Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit radang hati atau biasa disebut hepatitis akibat virus hepatitis B
telah menjadi masalah serius dan merupakan masalah global dengan angka
mencapai 350 juta hidup dengan infeksi kronis dan 600.000 orang meninggal
setiap tahunnya di seluruh dunia. 1,2,3
WHO memperkirakan adanya 400 juta orang sebagai pengidap hepatitis B
pada tahun 2000. Dengan pola prevalensi hepatitis B dibagi menjadi 3 golongan
yaitu prevalensi rendah (HBsAg 0,2%-0,5% dan anti-HBs 4%-6%), prevalensi
sedang (HBsAg 2%-7% dan anti-HBs 20%-55%), dan prevalensi tinggi (HBsAg
7%-20% dan anti-HBs 70%-95%). 4
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan
setiap tahun terjadi sekitar 300.000 infeksi virus hepatitis B di Amerika Serikat
terutama terjadi pada usia dewasa. Hanya sekitar 25% dari mereka yang
mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di rumah sakit, dan
sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan. 1,5
Prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di
Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang. Di Nusa Tenggara Barat dilaporkan
berkisar 18,8% pada anak usia 10-14 tahun. Di Indonesia, jumlah penderita
hepatitis B saat ini diperkirakan mencapai 30 juta orang, sekitar 15 juta orang dari
penderita Hepatitis B berpotensi mengalami chronic liver disease. Hasil Riskesdas
Biomedis tahun 2000, proporsi penyebab kematian pada golongan semua umur
dari kelompok penyakit menular, penyakit hati (termasuk Hepatitis kronik)
menduduki urutan kedua. Pada golongan umur 15 - 44 tahun, di pedesaan
penyakit hati menduduki urutan pertama sebagai penyebab kematian, sedang di
daerah perkotaan menduduki urutan ketiga. 2,3

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya


kasus penderita Hepatitis yang merupakan proses inflamasi atau adanya nekrosis
jaringan hati yang salah satunya dapat disebabkan oleh infeksi virus sangat serius
dan mengkhawatirkan. Sehingga penulis ingin menguraikan gambaran jelas
tentang karakteristik penderita hepatitis B di rumah sakit Haji Medan tahun 2013.
1.2 Rumusan masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini yakni Karakteristik Penderita
Hepatitis B di Rumah Sakit Haji Medan Tahun 2013.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Berdasarkan paparan dan permasalahan yang ada, tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran penderita hepatitis B di rumah sakit haji
Medan tahun 2013 sehingga informasi ini dapat dikembangkan oleh pembaca
dalam rangka mengendalikan penyebaran hepatitis B.
1.3.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik penderita hepatitis B berdasarkan umur di
rumah sakit haji Medan tahun 2013.
b. Untuk mengetahui karakteristik penderita hepatitis B berdasarkan jenis
kelamin di rumah sakit haji Medan tahun 2013.
c. Untuk mengetahui karakteristik penderita hepatitis B berdasarkan
pendidikan di rumah sakit haji Medan tahun 2013.
d. Untuk mengetahui karakteristik penderita hepatitis B berdasarkan
pekerjaan di rumah sakit haji Medan tahun 2013.
1.4 Manfaat penelitian
1.4.1 Manfaat bagi peneliti

Manfaat yang diperoleh dalam melakukan penelitian ini adalah peneliti


mampu mengetahui karakteristik penderita hepatitis B di rumah sakit haji Medan.
1.4.2 Manfaat bidang kesehatan
Penelitian ini dapat bermanfaat kepada badan kesehatan agar terus
berusaha menurunkan angka mortalitas dan morbiditas dengan usaha pencegahan
yang bersifat promotif dan prreventif seperti upaya pemberian imunisasi lebih
menyeluruh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hepatitis B merupakan virus yang besar, berselubung dan sangat menular
yang hidup dalam cairan tubuh manusia yang meliputi air mani (semen), darah,
urin, saliva dan air susu ibu. Virus Hepatitis B (HBV) adalah virus DNA, suatu

