak seusianya, yaitu
tingkatan retardasi mental berat. Pada aksis II disimpulkan pasien tergolong pada
retardasi mental berat.
Pada pemeriksaan neurologis dan internus terdapat berat badan kurang. Pada aksis
III disimpulkan pada pasien tidak terdapat diagnosis.
Pada Aksis IV terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap kondisi pasien yaitu
masalah yang terkait dengan neglect (penelantaran anak) yaitu physical abuse
(kekerasan fisik) berupa restraint (pemasungan anak) dan riwayat menyaksikan
langsung kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance).
Pada aksis V, GAF HLPY (Global Assesment of Functioning) yang tertinggi
dalam 1 tahun terakhir adalah 60-51. Sedangkan GAF Current sebesar 50-41, yaitu
pasien mengalami gejala berat dan hendaya berat dalam menjalankan fungsi
kehidupan sehari-harinya.
13
Aksis III
Aksis IV
DAFTAR MASALAH
sebayanya, tidak dapat mengontrol BAB dan BAK nya, bersikap cuek pada
lingkungan sekitar, kontak mata minimal, perilaku menyakiti diri sendiri (mengkuliti
kulitnya), mondar-mandir tanpa tujuan (tidak bisa duduk diam), memakan barangbarang yang tak bernilai gizi dan terdapat keterlambatan dalam berbicara.
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam
: bonam
Ad Funcionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Bantuan yang besar dari Kementerian Sosial Republik Indonesia terkait dengan
pengobatan pada pasien.
Masalah pola asuh yang dibesarkan dalam lingkungan yang tidak kondusif, yaitu
ibu berperan sebagai single parent (orangtua tunggal) bagi diri pasien dan kedua
kakaknya yang masing-masing berbeda ayah dengan pasien.
Status ibu kandung pasien yang sebagai janda cerai dari tiga kali perkawinan.
Adanya treatment gap (celah) dalam upaya mencari bantuan pengobatan terkait
dengan kondisi emosional dan perilaku pasien (keluarga yang berdomisili di
Daerah Sukabumi) demi memperoleh keberlanjutan akan terapi pasien.
15
Pasien RB merupakan anak bungsu yang dibesarkan dalam suatu keluarga yang
pincang dan tidak kondusif (dalam arti ibu berperan sebagai seorang single parents
bagi ketiga anaknya). Dalam siklus kehidupannya, pasien menjalani pola pengasuhan
dari seorang ibu yang terkesan memiliki suatu bentuk psikopatologi. Ibu kandung
pasien mengalami beberapa fase yang menyakitkan dalam melodrama kehidupannya,
seperti tiga kali bercerai (dua suami terakhirnya termasuk ayah kandung pasien
meninggalkannya tanpa suatu kejelasan). Pasien di tinggal oleh ayah kandungnya saat
berusia 3 tahun 11 bulan. Sedangkan kakak keduanya dari ayah yang berbeda juga
ditinggalkan. Bahkan saat itu, kakak pasien masih dalam kandungan yang bersuia 4
bulan.
Suatu bentuk riwayat kekecewaan masa lalu menciptakan suatu rasa ketidak
bahagian, ketidak amanan dan ketidak berlindungan (permasalahan psikologis) dan
membuat ibu pasien menggunakan suatu pola asuh yang patologis dan temperamental
dalam bentuk physical abuse (kekerasan fisik) berwujud suatu restraint (pemasungan
anak). Dalam kondisi ibu yang terdepresi (Depressed Mother) akibat problematika
dan stressor psikososial yang tidak termanajemen secara baik atau tidak ditemukan
problem solving (pemecahan masalah) nya mengakibatkan perkembangan pasien
tidak teroptimalisasi secara baik. Akibat dari keadaan tersebut, perawatan pasien
dalam upaya tumbuh kembangnya tidak terpenuhi. Hal ini tentu saja tetap tidak
menutupi suatu fakta bahwasannya pasien memang memiliki suatu gangguan
perkembangan perpasif yang di tambah dengan retardasi mental berat.
Hal tersebut berujung pada kurangnya pengawasan dan monitoring terhadap
tumbuh dan kembangnya pasien pada tahun-tahun berikutnya. Situasi tersebut bahkan
membuat hendaya dalam fungsi sosial pasien menuju pada fase yang semakin
memburuk. Suasana yang hanya bertiga saja di rumah yang kesemuanya perempuan
tanpa kehadiran figur laki-laki yang bisa menjadi pelindung makin menciptakan suatu
problematika baru. Di tambah lagi, kehadiran dari nenek pasien yang pikun (ibu
kandung dari ibunya pasien) yang kini tinggal serumah semakin menambah deretan
panjang stressor psikososial bagi ibu kandung pasien untuk timbulnya suatu
permasalahan kejiwaan yang sifatnya kronis. Hal tersebut membuat mood terdepresi
dari ibu kandung makin menurun, kualitas hidup yang makin terpuruk dan kondisi
16
pola perilaku pasien juga pada akhirnya makin tak tertangani seperti misalnya
perilaku pika dan menyakiti dirinya.
