Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Sirosis hepatis merupakan perjalanan patologi akhir berbagai macam penyakit
hati.Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh Laennec pada tahun 1826.Diambil
dari bahasa Yunani scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk
menunjukkan warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak saat
otopsi.Sirosis hepatis adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur
hepar dan pembentukan nodulus regeneratif.Sirosis hepatis secara klinis dibagi menjadi
sirosis hepatis kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan
sirosis hepatis dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang khas.1,2,3
Penyakit hati menahun dan sirosis dapat menimbulkan sekitar 35.000 kematian
per tahun di Amerika Serikat.Sirosis merupakan penyebab kematian utama yang
kesembilan di AS, dan bertanggung jawab terhadap 1.2% seluruh kematian di
AS.Banyak pasien yang meninggal pada dekade keempat atau kelima. Setiap tahun ada
tambahan 2000 kematian yang disebabkan karena gagal hati fulminan (fulminant
hepatic failure).3,4,5 FHF dapat disebabkan hepatitis virus (virus hepatitis A dan B), obat
(asetaminofen), toksin (jamur Amanita phalloides atau jamur yellow death-cap),
hepatitis autoimun, penyakit Wilson, dan berbagai macam penyebab lain yang jarang
ditemukan.
Belum ada data resmi nasional tentang sirosis hati di Indonesia. Namun dari
beberapa laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, berdasarkan diagnosis
klinis saja dapat dilihat bahwa prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit
dalam umumnya berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatra, sedang di Sulawesi dan
Kalimantan di bawah 1%. Secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3.5%
seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47.4% dari
seluruh pasien penyakit hati yang dirawat.
Dengan data seperti ini, dapat disimpulkan bahwa sirosis hati merupakan penyakit
kronik progressif yang dapat meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas jika tidak

ditindaklanjuti secara profesional.Tindakan yang tepat dapat dilakukan jika para praktisi
medis mengenal dengan baik faktor-faktor risiko, etiologi, patogenesis, serta tanda dan
gejala klinis dari sirosis hati.Oleh karena itu, kami mengambil kasus ini sebagai bahan
presentasi kasus dengan harapan kami dan teman sejawat mampu membuat diagnosis
klinik dan memberikan penatalaksanaan yang tepat berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan untuk kasus ini.

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI PASIEN
a. Nama
: Tn. HS
b. Umur
: 37 tahun
c. Jenis Kelamin
: Laki-laki
d. Agama
: Islam
e. Pekerjaan
: Petani
f. Alamat
: Dusun I Ujan Mas
g. No Registrasi
: 155257
h. Tgl masuk RS
: 10 Maret 2015
II. ANAMNESIS
(Dilakukan pada tanggal 16 April 2015, pukul 10.00 WIB)
a. Keluhan Utama
Perut terasa semakin membesar dan terasa penuh sejak 1 minggu SMRS.
b. Keluhan Tambahan
Kaki semakin membengkak sejak 3 hari SMRS.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
1 bulan SMRS pasien mengeluh perut terasa membesar, terasa penuh.
Mual (+) muntah (-), nyeri ulu hati (+), nyeri perut (-), nyeri dada (-), badan
berwarna kuning (+). Demam (-), batuk (+) sesak nafas (-), mudah merasa
lelah (-), nafsu makan menurun (+) , sembab pada kelopak mata di pagi hari
(-), sembab seluruh tubuh (-). BAK frekuensi 4-5x sehari, warna kuning
seperti teh (+), darah (-). BAB cair hitam (-). Pasien berobat ke Mantri di
dekat rumahnya dan diberi obat yang pasien lupa namanya tapi tidak ada
perbaikan.
1 minggu SMRS pasien mengeluh perut semakin membesar, dan
penuh. Mual (+) muntah (-), nyeri ulu hati (-), nyeri dada (-), badan berwarna
kuning (+). Demam (-), mudah merasa lelah (+), nafsu makan menurun (+),
sembab pada kelopak mata di pagi hari (-), sembab seluruh tubuh (-). Pasien
mengeluh sesak. sesak tidak dipengaruhi cuaca, aktivitas, dan emosi.
Terbangun pada malam hari karena sesak (-). Os menggunakan 3 bantal untuk
tidur. Sesak tidak berkurang ketika istirahat. Batuk (+), batuk malam hari
(-.BAK frekuensi 2-3x sehari, warna kuning seperti teh (+), darah (-). BAB
seperti biasa, BAB cair hitam (+) darah (-). Pasien kemudian beroabat ke RS
3

AK Gani, dirawat selama 8 hari. Os mengatakan tidak ada perbaikan, os


kemudian dirujuk ke RSMH untuk tatalaksana lebih lanjut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat merokok (-)
Riwayat sakit kuning (+) sejak 2011 , dirawat selama 2 minggu, dikatakan
sakit hepatitis. Riwayat muntah darah (+) , BAB cair hitam seperti aspal
(+)
Riwayat transfusi darah disangkal
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat minum jamu-jamuan disangkal
Riwayat mengonsumsi obat-obat reumatik disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga sakit kuning atau sakit yang sama dengan pasien

disangkal.
Riwayat hipertensi pada keluarga disangkal.
Riwayat kencing manis pada keluarga disangkal.

