Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Usia yang telah lanjut atau lebih popular dengan istilah lansia, adalah masa
transisi kehidupan terakhir yang dijalani manusia. Masa ini sebetulnya adalah masa
yang sangat istimewa karena tidak semua manusia mendapatkan kesempatan untuk
melewati masa ini. Lansia mempunyai definisi yang beragam diantaranya :
1.

Definisi Lansia menurut Undang-Undang yaitu:


UU no 4 tahun 1965 yang memberikan pengertian bahwa lansia (lanjut usia)
adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah
sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang
lain

2. Definisi Lansia menurut WHO :


Bahwa Lansia atau Usia lanjut itu meskipun terkadang memunculkan masalah
sosial, tetapi sebetulnya bukanlah merupakan suatu penyakit.
Selain itu masih ada batasan-batasan atau definisi lansia yang disampaiakan oleh
beberapa ahli, dan dari pendapat - pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
lanjut usia atau Lansia diartikan sebagai fase/masa terakhir kehidupan manusia
dengan mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun mental. Selain tejadi
perubahan fisik dan mental, beberapa lansia rentan akan berbagai jenis penyakit
diantaranya diabetes meilitus, herpes, serta beberapa jenis penyakit yang
berhubungan dengan imun dan metabolisme tubuh.
Pada kasus ini, pasien memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus serta nyeri
pasca herpes atau yang disebut Neuralgia Pasca Hepatik (NPH). Neuralgia

pascaherpetik (NPH) merupakan sindrom nyeri neuropatik yang sangat mengganggu


akibat infeksi Herpes zoster. NPH biasanya terjadi pada populasi usia pertengahan
dan usia lanjut serta menetap hingga bertahun-tahun setelah penyembuhan erupsi
(cacar). Sejumlah pendekatan dilakukan untuk mengatasi nyeri akibat zoster,
menghambat progresivitasnya menuju NPH dan mengatasi NPH. Beberapa dari
pendekatan ini terbukti efektif namun NPH masih saja merupakan sumber rasa
frustrasi bagi pasien dan dokter. Herpes zoster merupakan infeksi virus (yang sifatnya
terlokalisir) dari reaktivasi infeksi virus varicella-zoster endogen (telah ada
sebelumnya dalam tubuh seseorang). Virus ini bersifat laten pada saraf sensorik atau
pada saraf-saraf wajah dan kepala (saraf kranialis) setelah serangan varicella (cacar
air) sebelumnya. Reaktivasi virus sering terjadi setelah infeksi primer, namun bila
sistem kekebalan tubuh mampu meredamnya maka tidak nampak gejala klinis.
Sedangkan Diabetes Melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif. Pada
tahun 2000 diperkirakan 150 juta orang di dunia mengidap diabaetes mellitus,
meningkat dua kali lipat pada tahun 2005 dan sebagian besar peningkatan terjadi di
negaran yang sedang berkembang seperti Indonesia. DM merupakan masalah
kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya
Manusia, walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan
kematian secara langsung tetapi berakibat fatal bila pengelolaannya tidak lengkap.
DM meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status
social ekonomi. Saat inni upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati
skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak
negative yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada
penyakit jantung kronis, hipertensi, otak system saraf, hati, mata dan ginjal.
Herpes zoster dengan riwayat Diabetes Melitus adalah kasus yang jarang terjadi
di masyarakat dan termasuk kasus yang unik, sehinga penulis tetarik mempelajari
serta mengikuti pola hidup dari pasien ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat
dirumuskan adalah mengetahui hasil asesmen geriatric pada salah satu pasien
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui, menganalisa dan mendeskripsikan hasil asesmen geriarti
pada salah satu pasien di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu.

1.3.2 Tujuan Khusus


Yang menjadi tujuan khusus dalam asesmen geriarti ini adalah
1. Dapat melihat sendiri kondisi dan situasi yang dialami pasien
2. Untuk memberi penyuluhan kesehatan dan kesadaran kepada pasien tentang
penyakit yang dideritanya.
3. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit
pasien, mulai dari faktor penyebab, faktor resiko, gejala klinis, pencegahan
serta prinsip pengelolaan penyakit.
4. Untuk mengetahui biologis, psikologis dan sosial keluarga.

1.4 Manfaat
1.4.1

Manfaat bagi puskesmas

Sebagai sarana untuk kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat


meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan
balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.
1.4.2

Manfaat bagi pasien dan keluarga

Pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit yang diderita pasien,
cara merawat diri sendiri maupun orang lain yang sehubungan dengan penyakit
tersebut serta memberikan masukan dan saran agar meningkatkan kualitas kesehatan
pasien.
1.4.3

Manfaat bagi mahasiswa

Manfaat asesmen geriarti bagi mahasiswa yaitu sebagai syarat untuk mengikuti
ujian serta sebagai sarana untuk menimba ilmu, keterampilan dan pengalaman dalam
upaya pelayanan kesehatan dasar dengan segala bentuk keterbatasannya sehingga
mahasiswa mengetahui serta memahami kegiatan-kegiatan puskesmas baik dalam
segi pelayanan, manajemen, administrative dan karakter perilaku masyarakat dalam
pandangannya terhadap kesehatan khususnya dalam bidang ilmu kedokteran
keluarga.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

HERPES ZOSTER
2.1.1

Definisi
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-

zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung
jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox
(cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama
kali pada individu yang berkontak dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster
dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama
Herpes zoster atau Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster
adalah 1 dari 1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.1
2.1.2

Epidemiologi

Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi


musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak
dengan orang lain dengan varisela atau herpes. 2 Sebaliknya, kejadian herpes zoster
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan host-virus. 2
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.(2-4) Insiden
terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia
dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada
penelitian di Eropa dan Amerika Utara. 2 Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta
kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih dari setengahnya terjadi pada
orang dengan usia 60 tahun atau lebih. Ada peningkatan insidens dari zoster pada
anak anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun.
Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki
resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama.Immunosupresif kondisi yang berhubungan
dengan risiko tinggi dari herpes zoster termasuk human immunodeficiency virus
(HIV), transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi
pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi
oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana
awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun. Zoster mungkin merupakan tanda
paling awal dari perkembangan penyakit AIDS pada individual dengan resiko tinggi.
Dengan demikian, infeksi HIV harus dipertimbangkan pada individu yang terkena
herpes zoster.
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis
kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10
polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.

