Jenis Jembatan
Jenis Jembatan
Pengertian jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti
lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang
melintang tidak sebidang dan lain-lain.
Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur sekarang ini
telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan teknologi, mulai
dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Jembatan jalan raya (highway bridge),
2) Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
3) Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
Berdasarkan lokasinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut.
1) Jembatan di atas sungai atau danau,
2) Jembatan di atas lembah,
3) Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
4) Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
5) Jembatan di dermaga (jetty).
Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
antara lain :
1) Jembatan kayu (log bridge),
2) Jembatan beton (concrete bridge),
3) Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
4) Jembatan baja (steel bridge),
5) Jembatan komposit (compossite bridge).
Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara
lain :
1) Jembatan plat (slab bridge),
STRUKTUR JEMBATAN
Secara umum struktur jembatan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu struktur atas dan
struktur bawah.
1) Struktur Atas (Superstructures)
Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat
sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban
pejalan kaki, dll.
Struktur atas jembatan umumnya meliputi :
a) Trotoar :
o Sandaran dan tiang sandaran,
o Peninggian trotoar (Kerb),
o Slab lantai trotoar.
b) Slab lantai kendaraan,
c) Gelagar (Girder),
d) Balok diafragma,
e) Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
f) Tumpuan (Bearing).
2) Struktur Bawah (Substructures)
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang
ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan
dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh
fondasi ke tanah dasar.
Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :
a) Pangkal jembatan (Abutment),
o Dinding belakang (Back wall),
o Dinding penahan (Breast wall),
o Dinding sayap (Wing wall),
o Oprit, plat injak (Approach slab)
o Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
o Tumpuan (Bearing).
b) Pilar jembatan (Pier),
o Kepala pilar (Pier Head),
o Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,
o Konsol pendek untuk jacking (Corbel),
o Tumpuan (Bearing).
3) Fondasi
Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan
sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam
jenis, antara lain :
a) Fondasi telapak (spread footing)
b) Fondasi sumuran (caisson)
c) Fondasi tiang (pile foundation)
o Tiang pancang kayu (Log Pile),
o Tiang pancang baja (Steel Pile),
o Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),
o Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), spun
pile,
o Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile, franky pile,
o Tiang pancang komposit (Compossite Pile).
KRITERIA PERENCANAAN JEMBATAN
1.Survei dan Investigasi
Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan survei dan investigasi yang meliputi :
1) Survei tata guna lahan,
2) Survei lalu-lintas,
3) Survei topografi,
4) Survei hidrologi,
5) Penyelidikan tanah,
6) Penyelidikan geologi,
7) Survei bahan dan tenaga kerja setempat.
Hasil survei dan investigasi digunakan sebagai dasar untuk membuat rancangan teknis yang
menyangkut beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2) Ketersediaan material, anggaran dan sumberdaya manusia.
3) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
4) Pemilihan jenis konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi topografi, struktur tanah,
geologi, hidrologi serta kondisi sungai dan perilakunya.
2.Analisis Data
Sebelum membuat rancangan teknis jembatan perlu dilakukan analisis data hasil survei dan
investigasi yang meliputi, antara lain :
1) Analisis data lalu-lintas.
Analisis data lalu-lintas digunakan untuk menentukan klas jembatan yang erat hubungannya
dengan penentuan lebar jembatan dan beban lalu-lintas yang direncanakan.
jembatan
secara
keseluruhan
1) Biaya konstruksi,
2) Biaya perawatan,
3) Ketersediaan material,
4) Flexibilitas (konstruksi dapat dikembangkan atau dilaksanakan secara bertahap),
5) Kemudahan pelaksanaan konstruksi,
6) Kemudahan mobilisasi peralatan.
harus
Tabel 1. berikut menyajikan rangkuman jenis konstruksi, bahan konstruksi dan bentang
maksimum jembatan standar Bina Marga yang ekonomis dalam keadaan normal yang sering
digunakan.