III.PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 16 April 2015, pukul 10.30 WIB)
a. Keadaan Umum
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran
: compos mentis
3. Tekanan darah : 120/80 mmHg
4. Nadi
: 88 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
5. Pernapasan
: 22 x/menit
6. Suhu tubuh
: 36,8oC
7. Berat badan
:61 kg
8. Tinggi badan :168 cm
9. IMT
: 22,05
10. Lingar perut
: 105 cm
11. Status gizi
: Normoweight ( ascites + edema pretibial )
IV. PEMERIKSAAN FISIK
(Dilakukan pada tanggal 26 Maret 2015, pukul 10.30 WIB)
b. Keadaan Umum
12. Keadaan umum : tampak sakit sedang
13. Kesadaran
: compos mentis
14. Tekanan darah : 100/60 mmHg
15. Nadi
: 84 x/menit, irama reguler, isi dan tegangan cukup
4

16. Pernapasan
17. Suhu tubuh
18. Berat badan
19. Tinggi badan
20. IMT
21. Status gizi

: 20 x/menit
: 36,4oC
: 60 kg
:165 cm
: 22,05
: Normoweight ( ascites + edema pretibial )

c. Keadaan Spesifik
1. Kepala
Normosefali, simetris, ekspresi tampak sakit sedang, warna rambut hitam,
alopesia (-).
2. Mata
Edema palpebra (-), konjungtiva palpebral pucat (-/-), sklera ikterik (+/+),
pupil isokhor.
3. Hidung
Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-), cavum nasi lapang,
tidak keluar cairan, epistaksis (-).
4. Mulut
Sariawan (+), gusi berdarah (-), lidah pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil
(-), pembesaran tonsil (-).
5. Telinga
Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus externus lapang,
tidak ada keluar cairan.
6. Leher
JVP (5-2) cmH2O, struma (-), isthmus (-), pembesaran KGB (-).
7. Thoraks
Paru
Inspeksi: spider naevi (-), ginekomastia (-), statis dan dinamis simetris

kiri sama dengan kanan.


Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama dengan kanan.
Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas paru-hepar sulit dinilai,

batas paru-lambung sulit dinilai.


Aukskultasi: vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan dan kiri sulit dinilai
Aukskultasi: HR 88 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi:cembung, venektasi (+), spider naevi (+), massa (-)

Palpasi: tegang, nyeri tekan (+), hepar dan lien sulit dinilai, undulasi

(+)
Perkusi: redup (+), shifting dullness (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
9. Genitalia: edema scrotum (-)
10. Ekstremitas: palmar eritem (-/-), edema pretibial (+/+), akral pucat (+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
No
Pemeriksaan
Hasil
HEMATOLOGI ( 24 Maret 2015)
1
Hb
9,8
2
Ht
30
3
Leukosit
4.700
4

Trombosit

78.000

Nilai Normal

Interpretasi

13,2-17,3 g/dL
43-49 vol%
4500-

Menurun
Menurun

11000/mm3
150-450
103/L

Meningkat
Menurun

Hitung jenis
Basofil

0-1 %

Normal

Eosinofil

1-6 %

Menurun

Neutrofil

61

50-70 %

Meningkat

Limfosit

25

25-40 %

Normal

2-8 %

Normal

Monosit
12
URINALISA ( 23 Maret 2015)
1

Glukosa

Negatif

Negatif

Normal

Protein

Negatif

Negatif

Normal

Bilirubin

+++

Negatif

Urobilinogen

Negatif

Negatif

Keton

Negatif

Negatif

Normal

Ph

6.0

4,6- 8,5

Normal

Berat Jenis

1.020

1,003- 1030

Normal

Nitrit

Negatif

Negatif

Normal

Sedimen
0-6

Normal

Leukosit

3- 4

Abnormal
Normal

Eritrosit

2-3

2-3

Normal

Sel Epitel

Positif

Negatif

Abnormal

Silinder

Negatif

Negatif

Normal

Kristal

Negatif

Negatif

Normal

Lain-lain

Positif

Negatif

Abnormal

(Granular)

KIMIA KLINIK ( 11 Maret 2015 )


1.
2.
3.

BSN
Bilirubin Total
Bilirubin Direk

93
2,6
2,3

76-110
1,0
0,25

Normal
Meningkat
Meningkat

4.

Bilirubin Indirek

0,3

0,8

Meningkat

5.

Protein Total

7,2

6,6-8,7

Normal

6.

Albumin

2,0

3,8-5,8

Menurun

7.
8.
9.

Globulin
AST
ALT

5,2
34
51

1,3-2,7
<18
<22

Meningkat
Meningkat
Meningkat

10.

Alkaline phosphatase

202

Meningkat

IMUNOLOGI
HBsAg
b.

(+)

(-)

Terinfeksi Hepatitis B

USG Abdomen (12 Maret 2015)


a)Ukuran hepar mengecil, ekoparenkim meningkat kasar heterogen, duktus
biliaris intrahepatik dan ekstrahepatik tak melebar, vena porta dan vena
hepatika menyempit
b)Gallbladder, lien, pankreas, ginjal kanan-kiri, buli-buli, dan prostat:
Normal
c)Ascites (+)
Kesan: Sirosis Hepatis

VI. DIAGNOSIS
Ascites e.c Susp.Sirosis Hepatis Dekompensata

VII. DIAGNOSIS BANDING


Ascites e.c Susp.Sirosis Hepatis Dekompensata
Ascites e.c Susp CHF
VIII.
TATALAKSANA
Nonfarmakologis
Edukasi
Balans cairan
Tirah baring
Diet hati III
Diet rendah garam dan diet protein 1 gr/kgBB
Farmakologis
IVFD RL: D5% 1:1
Injeksi furosemide 2 x 1 ampul
Spironolakton 3 x 100 mg tablet
Curcuma 2 x 1 tablet
Propanolol 2 x 10 mg tablet
IX. RENCANA PEMERIKSAAN
Foto rontgen thorax PA
Pemeriksaan faktor pembekuan darah (PT, aPTT)
X. PROGNOSIS
a. Ad vitam: dubia ad bonam
b. Ad functionam: dubia ad malam
XI. FOLLOW UP
Tanggal
S