Paparan dari anak dan

kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan


terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode kedua dari herpes zoster jarang terjadi pada

orang imunokompeten, dan serangan ketiga sangat jarang. Orang yang menderita
lebih dari satu episode mungkin immunocompromised. Pasien imunokompeten
menderita beberapa episode seperti penyakit herpes zoster yang mungkin menderita
infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.2
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa
komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama
pada individu immunocompromised. Pasien dengan zoster tanpa komplikasi
dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi
mereka. Pasien dengan herpes zoster dapat disebarluaskan, di samping itu,
menularkan infeksi pada aerosol, sehingga tindakan pencegahan udara, serta
pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.

2.1.3

Patogenesis
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di

dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa ke tepi ganglion
spinal atau ganglion trigeminal, kemudian menjadi laten. Varicella zoster merupakan
virus rantai ganda DNA, anggota famili virus herpes yang tergolong virus neuropatik
atau neurodermatotropik. Reaktivasi virus varicella zoster dapat dipicu oleh berbagai
faktor seperti pembedahan, penyinaran, lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah
meliputi malnutrisi, seseorang yang sedang dalam pengobatan imunosupresan jangka

panjang, atau menderita penyakit sistemik. Jika virus ini menyerang ganglion
anterior, maka menimbulkan gejala gangguan motoric.3

2.1.4

Gejala Klinis
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan

kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial lesi kutaneus sangat
gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan menyebar
ke bawah. Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang
dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai tetesan embun pada kelopak
mawar ( dew drop on rose petal ). Setelah vesikel matang, pecah membentuk
krusta. Lesi pada beberapa tahapan evolusi merupakan karakteristik dari varisela.5
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat
dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit
dari vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten
atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom
atau difus. Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten
kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60
tahun. Nyeri prodormal : lamanya kira kira 2 3 hari, namun dapat lebih lama.
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal, malaise, demam, nyeri kepala,
dan limfadenopati, gatal, tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan
prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu
sebelum muncul lesi kulit
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat menstimulasi
migrain, nyeri pleura, infark miokardial, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal dan

bilier, apendisitis, prolaps diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin
mengacu pada intervensi misdiagnosis yang serius.
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
sekitarnya herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral Erupsi
diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler
muncul secara dermatomal.
Lesi baru timbul selama 3-5 hari. Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24
jam dan berubah menjadi pustule pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan
terjadi dalam 2 4 minggu. Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari. Pada
umumnya krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi
lesi baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari). Rash
lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih ringan dan
berdurasi pendek pada anak anak.4
Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan
lokasi yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian
servikal dan sakral. Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea Pasien seperti ini
harus dievaluasi oleh optalmologi. Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan
telinga atau mangkuk konkhal sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom ini harus
dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa
pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga.
Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal, namun keterlibatan dermatom
yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas dalam kasus zoster-diseminata.
Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan

kecurigaan pada

imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.5


Hari ke-1

Hari ke-2

Hari ke-5

Hari ke-6

Gambar 1 Perkembangan rash pada herpes zoster3

2.1.5

Diagnosa 4
Diagnosa herpes zoster berdasarkan klinis.

Ditambahkan dengan berbagai prosedur diagnostik.


Apusan sitologik dari vesikel berupa sel raksasa multinuklear dan

degenerasi balon dan / degenerasi reticular.


Sel raksasa terdiri dari 8 -10 nukleus, dengan bentuk dan ukuran yang

bervariasi.
Biopsi kulit berupa lesi intraepidermal pada pertengahan sampai epidermis
bagian atas, degenerasi balon dan / degenerasi reticular dari sel, sel
akantolisis, sel virus raksasa multinuklear, intranuklear inklusi mungkin

2.1.6

diidentifikasikan sebagai sel raksasa.


Virus dapat dikultur dari cairan vesikel.
Direct immunofluorescence menggunakan antibodi monoklonal.
Identifikasi virus dengan mikroskop elektron.

Diagnosa Banding 4

Herpes simpleks zosteriform: karena herpes zoster dapat muncul di daerah

genital.
Selulitis.
Erisipelas.

10

Eritema gangrenosum: bentuk atipikal.


Infeksi jamur diseminata.
Infeksi mikobakterium diseminata.
Dermatitis kontak.
Drug eruptions.
Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi

dermatomal klasik.
Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan
umbilikasi sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih lunak

2.1.7

dan tidak ada dasar eritem seperti zoster.


Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada

dermatom dan mengikuti jaringan laba laba.


Gigitan serangga (Insect bite).
Folikulitis.

Komplikasi

Sepsis kulit sekunder, biasanya akibat Streptococcus pyogenes atau

Staphylococcus aureus.
Okular: pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi komplikasi
diantaranya ptosis paralitik, skleritis, korioretinitis, neuritis optik,
konjungtivitis, keratitis, uveitis, nekrosis retina, parut kelopak mata.
Herpes zoster oftalmikus (HZO) dapat muncul di kemudian hari dan

menyebabkan komplikasi okular dan nyeri neuralgik.


Diseminasi kutan pada pasien immunocompromised.
Pasien transplantasi dan limfoma memiliki resiko tertinggi (hingga 40%).
Diseminasi visceral terjadi pada 5-10% pasien.
Zoster paralitik :
Akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsay Hunt (erupsi
nyeri pada dan sekitar telinga, palsi saraf ipsilateral VII dengan atau

11

tanpa gangguan vestibular), oftalmoplegia eksternal, gangguan kandung


kemih, dan kelemahan otot ekstremitas.

Komplikasi SSP :
Pleiositosis limfositik CSS asimtomatik dengan protein meningkat ringan
serta kadar glukosa normal sering terjadi. Meningoensefalitis, mielitis,
dan hemiplegia kontralateral akibat angitis granulomatosa jarang terjadi.

