Sistem Kes Eh at Ann Asional
Sistem Kes Eh at Ann Asional
I.
ISI
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. RUANG LINGKUP
18
21
25
B. LANDASAN SKN
25
26
D. TUJUAN SKN
27
E. KEDUDUKAN SKN
28
F. SUBSISTEM SKN
28
PENGERTIAN
30
B.
TUJUAN
30
C.
UNSUR-UNSUR UTAMA
30
D.
PRINSIP
31
E.
BENTUK POKOK
31
PENGERTIAN
34
B.
TUJUAN
34
C.
UNSUR-UNSUR UTAMA
34
D.
PRINSIP
34
E.
BENTUK POKOK
35
PENGERTIAN
37
B.
TUJUAN
37
C.
UNSUR-UNSUR UTAMA
37
D.
PRINSIP
37
E.
BENTUK POKOK
39
PENGERTIAN
43
B.
TUJUAN
43
C.
UNSUR-UNSUR UTAMA
43
D.
PRINSIP
44
E.
BENTUK POKOK
44
PENGERTIAN
47
B.
TUJUAN
47
C.
UNSUR-UNSUR UTAMA
47
D.
PRINSIP
48
E.
BENTUK POKOK
48
PELAKU SKN
52
B.
PROSES PENYELENGGARAAN
52
C.
PENTAHAPAN PENYELENGGARAAN
56
X. PENUTUP
59
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan secara berkesinambungan telah dimulai sejak
dicanangkannya Rencana Pembangunan Lima Tahun I pada tahun 1969
yang secara nyata telah berhasil mengembangkan berbagai sumberdaya
kesehatan, serta melaksanakan upaya kesehatan yang berdampak pada
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Dalam
20
tahun
terakhir,
pembangunan
kesehatan
yang
diselenggarakan secara berkesinambungan, berkelanjutan, menyeluruh,
terarah, dan terintegrasi tersebut didasarkan pada Sistem Kesehatan
Nasional (SKN) yang telah ditetapkan pada tahun 1982. SKN tersebut
secara nyata telah dipergunakan sebagai acuan dalam penyusunan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) bidang Kesehatan,
penyusunan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
dan juga sebagai acuan dalam penyusunan berbagai kebijakan, pedoman
dan arah pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Memasuki milenium ke tiga, seperti juga terjadi di banyak negara,
Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan strategis yang
mendasar baik eksternal maupun internal, yang perlu dipertimbangkan
dalam melaksanakan pembangunan nasional termasuk pembangunan
kesehatan.
Dalam konteks eksternal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi
adalah berlangsungnya era globalisasi, perkembangan teknologi,
transportasi, dan telekomunikasi-informasi yang mengarah pada
terbentuknya dunia tanpa batas. Globalisasi yang ditandai oleh
meningkatnya persaingan bebas, mengharuskan setiap bangsa
meningkatkan daya saing. Sejalan dengan itu demokratisasi, hak asasi
manusia dan pelestarian lingkungan hidup telah menjadi tuntutan dunia
yang semakin mendesak. Keterikatan Indonesia dengan berbagai
komitmen internasional seperti Agenda-21 yang mengatur pembangunan
berkelanjutan dan agenda internasional lainnya di bidang kesehatan,
perlu
dipertimbangkan
dalam
penyusunan
kebijakan
dan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Dalam konteks internal, perubahan dan tantangan strategis yang terjadi
adalah munculnya krisis moneter pada tahun 1997 yang kemudian
berkembang menjadi krisis multi dimensi meliputi krisis politik, ekonomi,
BAB II
PERKEMBANGAN DAN MASALAH
PEMBANGUNAN KESEHATAN
Guna meningkatkan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
sistematis, berhasil-guna dan berdaya-guna, diperlukan suatu SKN. SKN
harus didasarkan pada perkembangan dan masalah pembangunan
kesehatan secara menyeluruh dan berkaitan dengan sistem-sistem sektor
lain yang erat hubungannya dengan kesehatan, termasuk lingkungan
strategis lainnya. Bab ini mengemukakan secara ringkas analisis situasi dan
kecenderungan pembangunan sektor kesehatan, sektor-sektor yang terkait,
dan isu-isu strategis
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di
Indonesia.
A. ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN
1. Derajat Kesehatan
a. Angka kematian
Angka kematian bayi (AKB) dan anak (AKA) telah dapat diturunkan
dengan bermakna selama dekade 60-80an. Memasuki dekade
90an ada indikasi terjadinya stagnasi. Menurut kompilasi angka
AKB dari berbagai survei nasional (Susenas, Supas, SDKI dan
SP), AKB Indonesia belum pernah melampaui angka dibawah 45
per 1000 kelahiran hidup. AKB menurut SDKI 97 diperkirakan 46
per 1000 kelahiran hidup. SP 2000 memberikan angka 47 per
1000 kelahiran hidup dan Susenas 2001 menunjukkan angka
sekitar 50 per 1000 kelahiran hidup.
Angka kematian Ibu (AKI) masih tinggi bahkan tertinggi diantara
negara tetangga. AKI dilaporkan 450 per 100.000 kelahiran hidup
menurut SKRT 1986, 390 per 100.000 kelahiran hidup menurut
SDKI 1994, dan SKRT 1995 melaporkan 373 per 100.000
kelahiran hidup. Seperti halnya AKB ada indikasi AKI pada akhirakhir ini juga stagnan. AKI menurut SKRT 2001 diperkirakan 396
per 100.000 kelahiran didup. Karena sulitnya menegakkan sebab
kematian maternal dan fenomena underreporting, kemungkinan
besar angka-angka AKI tersebut masih lebih rendah dari keadaan
yang sesungguhnya.