prototip virus yang termasukkeluarga Hepadnaviridae. Virus ini memiliki DNA


sebagian berupa untaian tunggal (single stranded DNA) dan DNA Polymerase
endogen yang berfungsi menghailkan DNA untaian ganda (double stranded DN,
dsDNA). 4,6,7
Virion lengkap HBV terdiri atas suatu struktur berlapis ganda dengan
diameter keseluruhan 42 nm. Bagian inti sebelah dalam (inner core) yang
berdiamater 28 nm dan diilapisi selaput (envelop) yang tebalnya 7 nm
mengandung dsDNA dengan berat molekul 1,6x106. Permukaan hepatitis B
surface antigen (HBsAg) diproduksi dalam jumlah banyak oleh hepatosit yang
terinfeksi dan dilepaskan ke dalam darah sebagai partikel bulat berukuran 17-25
nm (diameter rata-rata 20 nm). Antibody terhadap HBccAg dan HBsAg masingmasing disebut anti-HBc dan anti-HBs. Keberadaan anti-HBs dalam sirkulasi
melindungi seseorang terhadap infeksi dengan HBV. Selain kedua antigen diatas,
antigen lain yang diketahui adalah HBeAg yang merupakan bagian integral dari
kapsid virion HBV. HBeAg dapat beredar bebas dalam darah atau membentuk
kompleks dengan IgG. HBeAg merupakan penanda untuk menunjukkan
banyaknya virion dalam serum.7

2.2 Epidemiologi dan faktor resiko


Terdapat lebih dari 250 juta carrier (persisten virus hepatitis B lebih dari 6
bulan), sekitar 1 juta diantaranya hidup di Amerika sekitar 25% carrier
mengalami hepatitis kronik aktif. 3,8
Di seluruh dunia terutama di Asia terdapat sedikitnya 75% dari seluruh
300 juta individu dengan HbsAg positif mendapat infeksi pada masa perinatal.7

2.3 Etiologi dan cara penularan


Adanya HbsAg menandakan bahwa penderita dapat menularkan HBV ke
orang lain dan menginfeksi mereka. 5
Penularan terjadi lewat pertukaran cairan tubuh, biasanya lewat kontak
seksual, pemakaian jarum suntik bersama atau kecelakaan medis termasuk
tertusuk jarum dan terciprat darah pada membrane mukosa, terutama pada ibu
hamil karena virus yang ditularkan pada ibu ke anak.bayi (transmisi vertical
mencapai 90% bila HBeAg ibu positif. 2,6
Tabel 2.1 - Transmisi virus hepatitis B dan spektrum akibat infeksi 8
Transmisi1
Vertikal (Asia) Kontak
(Afrika

Parenteral,
seksual

)
Usia saat infeksi
Penyembuhhan dari infeksi

Neonatus, bayi

Anak

Remaja, Dewasa

5%

20%

90-95%

95%

80%

5-10%

akut
Progresi

menjadi

infeksi

kronik
Carrier kronik2 (% populasi

10-20%

10-20%

0,5%

total)
1

Transmisi melalui kontak dan vertikal terjadi di daerah endemik, transmisi parenteral dan seksual

adalah

cara utama transmisi di daerah nonendemik.

Risiko tinggu timbulnya karsinoma hepatoseluler

Transmisi horizontal
a. Darah
Pada tahun 1943 seorang peneliti mengemukakan bahwa darah beserta
komponennya dapat menimbulkan Post Transfusion Hepatitis. Sejak itulah
timbul istilah Yellow BloodYellow Blood yang konon artinya darah tersebut
dapat menularkan penyakit kuning.
b. Tinja
Sekitar tahun 70-an banyak dilaporkan ditemukannya HBsAg dalam tinja,
namun akhir-akhir ini kebenaran sudah banyak dibantah. Hal ini
disebabkan oleh karena pada mukosa usus terdapat zat-zat dan beberapa
enzim yang bersifat antagonistik terhadap HBsAg serta kuman dari jenis
pseudomonas yang dapat merusak dan menghancurkan HBsAg di dalam
tinja.
c. Urin
Sejak tahun 1945 telah diselidiki adanya virus dalam urin pada penderita
hepatitis B. Namun peranan petanda ini masih memerlukan penelitian
yang lebih lanjut.
d. Air ludah
Para ahli melaporkan adanya penularan melalui air ludah (antigen) yang
disekresi oleh glanndula parotis, tetapi para ahli lain melaporkan antigen

