Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Lampiran Materi
Deteksi Dini, Komplikasi dan Penyulit Pada Masa Persalinan

Partus adalah suatu proses pengeluaran bayi, plasenta, dan selaput ketuban
dari dalam uterus melalui vagina yang terjadi antara 37 dan 42 minggu.
Partus immaturus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan
berat janin antara 1000-500 gram.
Partus prematurus adalah suatu partus hasil konsepsi yang dapat hidup
tetapi belum aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000 sampai 2500
gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu.
Partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2 minggu atau
lebih dari waktu partus yang diperkirakan.
Lima aspek dasar atau lima benang merah, yang penting dan saling terkait
dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat
pada setiap persalinan baik normal maupun patologis. Lima benang tersebut
adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
I.

Membuat keputusan klinik


Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
Pencegahan Infeksi
Pencatatan (rekam medik) asuhan persalinan
Rujukan

Kala I persalinan
a. Observasi kala I persalinan
1. Ibu
a) Reaksi terhadap persalinan
Bagaimanapun pandangan ibu tentang persalinan, fase kehamilan sudah
berakhir dan dalam periode relatif singkat seorang bayi akan lahir. Akan
terdapat perasaan takut dan khawatir bahwa dia tidak dapat memenuhi
harapan

sosial

budayanya.

Ibu

dapat

merasa

cemas

dengan

membayangkan bahwa melahirkan anak akan terasa sangat sakit dan


khawatir tentang mengendalikan nyeri. Sejalan dengan kemajuan
persalinan, ibu dapat merasa kurang percaya diri terhadap kemampuan

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

kopingnya menghadapi kontraksi yang kaut yang mengendalikan


tubuhnya.
b) Frekuensi nadi
Frekuensi nadi merupakan indikator yang baik dari kondisi fisik umum
ibu. Jika frekuensi nadi meningkat lebih dari 100 denyut per menit, hal
tersebut mengidentifikasikan adanya ansietas, nyeri, infeksi, ketosis,
atau perdarahan.
c) Suhu tubuh
Suhu tubuh harus tetap berada dalam rentang normal. Pireksia
merupakan indikasi terjadinya infeksi atau ketosis terjadinya infeksi
atau ketosis, atau dapat juga berkaitan dengan analgesia epidural. Pada
persalinan normal, suhu tubuh maternal harus diukur sedikitnya setiap 4
jam.
d) Tekanan darah
Tekanan darah juga harus dipantau dengan sangat cermat setelah
anestetik epidural atau spinal. Hipotensi dapat terjadi akibat posisi
telentang, syok, atau anestesi epidural.
Pada ibu yang mengalami pre eklamsi atau hipertensi esensial selam
kehamilan, persalinan lebih meningkatkan tekanan darah.
e) Urinalisis
Urine yang dikeluarkan selama persalinan harus diperiksa untuk adanya
glukosa, keton, protein. Keton dapat terjadi akibat kelaparan atau distres
maternal jika semua energi yang ada telah terpakai. Kadar keton yang
rendah sering terjadi selama persalinan dan dianggap tidak signifikan.
Jejak protein bisa jadi merupakan kontaminan setelah ketuban pecah
atau tanda infeksi urinaris, tetapi proteinuria yang lebih signifikans
dapat mengidentifikasikan adanya pre eklampsi.
f) Keseimbangan cairan
Semua urine yang keluar harus dicatat untuk memastikan bahwa
kandung kemih benar-benar dikosongkan. Jika sedang dilakukan
pemberian infus intravena, cairan yang diberikan harus dicatat secara
akurat. Hal penting yang harus dicatat adalah berapa banyak cairan
yang tersisa jika kantong infus diganti dan hanya sebagian yang
digunakan.
g) Pemeriksaan abdomen