Keragaman AKB dan AKI menurut latar belakang sosial ekonomi
penduduk, kawasan, kota/desa tetap persisten dari waktu ke
waktu. AKB dan AKI lebih tinggi di perdesaan, Kawasan Timur
b. Angka kesakitan
Dari survei morbiditas SKRT 2001, angka rata-rata keluhan sakit
pada wanita 54% dibandingkan dengan laki-laki sebesar 49%.
Angka kesakitan tinggi pada anak-anak dan usia di atas 55 tahun.
Gambaran ini memperlihatkan bahwa keluhan sakit lebih banyak
pada wanita dan pada orang berusia lanjut yang proporsinya
makin meningkat karena adanya transisi demografi.
Secara umum, berdasarkan keluhan responden SKRT 2001,
prevalensi tertinggi untuk 10 kelompok penyakit terbanyak adalah
kelompok penyakit gigi dan mulut (60%) diikuti dengan gangguan
refraksi dan penglihatan (31%), kemudian berturut-turut infeksi
saluran pernapasan akut /ISPA (24%), penyakit gangguan
pembentukan darah (umumnya anemia) dan imunitas (20%),
hipertensi pada penduduk golongan umur 15 tahun keatas (16%),
penyakit saluran cerna lain (15%), penyakit mata lain (13%),
penyakit kulit (12%), penyakit sendi (11%), dan infeksi saluran
napas kronik (10%). Selain itu Indonesia juga menghadapai
penyakit-penyakit emerging diseases seperti antara lain
HIV/AIDS, Chikunguya dan yang terakhir ini sedang dihadapi
penyakit Severe Acute Respiratory Syndrom, serta reemerging
diseases seperti antara lain malaria dan Tbc.
Prevalensi penyakit infeksi tampak meningkat dari 9% (SKRT
1995) menjadi 11% (SKRT 2001). Demikian pula prevalensi
hipertensi pada golongan umur 25 tahun keatas juga meningkat
dari 8% (SKRT 1995) menjadi 28% (SKRT 2001). Dari gambaran
di atas dapat diprediksi bahwa transisi epidemiologi di Indonesia
akan
berjalan
berkepanjangan
(delayed
epidemiological
transisition). Jadi Indonesia sekarang dan di masa mendatang
dihadapkan pada beban ganda, di mana disatu pihak harus
mengatasi masalah penyakit infeksi yang berkepanjangan dan di
lain pihak harus mengantisipasi munculnya berbagai penyakit
degenerasi.
a. Upaya Kesehatan
Pembangunan kesehatan yang telah diselenggarakan dalam
beberapa dekade ini, telah berhasil menyediakan sarana
kesehatan di seluruh pelosok tanah air. Setiap kecamatan di
Indonesia telah memiliki paling sedikit sebuah Puskesmas. Lebih
dari 40% desa telah dilayani oleh sarana pelayanan kesehatan
pemerintah. Pada tahun 2000 tersedia 7.237 Puskesmas, 21.267
Puskesmas Pembantu dan 6.392 Puskesmas Keliling. Dengan
demikian setiap 100.000 penduduk Indonesia, rata-rata dilayani
oleh 3,5 Puskesmas.
Puskesmas, selain melakukan upaya kesehatan masyarakat, juga
melakukan upaya kesehatan perorangan dalam suatu wilayah
tertentu, yang dikenal sebagai upaya pelayanan kesehatan dasar.
Dalam
rangka
reorganisasi
sistem
kesehatan
setelah
desentralisasi, upaya pelayanan kesehatan dasar yang diberikan
melalui Puskesmas dan jaringan dibawahnya disesuaikan dengan
keadaan epidemiologi dan kebutuhan masyarakat setempat.
Disamping sarana tersebut di atas, telah dikembangkan pula
upaya kesehatan bersumber masyarakat (Posyandu, Pondok
Bersalin Desa, Pos Obat Desa dan Pos Upaya Kesehatan Kerja)
dan upaya kesehatan swasta (dokter praktek, klinik / balai
pengobatan swasta, rumah bersalin, dan lain-lain). Beberapa studi
menunjukkan bahwa upaya-upaya ini mempunyai kecenderungan
akan makin berperan pada masa mendatang.
Pemerataan sarana pelayanan kesehatan dasar juga diikuti
dengan penambahan sarana pelayanan kesehatan rujukan (rumah
sakit) dengan penyediaan upaya pelayanan medis spesialistis.
Pemerintah telah melengkapi sarana tersebut dengan tenaga
dokter spesialis, khususnya spesialis penyakit dalam, penyakit
anak, bedah dan kebidanan. Lebih dari 80% RSU kelas C di
Kabupaten dan kota telah mempunyai dokter spesialis dasar.
Hampir di setiap ibu kota provinsi, kabupaten dan kota telah
tersedia rumah sakit milik pemerintah, disamping berbagai rumah
sakit swasta yang cenderung terus bertambah. Pada umumnya
pembangunan rumah sakit lebih banyak di perkotaan terutama RS
swasta. Perkembangan oleh sektor swasta dengan penggunaan
10
b. Pembiayaan Kesehatan
Sumber pembiayaan kesehatan bagi pembangunan kesehatan
berasal dari pemerintah dan
masyarakat termasuk swasta.
Sumber biaya pemerintah berasal dari pemerintah pusat, propinsi,
kabupaten/kota. Sumber biaya masyarakat dan swasta berasal
dari pengeluaran rumah tangga atau perorangan (out of pocket),
perusahaan swasta/BUMN untuk membiayai karyawannya dan
lembaga non pemerintah yang umumnya digunakan untuk
kegiatan kesehatan yang bersifat sosial dan kemasyarakatan.
