Disusun Oleh :
1. Ayu Rindwitya I.P
2. Diana Ratih P
3. Festi Tsaqofah
4. Kunthi Rahmawati
5. Marla Deni N
6. Nurul Aini
7. Optie Ardha
8. Prima Maulana
9. Rofiqo Umania R
10. Yolinda Candra A
H2A010008
H2A010012
H2A010016
H2A010029
H2A010033
H2A010035
H2A010039
H2A010040
H2A010045
H2A010049
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014
KASUS
I.IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Tempat/Tanggal lahir
Suku
Alamat
: Rangga
: 17 th
: Semarang/ 24 juli 1997
: Jawa
: Kinibalu
Pekerjaan
: Siswa
II.ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 21 April 2014 di
Poli THT RS Y.
A. Keluhan utama
Pasien mengeluh penurunan pendengaran pada telinga kiri
B. Riwayat penyakit sekarang :
Pada 3 hari ini pasien merasakan telinga kirinya kurang pendengaran, gembrebek (+),
sakit (+). Keluhan diraksakan semakin bertambah di telinga sebelah kiri. Nyeri telinga
bertambah saat aktifitas dan mereda saat istirahat. Nyeri kepala (+), mual (-) muntah (-)
telinga bengkak (-) gondongen (-).
Sejak 1 minggu yang lalu batuk pilek, namun sekarang hanya batuk disertai dahak
putih kekuningan. Tenggorokan sakit (+) 4 hari yang lalu, dan susah menelan (+)namun
masih dapat makan dan tidak nyeri saat berbicara. Keluhan lain yang dirasakan yaitu
mata nrocos(-), suara serak (-).Untuk mengurangi keluhan pasien membeli obat warung
tetapi tidak mengurangi keluhan.
Riwayat keluhan batuk, pilek dan nyeri tenggorokan : diakui, (>1x dalam 1 tahun)
: disangkal
Riwayat Amandel
: diakui semenjak SD
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
E. Riwayat pribadi :
1. Riwayat merokok
: disangkal
: diakui
: diakui
: diakui
: diakui
: diakui
III.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada pada tanggal 21 April 2014 di Poli THT RS Y.
A. Keadaan umum
: Sakit Sedang
B. Kesadaran
C. Vital sign
Tensi
Nadi
Nafas
Suhu
D. Status Gizi
Berat badan
Tinggi badan
BMI
Status gizi
: 115/80 mmHg
: 80x/menit (regular dan isi tengan cukup)
: 24x/menit
: 37,5oC (aksiler)
: 48 kg
: 157 cm
: 19,5
: Gizi normal
E. Status Generalis
Kulit
Konjungtiva
Jantung
Paru
Hati
Limpa
Limfe
Ekstremitas
F. Status Lokalis
1. Telinga
A. Telinga luar
Inspeksi
Mastoid
Pre aurikula
Dextra
Hiperemis (-), massa (-)
Fistula (-), Hiperemis (-),
Sinistra
Hiperemis (-), massa (-)
Fistula (-), Hiperemis (-),
Retro Aurikula
Aurikula
Massa (-)
Hiperemis (-), Massa (-)
Bentuk (normal dan
Massa (-)
Hiperemis (-), Massa (-)
Bentuk (normal dan
massa (-)
massa (-)
Canalis Eksternus
Discharge
Palpasi
Mastoid
Pre aurikula
Dextra
Nyeri ketok (-), massa (-)
Nyeri tekan tragus (-),
Sinistra
Nyeri ketok (-), massa (-)
Nyeri tekan tragus (-),
Retro Aurikula
massa (-)
Pembesaran kelenjar limfe
massa (-)
Pembesaran kelenjar limfe
Aurikula
B. Telinga
B. Telinga Tengah
Inspeksi
Membran tympani
Warna
Dekstra
Sinistra
Warna (putih
Hiperemis (+),
mengkilat seperti
mutiara)
Refleks cahaya
(+) jam 5
(-)
Perforasi
(-)
(-)
2. Hidung
Hidung
Sinus
Rinoskopi anterior
Kanan
Kiri
Discharge
(-)
(-)
Mukosa
Normal
Normal
Konka
Tumor
(-)
(-)
Septum
3. Tenggorok
Tonsil
:
: Ukuran T3-3 oedema (+), hiperemis (+), kripte (+) melebar,
permukaan tidak rata, detritus ()
Uvula
: Simetris, hiperemis ()
Arcus faring : Hiperemis (+), simetris
Faring
: Faring hiperemis, post nasal drip (-), eksudat (-)
Kepala
Wajah
Leher anterior
Leher lateral
5. Gigi dan Mulut
Penampakan luar
Mulut/bibir
Mukosa
Gigi geligi
Lidah
Palatum
Dekstra
Mesosefal
Simetris
KGB (-), benjolan (-)
KGB (-), benjolan (-)
Sinistra
mesosefal
Simetris
KGB (-), benjolan (-)
KGB (-), benjolan (-)
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Pendengaran
Kanan
I.