Neuralgia pascaherpes :
Komplikasi paling sering, keadaan yang dirasakan paling menganggu
pada herpes zoster dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap
setelah penyembuhan walau lesi sudah hilang. Insidensi keseluruhan
adalah 9-15%, 10 15 % >40 tahun, mencapai 50% pada usia > 60
tahun. nyeri biasanya menghilang dalam 3 -6 bulan namun pada beberapa
pasien nyeri hebat ini bisa menetap selama 6 bulan. Neuralgia ini
bervariasi dalam hal keparahan, tipe, dan kualitasnya.

Zoster sakralis : Keterlibatan segmen segmen sakral bisa


menyebabkan retensi urin akut di mana hal ini bisa dihubungkan dengan

adanya ruam kulit.


Zoster trigeminalis :

Herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus,


tetapi paling sering terkena adalah bagian oftalmika. Gangguan mata
seperti konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila
cabang nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan oleh
adanya vesikel vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster

oftalmika hendaknya diperiksa oleh oftalmolog.


Herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu
selama rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.

12

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel

vesikel unilateral pada pipi dan pada palatum.


Zoster motoris :
Kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut saraf
motoris bisa juga terserang, yang menyebabkan terjadinya kelemahan
otot.

Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan

otak.
Banyak reaksi kutaneus yang berkembang selama masa penyembuhan
lesi Herpes zoster. Granuloma annulare (GA) dilaporkan pada beberapa

kasus bekas luka (scars) Herpes zoster.


Telah dilaporkan bahwa pruritus paska herpes (PPH) dapat muncul di
bagian yang telah sembuh dari herpes zoster dengan sakit atau tanpa rasa
sakit, dan dihubungkan dengan kehilangan saraf sensorik.

2.1.8

Penatalaksanaan 1
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.

Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan


mengurangi resiko komplikasi. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan
pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup
diberikan 3x250 mg sehari. Obat obat tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak
lesi muncul. Untuk zoster yang menyebar luas yang timbul pada orang orang yang
mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa.

13

Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya


diberikan 7 hari, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa rejimen
yang dianjurkan.
Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster:5
1. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.
2. Pasien berumur 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.
3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher, alat
gerak, dan perineum (lumbal sakral).
Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih
tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat obat tersebut masih dapat diteruskan
dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi. Valasiklovir terbukti
lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir.
Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka pendek
dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan pertimbangan
ketat. Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus
sedini dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Diberikan prednison dengan
dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan bertahap. Dengan dosis
prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan
obat anti viral. Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis ganglion.
Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk
mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan
kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.
Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah diberikan
untuk mengurangi insidens.3
Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik pada
neuropati perifer diabetik dan neuralgia paska herpetic ialah pregabalin. Obat tersebut
lebih baik daripada obat gaba yang analog yaitu gabapentin, karena efek sampingnya
lebih sedikit, lebih poten (2 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya

14

lebih sederhana. Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 7 hari bila responnya kurang
dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimum 600 g sehari. Efek
sampingnya berupa dizziness, dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat
tidak perlu dihentikan.
Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat
digunakan untuk neuralgia paska herpes. Solutio Burrow dapat digunakan untuk
kompres basah. Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk
maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan
bakteri. Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum
yang muncul pada erupsi berat dari orang tua. Acyclovir topikal ointment diberikan 4
kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu
penyembuhan jangka pendek.

2.2.

DIABETES MELLITUS
2.2.1

Definisi
Diabetes adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kadar glukosa yang

sangat tinggi di dalam darah. Diabetes terjadi ketika tubuh tidak membuat cukup
insulin atau ketika sel tidak dapat menggunakan insulin yang tersedia. Seorang
penderita diabetes mempunyai beberapa ciri-ciri awal, yaitu: nafsu makan besar
namun berat badan menurun, sering merasa haus setiap waktu, dan juga sering sekali
buang air kecil.6

2.2.2

Klasifikasi dan Patofisiologi 1

1. Tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin)

15

Penyakit ini jarang terjadi, hanya sekitar 10% dari jumlah pendrita diabetes
dan gejalanya timbul pada usia < 30 tahun. Penderita tipe ini membutuhkan
suntikan insulin untuk bertahan hidup. Pada diabetes tipe 1 terjadi kerusakan
sel yang memproduksi insulin. Insulin diproduksi oleh sel beta di pankreas.
Gambaran klinis: pada umumnya penderita terlihat kurus, penurunan berat
badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi (abses, infeksi jamur, misalnya
kandidiasis). Ketoasidosis dapat terjadi, disertai gejala mual, muntah,
mengantuk, dan takipnea. Penderita membutuhkan insulin.
2. Tipe 2 (diabetes melitus tidak tergantung insulin)
Penyakit ini sering ditemukan pada usia menengah dan manula. Penyakit ini
terutama disebabkan oleh resistensi terhadap kerja insulin di jaringan perifer.
Walaupun pada tahap lanjut defisiensi insulin dapat terjadi, namun tidak
ditemukan defisiensi absolut insulin. Penyakit ini juga dipengaruhi faktor
genetik. Pada kembar identik tingkat kesamaannya adalah 90%, namun tidak
ada kaitannya dengan antigen leukosit manusia (human leukocyte antigen
[HLA]). Gambaran klinis: 80% kelebihan berat badan; 20% datang dengan
komplikasi (penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, gagal ginjal,
ulkus pada kaki, gangguan penglihatan). Penderita dapat juga mengalami
poliuria dan polidipsia yang timbul perlahan-lahan. Banyak penderita yang
dapat ditangani dengan pengaturan diet dan obat hipoglikemik oral, walaupun
beberapa membutuhkan insulin.
3. Bentuk lain diabetes adalah:
a. Kegagalan pankreas eksokrin: pankreatitis, pankreatektomi, kerusakan
(karsinoma, fibrosis kistik, hemokromatosis).

16

b. Penyakit endokrin: sindrom Cushing, akromegali, glukagonoma,


feokromositoma.
c. Diabetes pada kehamilan, yang biasanya terjadi pada trimester terakhir
kehamilan dan memiliki patofisiologi yang mirip dengan diabetes tipe
2.
d. Diabetes

melitus

akibat

malnutrisi:

ditemukan

pada

negara

berkembang.
e. Penyebab genetik: semuanya jarang ditemukan. Diabetes pada usia
muda (maturity onset diabetes of the young [MODY]) berkaitan
dengan gangguan fungsi sel pankreas, misalnya MODY 1faktor
nukleus hepatosit abnormal HNF-4; MODY 2 defek glukokinase;
MODY 3HNF-1 abnormal.