Pembiayaan kesehatan perkapita di Indonesia terendah
dibandingkan negara ASEAN lainnya, meskipun menunjukkan
peningkatan 8 kali dari Rp19.602 (1990) menjadi Rp 171.511
(2000). Perhitungan dengan menggunakan nilai US dolar terjadi
peningkatan hanya 1,73 kali dari $11,6 (1990) menjadi $20,01
(2000). Rendahnya pembiayaan kesehatan di Indonesia menjadi
salah satu sebab utama yang menghambat percepatan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Komite
Makro-Ekonomi dari WHO menganjurkan agar negara
berkembang mengeluarkan paling sedikit $32 per kapita tiap
tahunnya untuk keperluan kesehatan termasuk membangun
infrastruktur. Bila dibandingkan dengan PDB, maka persentase
pembiayaan kesehatan di Indonesia selama 10 tahun ini rata rata
2,21 %. Terlihat ada peningkatan setiap tahun dari 1,85% (1990)
menjadi 2,74% (2000). WHO menganjurkan biaya kesehatan
suatu negara minimal 5% dari PDB agar tujuan pembangunan
kesehatan tercapai.
Kontribusi masyarakat dan swasta dalam pembiayaan kesehatan
cukup besar. Pada tahun 1990 sekitar 70% pembiayaan kesehatan
berasal dari masyarakat dan swasta sedangkan peran pemerintah
hanya 30%. Peran pemerintah kemudian meningkat mendekati
40% (1995) tetapi kemudian menurun kembali menjadi sekitar
23,7% pada tahun 2000.
Kontribusi lintas sektor (Departemen Pertahanan dan POLRI,
Meneg Pemberdayaan Perempuan dengan lembaga BKKBN,
Departemen Tenaga Kerja) masih rendah yang terlihat dari
persentasenya terhadap pembiayaan kesehatan bersumber
pemerintah hanya sebesar 3,12% atau berkontribusi sekitar 0.40
% dari total sumber pembiayaan kesehatan (pemerintah, swasta
dan lainnya).
Alokasi anggaran kesehatan bersumber pemerintah dari total
anggaran dan belanja pemerintah di Indonesia masih sangat
rendah, dalam kurun sepuluh tahun terakhir rata-rata 3,59%,
terlihat berfluktuasi, dari tahun 1990 (3,72%) dan tertinggi pada
11
12
13
14
d. Pemberdayaan Masyarakat
Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, masyarakat
memiliki
kesempatan
untuk
berperan
serta
dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan beserta penyediaan sumber
dayanya. Selanjutnya, pemerintah mempunyai kewajiban dan
wewenang untuk membina, mendorong dan menggerakkan
swadaya masyarakat agar dapat lebih berhasil guna dan
berdayaguna dengan mempersiapkan perangkat peraturan dan
tata caranya.
Pemberdayaan masyarakat melalui Lembaga Ketahanan
Masyarakat Desa (kini disebut Dewan Kelurahan) dan Dewan
Kecamatan yang melibatkan berbagai unsur, memiliki potensi
besar untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarakat.
Potensi masyarakat baik berupa organisasi, upaya, tenaga, dana,
sarana, teknologi, maupun mekanisme pengambilan keputusan
belum optimal. Peran serta masyarakat di bidang kesehatan telah
banyak berkembang, antara lain dimulai dengan tumbuhnya PKMD
(Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) dan sekarang
berkembang menjadi Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat
(UKBM). Posyandu telah berjumlah lebih dari 200.000 buah, yang
berarti setiap desa secara rata-rata telah memiliki lebih dari 3 buah
Posyandu. Persentase desa yang memiliki Polindes (Pondok
Bersalin Desa) sebanyak 41% pada tahun 2000. Upaya Kesehatan
Tradisional seperti Tanaman Obat Keluarga meningkat tajam,
yakni enam kali lebih besar, yakni 5.958 buah (1997) menjadi
37.645 buah (2000). Potensi lainnya seperti Upaya Kesehatan
Kerja, Upaya Kesehatan Dasar Swasta, Pembinaan Kader, Dana
Sehat, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM),
LongTerm Care Usila dan Teknologi Tepat Guna sesuai kebutuhan
setempat juga terus berkembang, meskipun belum seperti yang
diharapkan. Kemitraan dengan LSM di bidang kesehatan
diperkirakan 40% berlokasi di Jakarta.
Upaya pemberdayaan masyarakat hingga saat ini masih
menempatkan masyarakat sebagai obyek dan upayanya lebih
banyak berupa bantuan kemanusiaan (charity) yang bersifat
mendesak (emergency), penggerakan (mobilisasi) baru bersifat
sementara dan baru pada tahap pengembangan. Iklim feodalisme
dan paternalisme di sebagian besar masyarakat masih kuat, di
samping masih kuatnya orientasi pada birokrat. Di pihak lain, para
birokrat dan provider pada umumnya belum
memahami
bagaimana memberdayakan masyarakat secara profesional;
termasuk mendorong masyarakat dalam mengemukakan pendapat
(voice) dan memilih (choice) serta menentukan prioritas program
15
e. Manajemen Kesehatan
Perencanaan program kesehatan pada zaman penjajahan, awal
kemerdekaan, orde lama dan orde baru bersifat sentralistik
dengan arah top down. Akibatnya antara lain banyak program
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan di daerah;
alokasi sumber daya yang tidak merata; dan pelayanan kesehatan
yang tidak mencapai sasaran.
Sejak diberlakukannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, proses perencanaan harus dilakukan oleh
daerah sesuai dengan prioritas masalah masing-masing. Peran
pusat terbatas pada regulasi, koordinasi, advokasi serta monitoring
dan evaluasi. Selain itu, program yang berskala nasional dan
bersifat strategis tetap masih dilakukan oleh pemerintah pusat.