X. PENATALAKSANAAN
A. Farmakologis
-
Risperidone 0,3 mg
Vitamin B6 10 mg
Asam Folat 5 mg
(bentuk puyer 2x1)
B. Non Farmakologis
Terhadap keluarga:
XI. DISKUSI
Gangguan Autisme Tak Khas sering muncul pada individu dengan retardasi
mental berat sehingga pasien terkadang tidak menampakkan gejala yang cukup
untuk menegakkan diagnosis autisme masa kanak. Gambaran Pika yang berkomorbid
pada pasien tersebut diatas dapat sebagai salah satu gejala dari sejumlah gangguan
psikiatrik yang sifatnya luas. Dalam hal ini sebagai suatu bagian dari gejala autisme
(gangguan perkembangan perpasif) atau fenomena yang paling sering terdapat pada
anak dengan retardasi mental. Pada beberapa kasus, gambaran Pika dapat merupakan
bagian gejala dari Skizofrenia Masa Kanak atau Kleine-Levin Syndrome. Pada
pasien ini Skizofrenia Masa Kanak dapat menjadi suatu diagnosis banding mengingat
terdapat gambaran perilaku aneh seperti memakan kotoran, memainkan atau
meminum air kencingnya, dan dilaporkan suka terkadang tertawa-tawa sendiri. Tetapi
pada pasien ini tidak ditemukan gambaran gejala gangguan proses/ isi pikir dan
17
persepsi yang mendukung ke arah gangguan jiwa lain itu, mengingat terdapatnya
suatu hambatan berupa keterlambatan dalam berbicara.
Bersangkutan dengan gambaran perilaku pika pada pasien yang berusia 8 tahun,
zat tak bernilai gizi tersebut meliputi serpihan cat dan kotorannya atau air kencing
dari pasien itu sendiri. Hal ini sesuai seperti yang dijelaskan dalam DSM IV,
bahwasannya zat tidak bergizi yang sering dimakan pada infants dan young children
diantaranya adalah serpihan cat, plester, benang, rambut, atau kain. Penelantaran
anak (neglect) dalam bentuk physical abuse (kekerasan fisik) yang berupa restraint
(pemasungan anak) merupakan faktor yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan
resiko untuk terjadinya kondisi Pika pada pasien.
Pada pasien ini hanya dijumpai beberapa gambaran gejala lain yang mengarah
pada Gangguan Campuran Tingkah Kaku dan Emosi. Gejala tersebut berupa
berkurangnya suatu perhatian dan aktivitas berlebihan (kegelisahan yang berlebihan
seperti bangun dari tempat duduk dalam situasi yang menghendaki anak itu untuk
tetap duduk manis, mondar-mandir tanpa tujuan) serta sikap yang impulsif (merebut
barang yang sedang dipegang orang lain). Diagnosis Gangguan Campuran Tingkah
Kaku dan Emosi Gangguan ini dapat merupakan catatan diagnosis banding pada
Aksis I Diagnosis Multiaksial pada pasien.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah pengobatan antipsikotik
berupa risperidone 0,4 mg, vitamin B6 20 mg dan asam folat 5 mg yang diberikan
dalam bentuk puyer 2x1. Pengobatan antipsikotik diberikan demi mengontrol perilaku
dan emosinya yang merupakan bagian dari gambaran gangguan perkembangan
perpasif. Sementara pilihan suatu bentuk terapi wicara dan terapi okupasi akan
menjadi suatu perencanaan berikutnya yang dipandang perlu untuk dipikirkan demi
memanajemen masalah keterlambatan dalam berbicara dan latihan perilaku aktivitas
hidup sehari-hari. Penerapannya dalam pola pengasuhan yang sifatnya konsisten,
hangat, empati, dan menuju peningkatan kemampuan sosial.
XII.
FOLLOW-UP
18
Risperidone 0,4 mg
Vitamin B6 10 mg
Asam Folat 5 mg
(bentuk puyer 2x1)
-
Interaksi dengan kakak pasien dalam bentuk menarik-narik tangan kakaknya apabila
dirinya menginginkan sesuatu. Perilaku stereotipik tidak ada.
O:
Penampilan: pasien perempuan, lebih kecil dari usianya
Psikomotor: cukup tenang, sikap kooperatif, dan kontak mata kurang adekuat
Pembicaraan: tidak spontan, tidak ada kata-kata, kadang hanya tertawa.
Afek/Mood: sulit dinilai, tampak tidak serasi (dengan banyak tertawa)
Persepsi, proses & isi pikir: belum dapat di nilai.
A: Autisme Tak Khas & Retardasi Mental Berat
DD: Gangguan Campuran Tingkah Laku dan Emosi dengan Retardasi Mental Berat.
P:
-
Risperidone 0,4 mg
Vitamin B6 20 mg
Asam Folat 5 mg
(bentuk puyer 2x1)
-
Psikoterapi suportif pada keluarga (ibu kandung pasien) ibu pasien memiliki
kesan suatu bentuk psikopatologi dan ketika disarankan untuk berkonsultasi, ibu
pasien menolak dengan alasan tidak butuh.
20
21