2.2.3

Penatalaksanaan Diabetes Melitus 6,7

1. Edukasi penderita: penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi


mandiri, dan lain-lain.
2. Penilaian klinis: setelah menegakkan diagnosis diabetes melitus, lakukan
terapi komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup,
pemeriksaan

untuk

mencari

kerusakan

end-organ

setiap

6-12

bulanpenglihatan (retinopati dan katarak), sistem kardiovaskular (denyut


nadi perifer, tanda-tanda gagal jantung, hipertensi), sistem saraf (neuropati
sistem saraf otonom dan/ atau saraf sensoris perifer) dan kaki (ulkus, gangren,
dan infeksi). Funsi ginjal (kreatinin dan albuminuria) harus diperiksa.
3. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus
memungkinkan si penderita menjalani hidup normal. Hal ini membutuhkan
edukasi dan dukungan kepada si penderita. Terapi spesifik diabetes melitus

17

a. Sarankan perubahan pola makan: usahakan mencapai berat badan ideal


(karena obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan
pengurangan berat badan dapat mengurangi resistensi pada diabetes
tipe 2). Batasi asupan karbohidrat olahan dan perbanyak asupan
karbohidrat kompleks. Kurangi asupan lemak jenuh. Hindari konsumsi
alkohol yang berlebihan.7
b. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet
saja tidak cukup mengontrol metabolisme.
4. Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan
diabetes tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis
insulin. Insulin rekombinan manusia adalah yang paling sering digunakan,
walaupun beberapa pasien lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi.
Sediaan yang berbeda memiliki onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek,
menengah, atau panjang). Sediaan dengan kombinasi berbeda antara lama
kerja pendek dengan menengah/panjang sering digunakan.

Gambar 2 Tatalaksana Pengunaan Insulin 6


5. Pemantauan kontrol glikemik pada penderita diabetes

18

Kontrol glikemik yang ketat meningkatkan keberhasilan dan dapat dipantau


dari kadar glukosa darah. Mereka yang sedang dalam terapi dengan obat oral
harus memantau glukosa darah puasa, sedangkan mereka yang sedang dalam
terapi insulin harus lebih sering memeriksa kadar glukosa sewaktu mereka,
misalnya sebelum makan. Pemantauan harus dilakukan lebih sering apabila
pasien dalam keadaan tidak sehat. Beberapa penderita penyakit ini merasa
bahwa pemantauan darah sulit dilakukan, sehingga yang digunakan adalah
kadar glukosa urin, walaupun hasilnya tidak seakurat pemantauan darah
karena ambang batas untuk pendeteksian glukosa dalam urin adalah antara 7
dan 12 mmol/L. Hemoglobin yang mengikat glukosa merupakan parameter
yang dapat digunakan untuk memantau kontrol glikemik selama beberapa
minggu.

2.2.4

Komplilasi 6,7
Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipo- atau

hiperglikemia) atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan mikro- dan makrovaskular, di
mana risikonya tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko
vaskular konvensional.7 Komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskular pada diabetes
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah
arteri

yang

lebih

besar,

sehingga

menyebabkan

atherosklerosis.

Akibat

atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan
gangren pada kaki. Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes
melitus dan membutuhkan waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat terjadi. Komplikasi
mikrovaskular pada diabetes antara lain:
1. Penyakit mata (retinopati)

19

Retinopati

terjadi

akibat

penebalan

membran

basal

kapiler,

yang

menyebabkan pembuluh darah mudah bocor (perdarahan dan eksudat padat),


pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan pembuluh darah baru), dan
edema makula. Penatalaksanaan: pemeriksaan mata tahunan.
2. Nefropati
Lesi awalnya adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan laju filtrasi
glomerulus) yang menyebabkan penebalan difus pada membran basal
glomerulus, bermanifestasi sebagai mikroalbuminuria (albumin dalam urin
30-300 mg/hari), merupakan tanda yang sangat akurat terhadap kerusakan
vaskular secara umum dan menjadi prediktor kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Penatalaksanaan: terapi antihipertensi dengan inhibitor ACE
sebagai terapi pilihan utama.
3. Neuropati
Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan pada
pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan
metabolisme gula yang abnormal. Ada beberapa manifestasi antara lain:
neuropati sensoris perifer, mononeuropati, amiotropi, neuropati autonom.
Penatalaksanaan: terapi biasanya tidak memuaskan dan bersifat suportif saja.

20

BAB III
METODE
3.1 Desain
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif untuk mencapai tujuan
penulisan. Metode deskriptif adalah suatu metode yang dilakukan dengan tujuan

21

utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
Metode deskriptif digunakan untuk memecahkan atau menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi pada situasi sekarang. Metode penulisan ini memiliki beberapa
tahapan yaitu pengumpulan data, pengolahan/analisis data, membuat kesimpulan dan
laporan. Adapun langkah-langkah pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung
atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya
jawab secara langsung kepada pasien.
3. Studi Literatur
Studi Literatur adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan
literatur yang berkaitan dengan permasalah yang diambil.

3.2 Lokasi dan Waktu


Kegiatan ini dilakukan di rumah pasien yang berada di Jalan Swadaya I No
24E RT 07 / RW 10 Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Juli 2015.

3.3 Diagnosis masalah


Diagnosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui jenis penyakit
yang diderita oleh seseorang atau masalah kesehatan yang dialami oleh masyarakat.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis adalah upaya untuk mencari keluhan yang berupa gejala yang

22

dirasakan pasien. Pemeriksaan Fisik adalah upaya untuk mencari tanda yaitu hasil
pengamatan objektif kesehatan terhadap keluhan pasien. Pemeriksaan penunjang
adalah upaya untuk menegakan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium atau alat
lain. Alat-alat yang digunakan antara lain stetoskop, termometer, spignomanometer,
pulse oximeter dan alat tes gula darah.