tersebut berasal dari darah yang bocor kemudian bercampur dengan air
liur. Diduga cara ini banyak terjadi pada dokter gigi, pasangan seksual dari
pengidap HBsAg.
e. Sekret vaginal dan semen
Pada tahun 1974, para ahli menemukan secret vagina yang mengandung
HBsAg dengan teknik RIA serta menunjukkan bahwa 55% contoh semen
mengandung HBsAg.8
f. Darah umbilikus bayi
Tahun 1973, didapatkan 57% contoh darah umbilikus bayi yang baru lahir
dari ibu-ibu yang menderita HBV pada trimester akhir kehamilan
mengandung HBsAg.
g. Cairan tubuh lainnya
Para ahli melaporkan (1974) bahwa HBsAg terdapat dalam keringat para
pengidap HBaAg sehat. Dan pada tahun 1975 menemukan adanya HBsAg
di dalam cairan serebrospinal pada binatang percobaan.

Transmisi vertikal
Transmisi secara vertikal pertama kali dilaporkan pada tahun 1954, bayi
yang lahir dengan sectiocaesaria dari seorang ibu yang menderita hepatitis B
kemudian bayi tersebut menderita hepatitis pada usia 2 bulan dan meninggal pada
usia 18 bulan karena fibrosis hati yang lanjut.2
Pada tahun 1973 dijelaskan bahwa proses penularan vertikal dapat
berlangsung sebagai berikut : 2
1. Transplasenta
2. Inpartal

3. Prenatal/postnatal
4. Transkolostral
Transmisi inpartal dan perinatal hingga kini juga masih controversial.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa cara penularan demikian 20-40% pengidap
HBsAg sehat di masyarakat Asia dan Afrika sedangkan di Amerika Serikat 016%.2

2.4 Patogenesis
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran
darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus.
Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel dane utuh,
partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler, dan HBeAg yang tidak ikut membentuk
partikel virus. HBV merangsang respons imun tubuh, yang pertama kali
dirangsang adalah respons imun nonspesifik (innate immune response) karena
dapat merangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa
jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA, yaitu dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.3
Untuk proses eradikasi HBV lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik,
yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T CD8+
terjadi setelah kontak reseptor sel T tersebut dengan kompleks peptide HBV-MHC
kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding
antigen presenting cell (APC) dan dibantu rangsanggan sel T CD4+ yang
sebelumnya sudah mengalami kontak dengan kompleks peptide HBV-MHC kelas
II pada dinding APC.3,5,7
Aktivasi sel Limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan
produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs
adalah netralisasi partikel HBV bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam
sel. Virus hepatitis B dapat mengakibatkan hepatitis akut, kronik dan karsinoma

hepatoseluler. Respon imun seluler melibatkan interaksi multimolekuler antara


peptida (antigen), molekul HLA dan reseptor sel T (TCR) yang dapat
menyebabkan kerusakan hati. Peningkatan kadar ALT merupakan akibat sekunder
dari aktivitas sel T sitotoksik melalui HLA kelas I dan TCR yang ditujukan
kepada HBcAg yang terdapat pada permukaan sel hepatosit yang terinfeksi.
Ekspresi HBcAg menyebabkan diproduksinya anti-HBc-IgM. Adanya anti-HBcIgM dengan kadar tinggi merupakan indikasi infeksi akut dan digunakan untuk
membedakan infeksi akut dengan eksaserbasi hepatitis B kronis. Pada akhirnya
kadar anti-HBc-IgM menurun hingga tidak terdeteksi.3,5,7
IgM

merupakan

satu-satunya

indikator

serologi

aktivitas

HBV.

Menetapnya HBsAg selama lebih dari 6 bulan merupakan indikasi bahwa pasien
adalah carrier

HBV kronik, namun gambaran klinik, biokimia, serologi dan

histopatologi pada HBV kronik berbeda-beda. Sebagian menunjukkan kelainan


hati yang progresif, sebagian lagi tidak menunjukkan kelainan, sebagian tidak
menularkan tetapi sebagian lagi merupakan sumber infeksi yang potensial.5,7
Sekitar 5-10% orang dewasa yang terinfeksi HBV berkembang menjadi
mengidap sehat. Persentase ini akan menjadi lebih tinggi bila infeksi terjadi pada
usia anak-anak atau bayi.
2.5 Gambaran klinis
Gejala klinis dan perubahan serologis yang terjadi setelah terpapar virus
HBV merupakan hasil interaksi antara pejamu (host), virus, antigen dan antibodi
spesifik yang sangat kompleks.7,8
1. HBsAg muncul 2 - 4 minggu sebelum tampak kelainan hati atau 3 - 5
minggu sebelum tampak gejala klinik
2. Kadar tertinggi HBsAg seringkali terdapat pada awal penyakit
3. Kadar HBsAg menurun perlahan-lahan dalam waktu 4 - 6 bulan hingga
mencapai kadar yang tidak terdeteksi dengan metode ELISA.

10

WHO telah mengeluarkan standard pengukuran HBV-DNA dan


menyarankan penggunaan satuan international unit (IU/ml) atau copies/ml. kadar
HBV-DNA yang tinggi yang berkisar antara 100.000 hingga 1 juta atau lebih
IU/ml mengindikasikan replikasi virus yang cepat, sedangkan kadar rendah
kurang dari 2000 IU/ml.7
Manifesttasi klinis juga di jelaskan oleh ahli gastroenterohhepatologi
Ikatan Dokter Anak Indonesia, yang menjelaskan bahwa :4,7,8
1. Hepatitis akut
Gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas
yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri atas gejala seperti flu dengan
malaise, lelah, anoreksia, mual, muntah, timbul kuning atau ikterus dan
pembesaran hati; dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari pemeriksaan
laboratorium didapatkan peningkatan kadar ALT dan AST sebelum
timbulnya gejala klinis, yaitu 6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa
kasus dapat didahului gejala seperti serum sickness, yaitu nyeri sendi dan
lesi kulit (urtikaria, purpura, macula, dan makulopapular). Ikterus terdapat
pada 25% penderita, biasanya mulai timbul saat 8 minggu setelah infeksi
dan berlangsung selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang terjadi pada
infeksi neonatus, 10% pada anak dibawah umur 4 tahun, dan 30% pada
dewasa. Sebagaian besar penderita hepatitis B simtomatis akan sembuh
tetapi dapat menjadi kronis pada 10% dewasa, 25% anak, dan 80% bayi
2. Hepatitis kronis
Definisi

hepatitis

kronis

adalah

terdapatnya

peningkatan

kadar

aminotransferase atau HBsAg dalam serum, minimal selama 6 bulan.


Sebagian besar hepatitis kronis adalah asimtomatis atau bergejala ringan
dan tidak spesifik. Peningkatan kadar aminotransferase serum (bervariasi
mulai dari minimal sampai 20 kali nilai normal) menunjukkan adanya
kerusakan jaringan hati yang berlanjut. Fluktuasi kadar aminotransferase
serum mempunyai korelasi dengan rrespons imun terhadap HBV. Gejala

11

klinis yang timbul tidak berhubungan langsung dengan beratnya penyakit


atau kerusakan jaringan hati pada biopsi. Penderita hepatitis kronis aktif
yang berat (pada pemeriksaan histopatologi) didapatkan bridging
necrosis), 50% diantaranya akan berkembang menjadi sirosis hati setelah 4
tahun, sedangkan sisanya menjadi sirosis hati hati setelah 6 tahun.

Gambar : 2.2 - Sclera ikterik


3. Gagal hati fulminan
Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1% penderita hepatitis B
akut simtomatik. Gagal hati fulminan ditandai dengan timbulnya
enselopati hepatikum dalam beberapa minggu setelah munculnya gejala
pertama hepatitis, disertai ikterus, gangguan pembekuan, dan peningkatan
kadar aminotransferase serum hingga ribuan unit.
4. Pengidap sehat
Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar
aminotransferase serum berada dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi
toleransi imunologis sehingga tidak terjadi kerusakan pada jaringan hati.
Kondisi ini sering terjadi bada bayi di daerah endemic yang terinfeksi
secara vertikal dari ibunya. Prognosis bagi pengidap sehat adalah :
1. Membaik (anti-HBe positif) sebesar 10% setiap tahun
2. Menderita sirosis pada umur diatas 30 tahun sebesar 1%

12

3. Menderita karsinoma hati kurang dari 1%


Tabel 2.2 Pemeriksaan serologis

2.6 Diagnosis
Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan serologis. Perlu
diingat bahwa epidemiologi, riwayat kontak (keluarga, teman sekolah, memasuki
daerah endemik, sering menerima transfusi, pemakaian obat bius suntikan, kaum
homoseksual, riwayat ikterik selama hamil). Pada saat awal infeksi HBV terjadi
toleransi imunologis, dimana virus masuk ke dalam sel hati melalui aliran darah
dan dapat melakukan replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa
gejala klinis. Pada saat ini DNA HBV, HBsAg, HBeAg, dan anti-BHc terdeteksi
dalam serum.keadaan ini berlangsung terus menerus selama bertahun-tahun
terutama neonatus dan anak yang dinamakan sebagai pengidap sehat. Pada tahap
selanjutnya terjadi reaksi imunologis dengan akibat kerusakan sel hati yang

13

terinfeksi. Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau berkembang menjadi


hepatitis kronis.2,4

Tabel : 2.3 - Penanda serologis infeksi 4


Antigen
HBsAg

Interpretasi
Sedang infeksi

Bentuk klinis
Hepatitis akut, hepatitis
kronis, penanda kronis

HBeAg

Proses replikasi dan sangat Hepatitis


menular
kronis

akut,

hepatitis

Antibodi
Anti-HBs

Resolusi infeksi

Kekebalan

Anti-HBc total

Sedang infeksi atau pernah Hepatitis akut, hepatitis


infeksi
kronis, penanda kronis,
kekebalan

IgM anti-HBc

Infeksi akut atau infeksi kronis Hepatitis


yang kambuh
kronis

Anti-HBe

Penurunan aktivitas replikasi

Penanda kronis, kekebalan

PCR DNA
HBV

Infeksi HBV

Hepatitis akut, hepatitis


kronis, penanda kronis

Hibridisasi

Replikasi aktif dan sangat Hepatitis


menular
kronis

akut,

hepatitis

Pemeriksaan
molecular

akut,

hepatitis

2.8 Penatalaksanaan
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan
sebbagian kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala
penyakit. Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan memsaukkan
per oral, kadar SGOT-SGPT > 10 kali nilai normal, atau bila ada kecurigaan

14

hepatitis fulminan. Pengobatan hepatitis B kronis merupakan masalah yang sulit,


sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan terutama pada anak. Tujuan pengobatan
hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari infeksi HBV sehingga virus
tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh treaksi
imunologis di dalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah.
Hanya penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HBeAg dan DNA HBV
serum positif) dan hepatitis kronis dengan peningkatan kadar aminotransferase
serum yang akan memberikan hasil baik terhadap pengobatan.4
1. Interferon alfa
Pengobatan dengan interferon-alfa-2b (IFN-2b) adalah pengobatan
standar untuk penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi
hati (asites, enselopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia) dengan
penanda replikasi aktif (HBeAg dan DNA HBV) serta peningkatan kadar
aminotransferase serum. Kontraindikasi penggunaan interferon adalah
neutropenia, trombositopenia, gangguan jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan
penyalahgunaan obat. Dosis interferon adalah 3 MU/m2 secara subkutan
tiga kali dalam seminggu, diberikan selama 16 minggu.
Efek samping interferon dapat berupa efek sistemik, autoimun,
hematologis, imunologis, neurologis, dan psikologis. Efek sistemik dapat
berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, anoreksia,
penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri perut, dan rambut
rontok. Efek autoimun ditandai dengan timbulnya auto-antibodi, antibody
anti-interferon,

hipertiroidisme,

hipotiroidisme,

diabetes,

anemia

hematologik, dan purpura trombositopenia. Efek hhematologis berupa


penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah dan kadar hemoglobin. Efek
imunologis berupa mudah terkena infeksi bacterial seperti bronchitis,
sinusitis, abses kulit, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan sepsis. Efek
neurologis berupa kesulittan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan tidur,
delirium dan disorientasi, kejang, koma, penurunan pendengaran, tinnitus,

15

vertigo, penurunan penglihatan, dan perdarahan retina. Sedangkan efek


psikologis berupa gelisah, iritabel, depresi, paranoid, penurunan libido,
dan usaha bunuh diri.4
2. Analog neuklosida
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nekleosida
yang menghambat replikasi HBV. Lamivudin efektif dan kurang
menimbulkan efek samping daripada interferon. Dosisnya 3 mg/kgBB
sekali sehari selama 52 minggu atau 1 tahun. Terjadi perbaikan gambaran
histologis pada 52% - 67% kasus, sedangkan hilangnya HBeAg dan
timbulnya anti-HBe sebesar 17-18%.

2.9 Pencegahan
Indonesia termasuk Negara dengan endemisitas sedang-tinggi, maka
semua orang di Indonesia mempunyai kemungkinan untuk tertular. Saat ini
program imunisasi masal HBV dilakukan di 130 dari 216 negara karena masih
masalah dana. Prioritas utama vaksinasi adalah bayi, anakk, kelompok berisiko
tinggi (misalnya kontak erat dengan pengidap), petugas laboratorium, petugas
rumah sakit (terutama unit hemodialisa), penderita penyakit darah.4
Untuk pencegahan penularan secara vertikal pada masa perinatal, terhadap
seorang ibu yang melahirkan dengan HBsAg positif dengan atau tanpa adanya
HBeAg, maka kepada bayinya diberikan vaksinasi pasif HBIG dan vaksinasi
aktif. Pembberian HBIG saja tanpa vaksinasi aktif hanya memberikan
perlindungan selama 6 bulan sehingga masih memungkinkan terjadinya infeksi
HBV. Factor yang berpengaruh dalam reaksi imunologis adalah dosis,vaksin,
umur, dan kondisi imunologis. Sebaiknya diberikan dosis sesuai dengan
rekomendasi yaitu 5-10 mcg. Bila dosis dikurangi maka niilai titer antibodi juga
turun.4
Vaksin hepatitis B

16

CDC (2000) telah menerbitkan rekomendasi untuk praktik pemberian


imunisasi sebbelum dan sesudah pajanan virus. Vaksin hepatitis B terdiri atas
partikel antpigen permukaan hepatitis B yang diinaktifkan (HBsAg) dan
diabsorbsi dengan tawas, dimurnikan dari plasma manusia/karier hepatitis. Vaksin
ini sudah diganti dengan vaksin rekombinan. Vaksin rekombinan HBsAg
(rHBsAg) diproduksi dengan rekayasa genetic galur Saccharomyces cerevisiae
Saccharomyces cerevisiae yang lebih mudah untuk mengandung plasmid/gen
untuk antigen HBsAg. Produksi vaksin hepatitis B dari jamur dengan teknik
rekombinan, merupakan cara yang lebih mudah untuk memproduksi vaksin dalam
jumlah besar dan aman dibanding dengan yang diproduksi dari serum.5,9

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


-Umur
-Jenis kelamin
-Tingkat Pendidikan
-Pekerjaan
HEPATITIS B
3.2 Definisi Operasional

17

Variabel

Umur

Jenis
Kelamin

Tingkat
Pendidikan

Pekerjaan

Definisi
Operasional

Alat dan
Cara
Pengukuran
Rekam Medik

Suatu
Tingkat
keberadaan
yang dapat
mempengaru
hi status
pendidikan
dan pekerjaa
Kelompok
Rekam Medik
yang
terindikasi
menularkan
atau
ditularkan
penyakit
Makin tinggi Rekam Medik
tingkat
pendidikan
seseorang
maka makin
mudah
menerima
informasi
Keadaan
Rekam Medik
dimana
penderita
mendapatka
n penyakit
secara sadar
maupun
tidak sadar
dengan atau
tanpa alas an

Hasil pengukuran

Skala
Pengukuran

6-18 tahun
19-25 tahun
26-65 tahun

Interval

Laki-laki dan
Perempuan

Nominal

Rendah (SD-SMP)
Tinggi (SMA-PT)

Ordinal

Pelajar/Mahasiswa
Wiraswasta
Pegawai Negeri
Pengangguran

Nominal

18

BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan pendekatan
case control yaitu penelitian yang mencari penyebab yang sifatnya retrospektive,
efek diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko terjadinya pada waktu
yang lalu. Pada saat penelitian, sebab kibat sudah ada atau terjadi pada saat
penelitian dilakukan (medical record).
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
4.2.1 Tempat Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Haji Medan.

19

4.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan pada tanggal 27 Oktober 4 November 2014
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan diteliti.
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
a

Keseluruhan pasien yang terdiagnosa Hepatitis B yang dirawat di


bagian departemen Anak dan Penyakit dalam di Rumah Sakit Haji
Mina Medan tahun 2013.

Keseluruhan pasien yang tidak terdiagnosa Hepatitis B yang dirawat di


bagian departemen Anak dan Penyakit dalam di Rumah Sakit Haji
Mina Medan tahun 2013 untuk populasi kontrol.

4.3.2 Sampel Penelitian


Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil sebagai responden.
Sampel dalam penelitian ini adalah :
a

Keseluruhan pasien yang terdiagnosa Hepatitis B yang dirawat di


bagian departemen Anak dan Penyakit dalam di Rumah Sakit Haji
Mina Medan tahun 2013. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah total sampling.

Keseluruhan pasien yang tidak terdiagnosa Hepatitis B yang dirawat di


bagian departemen Anak dan Penyakit dalam di Rumah Sakit Haji
Mina Medan tahun 2013. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah simple random sampling .

20

4.4 Teknik Pengumpulan Data


4.4.1 Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data ini
diperoleh dari data pencatatan rekam medis di departemen Anak dan Penyakit
Dalam di Rumah Sakit Haji Mina Medan.
4.5 Pengolahan Data
Dilakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dan pengecekan data yang
terkumpul. Data yang telah lengkap dihitung sesuai dengan variabel yang
dibutuhkan lalu dimasukkan ke dalam tabel-tabel data. Selanjutnya dilakukan
proses penyimpanan data untuk tahap analisis data. Teknik pengolahan data yang
di gunakan pada penelitian ini adalah dengan metode chi-square dengan bantuan
perangkat komputer melalui program SPSS 19.

4.6 Analisa Data


Analisa data yang digunakan adalah univariat dan analisa bivariat.
4.6.1 Analisa Univariat
Analisis univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Data ini kan menghasilkan distribusi
frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Dalam penelitian ini distribusi
frekuensi berdasarkan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan.
4.6.2 Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan diantara dua variabel.
Analisa bivariat dalam penelitian ini untuk menilai hubungan beberapa
karakteristik yang menderita Hepatitis B di Rumah Sakit Haji Mina Medan.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Robbins SL, Kumar, Ramzi S. Buku Ajar Patologis 7 th ed volume 2.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2007; 674-83.
2.

Rampengan T, Laurent I. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak. Penerbit


Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997;158-68.

3. Sudoyo AW. Buku Ilmu Penyakit Dalam 5 th jilid II; Hepatitis Virus akut,
Hepatitis B Kronik. Penerbit buku Interna publishing. Jakarta. 2009;101102:644-52, 653-60.

22

4. Juffrie M, Sri SYS, Hanifah O. Buku Ajar Gastroentero-hepatologi Jilid 1


Catatan kedua. Penerbit Ikatan Dokteran Anak Indonesia. Jakarta.
2010;285-304.
5. Price Sylvia A. Wilson LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. 6th ed volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006;
484. 93.
6.

Benjamin WS. Lisa S, Radrigo S. Intisari Mikrobiologi dan Imunologi.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2011;84-5.

7. Kresno SB. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium 5 th ed.


Padan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2010;450-5.
8. Jawtz, Melnick, Adelberg, Janet SB. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit
Buku Kedokteran EGC 23th ed. Jakarta. 2008. 476-95.
9. Karnen GB, Iris R. Imunologi Dasar 8th ed. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009; 573,575, 583.

Anda mungkin juga menyukai