27 Maret 2015
Keluhan: Perut terasa penuh (+), kaki bengkak mulai
berkurang

O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala

Compos mentis
90/ 60 mmHg
80 x/menit
20 x/ menit
36,6 oC

Konjungtiva palpebra pucat (+/+)


Sklera ikterik (+/+)

Leher

JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Paru

Inspeksi: spider naevi (+), statis dan dinamis simetris


kiri sama dengan kanan
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama
dengan kanan
Perkusi: Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas
paru-hepar ICS VI, batas paru-lambung ICS VII.
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

Jantung

Abdomen

Genitalia
Ekstremitas

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat


Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea
sternalis dekstra, batas pinggang jantung, ICS III
midclavicularis sinistra, batas kiri ICS V linea
aksilaris anterior sinistra.
Aukskultasi: HR 80x/menit, reguler, murmur (-),
gallop (-)
Inspeksi: cembung, venektasi (-), massa (-)
Palpasi: tegang, nyeri tekan (+), hepar teraba satu
jari dibawah arcus costae, permukaan rata,
konsistensi kenyal, tepi tumpul, lien tidak teraba.
Perkusi: redup(+), shifting dullnes (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
edema scrotum (-)
palmar eritem (-/-), edema pretibial (+/+), akral pucat
(+)
Kimia Klinik (Terlampir)

Laboratorium
A
P

Ascites e.c Sirosis Hepatis


Non Farmakologis
Edukasi
Tirah baring
Diet hati III
Diet rendah garam dan diet protein 1
gr/kgBB
9

Farmakologis
IVFD RL: D5% 1:1
Injeksi furosemide 2 x 1 ampul
Spironolakton 3 x 100 mg tablet
Curcuma 2 x 1 tablet
Propanolol 2 x 10 mg tablet

Tanggal
S

28 Maret 2015
Keluhan: Perut terasa penuh (+), kaki bengkak mulai
berkurang

O:
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Temperatur
Keadaan spesifik
Kepala

Compos mentis
100/ 60 mmHg
84 x/menit
20 x/ menit
36,6 oC

Konjungtiva palpebra pucat (+/+)


Sklera ikterik (+/+)

Leher

JVP (5-2) cm H2O


Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Paru

Inspeksi: spider naevi (+), statis dan dinamis simetris


kiri sama dengan kanan
Palpasi: nyeri tekan (-), stem fremitus kiri sama
dengan kanan
Perkusi: Perkusi: sonor di kedua lapang paru, batas
paru-hepar ICS VI, batas paru-lambung ICS VII.
Auskultasi: vesikuler (+) normal, rhonki (-/-),
wheezing (-/-)

10

Jantung

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat


Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas atas ICS II, batas kanan ICS IV linea
sternalis dekstra, batas pinggang jantung, ICS III
midclavicularis sinistra, batas kiri ICS V linea
aksilaris anterior sinistra.
Aukskultasi: HR 84 x/menit, reguler, murmur (-),
gallop (-)

Abdomen

Genitalia
Ekstremitas

Inspeksi: cembung, venektasi (-), massa (-)


Palpasi: tegang, nyeri tekan (+),hepar teraba satu jari
dibawah arcus costae, permukaan rata, konsistensi
kenyal, tepi tumpul, lien tidak teraba.
Perkusi: redup (+), shifting dullnes (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
edema scrotum (-)
palmar eritem (-/-), edema pretibial (+/+), akral pucat
(+)
Kimia Klinik (Terlampir)

Laboratorium
A
P

Ascites e.c Sirosis Hepatis


Non Farmakologis
Edukasi
Tirah baring
Diet hati III
Diet rendah garam dan diet protein 1
gr/kgBB
Farmakologis
IVFD RL: D5% 1:1
Injeksi furosemide 2 x 1 ampul
Spironolakton 3 x 100 mg tablet
Curcuma 2 x 1 tablet
Propanolol 2 x 10 mg tablet

11

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sirosis Hepatis
I. DEFINISI
Istilah Sirosis Hepatis diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal
dari kata Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow) karena perubahan
warna pada nodul-nodul yang terbentuk. Sirosis hepatis adalah suatu keadaan
disorganisasi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis. Secara lengkap, definisi Sirosis
hepatis adalah kemunduran fungsi liver yang permanen yang ditandai dengan
perubahan histopatologi, yaitu kerusakan pada sel-sel hati yang merangsang
proses peradangan dan perbaikan sel-Sel hati yang mati sehingga menyebabkan
terbentuknya jaringan parut. Sel-sel hati yang tidak mati beregenerasi untuk
menggantikan sel-sel yang telah mati. Akibatnya, terbentuk sekelompoksekelompok sel- sel hati baru (regenerative nodules) dalam jaringan parut.5
II.
EPIDEMIOLOGI
a. Distribusi dan Frekuensi

12

Case fatality rate (CSDR) sirosis hati yang terjadi laki-laki di


Amerika Seikat tahun 2001 sebesar 13,2 per 100.000 dan wanita sebesar
6,2

per

100.000

penduduk.

