Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan
porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang
keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah
atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan
tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah
kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan
dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan

kekuatan tulang

merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang
(Junaidi, 2007).
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai
struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan
membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan

Universitas Sumatera Utara

karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan
pergantian sel.
Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami
proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak
dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan
tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.
Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas,
ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat
yang akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa
tulang mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas
40 tahun, dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang
hidupnya. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang
berakibat pada osteoporosis ( Tandra, 2009).

2.2 Penyebab Osteoporosis


Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1.

Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen


(hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium
kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 5175 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen
produksinya mulai menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung
3-4 tahun setelah menopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang
sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.

Universitas Sumatera Utara

2.

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium


yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan
hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis
berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering
menyerang wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca
menopause.

3.

Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder


yang disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa
disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid,
paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat,
antikejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok dapat memperburuk keadaan ini.

4.

Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya


tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki
kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang ( Junaidi, 2007).

2.3 Stadium Osteoporosis


1.

Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan
lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 3035 tahun.

Universitas Sumatera Utara

2.

Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun
(osteopenia).

3.

Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan
sentuhan atau benturan ringan.

4.

Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul
akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres
dan depresi (Waluyo, 2009).

2.4 Gejala Osteoporosis


Pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala, bahkan sampai
puluhan tahun tanpa keluhan. Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang
menjadi kolaps atau hancur, akan timbul nyeri dan perubahan bentuk tulang.
Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau
gejala sebagai berikut:
1.

Tinggi badan berkurang

2.

Bungkuk atau bentuk tubuh berubah

3.

Patah tulang

4.

Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

2.5 Faktor Risiko Osteoporosis


Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang
berbeda. Faktor risiko Osteoporosis dikelompokkan menjadi dua, yaitu yang tidak
dapat dikendalikan dan yang dapat dikendalikan. Berikut ini faktor risiko
osteoporosis yang tidak dapat dikendalikan:

Universitas Sumatera Utara

1.

Jenis kelamin
Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih besar

dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang mulai
menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2.

Usia
Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara

alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada
usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan
menurunnya kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.
3.

Ras
Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis.

Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih
tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa
tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot
yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar
hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4.

Pigmentasi dan tempat tinggal


Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah khatulistiwa, mempunyai

risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan dengan ras kulit putih
yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.

Universitas Sumatera Utara

5.

Riwayat keluarga
Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau mempunyai

massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi terkena
osteoporosis.
6.

Sosok tubuh
Semakin mungil seseorang, semakin berisiko tinggi terkena osteoporosis.

Demikian juga seseorang yang memiliki tubuh kurus lebih berisiko terkena
osteoporosis dibanding yang bertubuh besar.
7.

Menopause
Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena tubuh

tidak

lagi

memproduksinya.

Padahal

hormon

estrogen

dibutuhkan

untuk

pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon


estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan
tulang sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause
dini bisa terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya
penyakit kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga
berakibat meningkatnya risiko terkena osteoporosis.
Berikut ini faktor faktor risiko osteoporosis yang dapat dikendalikan.
Faktor-faktor ini biasanya berhubungan dengan kebiasaan dan pola hidup.
1.

Aktivitas fisik
Seseorang yang kurang gerak, kurang beraktivitas, otot-ototnya tidak

terlatih dan menjadi kendor. Otot yang kendor akan mempercepat menurunnya
kekuatan tulang. Untuk menghindarinya, dianjurkan melakukan olahraga teratur

Universitas Sumatera Utara

minimal tiga kali dalam seminggu (lebih baik dengan beban untuk membentuk dan
memperkuat tulang).
2.

Kurang kalsium
Kalsium penting bagi pembentukan tulang, jika kalsium tubuh kurang maka

tubuh akan mengeluarkan hormon yang akan mengambil kalsium dari bagian tubuh
lain, termasuk yang ada di tulang. Kebutuhan akan kalsium harus disertai dengan
asupan vitamin D yang didapat dari sinar matahari pagi, tanpa vitamin D kalsium
tidak mungkin diserap usus (Suryati, 2006).
3.

Merokok
Para perokok berisiko terkena osteoporosis lebih besar dibanding bukan

perokok. Telah diketahui bahwa wanita perokok mempunyai kadar estrogen lebih
rendah dan mengalami masa menopause 5 tahun lebih cepat dibanding wanita bukan
perokok. Nikotin yang terkandung dalam rokok berpengaruh buruk pada tubuh dalam
hal

penyerapan

dan

penggunaan

kalsium.

Akibatnya,

pengeroposan

tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat.


4.