Mendengarkan
II.
III.
IV.
suara berbisik
Tes rinne
Tes weber
Tes schwabach
Normal
AC > BC
Tidak ada lateralisasi
BC penderita = BC
pemeriksa
V.
RESUME
Kiri
4/6 (frekuensi rendah)
BC > AC
Ada lateralisasi ke sinistra
BC penderita > BC
pemeriksa
Selama 3 hari yang lalu pasien mengeluh penurunan pendengaran Gembrebek (+),
nyeri (+), nyeri kepala (+). Kurang lebih 1 minggu batuk pilek namun sekarang hanya batuk
berdahak warna putih kekuningan (+). Nyeri telan (+) namun masih dapat makan. Untuk
mengurangi keluhan pasien membeli obat warung tetapi tidak mengurangi keluhan. Riwayat
amandel semenjak SD (+), sering mengkonsumsi makanan berminyak, hobi berenang, sering
mengorek telinga, dan riwayat penggunaan headset yang berlebih.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 37,5o C (aksiler). Aurikula dextra dan
sinistra terdapat serumen yang berwarna kuning, jumlah sedikit dengan konsistensi lunak.
Membran timpani aurikula sinistra hiperemis, dan tidak terdapat reflek cahaya. Pada
tenggorokan ditemukan ukuran tonsil T3-3, kripte melebar dan arcus faring hiperemis. Gigi
geligi terdapat karies pada gigi 3.7 4.7.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan tes bisik aurikula sinistra 4/6 (frekuensi
rendah), tes rinne auricula sinistra BC > AC, tes weber terdapat lateralisasi ke auricula
sinistra, dan pada tes swabach BC penderita > BC pemeriksa (BC penderita memanjang).
VI.
DAFTAR ABNORMALITAS
Anamnesis
1. Kurang pendengaran telinga kiri
(3 hari)
2. Gembrebek telinga kiri (3 hari)
3. Nyeri telinga kiri (3 hari)
4. Riwayat demam tinggi selama 2
5.
6.
7.
8.
9.
hari
Batuk pilek (1 minggu)
Nyeri telan (4 hari)
Sakit kepala
Riwayat amandel (sejak SD)
Riwayat batuk pilek berulang
(sejak SD)
Pemeriksaan Fisik
10. Demam subfebris (37,5o C)
11. Hiperemis membran timpani
auricula sinistra
12. Gigi karies 3.7 & 4.7
13. Faring hiperemis
14. Tonsil hiperemis
15. Tonsil T3-3
16. Kripte tonsil melebar
17. Arcus faring hiperemis
18. Permukaan tonsil tidak rata
Pemeriksaan Tambahan
19. Tes bisik sinistra 4/6
(frekuensi rendah)
20. Tes Rinne BC >AC sinistra
21. Tes Swabach BC sinistra
penderita memanjang
22. Tes Weber (lateralisasi ke kiri)
VII.
VIII.
IX.
X.