3.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri

dari penatalaksanaan medikamentosa dan non

medikamentosa. Penatalaksanaan medikamentosa adalah obat-obatan yang didapat


pasien dari tempat pasien berobat (Puskesmas). Penatalaksanaan non medikamentosa
adalah pengobatan non farmakologi seperti edukasi untuk minum obat secara teratur.
Penatalaksanaan kesehatan tersebut harus bersifat menyeluruh atau yang disebut
dengan Comperhensive Health Care Service yang meliputi aspek promotive,
preventive, curative dan rehabilitative.

23

BAB IV
ASSESMENT GERIATRI
4.1 Identitas Pasien
Nama

: Tn. S

Gender : Pria

Tanggal lahir / umur

: 27 November 1941 (73 tahun)

Alamat

: Jl. Poltangan II No 45 RT 01 / RW 10
Kel. Pejaten Timur, Kec. Pasar Minggu

Riwayat Pekerjaan

: Pensiunan Kontraktor Bangunan

Nama Orang terdekat

: Ny. P (istri)

Jumlah Anak

: Enam (6) orang


Pria

: Lima (5) orang

Wanita : Dua (2) orang


Jumlah Cucu

: Dua Belas (12) orang

Jumlah Cicit

: Belum ada

Pembiayaan Kesehatan

: Jaminan

Pendidikan Terakhir

: SMA

Sumber pendapatan

: Gaji pensiunan dan dari anak-anak pasien

Total pendapatan

: Rp. 1.000.000 / bulan

Jenis

: BPJS

4.2 Riwayat Medis


Dilakukan anamnesis tanggal 12 Juni 2015 pukul 09.00 11.00 WIB
1. Keluhan Utama
Nyeri dan pegal pada daerah dada dan leher sebelah kanan sejak 1
minggu yang lalu
2. Keluhan Tambahan
Sulit tidur pada malam hari

24

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien seorang laki-laki berusia 73 tahun datang dengan keluhan Nyeri
dan pegal pada daerah dada dan leher sebelah kanan sejak 1 minggu
yang lalu. Nyeri dan pegal ini dirasakan pasien hilang timbul, sering
terasa pada saat malam hari sehingga membuat pasien menjadi sulit
tidur. Sebelumnya pasien menderita penyakit herpes zoster + 2 minggu
yang lalu, awalnya timbul gelembung-gelembung berisi cairan bening
berkelompok pada dada pasien kemudian menjalar hingga leher
sebelah kanan. Lalu gelembung-gelembung ini dikelilingi oleh kulit
disekitarnya yang menjadi kemerahan. Sebelumnya pasien berobat ke
klinik dekat rumahnya, diberi obat minum dan salep. Setelah obat
habis, gelembung-gelembung berisi cairan bening sudah pecah dan
menyisakan bekas kemerahan dikulit dan timbul keluhan seperti
sekarang yaitu pegal-pegal dan nyeri. Pasien mengaku bekas dari
herpes zoster ini sangat nyeri, aktivitas pasien menjadi sedikit
terganggu. Pasien juga merasa perasaannya menjadi cemas akhir-akhir
ini karena terus memikirkan rasa pegal dan nyeri dari penyakitnya
yang tidak hilang-hilang.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat Diabetes Mellitus sejak 2 bulan yang lalu
(+). Riwayat asma, darah tinggi, maag, maupun penyakit lainnya
disangkal oleh pasien. Pasien rajin kontrol gula darah ke puskesmas
dan minum obat metformin sejak 2 bulan yang lalu.
5. Riwayat pembedahan
Tanggal / tahun
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya

Jenis Operasi
Tidak ada riwayat operasi
sebelumnya

6. Riwayat opname di rumah sakit


Tanggal / tahun

Rumah Sakit

Diagnosis / Penyakit

25

Belum pernah di rawat

Belum pernah di rawat

Belum pernah di rawat di

di rumah sakit

di rumah sakit

rumah sakit sebelumnya

sebelumnya

sebelumnya

7. Riwayat kesehatan lain


Melakukan pemeriksaan kesehatan pada : Puskesmas Kelurahan Pejaten
Timur

Puskesmas

Kecamatan Pasar Minggu


Pemeriksaan gigi / gigi palsu :
Oral hygiene cukup terjaga. Pasien tidak menggunakan gigi palsu,
pernah beberapa kali memeriksakan gigi ke Puskesmas Kelurahan
Pejaten Timur.
Lain lain: 8.

Riwayat alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi
9. Kebiasaan
o Merokok
Apakah anda merokok? Tidak
Apakah dulu anda merokok ? Tidak
Apakah orang terdekat atau disekitar anda merokok? Ya
o Minum Alkohol
Apakah anda minum minuman beralkohol? Tidak

Olahraga
Apakah anda melakukan olah raga? Ya, pasien memiliki kebiasaan
bersepeda keliling daerah rumahnya pada pagi hari + 30 menit.

26

o Minum kopi
Apakah anda mengkonsumsi kopi ? Tidak
10. Obat obatan yang dikonsumsi saat ini
Dengan resep dokter

Dosis dan pemakaian

Metformin

2x/hari 1 tablet, 500 mg

Prednison

3x/hari 1 tablet, 5 mg

Parasetamol

2x/hari 1 tablet, 500 mg

BComplex

3x/hari 1 tablet, 10 mg

Acyclovir
Tanpa resep dokter
-

5x/hari 2 tablet, 400 mg


Dosis dan pemakaian
-

11. Penapisan depresi


Untuk setiap pertanyaan di bawah ini, penjelasan mana yang paling dekat
dengan perasaan yang anda rasakan bulan lalu?
Setiap

Serin

Waktu g
Sekali

Kadan

Jaran

Tidak

Pernah

kadang

Sekali

a. Berapa seringkah bulan yang lalu


masalah

kesehatan

anda

menghalangi kegiatan anda, (mis.

pergi mengunjungi teman, aktivitas


sosial)
b. Berapa seringkah bulan lalu anda

merasa gugup?
c. Berapa seringkah bulan lalu anda
merasa tenang dan damai?

d. Berapa seringkah bulan lalu anda


merasa sedih sekali?