Di Amerika Serikat terjadi peningkatan

persentase kematian akibat sirosis hepatis sebesar 3,4 % dari. tahun 2006 ke
tahun 2007. Pada tahun 2001di Islandia insidensi sirosis hepatis 4 % dan
tahun 2002 sebesar 2,4%7 . Pada tahun 2002, PMR sirosis hepatis di dunia
yaitu 1,7% . Di Modolvo terjadi peningkatan, pada
sirosis

hati 89,2%

per

tahun 2002

CSDR

100.000 penduduk (CSDR 2002)8. Pada tahun

2004 sebesar 99,2% (CSDR 2004).8


Di Indonesia, kasus ini juga lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan kaum wanita. Dari data yang diperoleh dari beberapa rumah
sakit di kita-kota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria
lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.7
Hasil penelitian Suyono dkk tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta menunjukkan pasien sirosis hepatis laki-laki (71%) lebih banyak
dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok
umur yang terbanyak . Ndraha melaporkan selama Januari Maret 2009 di
Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki
dan 36,7% wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 40-60 tahun.7
b. Faktor Risiko
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi
sering disebutkan antara lain:3,7
1) Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di

negara Asia

faktor

gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hepatis. Dari


hasil laporan

Hadi

di dalam simposium Patogenesis sirosis

hati di

Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian


makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan
ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,
yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh
kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
2) Hepatitis Virus

13

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu


penyebab sirosis hepatis, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis, maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis.
Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak
mempunyai kecenderungan untuk lebih

menetap

dan memberi gejala

sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan


hepatitis virus A.
3) Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan

dan

bahan

kimia

dapat

menyebabkan

terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati
akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan
kronis akan berupa sirosis hepatis. Zat hepatotoksik yang sering disebutsebut ialah alkohol.
4) Wilsons Disease
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orangorang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia
dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat
kehijauan disebut Kayser Fleischer
disebabkan
belum

defesiensi

diketahui

bawaan

dengan

Ring. Penyakit
dari seruloplasmin.

ini

diduga

Penyebabnya

pasti, mungkin ada hubungannya dengan

penimbunan Cu2+ dalam jaringan hati.


5) Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
- Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
- Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai
pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi
dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hepatis.
6) Faktor Risiko Lain
- Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis
jantung. Perubahan fibrotik dalam

hati terjadi sekunder terhadap

reaksi dan nekrosis sentrilobuler

14

Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu
akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak

dijumpai pada kaum wanita.


Penyebab sirosis hepatis yang tidak diketahui dan digolongkan dalam
sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.

III.

ETIOLOGI
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas

penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang


disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.9
Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah
infestasi parasit

(schistosomiasis),

penyakit

autoimun

yang

menyerang

hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti
Wilsons disease, kondisi inflamasi kronis (sarcoidosis), efek toksisitas obat
(methotrexate dan hipervitaminosis A), dan kelainan vaskular, baik yang
didapat ataupun bawaan.3 Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus
hepatitis B merupakan penyebab tersering dari sirosis hepatis yaitu sebesar
40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan
10-20%

sisanya tidak diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok virus

bukan B dan C. Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia


mungkin kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata
kasus sirosis akibat alkohol.5
a. Alkohol
Alkohol adalah suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama
didunia barat. Perkembangan

sirosis

tergantung

pada

jumlah

dan

keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat


yang tinggi dan kronis melukai sel-sel

hati.

Tiga

puluh

persen

dari

individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai


16 ounces (1 ounce = 29,5 ml, 16 ounces = 472 ml) minuman keras (hard
liquor) atau atau yang sama dengannya untuk 15 tahun atau lebih akan
menyebabkan sirosis.9,10

15

b. Sirosis Kriptogenik
Cryptogenic cirrhosis

adalah sirosis hepatis

yang

penyebab-

penyebabnya belum diketahui. Sirosis kriptogenik diduga disebabkan oleh


NASH (nonalkoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan,
diabetes tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama.10
c. Hepatitis B dan Hepatitis C
Penyebab berikutnya terjadinya sirosis adalah hepatitis B dan C kronis.
Pada pasien- pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh secara
penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan infeksi
yang kronis.10
Sebaliknya, beberapa pasien-pasien yang terinfeksi dengan virus
hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien terinfeksi dengan virus hepatitis
C

akab berkembang menjadi hepatitis

yang

kronis,

yang

dapat

menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjadi sirosis atau kanker
hati.10
d. Kelainan Genetik
Kelainan genetik berakibat pada akumulasi unsur-unsur toksik hati yang
dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan sirosis., termasuk akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga

(penyakit

Wilson).

Pada hemochromatosis, pasien-pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk


menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.9
Akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda diseluruh tubuh
menyebabkan

sirosis,

arthritis, kerusakkan otot jantung yang dapat

menyebabkan gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) pada testis yang
menyebabkan kehilangan rangsangan seksual.10
IV.

PATOFISIOLOGI
Jaringan parut dalam hati yang bersirosis menghalangi aliran darah
melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari rintangan pada
aliran darah melalui hati, darah tersumbat pada vena portal, dan tekanan
dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal.
Karena terdapat halangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena
portal, darah dalam vena portal menuju vena-vena lain untuk kembali ke
16

jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati.1,5,10
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah
porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika
tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal
tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan
tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan aliran vena
porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splenikus. Obstruksi
aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi vena porta
atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler
dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang
dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran
keluar vena hepatik (supra hepatik).10,11
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel
hati

dan saluran-saluran

melalui

empedu.

Pada sirosis, canaliculi adalah

abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti
hubungan antara sel- sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai
akibatnya,

hati

tidak

mampu menghilangkan unsur-unsur toksik secara

normal, dan berakumulasi dalam tubuh sehingga akan menyebabkan munculnya


tanda-tanda dan gejala klinis.1,3
V.

KLASIFIKASI
Sesuai dengan consensus baveno IV, sirosis hepatis dapat diklasifikasikan
menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya varises, ascites, dan
perdarahan varises, yaitu:
a. Stadium I: tidak ada varises dan ascites.
b. Stadium II: varises tanpa ascites.
c. Stadium III: ascites dengan atau tanpa varises.
d. Stadium IV: perdarahan dengan atau tanpa scites.
Stadium I dan II, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis kompensata,
sedangkan stadium III dan IV, dikategorikan sebagai kelompok sirosis hepatis
dekompensata.9

17

Secara morfologi Sherrlock membagi Sirosis hepatis bedasarkan besar


kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hepatis
atas:9
a. Sirosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau
sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang terbentuk karena
banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis, atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
sirosis alkoholik, Laennecs cirrhosis atau

fatty cirrhosis. Sirosis terjadi

sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.


c. Sirosis Post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita
hepatitis.
VI.