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Pemeriksaan ini dilakukan berulang kali pada interval tertentu selama


persalinan untuk mengkaji lamanya, kekuatan, dan frekuensi kontraksi,
serta penurunan bagian presentasi janin.
h) Pemeriksaan vagina dan kemajuan persalinan
Ciri-ciri yang merupakan indikasi kemajuan persalinan adalah
penipisan dan dilatasi serviks, serta penurunan, fleksi, dan rotasi kepala
janin.
2. Janin
Kondisi janin selama persalinan dapat dikaji dengan mendapatkan
informasi mengenai frekuensi dan pola denyut jantung janin, PH darah
janin, dan cairan amniotik.
3. Komplikasi dan penyulit persalinan kala I
a. False labour (persalinan palsu/belum inpartu)
His belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh pulang.
Periksa adanya infeksi saluran kencing, ketuban pecah dan bila
didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak pasien boleh
rawat jalan.
b. Persalinan lama
Persalinan lama paling sering terjadi pada primigravida dan dapat
disebabkan oleh :
Kontraksi uterus yang tidak efektif
Disproporsi sefalopelvik
Posisi oksipitoposterior
Distosia secara harfiah berarti persalinana yang sulit dan
menyebabkan lambatnya kemajuan dan kegagalan kemajuan
persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh berbagai masalah
yang berkaitan dengan kontraksi :
Tidak efektif dalam mendilatasi.
Tidak terkoordinasi, yaitu ketika dua segmen uterus gagal
bekerja secara harmonis.
Menyebabkan ekspulsi involunter yang tidak adekuat.
Penyebab lain distosia adalah abnormalitas presentasi dan
posisi, tulang pelvis dan jalan lahir termasuk abnormalitas
kongential.
c. Prolonged latent phase (fase laten yang memanjang)

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Fase laten persalinan lama dapat didiagnosis secara tidak akurat jika
ibu mengalami persalinan palsu. Menurut Prawirohardjo, 2007
menyatakan bahwa pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8
jam in partu.
d. Prolonged active phase (Fase aktif memanjang)
Fase aktif ditandai dengan peningkatan laju dilatasi serviks, yang
disertai dengan penurunan bagian presentasi janin. Kemajuan yang
lambat dapat didefinisikan sebagai durasi total persalinan atau
kegagalan serviks untuk berdilatasi dengan kecepatan perjam yang
telah ditetapkan. Kecepatan dilatasi 1cm perjam paling banyak
digunakan, tetapi pemeriksaan vagina tidaklah tepat, dengan adanya
kemungkinan variasi antar pemeriksa. Fase aktif yang memanjang
disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang meliputi serviks,
uterus, fetus dan pelvis ibu (Myles, 2009).
e. Inersia uteri
His yang sifatnya lebih lemah, lebih singkat, dan lebih jarang
dibandingkan dengan his normal.
Inersia dibagi atas dua keadaan
1) Inersia uteri primer
Kelemahan his timbul sejak dari permulaan persalinan. Hal ini
harus dibedakan dengan his pendahuluan yang juag lemah dan
kadang-kadang menjadi hilang (false labour)
2) Inersia uteri sekunder
Kelemahan his yang timbul setelah adanya his yang kuat
teratur dan dalam waktu yang lama.
f. Kontraksi Hipertonik Otot uterus
Kontraksi otot uterus demikian besar kuatnya sehingga persalinan
dapat berlangsung sekitar 3 jam, bahkan dapat terjadi di mana saja.
Menurut Huges (1872) mendefinisikan bahwa persalinan yang
berlangsung sekitar 3 jam disebut persalinan presipitatus yang
menyebabkan berbagai komplikasi terhadap ibu atau bayinya.
Terjadi lingkaran retraksi Patologis Bandle
4

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Pada kekuatan kontraksi otot uterus cukup kuat dan masih dalam
batas yang teratur maka yang akan terjadi adalah :
1. Terjadi pembentukan dan penapisan segmen bawah rahim
dengan cepat, sementara bagian terendah tidak mampu
mengimbangi penurunan.
2. Dengan demikian, jelas dapat ditentukan batas bagian aktif
berkontraksi dengan kuat dan bagian pasif yang akan
membentuk segmen bawah rahim.
3. Jika batas berkontraksi aktif sudah mendekati tinggi umbilikus
atau telah melewatinya, bahay yang besar ini ditunjukan karena
kemungkinan besar akan terjadi ruptur uteri.
Sebab utama kemungkinan terjadinya rupture uteri adalah:
1. Kesempitan panggul absolut berarti berat bayi dalam batas
normal, sedangkan panggul mengalami kesempitan atau
kelainan bentuk.
2. Kelainan letak janin
a. Letak lintang yang tidak mungkin lahir pervaginam
b. Kelainan posisi bagian janin terrendah, khususnya pada letak
kepala.
c. Bayi dengan kelainan khusus
hidrosefalus
Bayi dengan makrosemia mempunyai berat lebih dari
4500 gram
3. Sefalopelvik disproporsi, ketidakseimbangan antara bayi dengan
panggulnya sehingga menimbulkan persalinan obstruktif, yang
menyebabkan rupture uteri imminen sampai dengan ruptur uteri.
Rupture uteri imminen