Namun demikian kemampuan petugas daerah dalam perencanaan
kesehatan masih terbatas dan kurang dapat meyakinkan para
pengambil keputusan di daerah seperti DPRD dan Bupat/Walikota,
sehingga alokasi dana APBD untuk kesehatan masih rendah.
Salah satu dukungan penting dalam proses perencanaan adalah
tersedianya informasi yang sahih dan akurat. Sebelum
diterapkannya kebijakan desentralisasi, ada arus informasi dari
daerah ke pusat melalui mekanisme berbagai sistem pelaporan.
Walaupun kualitas data yang dilaporkan seringkali diragukan,
tetapi mekanisme tersebut masih dapat dijadikan andalan
tersedianya informasi mengenai keadaan dan pelaksanaan
16
17
B.
PERKEMBANGAN
LINGKUNGAN
KECENDERUNGANNYA
STRATEGIS
DAN
18
19
20
C.
ISU-ISU STRATEGIS
1. Derajat Kesehatan
a. Indikasi adanya persistensi AKB dan AKI dan tingginya ke dua
angka tersebut di daerah perdesaan, KTI dan penduduk
dengan status ekonomi serta pendidikan yang rendah. Umur
harapan hidup yang tak akan banyak berubah.
b. Beban ganda penyakit akibat transisi epidemiologi yang
melambat, karena meningkatnya penyakit tidak menular dan
degeneratif serta masih tingginya penyakit infeksi dan
timbulnya penyakit baru.
c. Kecenderungan meningkatnya status gizi buruk pada balita.
2. Upaya Kesehatan
a. Penyelenggaraan upaya kesehatan kurang menyeluruh, tidak
terpadu dan belum berkelanjutan. Pelaksanaan rujukan
kesehatan dan medis
belum efektif. Bahkan terdapat
kecenderungan terjadinya disintegrasi pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan.
b. Peran pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan belum optimal. Pembagian
tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan belum jelas.
c. Mutu, pemerataan dan keterjangkauan upaya kesehatan masih
belum optimal. Perhatian pada masyarakat miskin, rentan dan
berisiko tinggi masih terbatas.
d. Pengutamaan penyelenggaraan upaya kesehatan pada aspek
peningkatan (promotif) dan pencegahan (preventif) masih
21
3. Pembiayaan Kesehatan
a. Sumber pembiayaan kesehatan dari pemerintah masih rendah.
Keterlibatan lintas sektor masih terbatas. Mobilisasi sumber
pembiayaan kesehatan dari masyarakat masih terbatas,
bersifat perseorangan dan belum berhasil-guna dari segi biaya
(cost effective) untuk melindungi seluruh anggota masyarakat.
b. Pengalokasian dana pemerintah masih lebih banyak pada
upaya kuratif. Pengalokasian dana masyarakat tidak dilakukan
secara pra upaya.
c. Pembelanjaan dana pemerintah belum cukup adil untuk
mengedepankan upaya kesehatan masyarakat dan keluarga
miskin. Pembelanjaan dana masyarakat masih dilakukan
secara out of pocket.
22
5. Pemberdayaan Masyarakat
a. Pemberdayaan potensi masyarakat yang meliputi juga
pemberdayaan perempuan belum optimal, karena masih
sebatas mobilisasi dan penggerakan peran serta masyarakat.
Kemampuan masyarakat mengemukakan pendapat dan
mengambil keputusan tentang kesehatan, menyampaikan
usulan atau desakan, maupun mengkritisi upaya kesehatan,
masih belum berkembang.
b. Jaringan kemitraan dengan berbagai pihak termasuk sektor
pemerintahan dan dunia usaha belum optimal. Kemitraan yang
telah dibangun belum menampakkan kepekaan, kepedulian,
dan rasa memiliki terhadap permasalahan dan upaya
kesehatan.
c. Kebijakan
permberdayaan
belum
mantap
serta
implementasinya di lapangan belum konsisten. Pada umumnya
masyarakat masih diperlakukan sebagai obyek dalam berbagai
kegiatan.
d. Dinamika masyarakat yang dipengaruhi situasi politik dan
ekonomi dewasa ini telah memberikan dampak negatif
terhadap sikap dan perilaku sehat masyarakat Indonesia
6. Manajemen Kesehatan
a. Kemitraan dengan sektor lain masih terbatas. Perhatian sektor
terkait terhadap pembangunan kesehatan dan pemahaman
bahwa kesehatan adalah hak asasi manusia masih kurang.
b. Penyelenggaraan manajemen kesehatan dalam konteks
desentralisasi belum lancar.
c. Peraturan perundangan dan hukum kesehatan belum
sepenuhnya mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.
d. Kemampuan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
serta pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan
kesehatan di berbagai tingkat dan bidang, terutama dalam
menghadapi tantangan globalisasi, masih lemah
e. Sistem informasi kesehatan dan penelitian dan pengembangan
yang mendukung pembangunan dan sistem kesehatan yang
menyeluruh masih lemah
7. Lingkungan Strategis dan Globalisasi
a. Pembangunan berwawasan kesehatan sampai saat ini masih
belum seperti yang diharapkan. Pembangunan yang
berkesinambungan di Indonesia masih belum memperhatikan
kelestarian sumber daya alam dan kesehatan.
b. Lingkungan fisik dan biologis belum ditangani secara efektif
23
24
BAB III
POKOK-POKOK SISTEM KESEHATAN NASIONAL
A. PENGERTIAN SKN
SKN adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa
Indonesia untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti
dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.
Pada hakikatnya SKN adalah wujud
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
dan
sekaligus
metode
B. LANDASAN SKN
SKN yang merupakan wujud dan metode penyelenggaraan
pembangunan kesehatan adalah bagian dari Pembangunan Nasional.