PROBLEM
1. OMA aurikula sinistra stadium hiperemis (1-7, 10, 11,13-15, 17, 19-22)
2. Tonsilofaringitis akut berulang ( 4-9, 10, 13-18)
DIAGNOSIS BANDING
1. OMA aurikula sinistra stadium hiperemis
2. Tonsilofaringitis akut berulang
DIAGNOSIS
OMA aurikula sinistra stadium hiperemis
Tonsilofaringitis akut berulang
INISIAL PLAN
A. OMA AURIC SINISTRA
ipDx
S: O: ipTx
:
Antibiotika
Amoksilin 40mg/kBB per hari dibagi 3 dosis
Dekongestan
Dewasa : HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (Obat tetes hidung)
Analgetika
ipM
:
a. Monitoring gejala klinis
b. Monitoring reaksi dan efek samping obat
c. Monitoring kekambuhan
d. Monitoring komplikasi
ipE
:
a. Menjelaskan jenis penyakit, penyebab penyakit dan komplikasi
b. Minum obat teratur
c. Menjaga kebersihan telinga
d. Jangan korek-korek telinga dulu
e. Banyak minum
f. Kontrol jika keluar cairan dan nyeri hebat
400mg
ipM
:
a. Monitoring gejala klinis
b. Monitoring reaksi dan efek obat
c. Monitoring kekambuhan
ipE
:
a. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya, penyebab penyakit,
komplikasi dan prognosis
b. Minum obat teratur
XII.
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Ad bonam
Quo ad sanam
: Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam
: Dubia ad bonam
PEMBAHASAN
nanah yang terus berlangsung dikavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena
kecil, sehingga tekanan kapiler membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis.
Daerah nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan
stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.Bedah kecil ini kita
lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani sehingga nanah akan keluar
dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit
menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali jikanya tidak utuh
lagi. 1
subakut. Jika kedua keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah
sampai dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik. 1
Gambar Membran Timpani perforasi
timpani
menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis media
supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media serosa. Otitis media
serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani tanpa mengalami perforasi
membrane timpani. 1
B. Mekanisme tekanan udara dalam telinga
Pada telinga tengah yang normal,tuba eustachius akan terbuka diikuti udara yang
bergerak masuk dan keluar dirongga telinga tengah. Hal ini untuk menjaga tekanan udara
di belakang membran timpani sama dengan tekanan atmosfer atau tekanan udara diliang
telinga. Jika tuba Eustachius tidak berfungsi secara normal, normal atau tekanan positif
akan terjadi didalam telinga tengah. Hasil pengukuran didalam satuan daPa (decaPascal)
atau mmH2O (millimeter air raksa). Pada umumnya hasil pengukuran timpanometri
mulai dari +200 daPa sampai -400 daPa. Ukuran untuk dewasa normal +50 sampai -250
daPa1,2
C. Etiologi Otitis Media Akut 4,5
OMA : Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus, Escherchia Coli,
Streptokokus anhemolitikus, Proteus Vulgaris dan Pseudomonas aurugenosa, M. catarrhalis,
H. influenza, S. pneumonia. Virus seperti rhinovirus (HRV), polyomavirus (HPyV),
adenovirus (HAdV), bocavirus (HBoV), dan coronavirus (HCoV).
Tatalaksana Otitis Media Akut Stadium Hiperemis: 3
a. Antibiotika
Terapi awal diberikan penisilin intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang
adekuat dalam darah sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Bila pasien alergi penisilin berikab
eritromisin.
Pada anak berikan ampisilin 50-100 mg/kgBB per hari dibagi 4 dosis, atau
amoksilin 40mg/kBB per hari dibagi 3 dosis, atau eritromisin 40mg/kBB.
b. Dekongestan
Dewasa: HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (Obat tetes hidung)
Anak: HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (Obat tetes hidung)
c. Analgetika
Ibuprofen 3-4 x 200-400mg
Paracetamol 3-4 x 500-1000 mg
D. Etiologi tonsilofaringitis 5
Bakteri: Bakteri grup A Streptokokus hemolitikus yang dikenal sebagai strepth throat,
pneumokokus, streptokokus viridian dan streptokokus piogenis.
Virus: V. Epstein Barr, H. influenza.
Tatalaksana Tonsilofaringitis 3
a. Analgetik dan atipiretik : Ibuprofen 3-4 x 200-400mg
b. Antibiotic : Amoksilin 10-15mg/kgBB/ kali diberikan 3kali sehari.