Minuman keras/beralkohol
Alkohol berlebihan dapat menyebabkan luka-luka kecil pada dinding

lambung. Dan ini menyebabkan perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium
(yang ada dalam darah) yang dapat menurunkan massa tulang dan pada gilirannya
menyebabkan osteoporosis.

Universitas Sumatera Utara

5.

Minuman soda
Minuman bersoda (softdrink) mengandung fosfor dan kafein (caffein).

Fosfor akan mengikat kalsium dan membawa kalsium keluar dari tulang, sedangkan
kafein meningkatkan pembuangan kalsium lewat urin. Untuk menghindari bahaya
osteoporosis, sebaiknya konsumsi soft drink harus dibarengi dengan minum susu atau
mengonsumsi kalsium ekstra (Tandra, 2009)
6.

Stres
Kondisi stres akan meningkatkan produksi hormon stres yaitu kortisol yang

diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kadar hormon kortisol yang tinggi akan
meningkatkan pelepasan kalsium kedalam peredaran darah dan akan menyebabkan
tulang menjadi rapuh dan keropos sehingga meningkatkan terjadinya osteoporosis.
7.

Bahan kimia
Bahan kimia seperti pestisida yang dapat ditemukan dalam bahan makanan

(sayuran dan buah-buahan), asap bahan bakar kendaraan bermotor, dan limbah
industri seperti organoklorida yang dibuang sembarangan di sungai dan tanah, dapat
merusak sel-sel tubuh termasuk tulang. Ini membuat daya tahan tubuh menurun dan
membuat pengeroposan tulang (Waluyo, 2009).

2.6 Pencegahan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,
yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Asupan kalsium cukup


Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan

dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D
setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang
sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap
hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari,
sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari
makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju
dan kacang-kacangan.
2.

Paparan sinar matahari


Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D

yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah
sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur dilakukan pada
pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh
menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa
tulang (Ernawati, 2008).
3.

Melakukan olahraga dengan beban


Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat

berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban
misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur
merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah
berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting

Universitas Sumatera Utara

adalah melakukannya dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk
penderita osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:

Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan pada
tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena
ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari
latihan berupa lompatan, senam aerobik dan joging.

Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepn dengan


punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera
ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan
lain-lain.

Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki kesamping


atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang, karena
tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita

osteoporosis :

Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50
menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan
kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk
jantung dan paru-paru.

Universitas Sumatera Utara

Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat dumbble kecil
untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.

Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.

Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan


duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot
yang menahan punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok,
sekaligus memperkuat punggung.
Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan

fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai risiko tinggi
terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam segera sesudah makan.
Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum mulai dan sesudah senam.
Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali seminggu, minimal 20 menit dan
maksimal 60 menit. Sebaiknya senam dikombinasikan dengan olahraga jalan secara
bergantian, misalnya hari pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga senam,
hari keempat jalan kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh istirahat.
Jalan kaki merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman, serta
sangat bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah satu
kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30 menit,
paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari biasa, disertai
ayunan lengan.
Setiap latihan fisik harus diawali dengan pemanasan untuk:

Universitas Sumatera Utara

Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap sehingg
mencegah terjadinya cedera.

Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi sedikit.

Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak dan

Menimbulkan rasa santai.


Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu, siku

dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama kira-kira 5
menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5 menit. Latihan
peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan kemudahan gerakan sendi.
Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan bertahap, jangan sampai menyebabkan
cedera. Biasanya dimulai dengan peregangan otot-otot lengan, dada, punggung,
tungkai atas dan bawah, serta otot-otot kaki
Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak yang bersifat
ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai latihan yang bermanfaat.
Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada daerah tulang yang sering mengalami
osteoporosis, yaitu tulang punggung, tulang paha, tulang panggul dan tulang
pergelangan tangan.
Kemudian lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal pasir,
dumbble, atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram untuk 1
tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi 1000 gram.
Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai dengan beban dari
tubuh itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan


peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas atau ambil
napas dan buang napas secara teratur.
Jika masih memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit.
Latihan ini merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan
dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang teratur
(Santoso, 2009).
4.

Hindari rokok dan minuman beralkohol


Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam

mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga
bisa merusak tulang.
5.

Deteksi dini osteoporosis


Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali

dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati
osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita sudah
terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu
langkah selanjutnya.
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral
tulang adalah sebagai berikut (Nissl, 2004) :
a. Dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar-X berbeda,
dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan pangkal paha.
Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan jaringan lunak yang

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan


tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya. DEXA
merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur kepadatan mineral
tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2% mineral tulang yang hilang tiap tahun.
Penggunaan alat ini sangat cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis
yang rendah tetapi lebih mahal dibandingan dengan metode ultrasounds.
b.