Ruptur uteri

Keadaan umum maternal


Tampak sakit dan gelisah
Dapat terjadi dehidrasi
Tensi dapat normal, nadi meningkat,
temperatur meningkat
Tampak kesakitan setiap His karena
SBR semakin menipis.
2. Pemeriksaan fisik
KU mungkin masih baik, tensi normal
nadi meningkat dan temperature naik
3. Palpasi abdomen
Nyeri raba di bagian SBR

1. Keadaan umum
Tampak sakit anemis
Tensi
turun,
nadi
meningkat,
temperature mungkin meningkat.
2. Palpasi abdomen
Bagian janin sudah berada di bawah
kulit abdomen.
Tanda darah bebas dalam abdomen
Palpasi abdomen terasa nyeri
3. Auskultasi detak jantung
Sudah meninggal intraabdomen, karena
plasenta langsung lepas jika saat

1.

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

rupture
diketahui
maka
masih
Tampak dan terasa bagian kontraktil
mempunyai
waktu
5-10
menit
untuk
dan bagian yang pasif.
menyelamatkan bayi dengan jalan
Lingkaran bandle makin meningkat
4. Auskultasi detak jantung janin
operasi.
Sudah mulai terjadi asfiksi intrauteri
4. Pemeriksaan dalam
Takikardi,
brakikardi
ireguler,
Bagian bawah kosong karena
lemah atau bagian kecil.
janinnya terlempar ke kavum
Gangguan
sirkulasi
darah
abdomen
Pada rupture uteri inkompletus
retroplasenter
artinya
masih
diliputi
oleh
5. Pemeriksaan dalam
peritoneum maka bagian terendah
Bagian terrendah sudah terfiksir
mudah di dorong ke bagian atas.
Terdapat kaput suksedaneum yang
Pada sarung tangan terdapat darah
besar.
artinya darah yang berasal rupture
Bagian terendah sulit didorong
uteri
kembali ke atas.
Ketuban dapat bercampur dengan
mekoneum yang artinya janin telah
mengalami asfiksi neonatorum.

Bentuk terapi pada rupture uteri imminens dan rupture uteri


Rupture uteri imminen

Rupture uteri

1. Prinsip
1. Perbaiki keadaan umum maternal
Segera
melakukan
terminasi
Pasang infus-tranfusi darah berikan
persalinan sehingga dapat dihindari
AB profilaksis, sampai dapat
terjadi rupture uteri.
diberikan anestesi
2. Persiapan
2. Lakukan laparatomi dengan tujuan
Pasang infus dan berikan AB
utama menghentikan perdarahan dari
profilaksis
sumbernya pada perlukaan atau pada
Persiapan untuk segera operasi
robeka uterus.
3. Jenis terminasi kehamilan
3. Teknik operasi
Letak kepala jika masih ada
Sebagaian
besar
supravaginal
kemungkinan lakukan forceps
histerektomi, lebih cepat dan cukup
ekstraksi
untuk menghentikan perdarahan
4. Pada kasus lain
Pada rupture uteri baru dan masih
Seksio sesarea, pada janin yang
menginginkan
anak,
dapat
masih hidup.
dilakukan histerorapi.
Pada letak lintang dengan janin
Jangan lupa memasang drainase
mati, dilakukan dekapitasi
transvaginal sehingga darah dan
Letak kepala janin mati minimal
cairan
intraabdominal
yang
lakukan perforasi dan jika perlu
terinfeksi dapat dikeluarkan.
diikuti krainoklasi
Jika perlu dapat dilakukan irigasi.