27

e. Berapa seringkah bulan lalu anda

merasa bahagia?
f. Berapa seringkah bulan lalu anda
merasa begitu sedih sampai serasa

tak ada sesuatupun yang mungkin


menghiburnya?
g. Selama bulan

lalu,

berapa

seringnya perasaan depresi anda

mengganggu kerja anda sehari


hari?
h. Selama bulan lalu, berapa sering
anda merasa tak ada lagi sesuatu

yang anda harapkan lagi?


i. Selama bulan lalu, berapa sering
anda

merasa

tak

diperhatikan

keluarga?
j. Berapa sering selama bulan lalu
anda merasa ingin menangisi apa

saja?
k. Selama bulan lalu, berapa sering
anda merasa bahwa hidup ini sudah

tak ada gunanya lagi?


Kesimpulan : Pasien tidak mengalami depresi tetapi pasien terlihat cemas
memikirkan penyakitnya
12. Status fungsional
a. ADL dasar dan Instrumental

Mandi
Berjalan/bergerak

Bisa sendiri

Perlu bantuan

Tergantung orang

sepenuhnya

seseorang

lain sepenuhnya

28

Transfer dari kursi roda

Berpakaian

Berdandan

BAB / BAK

Makan

Sediakan makan

Atur keuangan

Atur

minum

obat

obatan
Bertelepon

Kesimpulan : Pasien tergolong mandiri


b. Keterbatasan fungsional
Sudah berapa lamakah (apabila ada) kesehatan anda membatasi kegiatan anda
berikut ini?
>3 bulan

<3 bulan

Tak terbatasi

Berbagai pekerjaan berat (mis. angkat


barang, lari)

Berbagai pekerjaan sedang (mis.menggeser


meja / almari, angkat barang belanjaan)
Pekerjaan ringan di rumah yang biasa
dikerjakan
Mengerjakan pekerjaan (sehari hari)
Naik bukit / naik tangga

29

Membungkuk, berlutut, sujud

Berjalan kaki 100 meter

Makan, mandi, berpakaian ke WC

Kesimpulan : Tidak terdapat keterbatasan fungsional pada pasien

4.3 Pemeriksaan Fisik


1. Tanda Vital
Tekanan darah
Nadi / menit
Laju respirasi / menit
Berat badan
Tinggi badan
BMI
2. Keadaan kulit

Baring
130/90 mmHg

Duduk
130/80 mmHg

Berdiri
130/80 mmHg

88x/menit
24x/menit

90x/menit
24x/menit

90x/menit
24 x/menit

2 bulan yll

1 bulan yll

Saat ini

57 kg
153 cm
24,3

58 kg
153 cm
24,7

60 kg
153 cm
25,6

: kering sekali / biasa / basah

Bercak kemerahan

: ada / tidak ada

Lesi kulit lain

: curiga keganasan (tidak ada curiga keganasan)

Dekubitus

: ada / tidak

Lokasi
Dada kanan dan tengkuk

Ukuran (cm)
Multiple, makula eritema, irregular, ukuran 2x1 cm

leher

sampai 5x5 cm, batas tegas.

30

Gambar 1. Daerah bekas herpes zoster


3. Pendengaran

Dengar suara normal

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Pakai alat bantu dengar


Serumen impaksi
4. Penglihatan
Ya

Tidak

Dapat membaca huruf surat


kabar
- Tanpa kaca mata

- Dengan kaca mata

- Terdapat katarak / tidak

- Kanan

- Kiri

Dapatan
Funduskopi:
Kanan

Normal

Abnormal

Tak terlihat

Tidak dilakukan pemeriksaan

31

Kiri

Tidak dilakukan pemeriksaan

5. Mulut
Buruk

Baik

Tidak

Higiene mulut
Ada
Gigi palsu

Terpasang
Lecet di bawah gigi palsu
Lesi yang lain (kalau ada

jelaskan)
6. Leher
Derajat gerak
Kel. Tiroid
Bekas luka pada tiroid

Normal

: Tidak ada

Masa lain

: Tidak ada

Kelenjar limfe

: Tidak membesar

Abnormal (jelaskan)

7. Dada
Massa teraba / tidak
Kelainan lain: Tidak ditemukan adanya kelainan
8. Paru paru
Perkusi
Auskultasi:
- suara dasar
- suara tambahan

Kiri
Sonor

Kanan
Sonor

SN vesikuler
Rh (-) / wh (-)

SN vesikuler
Rh (-) / wh (-)

Regular

Ireguler

9. Kardiovaskuler
a. Jantung
- Irama

32

- Bising

Ya

- Gallop

Ada

Lain lain (jelaskan)


b. Bising
- Karotis : Kiri
Kanan
- Femoralis : kiri
Kanan
c. Denyut nadi perifer
- A. dorsalis pedis
Kiri
Kanan
- A. tibialis posterior
Kiri
Kanan

Tidak

Tidak

Ada

Tidak

Tidak

Ada

Tak ada

+1

+2

+3

+4

d. Edema
- Pedal

- Tibial

- Sakral

10. Abdomen
Hati

: tidak membesar

Massa abdomen : tidak ada


Bising / bruit

: tidak ada

Cairan asites

: tidak ada

Nyeri tekan

: tidak ada

Limpa

: tidak membesar

33

11. Rektum/anus
Ada
Tonus sphincter ani
Pembesaran prostat
Jelaskan kalau ada
Massa di rectum
Impaksi fekal

Tidak

Tidak dilakukan pemeriksaan

12. Genital/pelvis
: Tidak dilakukan pemeriksaan
13. Muskuloskeletal
Tak ada

Tl.blkg

Bahu

Siku Tangan

Pinggu

Lutut

Kaki

l
Deformitas

Gerak terbatas

Nyeri

Benjolan/
peradangan

14. Neurologik / Psikologik


a. Status mental:
Baik

Terganggu

Orientasi

Baik

Terganggu

Orang

34

Waktu

Tempat

Situasi

Daya ingat
Sangat lampau

Baru terjadi

Ingat obyek stlh 5 menit segera


(mengulang)

Kuesioner pendek / portable tentang Status Mental :


Betul

Salah

Tanggal berapakah hari ini?

Hari apakah hari ini?

Apakah nama tempat ini?

Berapakah nomor telpon rumah


anda?

Berapakah usia anda?

Kapankah anda lahir (tgl/bln/thn)?

35

Siapa nama gubernur sekarang?

Nama gubernur sebelum ini?

Nama ibumu sebelum menikah?