Tabel 1. Bentang maksimum jembatan standar untuk berbagai jenis dan bahan
BAHAN
Beton
Beton
Prategang
JENIS
BENTANG MAX.(M)
Culvert
4.00 6.00
Slab bridge
6.00 8.00
T-Girder, I-Girder
6.00 25.00
PCI-Girder
15.00-35.00
Prestressed
Girder
Box
40.00 50.00
Baja
Truss bridge
60.00 100.00
Komposit
Compossite bridge
10.00 40.00
Contoh jembatan non-standar yang telah dibangun di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Contoh jembatan non-standar di Indonesia
NAMA JEMBATAN
JENIS JEMBATAN
Jembatan Serayu
Prestressed Concrete
Kesugihan, Jateng
Balance Cantilever
Batam
Jembatan Kahayan
BENTANG
(M)
128.00
160.00
150.00
Kalteng
Jembatan Rempang,
Galang Batam
245.00
Jembatan Mahakam 2
Suspension Bridge
270.00
350.00
Kaltim
Jembatan Batam, Tonton
Batam
Untuk membandingkan kelebihan dan kekurangan masing-masing bahan dan jenis konstruksi
jembatan yang akan dibangun di suatu daerah, perlu dilakukan evaluasi dengan memberi
penilaian pada masing-masing bahan dan jenis konstruksi jembatan tersebut seperti contoh
yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Contoh perbandingan bahan dan jenis konstruksi jembatan
Perbandingan
Beton
Beton
Baja
Komposi
t
prestress
Ketersediaan bhn
Fabrikasi
Waktu perakitan
Tenaga kerja
Ancaman korosi
Erection
Mobilisasi
Umur konstruksi
Expandable
Perawatan
Bentang tersedia
Perancah
Bekisting lantai
Kontrol elemen
46
39
37
35
Total nilai
Keterangan nilai :
4 = sangat menguntungkan,
3 = menguntungkan,
2 = cukup menguntungkan,
1 = kurang menguntungkan.
PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN
Perencanaan struktur jembatan yang ekonomis dan memenuhi syarat teknis ditinjau dari segi
keamanan serta rencana penggunaannya, merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
diupayakan. Dalam perencanaan teknis jembatan perlu dilakukan identifikasi yang
menyangkut beberapa hal antara lain :
1) Kondisi tata guna lahan, baik yang ada pada jalan pendukung maupun lokasi jembatan
berkaitan dengan ketersediaan lahan yang ada.
2) Kelas jembatan yang disesuaikan dengan kelas jalan dan volume lalu lintas.
3) Struktur tanah, geologi dan topografi serta kondisi sungai dan perilakunya.
4) Pemilihan jenis struktur dan bahan konstruksi jembatan yang sesuai dengan kondisi
medan, ketersediaan material dan sumber daya manusia yang ada.
5) Penguasaan tentang teknologi perencanaan, metode pelaksanaan, peralatan, material/
bahan mutlak dibutuhkan dalam perencanaanjembatan.
6) Analisis Struktur yang akurat dengan metode analisis yang tepat agar diperoleh hasil
perencanaan jembatan yang optimal.
Metode perencanaan struktur jembatan yang digunakan ada dua macam, yaitu Metode
perencanaan ultimit (Load Resistant Factor Design, LRFD) dan Metode perencanaan
tegangan ijin (Allowable Stress Design, ASD). Perhitungan struktur atas jembatan umumnya
dilakukan dengan metode ultimit dengan pemilihan faktor beban ultimit sesuai peraturan
yang berlaku. Metode perencanaan tegangan ijin dengan beban kerja umumnya digunakan
untuk perhitungan struktur bawah jembatan (fondasi). Untuk tipe jembatan simple girder,
perhitungan dapat dilakukan secara manual dengan Excel. Untuk tipe jembatan yang berupa
rangka, perhitungan struktur dilakukan dengan komputer berbasis elemen hingga (finite
element) untuk berbagai kombinasi pembebanan yg meliputi berat sendiri, beban mati
tambahan, beban lalu-lintas kendaraan (beban lajur, rem, pedestrian), dan beban pengaruh
lingkungan (temperatur, angin, gempa) dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame).