Dengan demikian landasan SKN adalah sama dengan landasan
Pembangunan Nasional. Secara lebih spesifik landasan tersebut adalah:
a. Landasan idiil yaitu Pancasila: Ketuhanan YME, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh
hikmah
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/
perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Landasan konstitusional yaitu UUD 1945, khususnya:
25
26
D. TUJUAN SKN
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh
semua potensi bangsa, baik pemerintah maupun masyarakat dan dunia
27
E. KEDUDUKAN SKN
SKN merupakan subsistem dari Sistem Ketahanan Nasional yang secara
bersama-sama bermaksud untuk mencapai tujuan nasional bangsa
Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan bangsa
yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional,
untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam
mencapai tujuan nasional. Hakikat konsepsi Ketahanan Nasional
Indonesia adalah pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan secara seimbang, serasi, dan selaras dalam seluruh aspek
kehidupan nasional.
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak
hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga sektor
lain terkait dan masyarakat termasuk dunia usaha. SKN harus
berinteraksi secara harmonis dengan berbagai sistem dari sektor
pembangunan lain, seperti sistem pendidikan nasional, sistem
perekonomian nasional dan sistem ketatanegaraan beserta kelembagaan
masyarakat yang terkait didalamnya. Untuk tercapainya derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, SKN harus dapat mendorong
terwujudnya pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Peranan kesehatan adalah penting dalam meningkatkan mutu
sumberdaya manusia yang pada gilirannya akan meningkatkan
ketahanan dan kesejahteraan bangsa. Kesehatan harus dapat mewarnai
setiap aspek kehidupan masyarakat. SKN adalah acuan utama bagi
berbagai pihak dalam mengembangkan perilaku dan mewujudkan peran
aktifnya di bidang kesehatan.
F. SUBSISTEM SKN
Sesuai dengan pengertian SKN, maka subsistem utama dan pertama
SKN adalah upaya kesehatan. Untuk dapat mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai
upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa
28
29
BAB IV
SUBSISTEM UPAYA KESEHATAN
A. PENGERTIAN
Subsistem Upaya Kesehatan adalah tatanan yang mengatur struktur dan
fungsi upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan
perorangan (UKP) yang terpadu, menyeluruh, dan berkelanjutan guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.
B. TUJUAN
Meningkatnya fungsi dan interaksi berbagai unsur upaya kesehatan
yang menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna
meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
C. UNSUR-UNSUR UTAMA
Subsistem Upaya Kesehatan terdiri dari dua unsur utama, yakni upaya
kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan perorangan (UKP).
1.
2.
30
3.
D. PRINSIP
Penyelenggaraan Subsistem Upaya Kesehatan mengacu pada prinsipprinsip sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
baik
oleh
E. BENTUK POKOK
1.
31
2.
b.
c.
32
c.
33
BAB V
SUBSISTEM PEMBIAYAAN KESEHATAN
A. PENGERTIAN
Subsistem Pembiayaan Kesehatan adalah tatanan yang mengatur
kebijakan penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan sumber daya
pembiayaan guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan.
B. TUJUAN
Meningkatnya fungsi dan interaksi berbagai unsur pembiayaan
kesehatan yang menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan,
guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
C. UNSUR-UNSUR UTAMA
Subsistem Pembiayaan Kesehatan terdiri dari tiga unsur utama, yakni
penggalian dana, alokasi dana, dan pembelanjaan.
1.
2.
3.
D. PRINSIP
Penyelenggaraan Subsistem Pembiayaan Kesehatan mengacu pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
34
1.
2.
3.
4.
E. BENTUK POKOK
1.
Penggalian Dana
a. Penggalian dana untuk UKM
Sumber dana untuk UKM terutama berasal dari pemerintah baik
pusat maupun daerah, melalui pajak umum, pajak khusus, bantuan
dan pinjaman luar negeri serta berbagai sumber lainnya. Sumber
dana lain untuk upaya kesehatan masyarakat adalah dunia usaha
serta masyarakat. Sumber dari dunia usaha dihimpun dengan
menerapkan prinsip public-private partnership yang didukung
dengan pemberian insentif, misalnya keringanan pajak untuk setiap
dana yang disumbangkan. Sumber dana dari masyarakat dihimpun
secara aktif oleh masyarakat sendiri guna membiayai upaya
kesehatan masyarakat misalnya dalam bentuk dana sehat, atau
dilakukan secara pasif yakni menambahkan aspek kesehatan
dalam rencana pengeluaran dari dana yang sudah terkumpul di
masyarakat, misalnya dana sosial keagamaan.
b. Penggalian dana untuk UKP
Sumber dana untuk UKP berasal dari masing-masing individu dalam
satu kesatuan keluarga. Bagi masyarakat rentan dan keluarga
miskin, sumber dananya berasal dari pemerintah melalui mekanisme
jaminan pemeliharaan kesehatan wajib.
35
2. Pengalokasian Dana
a. Alokasi dana untuk UKM
Alokasi dana untuk UKM yang berasal dari pemerintah
dilakukan melalui penyusunan anggaran pendapatan dan
belanja, baik tingkat pusat maupun daerah, sekurangkurangnya sebesar 15% dari total anggaran.
b. Alokasi dana untuk UKP
Alokasi dana untuk UKP dilakukan melalui kepesertaan dalam
program jaminan pemeliharaan kesehatan wajib atau sukarela.