E. Faktor Resiko OMA dan Tonsilofaringitis
a. Otitis Media Akut
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik,
status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu (ASI) atau susu formula,
(2003) dalam Djaafar (2005), komplikasi OMA terbagi kepada komplikasi intratemporal
(perforasi membran timpani, mastoiditis akut , paresis nervus fasialis, labirinitis,
petrositis),
tromboflebitis).1
Komplikasi OMA menurut Mawson 1978, Youwer 1983 dan Paparella 1988 dapat
dibagi menjadi:9
1) Komplikasi Intra temporal
a) Otitis Media Supuratif Kronik
Terjadi karena penanganan OMA yang terlambat, penanganan yang tidak adekuat,
daya tahan tubuh yang lemah dan virulensi kuman yang tinggi. Secara klinis ada 2
stadium yaitu stadium aktif dimana dijumpai sekret pada liang telingadan stadium
nonaktif dimana tidak ditemukan sekret di liang telinga.
b) Mastoiditis Akut
Adanya jumlah pus yang berlebihan akan masuk mendesak selulae mastoid dan
terjadi nekrosis pada dinding selule dengan bentuk empiema, mastoidkapsul akan
terisi sel peradangan sehingga bentuk anatomi akan hilang. Infeksi dapat melanjut
menembus tulang korteks sehingga terjadi abses subperiosteal. Pada beberapa
kasus dimana drainase cukup baik akan terjadi keadaan kronik dimana didapat
retensi pus di dalam seluler mastoid yang disebut sebagai mastoid reservoir
dengan gejala utama otore profus.
Klinis : panas tinggi, rasa sakit bertambah hebat, gangguan pendengaran
bertambah, sekret bertambah, bengkak dan rasa sakit di daerah mastoid.
c) Petrositis
Terjadi karena pneumotisasi di daerah os petrosus umumnya kurang baik. Walau
demikian, petrositis jarang terjadi pada OMA.
d) Fasial paralisis
Adanya pembengkakan pada selubung saraf di dalam kanalis falopian akan terjadi
penekanan pada saraf fasial. Pada OMA jarang terjadi kecuali bial ada kelainan
kongenital di mana terdapat hiatus pada kanal falopian.
Klinis : gejala pertama adalah kelemahan pada sudut mulut yanng cenderung
menjadi berat. Paralisis terjadi pada stadium hiperemi atau supurasi. Kelumpuhan
ini akan sembuh sempurna bila otitis medianya sembuh
e) Labirintitis
Meskipun jarang terjadi perlu diketahui bahwa infeksi disini adalah kelanjutan
dari petrositis atau karena masuknya kuman melaui foramen ovale dan rotundum.
Peradangan ini dapat mengenai koklea, vestibulum dan kanalis semi sirkularis.
Klinis : mual, tumpah, vertigo dan kurang pendengaran tipe sensorineural.
f) Proses adhesi atau perlengketan
Dapat terjadi pada otitis media yang berlangsung 6 minggu. Sekret mukoid yang
kental dapat menyebabkan kerusakan tulang pendengaran atau menyebabkan
perleketan tulang pendengaran dengan dinding cavum timpani.
g) Ketulian
2) Komplikasi Intrakranial
a) Abses extradural
Terjadi penimbunan pus antara duramater dan tegmen timpani. Seringkali tegmen
timpani mengalami erosi dan kuman masuk ke dalam epitimpani, antrum, adn
celulae mastoid. Penyebaran infeksi dapat pula melalui pembuluh darah kecil
yang terdapat pada mukosa periosteum menuju bulbus jugularis, nervus facialis,
dan labirin. Klinis : otalgia, sakit kepala, tampak lemah.
b) Abses subdural
Jarang terjadi penimbunan pus di ruang antara duramater dan arachnoid.
Penyebaran kuman melalui pembuluh darah. Klinis : sakit kepala, rangsang
meningeal, kadang kadang hemiplegi.
c) Abses otak
Terjadi melalui trombophlebitis karena ada hubunganb antara vena vena daerah
mastoid dan vena vena kecil sekitar duramater ke substansia alba. Klinis : sakit
kepala hebat, apatis, suhu tinggi, tumpah, kesadaran menurun, kejang, papil
edema.
d) Meningitis otogenik
Terjadi secara hematogen, erosi tulang atau melalui jalan anatomi yang telah ada.