20 dikurangi 3 dan seterusnya

Jumlah kesalahan
0-2

kesalahan : baik

3-4

kesalahan : gangguan intelek ringan

5-7

kesalahan : gangguan intelek sedang

7-10

kesalahan : gangguan intelek berat

(Bila terdapat kecurigaan adanya dementia, asesmen lebih lanjut perlu


dikerjakan
b. Perasaan hati / afeksi
Baik / labil / depresif / agitatif / cemas
c. Umum
Normal

Abnormal (jelaskan)

Syaraf otak

Normal

Abnormal (jelaskan)

Motorik : - kekuatan

- tonus

36

Sensorik: - tajam

- raba

- getaran

Refleks

Sereblar : - jari ke hidung

- tumit ke ujung kaki

- Romberg

Gerak langkah

d. Tanda tanda lain


Ya

Tidak

Bila ya, jelaskan

Tremor saat istirahat

Rigiditas cogwebell

Bradikinesia

Tremor intense

37

Gerakan tak sadar

Refleks patologis

4.4 Data Laboratorik


Tanggal 11 Juni 2015

Darah Lengkap
Jenis Pemeriksaan
HGB
HCT
WBC
PLT
Gula Darah Puasa

Hasil
14,0 g/dL
40,3 %
10,170 uL
288.000 uL
121 mg/dL

Urin Lengkap
Jenis Pemeriksaan
pH
Berat Jenis
Protein
Glukosa
Gula Darah Puasa
Eritrosit
Lekosit

Hasil
Kuning/Agak keruh
5,0
1025
+
Neg (-)
5-10 /LPB
0-2 / LPB

4.5 Hasil Pemeriksaan Tambahan Lain:


(EKG, X-ray, USG) : Tidak diperiksa

38

4.6 Daftar Masalah dan Rencana Penanganan


Tanggal
12 Juni 2015

Problem / diagnostik
Nyeri Pasca Herpes

Rencana

Memberi

kepada

pasien

tentang nyeri pasca herpes


Memberi informasi kepada

pasien

informasi

bahwa nyeri pasca herpes umunya bisa


terjadi lama karena daya tahan tubuh

yang mulai menurun pada pasien lansia


Edukasi kepada pasien untuk tetap
berobat dan teratur minum obat untuk
menghilangkan nyeri pasca herpes

Diabetes Mellitus

Mengingatkan untuk meminum obat anti

diabetes secara teratur kepada pasien


Memberi informasi asupan gizi yang

tepat untuk pasien.


Memberi informasi mengenai aktivitas

fisik/olahraga yang bisa dilakukan


Memberitahu
komplikasi-komplikasi
lainnya yang dapat ditimbulkan akibat

DM dan cara mencegahnya.


Edukasi untuk memeriksakan secara
rutin terutama kadar gula agar dapat
terpantau dengan baik

Perasaan Cemas

Edukasi kepada pasien untuk tidak

39

terlalu memikirkan tentang penyakitnya


karena dapat mempengaruhi keadaan

pasien
Memberi saran kepada pasien untuk
melakukan kegiatan-kegiatan lain yang
dapat menghilangkan perasaan cemas

4.7 Laporan Lanjutan


Tn. S berusia 73 tahun datang dengan keluhan nyeri dan pegal pada daerah
dada dan leher sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu. Dari hasil anamnesis
didapatkan, nyeri dan pegal ini dirasakan pasien hilang timbul, sering terasa pada saat
malam hari sehingga membuat pasien menjadi sulit tidur. Sebelumnya pasien
menderita penyakit herpes zoster + 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku bekas dari
herpes zoster ini sangat nyeri, aktivitas pasien menjadi sedikit terganggu. Pasien juga
merasa perasaannya menjadi cemas akhir-akhir ini karena terus memikirkan rasa
pegal dan nyeri dari penyakitnya yang tidak hilang-hilang. Pasien mempunyai riwayat
DM sejak 2 bulang yang lalu dan sekarang mengkonsumsi obat metformin. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, pasien tidak mempunyai
riwayat hipertensi. Keadaan kulit didaerah bekas herpes zoster yaitu di dada kanan
dan tengkuk leher terlihat kering dan masih sedikit merah,

pemeriksaan status

generalis lainnya dalam batas normal.


Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien
memiliki beberapa hipotesis masalah yaitu:

Diabetes Mellitus Tipe 2


Nyeri Pasca Herpes
Perasaan Cemas

40

4.8 Plan of action


Tanggal

Masalah
Nyeri Pasca Herpes

12 Juni
2015

Kegiatan
Anamnesis, pemeriksaan
fisik,

Diabetes Mellitus

Tempat
Kediaman

dan

pasien

identifikasi

masalah yang ada pada


Perasaan Cemas

pasien
Edukasi

mengenai

penyakitnya dan akibat

dapat ditimbulkan
Edukasi untuk selalu
rutin berobat, mengatur
diet

dan

aktivitas

fisik/olahraga yang dapat

dilakukan
Memotivasi pasien untuk
tidak

memikirkan

penyakitnya secara terusmenerus

dan

menyarankan
kegiatan

yang

dilakukan
sehingga

mencari
dapat
pasien

tidak

terlalu

memikirkan penyakitnya.
18 Juni

Nyeri Pasca Herpes

2015
Diabetes Mellitus
Perasaan Cemas

Kediaman

Pemantauan

umun dan keluhan


Follow up pasien apa
saja

yang

keadaan

pasien

sudah

41

diterapkan

dari

penjelasan kemarin
Tetap memotivasi agar
pasien mau berobat ke
puskesmas

maupun

rumah sakit secara rutin


Pemantauan
dan

pemeriksaan gula darah


Edukasi untuk tetap
mengatur

diet

aktivitas

dan

fisik/olahraga

yang dapat dilakukan


Tetap memotivasi pasien
untuk tidak memikirkan
penyakitnya

terus

menerus agak rasa cemas


yang

dirasa

bisa

dihilangkan
24 Juni

Nyeri Pasca Herpes

Kediaman

2015

saja

Diabetes Mellitus
Perasaan Cemas

Follow up pasien apa


yang

sudah

diterapkan

dari

penjelasan kemarin
Pemantauan

dan

pemeriksaan gula darah


Edukasi untuk tetap
mengatur
aktivitas

diet

pasien

dan

fisik/olahraga

42

yang dapat dilakukan


Tetap memotivasi pasien
untuk tidak memikirkan
penyakitnya

terus

menerus agak rasa cemas


yang

dirasa

dihilangkan
Memberi

bisa

informasi

kepada pasien tentang


bahaya penyakit DM bila
tidak di kontrol dengan
baik
2 Juli

Nyeri Pasca Herpes

Kediaman

2015

saja

Diabetes Mellitus
Perasaan Cemas

Follow up pasien apa


yang

sudah

diterapkan

dari

penjelasan kemarin
Pemantauan

dan

pemeriksaan gula darah


Edukasi untuk tetap
mengatur
aktivitas

diet

pasien

dan

fisik/olahraga

yang dapat dilakukan


Tetap memotivasi pasien
untuk tidak memikirkan
penyakitnya

terus

menerus agak rasa cemas


yang

dirasa

bisa

43

dihilangkan
Memberi

informasi

kepada pasien tentang


komplikasi
dianjurkan

dari

DM,
untuk

melakukan pemeriksaan
mata, perawatan kaki dll.

4.9 Follow Up
II. Kunjungan kedua dilakukan pada hari Kamis, 18 Juni 2015. Saat
kunjungan pasien masih merasakan nyeri dan pegal yang belum berkurang dab
keluhan ini masih mengganggu tidur pasien dan aktivitas sehari-hari. Rasa cemas
yang dirasakan masih dirasakan. Pasien juga masih rutin kontrol ke puskesmas ketika
obat sudah habis, obat-obatan yang diberikan diminum dengan teratur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg. Daerah
kulit bekas herpes zoster masih terlihat merah, pada pemeriksaan GDP didapatkan
hasil 130 mg/dL.
III. Kunjungan ketiga dilakukan pada hari Rabu, 24 Juni 2015. Saat
kunjungan didapatkan perbaikan keadaan pasien dimana rasa nyeri dan pegal sudah
mulai berkurang walaupun keluhan ini masih mengganggu tidur pasien dan aktivitas
sehari-hari. Rasa cemas yang dirasakan juga sudah berkurang dan pasien sudah
berusaha untuk tidak memikirkan penyakitnya terus menerus. Pasien sudah mulai
menerapkan pengaturan pola diet DM dan mulai mencoba beraktivitas kembali.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg. Daerah
kulit bekas herpes zoster mulai terlihat membaik, pada pemeriksaan GDP didapatkan
hasil 90 mg/dL.

44

IV. Kunjungan keempat dilakukan pada hari Kamis, 2 Juli 2015. Saat
kunjungan didapatkan keadaan pasien masih mengeluhkan nyeri dan pegal pada
daerah bekas herpes zoster. Rasa cemas sudah mulai berkurang karena pasien
berusaha tidak memikirkan penyakitnya terus menerus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg. Daerah
kulit bekas herpes zoster sudah membaik, pada pemeriksaan GDP didapatkan hasil
108 mg/dL.
Pada pemeriksaan fisik (summary)
Berdasarkan pemeriksaan fisik, tekanan darah pasien masih dalam batas
normal yaitu 130/80 mmHg. Status generalis lainnya dalam batas normal, kecuali
pada bekas herpes zoster yaitu daerah dada kanan dan tengkuk leher terlihat multiple,
makula eritema, irregular, ukuran 2x1 cm sampai 5x5 cm, batas tegas. Pada
pemeriksaan gula darah puasa di dapatkan hasil yaitu pemeriksaan pada kunjungan II,
130 mg/dL. Pemeriksaan pada kunjungan III, 90 mg/dL dan pemeriksaan pada
kunjungan IV, 108 mg/dL.
Pada assesment geriatric (summary)
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik di puskesmas maupun di
kediaman pasien, pasien menderita diabetes mellitus tipe II, nyeri pasca herpes dan
gangguan cemas. Keluhan utama yang dialami pasien, yakni nyeri dan pegal pada
daerah dada dan leher sebelah kanan sejak 1 minggu yang lalu didasari oleh penyakit
herpes zoster yang diderita sebelumnya. Karena rasa nyeri yang sangat mengganggu
dan lama hilang pasien menjadi terus memikirkan penyakitnya dan mempunyai
perasaan cemas. Pasien juga mengeluhkan sulit tidur karena rasa nyeri tersebut.
Menurut pengakuan pasien, ia juga rutin mengkonsumsi obat anti-diabetes dan makan
seperti biasa. Pada status fungsional pasien masih tergolong mandiri. Pada status
mental pasien baik. Pemantauan kadar gula darah pasien tergolong baik karena pasien
juga rutin mengkonsumi obat anti diabetes dan control ke puskesmas.

45

4.10

Rencana Perawatan Terpadu (Comprehensive Care)


Istirahat cukup.
Makan teratur gizi seimbang dengan jumlah, jarak, dan jenis makanan

yang sesuai dengan anjuran gizi pasien DM.


Olahraga teratur sesuai kemampuan fisik.
Memakai alas kaki untuk menghindari terjadinya luka.
Minum obat sesuai aturan dan teratur, usahakan jangan sampai obat habis

persediaannya.
Kontrol kesehatan ke puskesmas untuk mendapatkan pengobatan secara
rutin dan pemantauan yang baik serta mendapatkan terapi untuk keluhan

lainnya bila dirasa semakin menggaggu atau tidak kunjung membaik.


Mencari kegiatan-kegiatan lain yang bisa dilakukan untuk mengalihkan
pikiran pasien agar tidak memikirkan penyakitnya secara terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger T, Elston D. Andrews diseases of the skin. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011.
2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
Medicine. 7 thed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
3. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks
Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006
.p.145-148.

46

4. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In :


Clinical Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders.
2010.p. 479 490.
5. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :
Lippincotts Primary Care Dermatology. Philadelphia :
6.

Walter Kluwer

Health. 2011 .p. 148 -151.


Dainel WF. Diabetes Mellitus in Harrisons Principles of Internal Medicine.
Jakarta. Hal 2212-2213

7. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus.


Dalam: Price SA, Wilson LM, Editor. Patofisiologi: Konsep klinis ProsesProses Penyakit, volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005; 1260-1270.

Lampiran

47

Anda mungkin juga menyukai