MANIFESTASI KLINIS
a. Gejala
Gejala sirosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi samasama di liver yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang
nafsu

makan, mual-mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri

lambung dan munculnya jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider


angiomas).6,22 Pada sirosis terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan
terjadi regenerasi noduler serta ploriferasi jaringan ikat yang difus.6,9
b. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis
Timbulnya ikterus (penguningan) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan

mata

terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat

18

menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya


pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.9
2) Timbulnya Ascites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin,
air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama
Ascites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema
umumnya

timbul

setelah

timbulnya

Ascites

sebagai

akibat

dari

hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.9


3) Hepatomegali
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah.
Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan
menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.9
4) Hipertensi Portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal
yang memetap di atas nilai normal.

Penyebab hipertensi portal adalah

peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.9


VII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan Ascites, maka ekskresi Na dalam urine
berkurang (urine kurang dari 4 meq/l)

menunjukkan kemungkinan telah

terjadi syndrome hepatorenal.9


2) Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan

ikterus,

ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh


darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.1
3) Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah

19

mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik


anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.3
4) Fungsi Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar normal albumin dalam
darah 3,5-5,0 g/dL.38 Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. 39 Selain itu,
kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk
mendeteksi kelainan hati secara dini.10
b. Radiodiagnostik
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP).
1) Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan di
hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul. Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
normal.10
2) Peritoneoskopi (Laparaskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hepatis
akan jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul
yang besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi
biasanya tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.1,14
3) Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan esophago
duodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa

gastro

dari varises esophagus

dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis


dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau
20

grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari
varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada
saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan diagnosis, EGD
juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu
dengan skleroterapi atau
kasus

ini,

ditemukan

endoscopic variceal ligation (EVL).8,16 Pada


adanya

varises

esophagus

dan

gastropati

hipertensi porta yang merupakan tanda-tanda dari hipertensi porta.1,3,16


VIII. DIAGNOSIS
Penegakan

diagnosis

sirosis

hepatis

didasarkan

pada

anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang lainnya.3


a. Anamnesis
Pada tahap awal sirosis biasanya tidak menunjukan gejala yang khas.
Karena hal tersebut sebagian besar pasien datang dengan kondisi sirosis yang
sudah parah. Dari anamnesis ini perlu digali keluhan atau gejala yang biasanya
muncul pada penderita sirosis hepatis seperti perasaan mudah lelah dan lemas,
selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual, berat badan menurun,
testis mengecil, buah dada membesar serta hilangnya dorongan seksual.3,5
Selain itu jika sirosis hepatis sudah dalam kondisi lanjut akan muncul
komplikasi-komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur dan demam tak begitu tinggi. Beberapa pasien
ditemukan adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
ikterus dengan dengan urin berwarna seperti teh.3,9
b. Tanda dan Gejala Klinis
Pada pemeriksaan fisik penderita sirosis hepatis biasanya akan
ditemukan:1,3,9
- Spide-angioma, suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil.
Biasa ditemukan di bahu, mekanismenya dikaitkan dengan peningkatan
-

kadar estrogen
Palmar eritema, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Ginekomastia, dikaitkan dengan peningkatan estrogen dalam darah.
Atrofi testis hipogonadisme
Hepatomegali, biasanya ditemukan pada sirosis hepatis dengan komplikasi
hepatoma

21

Ascites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi

portal dan hipoalbuminemia.


Caput medusa, muncul sebagai akibat dari hipertensi porta.
Fetor hepatikum, bau napas akibat peningkatan dimetil sulfid.
Ikterus, peningkatan bilirubinemia.
Selain itu Haryono Soebandiri membagi manifestasi klinis sirosis dalam

dua bagian, yaitu:13


-

Hepatoseluler
o Sklera ikterik
o Spider nevi (teleangiektasis)
o Ginecomastia
o Atropi testis
o Palmar erithem
Hipertensi portal
o Varices oesophagus
o Splenomegali
o Kolateral dinding perut
o Ascites
o Hemoroid (Hermawan, 2006)
Penegakkan diagnosis menurut kriteria Soebandiri yaitu jika terdapat 5

dari 7 tanda dan gejala berikut:13


- Spider naevi
- Eritema palmar
- Kolateral vein (venektasi)
- Ascites
- Splenomegali
- Inverted ratio albumin : globulin
- Hematemesis melena
c. Gambaran Laboratoris
Apabila dicurigai adanya sirosis hepatis, beberapa tes laboratorium perlu
dilakukan. Tes fungsi hati (LFT) meliputi aminotransaminase, alkali fosfatase,
gamma-GT, bilirubin, albumin, dan protombin time.3
- Aspartat aminotranferase (AST)/SGOT dan alanin aminotransferase
(ALT)/SGPT meningkat tapi tak begitu tinggi. SGOT biasanya lebih tinggi
-

daripada SGPT.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal.
Peningkatan gamma-GT
Bilirubin meningkat atau normal
Penurunan kadar albumin
Peningkatan kadar globulin
22

IX.

Waktu protrombin, menunjukan tingkat disfungsi sintesis hepar, pada sirosis

memanjang
Kelainan hematologi anemia

PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa:1,3,9
a. Simptomatis
b. Supportif
1) Istirahat yang cukup
2) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori,
protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
3) Pengobatan berdasarkan etiologi. Misalnya
infeksi

virus

dapat

dicoba

pada

sirosis

dengan interferon.

hati

Sekarang

akibat
telah

dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis


C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti
- Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3
x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan
(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
-

untuk jangka waktu 24-48 minggu.


Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang
lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang
dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu

dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.


Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis
3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum
dan jaringan hati.

X.

KOMPLIKASI
a. Edema dan Ascites
Ketika sirosis hati sudah berat, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal
untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki
dan kaki- kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk.
Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Pitting edema
23

merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu
pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit
yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan.
Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.10
b. Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk
bakteri-bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu
jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik,
dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau
menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan ke hati dimana mereka
dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul didalam perut tidak mampu
untuk melawan infeksi secara normal.9
Sebagai tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan
mereka dari usus kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut
dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP,
kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam
nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala,
dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan nyeri
tekan perut, diare, dan memburuknya ascites.13
c. Varises Esofagus
Pada sirosis hepatis, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena
portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah vena-vena

24

yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas
dari lambung.1
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan
peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada

kerongkongan

yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka
dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal,
lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau
lambung.2
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien
yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices
kerongkongan

mempunyai

suatu

risiko

yang tinggi mengembangkan

spontaneous bacterial peritonitis.2


d. Ensefalopathy Hepatikum
Beberapa protein-protein
pencernaan

dalam

makanan

yang

terlepas

dari

dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara

normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan protein untuk tujuantujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka
lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh. Beberapa

dari

unsur-unsur

ini,

contohnya,

ammonia, dapat

mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun


ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka dikeluarkan
dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).3
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam
darah,

fungsi

dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic

encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari (kebalikkan
dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala paling dini dari
hepatic encephalopathy.4
Gejala-gejala lain termasuk sifat mudah marah, ketidakmampuan untuk
konsentrasi atau melakukan perhitungan- perhitungan, kehilangan memori,

25

kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic


encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
e. Hepatorenal Syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal- ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi
dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai
gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh

perubahan-perubahan

dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.12


Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif
dari ginjal-ginjal untuk

membersihkan

unsur-unsur

dari

darah

dan

menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa fungsifungsi

penting

lain

dari

ginjal-ginjal,

seperti

penahanan

garam,

dipelihara/dipertahankan.13
f.

Hepatopulmonary Syndrome
Beberapa
pasien-pasien
dapat mengembangkan
dapat

dengan

hepatopulmonary

sirosis
syndrome.

yang

berlanjut

Pasien-pasien

ini

mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang

dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi


secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup darah
mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru yang
berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru- paru. Darah
yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak dapat
mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai akibatnya
pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan tenaga.10.11
g. Splenomegali
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan
(filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih, dan platelet- platelet (partikel-partikel kecil yang penting uktuk
pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa bergabung
dengan darah dalam vena portal dari usus- usus. Ketika tekanan dalam vena

26

portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran darah dari limpa.
Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan limpa membengkak
dalam ukurannya, suatu kondisi yang dirujuk sebagai splenomegaly.
Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih
banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka
dalam darah berkurang.3,5
Splenomegali adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu jumlah sel darah merah yang
rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang rendah (leucopenia), dan/atau
suatu

jumlah

platelet

menyebabkan kelemahan,

yang

rendah (thrombocytopenia). Anemia dapat

leucopenia dapat menjurus pada infeksi-infeksi,

dan thrombocytopenia dapat mengganggu pembekuan darah dan berakibat


pada perdarahan yang diperpanjang (lama).7
XI.

PREVENTIF
a. Primer
Sirosis paling sering disebabkan oleh minuman keras (alkohol), hepatitis
B dan C. Cara untuk mencegah terjadinya sirosis dengan tidak konsumsi
alkohol, menghindari risiko infeksi hepatitis C dan B.40 Menghindari obatobatan yang diketahui berefek samping merusak hati. Vaksinasi merupakan
pencegahan efektif untuk mencegah hepatitis B.14
b. Sekunder
Penyebab primernya dihilangkan, maka dilakukan pengobatan hepatitis
dan pemberian

imunosupresif

pada

autoimun.

Pengobatan

sirosis

biasanya tidak memuaskan. Tidak ada agent farmakologik yang dapat


menghentikan
Penderita

atau memperbaiki proses fibrosis.14


sirosis
hati memerlukan istirahat

yang

cukup

dan

makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 11 g/kg berat badan. Lemak antara 30 %- 40%. Infeksi yang terjadi
memerlukan pemberian antibiotik yang sesuai. Ascites dan edema

27

ditanggulangi dengan pembatasan jumlah cairan NaCl disertai pembatasan


aktivitas obstruksi.14
XII.

PROGNOSIS
Penentuan prognosis penyakit sirosis hepatis menurut skoring Child Pugh,
yaitu:19
Penilaian
Total bilirubin (mg/dl)
Serum albumin (g/dl)
Prothrombin Time (PT)
Ascites
Hepatic encephalopathy

1 point
<2
>3.5
<1.7
Tidak ada
Tidak ada

2 point
2-3
2.8-3.5
1.71-2.30
Ringan
Derajat I-II

3 point
>3
2.8
>2.30
Sedang-Berat
Derajat III-IV

Interpretasi skoring Child Pugh yaitu:


Kelas A: point 5-6, bertahan hidup 1 tahun (100%), bertahan hidup 2 tahun

(85%)
Kelas B: point 7-9, bertahan hidup 1 tahun (81%), bertahan hidup 2 tahun

(57%)
Kelas C: point 10-15, bertahan hidup 1 tahun (45%), bertahan hidup 2 tahun
(35%)