3. Pembelanjaan
a. Pembiayaan kesehatan dari pemerintah dan public-private
partnership digunakan untuk membiayai upaya kesehatan
masyarakat. Pembiayaan kesehatan yang terkumpul dari Dana
Sehat dan Dana Sosial Keagamaan dapat pula digunakan
untuk membiayai UKM.
b. Pembelanjaan untuk pemeliharaan masyarakat rentan dan
kesehatan keluarga miskin dilaksanakan melalui Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan wajib. Sedangkan pembelanjaan
untuk pemeliharaan kesehatan keluarga mampu dilaksanakan
melalui Jaminan Pemeliharaan Kesehatan wajib atau sukarela.
c. Dalam kurun waktu 510 tahun ke depan biaya kesehatan dari
pemerintah secara bertahap digunakan seluruhnya untuk
pembiayaan UKM dan jaminan pemeliharaan kesehatan
masyarakat rentan dan keluarga miskin.
36
BAB VI
SUBSISTEM SUMBERDAYA KESEHATAN
A. PENGERTIAN
Subsistem Sumberdaya Kesehatan adalah tatanan yang mengatur
kebijakan, perencanaan dan pemenuhan kebutuhan serta
pendayagunaan sumberdaya manusia kesehatan dan sumberdaya
kesehatan lain, guna menjamin penyelenggaraan pembangunan
kesehatan.
B. TUJUAN
Meningkatnya fungsi dan interaksi berbagai unsur sumberdaya
kesehatan yang mendukung terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
C. UNSURUNSUR UTAMA
Subsistem Sumberdaya Kesehatan terdiri dari dua unsur utama yakni
sumberdaya manusia kesehatan dan sumberdaya kesehatan lain.
1. Sumberdaya Manusia Kesehatan (SDM Kesehatan) adalah semua
orang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang
memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak, yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya
kesehatan.
2. Sumberdaya kesehatan lain (SDK Lain) meliputi sarana dan
prasarana kesehatan, peralatan kesehatan serta perbekalan
kesehatan lainnya yang terdiri dari obat dan sediaan farmasi
termasuk vaksin, reagensia, dan insektisida.
D. PRINSIP
Penyelenggaraan Subsistem Sumberdaya Kesehatan mengacu pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
37
1. SDM Kesehatan
a. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan
dirumuskan oleh pemerintah dengan melibatkan organisasi
profesi, lintas sektor dan program, serta masyarakat termasuk
dunia usaha.
b. Perencanaan sumberdaya manusia kesehatan disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan kesehatan, baik kebutuhan
lokal, nasional maupun global.
c.
38
2. SDK Lain
a. Perencanaan SDK Lain disesuaikan dengan kebutuhan upaya
kesehatan serta memperhatikan situasi dan kondisi pemberi
pelayanan kesehatan dan masyarakat.
b. Pengadaan SDK Lain dilaksanakan secara berhasil-guna,
berdaya-guna dan berkesinambungan dengan mempertimbangkan
kemampuan dan keterjangkauan masyarakat.
c. Distribusi dan pemanfaatan SDK Lain dilaksanakan secara tepat
waktu dan tepat sasaran. Pemanfaatan obat dan sediaan farmasi
oleh masyarakat memperhatikan aspek mutu, kasiat dan
keamanan bagi kesehatan masyarakat dan lingkungannya.
E. BENTUK POKOK
1. SDM Kesehatan
a. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan
dirumuskan dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan
masukan dari Majlis SDM Kesehatan yang dibentuk di tingkat
pusat dan provinsi.
1) Pusat
39
2) Provinsi
Pemerintah Provinsi dalam hal ini instansi yang bertanggung
jawab
di
bidang
kesehatan
melaksanakan
azas
dekonsentrasi, dan azas desentralisasi tertentu dalam
pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan sesuai
peraturan dan perundang-undangan dan masukan dari Majlis
SDM Kesehatan Provinsi.
Majlis SDM Kesehatan Provinsi adalah suatu lembaga yang
ditetapkan oleh Gubernur yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah
melalui Gubernur.
Majlis SDM Kesehatan Provinsi beranggotakan unsur-unsur
dari Pemerintah Daerah (Dinkes, Dinas Pendidikan, Dinas
Tenaga Kerja, dan lain lain), para Ketua Organisasi Profesi,
Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kesehatan, para Ketua
Asosiasi Sarana Pelayanan Kesehatan, Tokoh Masyarakat
dan wakil konsumen. Ketua Majlis SDM Kesehatan dipilih
oleh para anggota dengan dukungan administratif dari Dinas
Kesehatan Provinsi.
b. Penyelenggara pendidikan akademik, profesional dan profesi
tingkat pertama SDM Kesehatan adalah Institusi Pendidikan
Kesehatan. Asosiasi institusi pendidikan kesehatan bertanggung
jawab dalam merumuskan standar dan kebijakan pendidikan
tingkat akademik dan profesi pertama. Penyelenggaraan
pendidikan profesi SDM Kesehatan tingkat lanjutan adalah
institusi pendidikan kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan
yang terakreditasi. Kolegium Profesi bertanggung jawab dalam
menetapkan kebijakan pendidikan profesi lanjutan. Setiap kategori
tenaga kesehatan mempunyai Kolegium sendiri. Lingkup tugas
Kolegium Profesi tersebut mencakup penetapan standar
kompetensi profesi, kurikulum pendidikan profesi, akreditasi
institusi sarana pendidikan profesi, akreditasi institusi pelayanan
kesehatan yang akan menyelenggarakan pendidikan profesi, ujian
profesi, ijasah dan sertifikasi profesi.
c.
40
2. SDK Lain
a. Perencanaan SDK Lain secara nasional dan daerah dilakukan
oleh pemerintah dengan mengikutsertakan masyarakat dan dunia
usaha. Perencanaan SDK Lain di sarana kesehatan dilakukan
oleh sarana kesehatan yang bersangkutan.