Metode analisis yang digunakan adalah analisis linier metode matriks kekakuan langsung
(direct stiffness matriks) dengan deformasi struktur kecil dan material isotropic. Program
komputer yang digunakan untuk analisis adalah SAP2000. Dalam program tersebut berat
sendiri struktur dan massa struktur dihitung secara otomatis.
Dalam blog ini diberikan beberapa contoh perhitungan struktur jembatan beton prategang
mulai dari struktur atas yang terdiri dari slab lantai jembatan dan girder prategang
(prestressed concrete I girder) sampai struktur bawah yang berupa abutment dan pier tipe
dinding termasuk fondasinya. Perhitungan PCI-girder ini digunakan untuk perencanaan
struktur Jembatan Srandakan II, Kulon Progo, D.I. Yogyakarta dan Jembatan Tebing Rumbih,
Kalsel. Selain itu diberikan juga beberapa contoh perhitungan struktur atas sebagai berikut :
Prestressed Concrete Box Girder (Gejayan Fly Over, Yogyakarta).
Concrete I Girder (Jembatan Ngawen, Gunung Kidul).
Concrete T Girder (Jembatan Brantan, Kulon Progo).
Compossite Girder (Jembatan Bonjok, Kebumen, Jateng)
Untuk jembatan beton tipe busur (Concrete Arch Bridge) diberikan contoh perhitungan yang
meliputi :
Jembatan Plat Lengkung (Jembatan Wanagama, D.I. Yogyakarta)
Jembatan Rangka Lengkung (Jembatan Sarjito II, Yogyakarta).
Contoh perhitungan struktur jembatan tipe plat untuk bentang pendek meliputi :
Pada Hari Sabtu, tanggal 26 November 2011, sekitar pukul 16.20 WITA telah terjadi
keruntuhan Jembatan Mahakam II yang terletak di Tenggarong, Kabupaten Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Runtuhnya jembatan ini mengakibatkan
terputusnya jalur penghubung antara Kota Tenggarong dengan Tenggarong Seberang yang
menuju Samarinda. Peristiwa ini memberi pembelajaran bagi kita untuk lebih hati-hati dan
tidak mengulang kesalahan yang sama. Untuk mengetahui fakta dan realita secara teknis
kejadian runtuhnya jembatan tersebut dapat di-download melalui tautan ini : Laporan
Investigasi Runtuhnya Jembatan Kutai Kartanegara. Jangan lupa tuliskan komentar
tentang saran dan kritik atas laporan tersebut. Jika anda belum mempunyai AIM cukup
menggunakan pilihan Anonymous untuk meberikan komentar.
MANAJEMEN DAN STRATEGI PENCAPAIAN MUTU JEMBATAN
A. LATAR BELAKANG
1.
2.
3.
4.
BAHAN STRUKTUR
1. Beton
Untuk struktur kolom, sloof, balok lantai dan plat lantai digunakan beton dengan kuat tekan
beton yang disyaratkan, fc = 25 MPa (setara dengan beton K-300). Modulus elastis beton, Ec
= 4700.fc = 2,35.104 MPa = 2,35.107 kN/m2. Angka poison, = 0,20. Modulus geser, G =
Ec/ [ 2.( 1 + ) ] = 0,98.107 kN/m2.
2. Baja Tulangan
Untuk baja tulangan dengan > 12 mm digunakan baja tulangan ulir BJTD 40 dengan
tegangan leleh baja, fy = 400 MPa. Untuk baja tulangan dengan 12 mm digunakan baja
tulangan polos BJTP 24 dengan tegangan leleh baja, f y = 240 MPa. Modulus elastis baja, Es =
2,1.105 MPa.
3. Baja Profil
Mutu baja profil yang digunakan untuk struktur baja harus memenuhi persyaratan setara
dengan BJ-37.