4. Kala II persalinan lama


6

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

a. Penyebab kelambatan pada kala II


Kontraksi yang tidak efektif, upaya maternal yang kurang, dan tidak
adanya keinginan untuk mengejan akibat anelgesia epidural dapat
memanjangnya kala dua persalinan. Kandung kemih atau rektum yang
penuh juga menghambat kemajuan persalinan. Janin yang besar,
malpresentasi atau malposisi juga dapat menyebabkan kelambatan.
Untuk itu, mungkin diperlukan kelahiran dengan bantuan.
1) Persalinan macet (obstruksi)
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengejan, tetapi tak ada
kemajuan penurunan.
2) Distosia bahu atau bahu macet
Adalah gagalnya bahu melewati pelvis secara spontan setelah
pelahiran kepala. Bahu anterior terperangkap dibelakang atau pada
simfisis pubis, sementara bahu posterior berada di lubang sakrum
atau tinggi di atas promontorium sakrum.

Gambar : Distosia Bahu


a) Faktor resiko
Pada periode antenatal, faktor resiko distosia bahu antara lain
kehamilan lebih bulan, paritas tinggi, usia ibu lebih dari 35
tahun, dan ibu obesitas (berat badan lebih dari 90 kg saat
pelahiran), hasil USG mengindikasi adanya makrosomia/janin
besar. Dengan ditemukannya diameter biakromial pada bahu
lebih besar daripada diameter kepala, ibu dengan diabetes
maternal dan diabetes gestasional.
Pada periode persalinan, faktor resiko yang secara konsisten
berkaitan dengan distosia bahu meliputi augmentasi oksitosin,
persalinan lama, kala dua lama, dan pelahiran operatif.
b) Komplikasi distosia bahu pada janin
7

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

1) Terjadi peningkatan insiden kesakitan dan kematian


intrapartum. Pada saat persalinan melahirkan bahu beresiko
anoksia sehingga dapat mengakibatkan kerusakan otak.
2) Kerusakan syaraf. Kerusakan atau kelumpuhan pleksus
brakhial (Erbs) dan keretakan bahkan sampai fraktur tulang
klavikula.
c) Komplikasi distosia bahu pada ibu
1) Laserasi daerah perineum dan vagina yang luas
2) Gangguan psikologis sebagai dampak dari pengalaman
persalinan yang traumatik
3) Depresi jika janin cacat atau meninggal.
d) Penatakasanaan distosia bahu (APN , 2007)
1) Mengenakan sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau
steril
2) Melaksanakan episiotomi secukupnya dengan didahului
dengan anestesi lokal
3) Mengatur posisi ibu manuver MC Robert
a. Pada posisi berbaring terlentang, minta ibu menarik
lututnya

sejauh

mungkin

ke

arah

dadanya

dan

diupayakan lurus
b. Lakukan penekanan ke bawah dengan mantap di atas
simfisis pubis untuk menggerakan bahu anterior diatas
simfisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus
simfisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus
uteri, beresiko terjadinya ruptur uteri.
c. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala
berada diatas
1) Tekan ke atas untuk melahirkan bahu depan
2) Tekan kepala janin mantap ke bawah untuk
melahirkan bahu belakang.

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Gambar : MC Robert
3) Presentasi Bokong
Suatu keadaan dimana janin dalam posisi membujur/memanjang,
kepala berada pada fundus sedangkan bagian terrendah adalah
bokong.
a) Macam presentasi bokong :
1) Bokong dengan tungkai ekstensi/bokong murni (frank
breech)
Presentasi bokong dengan pinggul fleksi dan tungkai
ekstensi pada abdomen.
2) Bokong sempurna (complete breech)
Sikap janin pada posisi ini fleksi sempurna, dengan
pinggul dan lutut fleksi dan kaki terlipat ke dalam di
samping bokong.
3) Bokong footling (footling breech)
Hal ini jaang terjadi. Satu atau kedua kaki menjadi bagian
presentasi karena baik pinggul atau lutut tidak sepenuhnya
fleksi.