BAB IV
ANALISA KASUS
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan disorganisasi yang difuse dari struktur hati
yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringanfibrosis. Penegakan
diagnosis sirosis hepatis dekompensata bila ada 5 dari 7 tanda berikut menurut
Soebandiri, yaitu spider naevi, eritema palmar, kolateral vein, ascites, splenomegali,
inverted ratioalbumin : globulin, dan hematemesis melena.
Seorang laki-laki berusia 37 tahun datang ke IGD RSUD dr. H. M. Rabain Muara
Enim dengan keluhan perut terasa semakin membesar. Dari anamnesis didapatkan sejak
1 bulan SMRS pasien mengeluh perut terasa membesar, terasa penuh, nyeri ulu hati
(+), BAK frekuensi 4-5x sehari, warna kuning seperti teh (+), darah (-). BAB tidak ada
28

keluhan. Pasien berobat ke Mantri di dekat rumahnya dan diberi obat yang pasien lupa
namanya tapi tidak ada perbaikan. 2 minggu SMRS pasien mengeluh perut terasa
membesar. Mual (+) muntah (+) frekuensi 2 kali sebanyak setengah gelas belimbing
tiap kali muntah, isi apa yang dimakan, perut terasa penuh (+), nyeri ulu hati (+), badan
terasa lemas (+), nafsu makan menurun (+), mudah merasa lelah (+), BAK frekuensi 4x
sehari, warna kuning tua seperti teh (+), BAB cair hitam (+). 3 hari SMRS pasien
mengeluh perut semakin membesar. Mual (+), nyeri perut (+) kanan atas dan bawah,
nyeri ulu hati (+), badan berwarna kuning (+), badan terasa lemas (+), nafsu makan
menurun, mudah merasa lelah (+), kaki terasa semakin bengkak (+). BAK frekuensi 23x sehari, warna kuning tua seperti teh (+). BAB cair hitam (+).
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan badan tampak sedikit kuning, konjungtiva
pucat, sklera ikterik. Pada regio thorax ditemukan spider naevi. Pada regio abdomen
ditemukan shifting dullness (+). Pada ekstremitas ditemukan palmar pucat dan edema
pretibia minimal. Pemeriksaan lain dalam batas normal.
Berdasarkan keluhan pasien, harus difikirkan beberapa kemungkinan penyebab
perut membesar, yaitu adanya udara, massa, atau cairan dalam abdomen. Pada
pembesaran perut akibat akumulasi udara misalnya ileus obstruktif, pembesaran akan
terjadi secara akut. Sedangkan pada pasien ini perut terasa semakin membesar sejak 2
minggu yang lalu, sehingga kemungkinan perut membesar karena adanya udara bisa
disingkirkan. Selain itu, perut membesar karena adanya udara juga biasanya disertai
dengan nyeri perut yang terjadi mendadak, sedangkan pada pasien ini nyeri perut tidak
terjadi mendadak hebat. Perut membesar akibat adanya massa umumnya terjadi secara
perlahan dan tidak simetris, bergantung lokasi massa. Pada pasien ini pembesaran perut
sama kiri dan kanan, sehingga kemungkinan pembesaran perut karena adanya massa
dapat disingkirkan.
Perut membesar akibat adanya cairan di cavum peritoneum atau yang dikenal
dengan ascites, umumnya terjadi secara perlahan dan simetris. Ascites dapat disebabkan
oleh adanya gangguan pada jantung, ginjal, hati, dan malnutrisi. Ascites terjadi akibat
adanya perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial dengan berbagai mekanisme
yang mendasarinya bergantung penyakit yang diderita pasien.

29

Gangguan pada jantung yang dapat menyebabkan ascites adalah CHF


(Congestive Heart Failure). Pada CHF terjadi peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga
akan terjadi perpindahan cairan dari intravaskuler ke interstisial. Pada penderita ini tidak
ditemui gejala dan tanda yang mendukung ke arah CHF, misalnya dyspneu deffort dan
orthopneu. Selain itu, pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan distensi vena jugularis,
rhonki basah halus di basal paru dan S3 pada auskultasi jantung, edema tungkai.
Kemungkinan CHF pada penderita dapat disingkirkan.
Gangguan pada ginjal yang sering menyebabkan ascites adalah sindrom nefrotik
dan gagal ginjal. Pasien dengan sindrom nefrotik umumnya datang dengan keluhan
sembab pada seluruh tubuh dengan ciri khas sembab di kelopak mata pada pagi hari,
juga disertai keluhan BAK berbuih. Penderita tidak mengeluhkan gejala-gejala tersebut,
sehingga kemungkinan pembesaran perut karena sindrom nefrotik dapat disingkirkan.
Gangguan ginjal lain yang dapat menyebabkan pembesaran perut adalah CKD (Chronic
Kidney Disease) atau gagal ginjal kronik karena pada pasien dengan CKD terjadi
gangguan fungsi ginjal dalam hal ini fungsi ekskresi, sehingga akan terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik intravaskular. Untuk menyingkirkan kemungkinan gagal ginjal,
perlu dilakukan pemeriksaan ureum kreatinin.
Kondisi sistemik yang dapat menyebabkan ascites adalah malnutrisi. Seseorang
yang malnutrisi mengalami kekurangan albumin di dalam tubuhnya (hipoalbuminemia).
Hipoalbuminemia menyebabkan tekanan onkotik di plasma berkurang sehingga terjadi
ascites. Keadaan malnutrisi dapat dilihat dari indeks massa tubuh pasien dengan
membandingkan berat badan dengan tinggi badan pasien. Indeks massa tubuh pada
pasien ini adalah normal meskipun dengan ascites. Kemungkinan malnutrisi dapat
disingkirkan pada pasien ini.
Gangguan pada hati yang dapat menyebabkan ascites adalah sirosis hepatis.
Terjadinya ascites pada sirosis hepatis melibatkan beberapa mekanisme yang
mendasarinya, yaitu hipertensi porta, hipoalbuminemia, dan hiperaldosteronemia.
Gabungan dari ketiga hal tersebut menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke
interstisial, dalam hal ini adalah cavum peritoneum. Sirosis hepatis adalah suatu
keadaan disorganisasi yang difus dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif
yang dikelilingi jaringan fibrosis. Berdasarkan Soebandiri, diagnosis sirosis hepatis
30

