Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
tertentu.
Dalam UU 30/2014, khususnya dalam Pasal 54 ayat (1) UU aquo, jenis KTUN yang diatur hanyalah jenis KTUN
deklaratif dan KTUN konstitutif.
Secara garis besar, terdapat tiga golongan KTUN yang dapat digugat, yaitu:
KTUN Konkrit (Pasal 1 butir 3 UU 05/1986 jo. Pasal 1 angka 9 UU 51/2009)
Yaitu suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan
hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkrit,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata;
KTUN Fiktif (Pasal 3 ayat (1) UU 05/1986)
Yaitu KTUN yang seharusnya dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara menurut kewajibannya,
tetapi ternyata tidak dikeluarkan, sehingga menimbulkan kerugian bagi seseorang atau badan hukum perdata.
KTUN Negatif (Pasal 3 ayat (2) UU 05/1986)
Yaitu KTUN yang dimohonkan oleh seseorang atau badan hukum perdata kepada Badan/Pejabat TUN, ternyata
tidak ditanggapi atau tidak dikeluarkan oleh Badan/ Pejabat TUN yang bersangkutan, sehingga dianggap bahwa
Badan/Pejabat TUN tersebut telah mengeluarkan keputusan penolakan (KTUN Negatif). dalam Pasal 3 ayat (2)
UU 05/1986, karena mewajibkan Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan bersikap aktif.
Lanjutan...
Lebih lanjut lagi, dalam hal peraturan perundang-undangan yang mengatur penerbitan
KTUN tersebut tidak memberikan batas waktu bagi Pejabat atau Badan TUN untuk
menerbitkan KTUN tersebut, maka jangka waktu penolakan dianggap terjadi setelah
lewat jangka waktu empat bulan sejak diterimanya permohonan penerbitan KTUN.
Hal ini berdasarkan Pasal 3 ayat (3) UU 05/1986 mengatur Dalam hal peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan tidak menentukan jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka setelah lewat jangka waktu empat
bulan sejak diterimanya permohonan, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan keputusan penolakan.
Namun, saat ini terhadap KTUN Negatif terdapat pro kontra untuk digunakan sebagai
dasar gugatan di PTUN. Hal ini disebabkan karena dalam Pasal 53 ayat (3) UU
30/2014 mengatur bahwa Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/ atau
melakukan keputusan dan/ atau tindakan, maka permohonan tersebut dianggap
dikabulkan secara hukum. Ketentuan tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan
dalam Pasal 3 ayat (2) UU 05/1986, karena mewajibkan Badan dan/ atau Pejabat
Pemerintahan bersikap aktif.
Alasan-alasan gugatan
KTUN yang digugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk dapat menilai apakah suatu KTUN bertantangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atau tidak maka harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang bersifat prosedural/formal, bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dala
peraturan perundang-undangan yang bersifat materiil/substansial, atau dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat TUN yang tidak berwenang.
2. KTUN yang digugat itu bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang
Baik (AUPB)
AUPB
Di Indonesia, AUPB hingga saat ini secara resmi belum/tidak dikodifikasikan tersendiri, namun sebagian di antaranya
ada yang telah dimuat di dalam Pasal 3 UU 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN
yang disebut AUPN, ini kemudian diadopsi oleh UU 09/2004, yang terdiri dari tujuh asas, yaitu:
Asas kepastian hukum (legal certainty);
Asas Tertib Penyelenggaraan Negara (governance orderliness);
Asas Kepentingan Umum (public service);
Asas Keterbukaan (open management/fair play);
Asas Proporsionalitas (proportionality);
Asas Profesionalitas (professionality);
Asas Akuntabilitas (accountability).
Selain asas-asas tersebut di atas,masih terdapat AUPB lainnya yang digunakan sebagai dasar pengujian KTUN yaitu
berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintah yaitu meliputi asas:
(1) a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. pelayanan yang baik.
(2) Asas-asas umum lainnya di luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan sepanjang dijadikan
dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pelaksanaan Putusan
Putusan tentang Pencabutan KTUN
Dalam jangka waktu enam puluh (60) hari kerja setelah salinan putusan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap diterima Tergugat, maka Tergugat harus sudah melaksanakan isi putusan
tentang pencabutan KTUN tersebut.
Jika dalam waktu tersebut Tergugat belum atau tidak melaksanakannya (yaitu mencabut KTUN yang
bersangkutan), maka KTUN itu tidak mempunyai kekuatan hukum lagi (Pasal 116 ayat (2) UU
51/2009)
Putusan tentang Penerbitan KTUN
Dalam hal Tergugat ditetapkan harus melaksanakan kewajiban sebagaimana yaitu menerbitkan KTUN
yang dimaksud, maka kewajiban itu harus dilaksanakan dalam jangka waktu sembilan puluh (90) hari
kerja setelah diterimanya salinan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika dalam
jangka waktu tersebut Tergugat belum/tidak melaksanakan kewajibannya, maka Penggugat (sebagai
pihak yang menang) dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua PTUN agar
memerintahkan Tergugat untuk melaksanakan putusan dimaksud (Pasal 116 ayat (3) UU 51/2009)
Putusan Rehabilitasi/ Kompensasi (Khusus sengketa kepegawaian)
Rehabilitasi adalah pemulihan hak penggugat dalam kemampuan kedudukan, harkat dan martabat
sebagai pegawai negeri sipil;
Jika rehabilitasi tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna, maka dapat dilakukan kompensasi berupa
uang atau bentuk lain sebagai penganti rehabilitasi yang tidak dapat dilaksanakan, dimana besarnya
kompensasi itu dapat ditentukan melalui kesepakatan bersama antara pihak Penggugat dengan
pihak Tergugat (Pasal 97 ayat (11) jo. Pasal 117 jo. Pasal 121 UU 05/1986);
Lanjutan...
Putusan tentang ganti rugi
diterima oleh Pengguna Jasa dari Penyedia Jasa Pekerjaan Konstruksi berdasarkan
hasil laporan dari Penyedia Jasa Pengawas yang menyatakan bahwa pekerjaan telah
100% terselesaikan dan sesuai dengan spesifikasi. Namun pada kenyataannya
laporan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan, maka apakah PPK selaku
Pengguna Jasa ini dapat dikatakan lalai atau ikut bertanggung jawab atas
ketidaksesuaian spesifikasi tersebut, mengingat si Pengguna Jasa bukanlah
merupakan orang yang ahli di bidang konstruksi. Apakah dalam hal ini, PPK dapat
dimintai pertanggung jawaban padahal di sisi lain Pengguna Jasa telah melakukan
pengadaan barang/ jasa sesuai dengan prosedur sebagaimana di dalam peraturan
perundang-undangan dan Pengguna Jasa juga beritikad baik serta menerapkan
prinsip kehati-hatian untuk memastikan bahwa pekerjaan konstruksi yang telah
dilakukan oleh Penyedia Jasa sesuai dengan kaidah keteknikan dan sesuai
dengan spesifikasi teknis dengan menggunakan jasa dari Penyedia Jasa
tersebut.
Apabila konsultan pengawas melakukan kesalahan dalam menilai spesifkasi bangunan
dengan kontrak, apakah kemudian PPK dan PPHP yang telah menerapkan prinsip
kehati-hatian dengan menggunakan konsultan pengawas yang bersangkutan dapat
dimintai pertanggungjawaban?