Kaki

lebih

rendah

dari

bokong,

yang

membedakannya dari presentasi bokong sempurna.


4) Presentasi lutut
Hal ini sangat jarang terjadi. Satu atau kedua pinggul
mengalami ekstensi, denga lutut fleksi.

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Gambar : Presentasi Bokong


b) Etiologi
1) Abnormalitas uterus, misalnya ada mioma uteri, uterus
bikornis.
2) Kematian janin/ intra uterin fetal death (IUFD) yang sudah
lama terjadi.
3) Persalinan prematur
4) Kehamilan kembar
5) Polihidramnion
6) Hidrosefalus
7) Plasenta previa
c) Penanganan dalam persalinan
Selama terjadi kemajuan pada persalinan dan tidak ada
tanda-tanda bahaya yang mengancam kehidupan janin, maka
penolong tidak perlu melakukan tindakan yang bertujuan untuk
mempercepat

kelahiran

janin.

Pertama-tama

hendaknya

ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang merupakan


indikasi untuk melakukan tindakan secsio sesarea, seperti
misalnya kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya
tumor dalam rongga panggul. Apabila tidak didapatkan
kelainan dan persalinan diperkirakan dapat berlangsung per
vaginam,

hendaknya

dilakukan

pengawasan

kemajuan

persalinan dengan seksama, terutama kemajuan pembukaan


serviks dan penurunan bokong. Setelah bokong lahir, tidak
boleh melakukan tarikan pada bokong maupun mengadakan
dorongan kristeller, karena kedua tindakan tersebut dapat
mengakibatkan kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala
10

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

terdorong turun

di antara lengan menjungkit ke atas dan

kepala terdorong turun di antara lengan sehingga menyulitkan


kelahiran lengan dan bahu.
Pada saat kepala masuk dalam rongga panggul tali pusat
tertekan antara kepala janin dan panggul ibu. Dengan demikian
lahirnya bahu dan kepala tidak boleh memakan waktu
terlampau lama dan harus diusahakan supaya bayi sudah lahir
seluruhnya dalam waktu 8 menit sesudah umbilikus lahir.
Setelah umbilikus lahir, tali pusat ditarik sedikit sehingga
kendor untuk mencegah teregangnya tali pusat dan tali pusat
terjepit antara kepala dan panggul.

Gambar : Persalinan dengan Metode Bracht


Untuk melahirkan bahu dan kepala dapat dipilih beberapa
tindakan. Pada perasat Bracht bokong dan pangkal paha janin
yang telah lahir keluar dipegang dengan 2 tangan, kemudian
dilakukan hiperlordosis tubuh janin dapat dilahirkan. Pada
perasat Bracht penolong sama sekali tidak melakukan tarikan,
dan hanya membantu melakukan proses persalinan sesuai
dengan mekanisme persalinan letak sungsang. Tetapi perlu
diingat bahwa dengan perasat Bracht tidak selalu bahu dan
kepala berhasil dilahirkan, sehingga untuk mempercepat
kelahiran bahu dilakukan manual aid atau manual hilfe. Untuk
melahirkan lengan dan bahu dapat dilakukan perasat secara
Klasik, cara Mueller atau cara Loevset.

11

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Gambar : Metode Klasik, Mueller


4) Presentasi muka
Jika sikap kepala janin adalah ekstensi lengkap, oksiput janin akan
bersentuhan

dengan

punggung/

tulang

belakangnya

dan

penunjuknya adalah dagu (omentum).


a) Diagnosis presentasi muka
1) Palpasi abdomen : os occipital menonjol, kepala teraba lebih
besar.
2) Pemeriksaan vagina : letak bagian presentasi masih tinggi,
lembut, dan iregular. Jika serviks sudah cukup berdilatasi,
kubah orbita, mata, hidung, dan mulut dapat diraba.

Gambar : Presentasi muka


b) Etiologi
Karena adanya sebab yang menghalangi terjadinya fleksi
kepala dan sebabyang mnyebabkan defleksi kepala.
1) Primer
Sejak dari awal persalinan sudah terjadi letak muka, karena:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
12

Anensefalus
Hidrosefalus
Kongenital Anomali
Congenital Shortening of the Cervical Muscle
Struma
Higroma Koli (kista leher)
_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

g) Lilitan tali pusat pada leher beberapa kali.