dekompensata dapat ditegakkan bila ada 5 dari 7 tanda berikut, yaitu spider naevi,
eritema palmar, kolateral vein, ascites, splenomegali, inverted ratio albumin : globulin,
dan hematemesis melena.
Dari anamnesis diketahui bahwa pasien mengalami pembesaran perut, BAK
berwarna kuning tua seperti teh, BAB cair hitam. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
adanya sklera ikterik, spider naevi di regio thoraks, shifting dullness di regio abdomen.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada penderita mendukung diagnosis sirosis hepatis.
Untuk membantu penegakkan diagnosis sirosis hepatis pada penderita diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan laboratorium (hemoglobin,
leukosit, trombosit, LED, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin indirek, AST, ALT,
alkaline fosfatase, albumin, globulin, PT, apTT), pemeriksaan USG abdomen dan
endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dilakukan untuk melihat apakah melena yang
dialami penderita disebabkan oleh pecahnya varises esofagus.
Dari pemeriksaan laboratorium, didapatkan penurunan kadar hemoglobin dan
trombosit. Penurunan kadar hemoglobin dan trombosit mungkin disebabkan oleh salah
satu gangguan fungsi hati, yaitu fungsi untuk produksi sel-sel darah terganggu. Penanda
lain yang menunjukkan adanya gangguan pada fungsi hati adalah peningkatan AST,
ALT, bilirubin direk, bilirubin indirek, bilirubin total, dan alkaline phosphatase.
Penurunan kadar albumin dengan peningkatan kadar globulin (inverted albumin
globulin ratio) ditemukan pada penderita sirosis hepatis. HbSAg positif menunjukkan
bahwa penderita mengalami Hepatitis B kronis yang merupakan etiologi sirosis hepatis
pada penderita. Pada USG abdomen penderita didapatkan kesan sirosis hepatis.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang (pemeriksaan
laboratorium dan USG abdomen) dapat ditegakkan diagnosis Sirosis Hepatis
Dekompensata et causa Hepatitis B pada penderita.
Tatalaksana pada pasien ini terbagi menjadi non-farmakologis dan farmakologis.
Tatalaksana non-farmakologis, meliputi istirahat, diet hati III, edukasi, dan balans cairan
negatif. Balans cairan negatif dimaksudkan untuk mengurangi asupan agar ascites tidak
bertambah. Tatalaksana farmakologis meliputi cairan IVFD RL:D5, anti hipertensi
golongan beta-blocker, spironolakton, curcuma. Cairan IVFD D5 gtt X/menit diberikan
dengan pertimbangan pada penderita dengan sirosis hepatis, fungsi hati untuk
31

metabolisme glukosa terganggu sehingga pasien perlu diberi D5 untuk mencukupi


kebutuhan glukosa. Antihipertensi golongan beta-blocker, yaitu propanolol, diberikan
untuk menurunkan hipertensi portal. Spironolakton yang merupakan antagonis
aldosteron menghambat terjadinya retensi natrium, sehingga dapat mengurangi ascites.
Curcuma diberikan sebagai liver protector, yaitu melindungi sel-sel hati yang belum
mengalami fibrosis. Selain itu pemberian curcuma juga diharapkan dapat meningkatkan
nafsu makan penderita.
Prognosis pasien belum bisa ditentukan karena belum diketahui nilai PT. Tetapi
dengan mengesampingkan pemeriksaan PT pada pasien ini, prognosis pasien ini yaitu
dubia ad malam. Penentuan prognosis tersebut berdasarkan skoring Child Pugh,
bilirubin total 2,6 mg/dl (2 poin), albumin 2,0 mg/dl (3 poin), PT belum dinilai (x poin),
ascites masif (3 poin), dan tidak ada hepatic encephalopathy (1 poin), maka total 9 poin
dengan interpretasi kelas B (poin 7-9), kemungkinan pasien dapat bertahan hidup 1
tahun 45-81% dan bertahan hidup 2 tahun 35-57%.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumobroto O Hernomo, Sirosis Hati, dalam buku ajar Ilmu Penyakit Hati, edisi
I, Jakarta, Jayabadi, 2007, hal 335-45.
2. Petrides AS, Stanley T, Matthews

DE

Vogt

C, Bush AJ, Lambeth H,

Insulin resistance in cirrhosis: prolonged reduction of hyperinsulinemia normalizes


insulin sensitivity Hepatology 1998; 28:141-9.
3. Nurdjanah S. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi IV jilid II,
Jakarta, Pusat penerbitan Departemen Ilmu penyakit dalam FK UI., 2006 hal 445-8.
4. Kakizaki S, Sohara N, Yamazaki Y, Horiguchi H, Kanda D, Kenji K
"Elevated plasma recistin concentration in patients with liver cirrhosis". Lancet 359
(9300): 467.
5. Pang S, Lee Y. "Role of Resistin in inflamation and Inflamation-Related Disease".
Obes. Res. 10 (11): 11979.

32

6. Alizadeh MHA, Fallahian Farrahnaz, Insulin Resistance in Chronic Hepatitis B and


C, Indian Journal of Gastroenterology 2006 Vol 25:286-288.
7. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro, Poernomo
Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2007. Page 129-136.
8. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in the
setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009. 18(3):299-302.
9. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal Varices
and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007. 102:2086
2102.
10. Don C.

Rockey, Scott L.

Friedman.

2006. Hepatic Fibrosis and Cirrhosis.

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/9781416032588/97814
16032588.pdf . Diakses pada tanggal 29 Maret 2015.

33

Anda mungkin juga menyukai