SERIAL KASUS
PENYAJI:
DR. NURMALA DEWI MAHARANI
PENDAHULUAN
Craniosynostosis merupakan penutupan prematur satu atau lebih sutura cranial terjadi di intrauterine
atau sesaat setelah kelahiran.1 Menyebabkan gangguan pertumbuhan sutura yang lain dan membuat
bentuk kepala yang abnormal dan gangguan fungsional seperti peningkatan tekanan intra kranial,
hidrocephalus, gangguan perkembangan, amblyopia, menurunnya tekanan perfusi otak.
Manajemen preoperasi, intraoperasi, dan post operatif dengan Craniosynostosis harus dipersiapkan
dengan optimal mengingat risiko terjadi pendarahan masif intra operatif pada operasi craniosintesis.
TUJUAN
Untuk mendeskripsikan karakteristik demografik dan klinik pada
penderita craniosynostosis yang dilakukan operasi di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tahun 2013-2014.
2.2. Anatomi
Tulang-tulang pipih tengkorak (frontal,
parietal,
temporal,
dan
oksipital)
berkembang pada bulan kelima kehamilan.
Tulang-tulang tersebut dipisahkan satu
sama lainnya oleh perekat tipis dan jaringan
penyambung, yaitu sutura.
Di tempat-tempat pertemuan lebih dari dua
tulang, suturanya lebar dan dikenal sebagai
ubun-ubun (fontanella).
fontanella anterior menutup pada usia 20
bulan
fontanella posterior menutup pada usia 3
bulan.3
EPIDEMIOLOGI
Insiden dari terjadinya craniosynostosis adalah 1 dari 3000
kelahiran.2
Salah satu kategori yang paling sering adalah non-sindromik
dan sindromik.
Non-sindromik craniosynostosis hanya mengenai satu sutura
dan tidak disertai dengan sindrom lainnya.
50% dari kasus non-sindromik craniosynostosis hanya
melibatkan sutura sagitalis.
Formasi tersebut disebut juga scaphocephali. Sutura coronal
paling sering terkena selain sutura sagittal dengan angka
kejadian 20% dari kasus craniosynostosis, dan disebut juga
plagiocephali.
Kasus 1
Seorang bayi perempuan, By.A, berusia 6 bulan 18
hari, alamat di Lubuk Linggau Barat 1, datang dengan
keluhan kepala bagian depan mengecil sejak usia 2
bulan. Sakit kepala (-), muntah (-), kejang (-),
gangguan bernafas (-). Riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama disangkal. Riwayat sosial ekonomi
menengah keatas. By.A adalah anak pertama, lahir
cukup bulan dengan BBL 2.5 kg dan lingkar kepala
normal dari ibu yang berusia 27 tahun.
Induksi dengan
steal induction dengan
sevofluran hingga 8l/menit, fentanyl 15 mcg,
ecron 0,7 mg.
Hemodinamik selama intra opedeer
rasi tekanan darah sistolik 50-95
mmHg, diastolik 42-57 mmHg, laju nadi 128148 x/menit. SpO2 99-98%. Jumlah cairan
yang diberikan 200 ml kristaloid dan 140 cc
PRC.
Komplikasi perdarahan intraoperatif hingga
200 cc sehingga hemodinamik tidak stabil
selama pembedahan dan anestesi.
Pasien dimonitoring selama 12 hari di ruang
PICU. Pasien dipindahkan ke ruang
perawatan dan pulang paksa.
Kasus 2
Seorang bayi laki-laki, by. F, berusia 7 bulan 18 hari,
alamat di Ogan Komering Ulu Selatan, datang dengan
keluhan kepala bagian depan mengecil sejak usia 3
bulan. Sakit kepala (-), muntah (-), kejang (-),
gangguan bernafas (-). Riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama disangkal. Riwayat sosial ekonomi
menengah keatas. By. F adalah anak pertama, lahir
cukup bulan dengan BBL 2.5 kg dan lingkar kepala
normal dari ibu yang berusia 30 tahun.
Kasus 3
Seorang bayi laki-laki, by. O, berusia 3
bulan 7 hari, alamat di Sekayu, datang
dengan keluhan kejang berulang sejak 1
bulang yang lalu. Sakit kepala (+),
muntah (+), gangguan bernafas (+).
Riwayat keluarga dengan penyakit yang
sama disangkal. Riwayat sosial ekonomi
menengah kebawah. By. O adalah anak
pertama, lahir cukup bulan, tidak
langsung menangis dengan BBL 3.5 kg
dan lingkar kepala normal dari ibu yang
berusia 30 tahun. Pasien riwayat dirawat
di ruang NICU dengan indikasi HIE grade
II+sepsis+bronkopneumonia.
Kriteria
Pembahasan
Kasus 1
Kasus 2
Kasus 3
Usia
6 bulan 18 hari
7 bulan 18 hari
3 bulan
Jenis kelamin
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Lahir prematur
Tinggi
Tinggi
Rendah
keluarga
Status sosial ekonomi
HASIL
Intraoperatif pada ketiga kasus terjadi perdarahan masif 200-500 cc yang
menimbulkan hemodinamik intraoperatif tidak stabil. Pada kasus ketiga,
pasien terjadi syok dan bradikardi sehingga dilakukan RJP 3 siklus.
Semua pasien post operatif dirawat di PICU dengan komplikasi
perawatan berupa anemia, trombositopenia dan sepsis.
Pasien berhasil pulang dengan lama perawatan di PICU sekitar 12-20
hari dan semua pasien kontrol rutin ke poli neurologi anak dan bedah
syaraf.
DISKUSI
Craniosynostosis berhubungan dengan perubahan hemodinamik yg
cepat karena resiko perdarahan yang banyak sehingga memerlukan
persiapan transfusi darah intraoperatif yang matang.
Risiko terjadi pendarahan intra operatif
pada operasi
Craniosynostosis sebaiknya dimonitoring dengan pemasangan
catheter vena central dan arteri line.
KESIMPULAN
Pada operasi Craniosynostosis perlu dipersiapkan dengan matang terutama dari segi
anestesi.
Manajemen preoperatif perlu persiapan keadaan umum pasien yang optimal untuk
operasi pembedahan mayor dan persiapan darah untuk transfusi intraoperatif.
Manajemen intraoperatif mengingat risiko terjadi pendarahan intra operatif
merupakan komplikasi yang sering dijumpai sebaiknya dimonitoring dengan
pemasangan catheter vena central dan arteri line.
Manajemen post operatif perawatan PICU harus diwaspadai adanya komplikasi
gangguan koagulopati dan sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Haas, Thorsteen. Improvement in patient blood management for
pediatric craniosynostosis surgery pusing a ROTEM assisted
strategy feasibility and costs. Pediatric anesthesia 2014;24:774780.
2. Muenke, Maximilian. Impact of genetis on the diagnosis and clinical
Management of syndromic craniosynostoses. National Institut of
Health Public Access 2012; 28 (9) : 1447-1463.
3. El-Ghandour, Nihal. Hemoglobin drop after anesthesia in
craniosynostosis dilema of operate. Anesthesia Essays and
Researches 2011;5 (2) 233-235.
4. Koh, L. and Gries, H. Perioperative management of pediatric patients
with craniosynostosis. Elseiver Inc. Anesthesiology Clin 25 2007 :
465-481.