Pada anakkomplikasi ini sering terjadi karena pada anak jarak antara ruang telinga
tengah dan fossa media relatif pendek dan dipisahkan oleh tegmen timpani yang
tipis. Klinis : tampak sakit, gelisah, iritabel, panas tinggi, nyeri kepala, rangsang
meningeal (+).
e) Otitic Hodrocephalus
Jarang terjadi. Infeksi ini terjadi melalui patent sutura petrosquamosa. Klinis :
sakit kepala terus menerus, diplopia, paresis N VI sisi lesi, mual, tumpah, papil
edem.
b. Tonsilo faringitis
Tonsil dan adenoid yang sangat besar dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
sehingga menimbulkan apnea ketika tidur dan hipertensi pulmonal yang jarang terjadi.
Komplikasi lain yang dapat timbul pada pasien dengan tinsilitis kronik adalah scarlet
fever, glomerulonefritis akut dan demam rematik tetapi jarang dijumpai.10
Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu :
sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya
terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan
antibiotik, atau adanya paparan baru. Demam rheumatic akut (3-5 minggu setelah
infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler
abses, Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr
syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma
nasofaring.11
G. Kurang Pendengaran 12
a) Macam-macam kurang pendengaran :
1. Kurang Pendengaran tipe hantaran/conductive hearing loss (CHL)
2. Kurang Pendengaran tipe sensori-neural/ sensory-neural hearing loss (SNHL)
3. Kurang Pendengaran tipe campuran/mix hearing loss (MHL)
b) Contoh penyakitnya : 12
1. CHL : otitis media, serumen obstura, sumbatan tuba eustacheus, perforasi
gendang telinga, diskontinuitas rantai tulang dengar, fiksasi tulang-tulang
pendengaran
2. SNHL :acoustic neuroma, noise induce hearing loss, obat ototoksik, penyakit tuli
mendadak, presbiakusis, kelainan bawaan, genetic (Hunters syndrome, alport
syndrome, norries disease), radang selaput otak, hipoksia, kadar bilirubin tinggi,
penyakit Meniere (penyakit yang menyebabkan tinitus)
3. MHL : (kombinasi tuli konduktif dengan tuli saraf) misalnya, OMA dengan
komplikasi ke telinga dalam, OMA dengan persbiakusis
c) Ciri / sifat : 12
1. CHL :
-
Rasa penuh pada telinga pada telinga pembengkakan pada bagian luar, tengah
telinga
2. SNHL :
-
Rasa nyeri dan pengeluaran cairan dari telinga (sering berkaitan dengan
infeksi telinga)
H. Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu adalah untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang.
Namun sekarang indikasi yang lebih utama adalah obstruksi saluran napas dan
hipertrofi tonsil. 13
a. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotik adekuat
b. Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis
c. Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik -laktamase resisten
d. Hipertrofi tonsil unilateral yang dicurigai merupakan suatu keganasan
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar, ZA. Kelainan telinga tengah. dalam: telinga hidung tenggorokan,cetakan ke-5. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta ; 2006
2. Revai, Krystal et al. 2007. incidence of acute otitis media and sinusitis complicating upper
respiratory tract infection: the effect of age. Pediatrics Vol. 119 No. 6 June 2007.
3. Soepardi, Efiaty Arsyad. buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, Tenggrpk, Kepala dan Leher.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2010
4. Ruohola A1, Pettigrew MM, Lindholm L, Jalava J, Risnen KS, Vainionp R, Waris M, Thtinen
PA, Laine MK, Lahti E, Ruuskanen O,Huovinen P. Bacterial and Viral Interactions within The
Nasopharynx Contribute to the Risk of Acute Otitis Media. J Infect. 2013 March ; 66(3): 247254
5. Soepardi, Efiaty Arsyad. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggrpk, Kepala dan Leher.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2010.
6. (Soepardi, Efiaty Arsyad. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggrpk, Kepala dan Leher.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010.
7. Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th ed.
USA: Saunders Elsevier, 2632-2646.
8. Nasution, M. Infeksi Laring Faring (Faringitis Akut). Fakultas Kedokteran Gigi Univ Sumatera Utara:
Medan. 2008