41
42
BAB VII
SUBSISTEM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
A. PENGERTIAN
Subsistem Pemberdayaan Masyarakat adalah tatanan yang mengatur
fungsi perorangan, kelompok dan masyarakat dalam upaya kesehatan
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya tujuan
pembangunan kesehatan.
B. TUJUAN
Meningkatnya fungsi, interaksi dan keterpaduan berbagai unsur
pemberdayaan
masyarakat
yang menjamin
terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
C. UNSUR-UNSUR UTAMA
Subsistem pemberdayaan masyarakat terdiri dari tiga unsur utama, yakni
pemberdayaan perorangan, pemberdayaan kelompok dan pemberdayaan
masyarakat umum.
1. Pemberdayaan perorangan adalah upaya meningkatkan peran dan
kemampuan perorangan dalam membuat keputusan untuk
memelihara kesehatan. Fokusnya adalah pada keteladanan dan
kepemimpinan untuk pengembangan perilaku atau gaya hidup sehat
baik untuk diri sendiri dan keluarga maupun untuk masyarakat.
2. Pemberdayaan kelompok adalah upaya meningkatkan peran dan
kemampuan kelompok-kelompok di masyarakat, termasuk dunia
usaha untuk mengatasi masalah kesehatan dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Fokusnya adalah pada peningkatan
kepedulian anggota dan keterlibatan organisasi dalam upaya
kesehatan, advokasi kebijakan kesehatan dan pembangunan
berwawasan kesehatan serta pengawasan sosial terhadap
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
3. Pemberdayaan masyarakat umum adalah upaya meningkatkan peran
dan kemampuan masyarakat, termasuk dunia usaha untuk mengatasi
masalah kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Fokusnya adalah pada penggerakan masyarakat dalam upaya
kesehatan, advokasi kebijakan kesehatan dan pembangunan
43
sosial
terhadap
D. PRINSIP
Penyelenggaraan subsistem pemberdayaan masyarakat mengacu pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
2.
3.
Pemberdayaan
masyarakat
dilakukan
melalui
peningkatan
kesadaran, kemauan dan kemampuan serta kepedulian dan peran
aktif dalam berbagai upaya kesehatan.
4.
5.
E. BENTUK POKOK
1. Pemberdayaan Perorangan
a. Pemberdayaan perorangan dilakukan atas prakarsa perorangan,
kelompok-kelompok di masyarakat termasuk dunia usaha dan
pemerintah.
b. Sasaran utama pemberdayaan perorangan adalah tokoh
masyarakat, tokoh dunia usaha, tokoh agama, tokoh politik dan
tokoh populer.
44
b.
c.
d.
e.
umum
adalah
seluruh
45
46
BAB VIII
SUBSISTEM MANAJEMEN KESEHATAN
A. PENGERTIAN
Subsistem Manajemen Kesehatan adalah tatanan yang mengatur fungsi
informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, pengaturan dan perundangan
serta administrasi kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.
B. TUJUAN
Meningkatnya fungsi, interaksi dan keterpaduan berbagai unsur
manajemen kesehatan yang menjamin terselenggaranya pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan yang setinggitingginya.
C. UNSUR-UNSUR UTAMA
Subsistem Manajemen Kesehatan terdiri dari empat unsur utama, yakni
informasi kesehatan, ilmu dan teknologi kesehatan, peraturan dan
perundangan kesehatan serta administrasi kesehatan.
1. Informasi Kesehatan adalah hasil pengumpulan dan pengolahan data
yang merupakan masukan bagi pengambilan keputusan di bidang
kesehatan.
2. Ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan adalah hasil penelitian dan
pengembangan yang merupakan masukan bagi pengambilan
keputusan di bidang kesehatan.
3. Peraturan dan perundangan kesehatan adalah produk hukum yang
merupakan acuan bagi penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
4. Administrasi kesehatan adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan
dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
47
D. PRINSIP
Penyelenggaraan subsistem manajemen kesehatan mengacu pada
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Manajemen kesehatan berdasarkan fakta (evidence based), didukung
oleh perkembangan IPTEK, serta berlandaskan iman, ketaqwaan,
etika profesi dan moral bangsa.
2. Manajemen kesehatan didukung oleh kepastian hukum dan tertib
administrasi.
3. Manajemen kesehatan mengantisipasi globalisasi dan mengacu pada
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang didukung oleh
kejelasan batas kewenangan, tugas dan tanggung jawab.
4. Manajemen kesehatan menggalang segenap potensi bangsa melalui
pengembangan kemandirian, kemitraan dengan lintas sektor dan
peran aktif masyarakat termasuk dunia usaha.
5. Manajemen kesehatan mengupayakan penyelenggaraan upaya
kesehatan, pembiayaaan kesehatan, sumberdaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat secara berhasil-guna dan berdaya-guna.
E. BENTUK POKOK
1.
Informasi Kesehatan
a. Informasi kesehatan dihasilkan melalui pengembangan dan
penyelenggaraan tatanan informasi kesehatan nasional yang
dibangun dari rangkaian jaringan informasi kesehatan daerah dan
sektor-sektor lain terkait.
b. Substansi pokok informasi kesehatan mencakup data tentang
derajat kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan,
sumberdaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di bidang
kesehatan.
c. Pengumpulan data diselenggarakan dengan mengembangkan dan
memadukan pencatatan dan pelaporan sarana kesehatan dengan
survai dan sensus kesehatan.
d. Pengolahan dan analisis data serta pengemasan informasi
diselenggarakan
secara
multidisipliner,
terintegrasi
dan
komprehensif.
48
2. IPTEK Kesehatan
a. IPTEK kesehatan dihasilkan melalui pengembangan dan
penyelenggaraan tatanan penelitian dan pengembangan
kesehatan (litbangkes) nasional yang dibangun dari rangkaian
jaringan litbangkes daerah, perguruan tinggi dan sektor-sektor lain
terkait.
b. Substansi pokok litbangkes mencakup IPTEK tentang derajat
kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan.
c. Untuk kepentingan nasional dan global, substansi dan jaringan
litbangkes nasional serta daerah tertentu dikembangkan menjadi
pusat-pusat unggulan.
d. Pendayagunaan hasil-hasil penelitian dan pengembangan
kesehatan dilakukan melalui pengembangan Jaringan IPTEK
Kesehatan, yang berperan sebagai penghubung dengan
penyelenggaran pembangunan kesehatan.
49
4. Administrasi Kesehatan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
50
g.
h.
51
BAB IX
PENYELENGGARAAN SISTEM KESEHATAN NASIONAL
A. PELAKU SKN
Pelaku SKN sebagai
kesehatan adalah:
pedoman
penyelenggaraan
pembangunan
B. PROSES PENYELENGGARAAN
1. Sistem Kesehatan Nasional akan dapat diselenggarakan dengan
berhasil-guna dan berdaya-guna, bila berhasil melakukan upaya
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme dari tujuan, prinsip
dan bentuk pokok kelima subsistem SKN. Koordinasi, integrasi,
sinkronisasi dan sinergisme sangat diperlukan mengingat terdapatnya
ketergantungan timbal-balik dari kelima subsistem SKN dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keterkaitan dan adanya ketergantungan timbal balik antara ke lima
sub sistem dalam SKN adalah sebagai berikut :
a. Pembiayaan kesehatan untuk Upaya
(UKM) terutama berasal dari sumber
dengan sumber pembiayaan gabungan
swasta (public-private mix), serta
Kesehatan Masyarakat
pemerintah, dilengkapi
antara pemerintah dan
pembiayaan berbasis
52
53
54
55
kebijakan
pelaksanaan
C. PENTAHAPAN PENYELENGGARAAN
Pengembangan SKN dilaksanakan secara bertahap oleh pemerintah,
masyarakat dan dunia usaha. Pengembangan di daerah disesuaikan
dengan aspirasi, potensi serta kebutuhan setempat, dengan
memperhatikan prioritas Pembangunan Kesehatan jangka menengah dan
panjang.
Pentahapan penyelenggaraan SKN adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan dan Penetapan SKN
a. Penyusunan SKN dilakukan bersama oleh pemerintah, badan
legislatif dan masyarakat termasuk dunia usaha.
56
b. Agar
SKN
dapat
dipergunakan
sebagai
pedoman
penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia, maka
perlu ditetapkan sebagai produk hukum/peraturan perundangan,
minimal sebagai Peraturan Pemerintah.
c. Sesuai dengan keperluan dilakukan fasilitasi dan asistensi kepada
provinsi dan kabupaten/kota untuk menyusun Sistem Kesehatan
Daerah.
2. Sosialisasi SKN
a. SKN yang telah ditetapkan dalam bentuk peraturan perundangundangan perlu disosialisasikan agar diketahui oleh umum secara
luas. Sosialisasi ini ditujukan untuk memperoleh komitmen dari
semua pelaku/penyelenggara pembangunan kesehatan.
b. Dengan adanya komitmen termaksud, diharapkan SKN dapat
secara konsisten dipergunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam upaya
mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
c. Sasaran sosialisasi SKN adalah semua pelaku/penyelenggara
pembangunan kesehatan, meliputi pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan legislatif baik di pusat
maupuin daerah dan masyarakat (organisasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat, para pakar, akademisi dan masyarakat luas)
serta badan usaha milik pemerintah maupun swasta.
3. Pelaksanaan SKN
a. Dalam tahap ini semua subsistem SKN telah dapat memenuhi
berbagai ketentuan dalam SKN, yang meliputi unsur-unsur,
prinsip-prinsip dan bentuk pokoknya serta mulai terwujud adanya
keterkaitan antar berbagai subsistem termaksud.
b. Dalam tahap ini termasuk pula upaya peningkatan fungsi dari
berbagai subsistem dalam SKN sebagai suatu totalitas, dalam
rangka mencapai tujuannya.
c. SKN benar-benar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan pembangunan, dalam arti semua program
pembangunan kesehatan dan pembangunan lainnya yang
dilaksanakan berwawasan kesehatan diselenggarakan dengan
mengacu pada SKN.
57
4. Pengendalian SKN
a. Dalam tahap ini termasuk pula pengendaliannya untuk mengetahui
seberapa jauh SKN telah dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pembangunan, termasuk identifikasi dan analisis
berbagai masalah dan hambatannya.
b. Dengan pengendalian ini sekaligus dapat dilakukan perbaikanperbaikan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan agar
sesuai dengan SKN.
58
BAB X
PENUTUP
SKN ini merupakan sistem terbuka yang berinteraksi, dengan berbagai
sistem nasional lainnya dalam suatu suprasistem, bersifat dinamis dan selalu
mengikuti perkembangan.
Apabila dalam perjalanannya SKN ini dirasakan kurang relevan dengan
kebutuhan pembangunan kesehatan, maka tidak menutup kemungkinaan
untuk diadakan perubahan dan penyempurnaan.
SKN ini dipergunakan sebagai dasar dan acuan dalam penyusunan berbagai
kebijakan, pedoman dan arahan penyelenggaraan pembangunan kesehatan
serta pembangunan berwawasan kesehatan lainnya.
Pada akhirnya, pelaksanaan SKN ini sangat tergantung pada semangat dan
kemampuan para penyelenggara, serta dengan perlindungan, petunjuk, dan
rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.
70