JENIS BEBAN
1. Beban mati (Dead load)
Beban mati yang merupakan berat sendiri konstruksi (specific gravity) menurut Tata Cara
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F), adalah seperti
table berikut :
N
Konstruksi
Berat
Satu
an
1 Baja
7850 kg/m
3
1 Beton bertulang
2400 kg/m
3
2 Beton
2200 kg/m
3
250 kg/m
450 kg/m
5 Curtain
wall+rangka
60 kg/m
6 Cladding + rangka
20 kg/m
2200 kg/m
3
8 Finishing
(tegel)
lantai
9 Plafon+penggantun
g
1 Mortar
0
11 Tanah, Pasir
2200 kg/m
3
20 kg/m
2
2200 kg/m
3
1700 kg/m
1 Air
2
1000 kg/m
3
1 Kayu
3
900 kg/m
1 Baja
4
7850 kg/m
1 Aspal
5
1400 kg/m
1 Instalasi plumbing
6
50 kg/m
2
Lantai bangunan
Beban
hidup
Sat
uan
1 Hall,coridor,balco
ny
300
kg/
m2
400
kg/
m2
4 Lantai bangunan
250
kg/
m2
5 Lantai
100
kg/
atap
m2
bangunan
3. Beban gempa (Earthquake)
Beban gempa dihitung berdasarkan Tatacara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan
Gedung (SNI 03-1726-2002) dengan 2 metode yaitu cara statik dan dinamik. Dari hasil
analisis kedua cara tersebut diambil kondisi yang memberikan nilai gaya atau momen
terbesar sebagai dasar perencanaan.
a. Metode Statik Ekivalent
Gaya geser dasar nominal pada struktur akibat gempa dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
V = C . I / R .Wt
Dengan, C= nilai faktor response gempa, yang ditentukan berdasarkan wilayah gempa
(Gambar 1), kondisi tanah dan waktu getar alami.
Wilayah gempa
: zone 5.
Wt
= jumlah beban mati dan beban hidup yang direduksi yang bekerja di atas taraf
penjepitan lateral. Faktor reduk diambil = 0,5
Koefisien gempa rencana = C . I / R = 0,85.1/ 6,4 = 0,13. Analisis statik dilakukan dengan
meninjau secara bersamaan 100% gempa arah X dan 30% gempa arah Y, dan sebaliknya.
dengan memakai spektrum respons yang nilai ordinatnya dikalikan dengan koreksi I/R =
1/6,4 seperti tabel di bawah. Percepatan grafitasi diambil, g = 981 cm/det2.
Tabel 1. Nilai spectrum terkoreksi
Waktu
getar
(detik)
Nilai
spectrum
Nilai
spectrum
terkoreksi
0.0
0.32
0.05
0.2
0.83
0.13
0.6
0.83
0.13
1.0
0.50
0.08
1.5
0.33
0.05
2.0
0.25
0.04
2.5
0.20
0.03
3.0
0.17
0.02
didekati dengan gerakan tanah yang disimulasikan. Dalam analisis ini digunakan hasil
rekaman akselerogram gempa sebagai input data percepatan gerakan tanah akibat gempa.
Rekaman gerakan tanah akibat gempa diambil dari akselerogram gempa El-Centro N-S yang
direkam pada tanggal 15 Mei 1940. Dalam analisis ini redaman struktur yang harus
diperhitungkan dapat dianggap 5% dari redaman kritisnya. Faktor skala yang digunakan = g x
I/R dengan g = percepatan grafitasi (g = 981 cm/det2).
4. Beban Angin
Beban angin minimum pada bangunan yang terletak cukup jauh dari tepi laut
dihitung berdasarkan kecepatan angin 20 m/detik pada ketinggian 10 m di atas
permukaan tanah dengan rumus : P = V2/16
Ketinggian dari
muka tanah
Beban
angin dasar
(kg/m2)
0 m 10 m
25
10,1 m 20 m
35
20,1 m 30 m
43
30,1 m 50 m
56
50,1 m 70 m
66
70,1 m 100 m
79
Beban angin tersebut harus dikalikan dengan koefisien tekanan angin sesuai ketentuan Tata
Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F).
a = 1,5 b = 0,05
a= 1,0 b = -0,05
a = 1,0 b = 0,10
a = 1,0 b = -0,10