2) Sekunder
a) Panggul sempit
b) Tangan menumbung di samping kepala
c) Anak sangat besar
d) Plasenta previa atau plasenta letak rendah
e) Grande multipara
f) Pergerakan anak bebas, misalnya p a d a hidramnion
dan perut gantung
g) Posisi uterus miring
c) Penanganan
Pada persalinan dengan presentasi muka harus dilakukan
pemeriksaan yang teliti untuk menentukan adanya disproposi
sefalopelvik. Bila tidak ada dan dagu berada didepan, maka
diharapkan terjadi persalinan spontan. Kalau dagu berada
dibelakang, harus diberi kesempatan kepada dagu untuk
memutar ke depan. Harus diingat bahwa putaran bagian dalam
baru terjadi setelah muka mencapai dasar panggul. Bila selama
pengamatan kala II terjadi posisi mento posterior persistens,
maka tidak ada gunanya untuk menunggu lebih lama lagi.
Diusahakan lebih dahulu untuk memutar dagu ke depan dengan
satu tangan yang dimasukkan ke dalam vagina. Apabila usaha
ini berhasil atau bila didapatkan disporsi sefalopelvik sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
5) Presentasi Dahi
a) Definisi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan
kepala berada fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga
dahi merupakan bagian terendah. Pada umumnya presentasi
dahi merupakan kedudukan yang bersifat sementara, dan
sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau
presentasi belakang kepala. Pada pemeriksaan dalam teraba
UUB, orbita, glabella dan pangkal hidung, sementara dagu
tidak teraba.
b) Etiologi
13

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Anak kecil atau sudah meninggal


Penempatan dahi persistent
Seperti letak muka
c) Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal,
tidak akan dapat lahir spontan pervaginam, sehingga harus
dilahirkan dengan seksio sesarea. Pada janin yang kecil dan
panggul yang luas pada garis besarnya sikap dalam menghadapi
persalinan presentasi dahi sama dengan menghadapi presentasi
muka. Jika pada pada akhir kala I kepala belum masuk ke
dalam rongga panggul, dapat diusahakan mengubah presentasi
dengan perasat Thorn, jika tidak berhasil lakukan seksio
sesarea. Meskipun kepala sudah masuk ke rongga panggul,
tetapi bila kala II tidak mengalami kemajuan sebaiknya juga
dilakukan seksio sesarea. Bayi yang lahir dalam presentasi dahi
menunjukan kaputn suksedaneum yang besar pada dahi disertai
moulage kepala yang hebat.
6) Letak Lintang
a) Definisi
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana sumbu panjang
janin kira-kira tegak lurus dengan sumbu panjang tubuh ibu (janin
melintang di dalam uterus) dengan kepala terletak di salah satu
fossa iliaka dan bokong pada fossa iliaka yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin,
sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Pada letak lintang
bahu menjadi bagian terendah yang juga disebut sebagai presentasi
bahu atau presentasi acromnion dimana arah akromion yang
menghadap sisi tubuh ibu menentukan jenis letaknya yaitu letak
akromion kiri atau kanan.

14

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Gambar : Letak Lintang


b) Penanganan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak
lintang, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi
kepala dengan versi luar. Sebelum dilakukan versi luar harus
dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul sempit,
tumor dalam panggul, atau plasenta previa sebab dapat
membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin
mungkin dapat memutar kembali.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan
mengubah letak janin menjadi presentasi kepala asalkan
pembukaan masih kurang dari empat sentimeter dan ketuban
belum pecah. Pada seorang primigravida apabila versi luar
tidak berhasil sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Pertolongan persalinan pada multipara bergantung
kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obtetrik wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan
janin tidak seberapa besar dapat ditunggu dan diawasi sampai
pembukaan lengkap untuk kemudian melakuakan versi
ekstraksi. Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban
tetap utuh dan melarang wanita untuk bangun dan meneran.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan
terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakuakn seksio
sesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli,
maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
15

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau


diakhiri dengan seksio sesarea.
5. Deteksi komplikasi dan penyulit kala III serta cara mengatasinya
a. Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai perdarahan berlebihan dari
traktus genital setelah bayi lahir hingga 6 minggu setelah pelahiran
1) Perdarahan pascapartum primer
Jika terjadi selama kala III persalinan atau dalam 24 jam setelah
melahirkan.
2) Perdarahan pascapartum sekunder
Jika terjadi perdarahan setelah 24 jam pertama hingga minggu ke
enam postpartum
a) Perdarahan pascapartum primer
Atonia Uteri
Suatu kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi dan
bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas plasenta
menjadi tidak terkendali. Keadaan ini dapat terjadi apabila uterus
tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukannya
rangsangan taktil (massase) fundus uteri dan untuk mengatasinya
segera dilakukan kompresi bimanual interna (KBI) dan kompresi
bimanual eksternal (KBE).

Penyebab

atonik

uteri

yang

mengakibatkan

perdarahan

postpartum sebagai berikut:


Pemisahan plasenta inkomplet
Jika plasenta tetap melekat secara utuh pada dinding uterus, hal
ini cenderung tidak menyebabkan perdarahan. Jika jaringan
plasenta sebagian tertanam dalam desidua yang menyerupai
spons, kontraksi dan retraksi yang efisien akan terganggu.
Retensi kotiledon, fragmen plasenta, atau membran
16

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Percepatan persalinan
Jika uterus telah berkontraksi dengan kuat dan menyebabkan
durasi persalinan kurang dari 1 jam, kesempatan otot untuk
beretraksi tidak cukup.
Persalinan lama
Persalinan yang fase aktifnya berlangsung lebih 12 jam, inersia
uterus (kelembaman) dapat terjadi akibat kelelahan otot.
Polihidramnion atau kehamilan kembar
Miometrium menjadi sangat terrenggang sehingga menjadi
kurang efisien.
Plasenta previa
Sebagian atau seluruh plasenta berada di bagian bawah tempat
lapisan otot yang lebih tipis mengandung sedikit serat oblik
:mengakibatkan kontrol perdarahan yang buruk.
Abrupsio plasenta
Anestesi umum
Agens anestetik dapat menyebabkan relaksasi uterus, terutama
agens inhalasi yang mudah menguap seperti halotan.
Kesalahan penatalaksanaan kala tiga persalinan
Gesekan fundus atau manipulasi uterus dapat mencetuskan
terjadinya

kontraksi

aritmik

sehingga

plasenta

hanya

sebagianterpisah dan kehilangan retraksi.


Kandung kemih penuh
Etiologi tidak diketahui
Penatalaksanaa Atonia uteri (APN, 2007)
1. Segera lakukan kompresi bimanual internal (KBI)
a. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril,
dengan lembut masukkan secara obstetrik (menyatukan
kelima ujung jari) melalui introitus ke dalam vagina ibu.
b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau
bekuan darah pada kavum uteri mungkin hal ini

17

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara


penuh.
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks
anterior, tekan dinding anterior uterus ke arah tangan luar
yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus
ke arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan
dan belakang.
d. Tekan kuat uterus di antara ke dua tangan. Kompresi
uterus ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh
darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di
dinding uterus dan juga merangsang untuk berkontraksi.
e. Evaluasi keberhasilan :
1. Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang,
teruskan

melakukan

KBI

selama

dua

menit,

kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan


pantau ibu secra melekat salam kala IV
2. Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih
berlangsung, periksa ulang perineum, vagina dan
serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera
lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
3. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu lima
menit, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi
bimanual eksternal kemudian lakukan untuk mulai
menyiapkan rujukan
f. Berikan 0,2 ergometrin IM atau misoprostol 600-1000
mcg per rectal. Jangan berikan ergometrin kepada ibu
dengan hipertensi karena ergometrin dapat menaikan
tekanan darah tinggi
g. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16-18),
pasang infus dan berikan 500 cc larutan Ringer Lactat
yang mengandung 20 unit.
h. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi
dan ulangi KBI

18

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

i. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2


menit, segera rujuk ibu karena hal ini bukan atonia uteri
sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawat darurat di
fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan
tindakan operasi dan transfusi darah.
j. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan
tindakan KBI dan infus cairan hingga ibu tiba di tempat
rujukan.
1. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10
menit.
2. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba ditempat
rujukan atau hingga jumlah cairan yang diinfuskan
mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam
jumlah 125 cc/jam.
3. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol
kedua) cairan infus dengan tetesan sedang dan
ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk
rehidrasi.

Gambar : tindakan KBI


2. Kompresi Bimanual Eksternal
a. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan
dinding depan korpus uteri dan di atas simfisis pubis.
b. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan
dinding belakang korpus uteri, sejajar dengan dinding
depan

korpus

uteri.

Usahakan

untuk

mencakup/memegang bagian belakang uterus seluas


mungkin.

19

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

c. Lakukan

kompresi

mendekatkan

tangan

uterus
depan

dengan
dan

cara

saling

belakang

agar

pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat


dijepit secara manual.

Gambar : tindakan KBE

Retensio Plasenta
Diagnosis ditetapkan jika plasenta tetap tidak dilahirkan setelah
periode waktu tertentu (biasanya sampai 1 jam ) : plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan
tetapi belum dilahirkan.
Plasenta belum lepas sama sekali dari dinding uterus kerena :
1) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
(plasenta adhesiva)
2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili
khoriales menembus desidun sampai miometrium-sampai di
bawah peritonium (plasenta arkreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi
belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk
melahirkan atau karena salah penanganan kala III, akibatnya
terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang
menghalangi keluarnya plasenta (inkaserasio plasenta).
Tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan
tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya
kelaura dari kavum uteri disebut plasenta manual.

20

Perlukaan Jalan Lahir

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

Persalinan menyebabkan perlukaan jalan lahir, maka setelah


persalinan selesai dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum.
Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu
dilakukan setelah pembedahan pervaginam.
a. Luka pada vulva
Akibat persalinan terutama pada primipara bisa timbul luka
pada vulva disekitar introitus vagina yang biasanya tidak
dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan
banyak khususnya luka dekat klitoris.
b. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan jalan
dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui kepala
janin dengan cepat. Derajat laserasi jalan lahir sebagai
berikut:
1. Derajat I : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit
perineum
2. Derajat II : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit
perineum, otot perineum
3. Derajat III : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit
perineum, otot perineum, otot spingter ani eksterna
4. Derajat IV : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit
perineum, otot spingter ani eksterna, dinding rektum
anterior.

Robekan perineum yang melebihi derajat I harus dijahit.


c. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum jarang sekali terjadi. Mungkin ditemukan sesudah
persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi akibat ekstraksi
21

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI

dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar.


Robekan terdapat pada dinding laterla dan baru terlihat pada
pemeriksaan denganspekulum, perdarahan biasanya banyak
namun mudah untuk diatasi dengan jahitan. Kadang-kadang
robekan bagian atas sering terjadi sebagai akibat menjalarnya
robekan serviks. Apabila ligamentum latum terbuka dan
cabang-cabang arteria uteria terputus akan timbul perdarahan
yang banyak dan membahaykan jiwa ibu. Apabila perdarahan
sukar diatasi dari bawah terpaksa dilakukan laparatomi dan
ligamentum latum terbuka untuk menghentikan perdarahan
jika tidak berhasil arteri hipogastrika perlu diikat.
d. Robekan serviks
Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi
perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir
lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya
perlukaan jalan lahir khususnya robekan serviks uteri.
Keadaan seperti ini serviks harus diperiksa dengan spekulum.
Apabila serviks kaku dan his kuat, serviks uteri mengalami
tekanan kuat oleh kepala janin sedangkan pembukaan tidak
maju. Akibat tekanan kuat dan lama ialah pelepasan sebagian
serviks atau pelepasan plasenta serviks secara serculer.
Pelepasan ini dapat dihindari dengan tindakan seksio sesarea
jika diketahui distosia serviks.

22

_DIII Kebidanan Poltekkes Surakarta_

Anda mungkin juga menyukai