Peripheral dual-energy X-ray absorptiometry (P-DEXA), merupakan hasil


modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota badan
seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang
berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha. Jika kepadatan
tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka pengukuran dengan PDEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi
sinar-X dengan dosis yang sangat kecil, dan hasilnya lebih cepat dan
konvensional dibandingkan DEXA.

c.

Dual photon absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk


menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang dan
pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang sangat rendah
tetapi memerlukan waktu yang cukup lama.

d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika hasilnya


mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes
menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan gelombang suara untuk
mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya pada telapak kaki. Sebagian mesin
melewatkan gelombang suara melalui udara dan sebagian lagi melalui air.

Universitas Sumatera Utara

Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi


seperti sinar-X. Salah satu kelemahan Ultrasounds tidak dapat menunjukkan
kepadatan mineral tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis.
Penggunaan Ultrasounds juga lebih terbatas dibandingkan DEXA.
e.

Quantitative computed tomography (QTC), adalah suatu model dari CT-scan


yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model dari QTC
disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur kepadatan tulang anggota
badan seperti pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT
jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi dengan dosis
tinggi, dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA, PDEXA,atau DPA
(Kosnayani,2007).

2.7 Pengertian WUS


WUS (Wanita Usia Subur) berdasarkan konsep Departemen Kesehatan
(2006) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15 49 tahun baik yang
berstatus kawin, janda maupun yang belum menikah.

2.8 Pengetahuan (Knowledge)


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui telinga. Pengetahuan
umumnya datang dari pengalaman, bisa juga didapat dari informasi yang disampaikan
oleh guru, orang tua, teman, buku dan surat kabar. Pengetahuan atau kognitif

Universitas Sumatera Utara

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang di cakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1.

Tahu

(know). Tahu

diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk

ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau dirangsang yang telah diterima.
2.

Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan


untuk

menjelaskan

secara

benar

objek

yang

diketahui,

dan

dapat

kemampuan

untuk

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


3.

Aplikasi

(application).

Aplikasi

diartikan

sebagai

menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya)
4.

Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi


atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5.

Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan


atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan

kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

Universitas Sumatera Utara

6.

Evaluasi (evaluation). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.

2.9 Sikap (Attitude)


Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek. Sikap mencerminkan kesenangan atau ketidaksenangan
seorang terhadap sesuatu. Sikap berasal dari pengalaman atau dari orang yang
terdekat dengan kita. Mereka dapat mengakrabkan diri kepada sesuatu atau
menyebabkan kita menolaknya (Ahmadi, 1999)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1.

Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan (objek).

2.

Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan atau


menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3.

Menghargai (valuing).

Mengajak

orang

lain untuk

mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.


4.

Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang


telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu:

1.

Sebagai alat untuk menyesuaikan. Sikap adalah sesuatu yang bersifat


communicable, artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah pula

Universitas Sumatera Utara

menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang
dengan kelompok atau dengan kelompok lainnya.
2.

Sebagai alat pengatur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak, dewasa
dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada umumnya tidak diberi
perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk
menilai perangsangan-perangsangan itu.

3.

Sebagai alat pengatur pengalaman. Manusia didalam menerima pengalamanpengalaman secara aktif. Artinya semua berasal dari dunia luar tidak semuanya
dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dan mana yang
tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian lalu dipilih.

4.

Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang


ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang
mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit
banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap merupakan
pernyataan pribadi.

2.10

Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior)

untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas,
disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain
di dalam praktek atau tindakan terdapat tingkat-tingkat praktek yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1.

Persepsi

(perception). Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.


2.

Respon terpimpin (guided response). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan


urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek
tingkat dua.

3.

Mekanisme

(mecanism). Apabila

seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4.

Adaptasi (adaptation). Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah
berkembang dengan baik. Artinya tindakan sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yaitu:
1.

Awarenes (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui


terlebih dahulu terhadap stimulus atau objek.

2.

Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.

3.

Evaluation (menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi


dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik.

4.

Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku hidup baru

5.

Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,


kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Universitas Sumatera Utara

Apabila penerimaan perilaku atau adopsi perilaku melaui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut
akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmojo,
2007).

2.11 Variabel yang diteliti


Dilihat dari tinjauan pustaka maka variabel yang diteliti adalah pengetahuan,
sikap dan tindakan pencegahan osteoporosis pada Wanita Usia Subur.
Variabel yang diteliti
- Pengetahuan
- Sikap
- Tindakan
tentang pencegahan osteoporosis pada Wanita Usia Subur

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai