Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell Holmes (18091894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis
berarti rasa atau sensasi nyeri. Secara harfiah berarti ketiadaan rasa atau sensasi nyeri. Anestesi
umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan hilangnya kesadaran yang bersifat
sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem syaraf pusat karena adanya induksi secara
farmakologi. Terdapat beberapa daerah mikoroskopik tempat bekerjanya substansi anestesi
umum. Pada otak beberapa tempat diketahui dipengaruhi oleh aksi anestesi umum, seperti sistem
retikular, kortek serebri, nukleus kuneatus, kortek olfaktori, dan hipokampus
Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem saraf pusat (SSP) secara
reversibel. Anestesi umum mengacu pada hilangnya kemampuan untuk merasakan nyeri terkait
dengan hilangnya kesadaran yang dihasilkan oleh intravena atau anestesi inhalasi agen. Anestesi
inhalasi yang sempurna adalah yang masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan nyaman,
relaksasi ototnya sempurna, berlangsung cukup aman dan tidak menimbulkan efek toksik atau
efek samping berat dalam dosis anestetik yang lazim.
Anestetika umum inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu
pembedahan adalah N2O. Kemudian menyusul, eter, kloroform, etil klorida, halotan,
metoksifluran, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran, dan xenon. Anestetika umum inhalasi
yang umum digunakan saat ini adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, sevofluran,
dan xenon. Obat obat anestesi yang lain ditinggalkan, karena efek sampingnya yang tidak
dikehendaki.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sevofluran
2.1 Definisi
Sevofluran pertama ditemukan oleh Wallin dan Napoli tahun 1971, merupakan
fluorinasi methyl isoprophyl ether, dan merupakan salah satu obat anestesi inhalasi yang
sering digunakan untuk anestesi umum.

Gambar 1. Rumus kimia sevofluran


Sevofluran memiliki beberapa sifat, yaitu :
Berbentuk cairan, tidak berwarna, tidak berbau, tidak iritatif terhadap jalan nafas
Koefisien partisi otak / darah : 1,7
MAC (Minimal Alveolar Concentration ; konsentrasi agent inhalasi minimal
yang dapat mencegah geraksan pada 50% pasien terhadap respon stimulus

standar / irisan operasi pertama) = 2


Prosses induksi dan pemulihan yang cepat
Koefisian partisi darah/ gas pada 37 C adalah 0,59, kelarutan yang menengah

dalam darah ini menimbulkan induksi anestesia yang cepatAgen ini mempunyai daya
larut dalam darah yang rendah dan daya pengambilan dan ekskresi yang cepat. Proses
penyembuhan lebih cepat dari agen-agen anestesi inhalasi yang lain. Sehingga hal inilah
yang membuat sevofluran menjadi pilihan anestesi inhalasi untuk pasiaen-pasien anak
maupun dewasa.
2.2 Penggunaan Klinis
Komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum
Efek hipnotik
Analgetik ringan

Muscle relaxan

2.3 Dosis
Induksi : Sevofluran dapat diberikan pada anak atau orang dewasa dengan dosis
disesuakan dengan individu pasien baik dari segi umur maupun status fisik
pasien. Konsentrasi pada udara inspirasi 3%-5% bersama dengan N 2O. Pada
pasien dewasa yang diberi sevoflurane sampai 5% akan masuk pada stadium
bedah dalam waktu 2 menit, sedang pada anak-anak sevofluran dengan
konsentrasi 7% akan masuk ke stadium bedah dalam waktu kurang dari 2 menit
sedangkan pasien yang tidak mendapat premedikasi dapat diberikan sevofluran

untuk induksi sampai 8 %.


Maintenance : Setelah dicapai stadium bedah, konsentrasi sevoflurane
diturunkan untuk mempertahankan stadium anestesi, dengan konsentrasi antara
0,5 3,00 % dalam oxygen dan N2O.

2.4 Efek Terhadap Berbagai Sistem Dalam Tubuh


Sistem Saraf

Meningkatkan aliran darah di otak,


meningkatkan

Sistem Kardiovaskular

tekanan

intracranial,

menurunkan kebutuhan O2 di otak


Menurunkan kontraktilitas miokard,
namun bersifat ringan, menurunkan

Sistem Respirasi

tahanan vaskular dan curah jantung


Menyebabkan depresi pernafasan,

Sistem Muskuluskeletal
Hati

bersifat bronkondilator
Relaksasi otot
Menurunkan aliran vena porta tapi

Sistem Urinaria

meningkatkan aliran arteri hepatik


Menurunkan aliran darah renal dalam
jumlah sedikit

2.5 Biotransformasi
Sevofluran dikeluarkan melalui udara ekspirasi. Enzim P-450 memetabolisme
sevofluran, dan sekitar 2%-3% di metabolisme di dalam tubuh, kurang dari 5% di
metabolisme di hati.

2.6 Kontraindikasi
Sevofluran dikontraindikasikan pada hipovolemik berat, hipertermia maligna, dan
hipertensi intrakranial. Sevofluran juga sama seperti agen anestetik inhalasi lainnya,
dapat meningkatkan kerja pelumpuh otot.
B. Hipertermia Maligna
Hipertermi maligna pertama kali didefinisikan sebagai peningkatan suhu intra
anastesi yang progresif. Namun semakin diketahui bahwa yang dimaksud dengan hipertermi
malgina, gejala peningkatan suhu hanyalah merupakan salah satu dampak dari hipertermi
maligna.
Hipertermi maligna meruppakan suatu keadaan berat disertai dengan peningkatan
konsumsi dari energi tubuh setelah paparan obat dari obat anastesi. Semua jenis dari anastesi
inhalasi dapat memicu hipertermi maligna, keadaan tersebut tidak bergantung pada dosis dan
lama pemberian. Hipertermi malignansi hanya timbul apabila didapatkan adanya pemicu
terjadinya keadaan tersebut. Selain dipengaruhi oleh obat obat anastesi, didapatkan pula
pada beberapa kasus keadaan hipertermi malignansi yang dipengaruhi oleh olahraga
dibawah terik matahari dan stress emosional.
Kelainan genetik yang menyebabkan hipertermi maligna diturunkan secara
autosomal dominan. Sehingga apabila salah satu dari pasangan orang tua mempunyai
kelainan Hipertermi maligna maka seluruh anaknya beresiko mempunyai hipertermi maligna
juga. Kelainan terletak pada kromosom 19q12. 1 13.2, lokus dari reseptor gen ryanodin
berada.
Pada labolatorium, pajanan dari ryanodin pada sel otot skeletal individu
penyandang maligna hipertensi akan menyebabkan hiperkontraktur. Hal ini disebabkan oleh
perlepasan berlebih dari Ca dari retikulum sitoplasmik ke sitosol. Pelepasan Ca akan dimulai
oleh aktivasi suatu reseptor yang berhubungan dengan system reticulum sitoplasmik. Pada
sel hipertermi maligna pajanan denga ryonadin akan meningkatkan aktivitas dari reseptor ini
dengan peningkatan pelepasan Ca.
Pada manusia terdapat tiga reseptor ryonadin. RyR1 terletak pada otot skeletal, RyR2
pada sel jantung, dan RyR3 pada sel otak. Di setiap sel tesebut RyR akan meningkatkan

pelepasan sel Ca dari reticulum sarkoplasmik ke sitoplasma sel. Ca ini nantinya akan
mencetuskan eksitasi kontraksi sel.
Gejala klinis pertama dapat terdeteksi beberapa menit setelah terpajan zat anastetik
inhalasi. Namun keadaan tersebut dapat pula muncul setelah beberapa menit hingga
beberapa jam. Bahkan pada beberapa kasus dilaporkan serangan hipertemi maligna setelah
pasien di ekstubasi dan setelah pasien berada di ruang pemulihan.
Seringkali tanda pertama yang ditemui berupa peningkatan tonus simpatis yaitu
takikardia dan peningkatan tekanan darah yang tidak dapat diatasi dengan pemberian
analgesik. Kerap kali laporan yang datang berupa kekakuan otot yang tidak dapat diatasi
dengan pelumpuh otot.
Hiperkontraktur dari sel sel otot skelet dapat menjalar keseluruh tubuh. Namun
diketahui yang pertama kali terdeteksi adalaha kekakuan pada otototot maseter, yang
selanjutnya akan diikuti dengan kekakuan dari otototot skelet yang lainnya. Pasien
kemudian akan tampak kaku seperti kayu.
Saat terjadinya serangan hipertermi maligna pertama maka kontraksi maksimal dari
otot skelet akan berlangsung lama dan akan menyebabkan reaksi metabolism sel yang
berlebihan. Hal tersebut akan mengakibatkan konsumsi oksigen berlebih dan dapat
berdampak terjadinya hipoksia apabila asupan oksigen tidak dijaga dengan baik.
Metabolisme berlebih akan menghasilkan CO2 yang berlebih pula sebagai sampah
metabolism. Pemantauan dengan kapnograf akan sangat penting karena hal tersebut menjadi
tanda awal dari hipertermi maligna. Setelah ditemukan adanya kedua gejala awal yaitu
kekauan otototot maseter dan hiperkarbia progresif maka dapat dipastikan pasien dalam
serangan hipertermi maligna.
Pada peningkatan metabolisme secara berlebih maka peningkatan suhu merupakan
suatu hal yang lazim. Namun peningkatan suhu merupakan suatu gejala yang lambat muncul
pada keadaan hipertermi maligna. Hipertermia, ketika itu terjadi, ditandai dengan kenaikan
suhu inti pada tingkat 1-2 C setiap lima menit. Hipertermia parah (suhu inti lebih besar dari
44 C) dapat terjadi, dan menyebabkan peningkatan yang ditandai dalam konsumsi oksigen,

produksi karbon dioksida, disfungsi organ vital luas, dan disseminated intravascular
coagulation (DIC).
Akibat dari peningkatan metabolisme juga dapat diperoleh peningkatan laktat
secara berlebih. Selain itu akan diikuti pula oleh beberapa keadaan seperti hipertensi,
takikardi, dan juga aritmia yang dipicu oleh sistem simpatis.
Hipermetabolisme

tidak

terkontrol

menyebabkan

hipoksia

seluler

yang

dimanifestasikan oleh asidosis metabolik progresif dan memperburuk keadaan pasien. Jika
tidak diobati, kematian miosit akan berlangsung menerus dan berujung pada rhabdomyolysis
dalam hiperkalemia yang mengancam jiwa, myoglobinuria dapat menyebabkan gagal ginjal
akut. Komplikasi tambahan yang mengancam jiwa meliputi DIC, gagal jantung kongestif,
iskemia usus, dan sindrom kompartemen anggota badan sekunder untuk otot yang bengkak,
dan gagal ginjal dari rhabdomyolysis. Memang, ketika suhu tubuh melebihi sekitar 41 C,
DIC adalah penyebab kematian yang biasa terjadi.
Diagnosa hipertermi maligna ditegakkan melalui pemeriksaan gold standard yaitu
contracture kafein-halotan, yaitu kontarktur dari serat otot dengan paparan halotan atau
kafein . Dua bentuk tes ini telah dikembangkan, pertama oleh European Malignant
Hyperthermia Group (EMHG) dan yang lainnya oleh North American Malignant
Hyperthermia Group (NAMHG). Tampak adanya perbedaan yang signifikan antara dua
pengembangan tersebut.4,6
Menggunakan protokol EMHG , seorang individu dianggap rentan terhadap
maligna hipertermi sindrom (MHS) ketika kedua kafein dan hasil tes halotan positif
.Diagnosis maligna hipertermi normal (MHN) diperoleh ketika kedua tes negatif. Diagnosis
ketiga , maligna hipertermi samar-samar (MHE) , diperoleh ketika hanya salah satu halotan
atau tes kafein positif. Menggunakan protokol NAMHG , seorang individu didiagnosis
sebagai MHS ketika salah satu dari halotan atau kafein tes positif , dan MNH ketika kedua
tes negatif. Protokol EMHG dapat mengurangi kemungkinan hasil positif dan negatif palsu
jika dibandingkan dengan protokol NAMHG namun didapatkan hasil yang sama secara
keseluruhan.
Beberapa langkah yang perlu diambil secara simultan :

Hentikan zat anastesi inhalasi


Naikkan ventilasi semenit untuk menurunkan ETCO2
Berikan dantrolen sodium, dengan dosis inisial 2,5 mg / Kg BB
Mulai dinginkan pasien sampai 38,5 0C lalu stop
Periksa gula darah, elektrolit, CK, darah, dan urin
Hiperkalemia diatasi dengan hiperventilasi, insulin, dan glukosa
Periksa koagulasi lengkap setiap 612 jam. DIC dapat teradi jika suhu melampaui 41 0 C
Terapi setelah krisis teratasi :

Lanjutkan pemberian dantrolen 1 mg / KgBB setiap 4 8 jam. Pemberian diberikan

selama 24 48 jam. Hal ini ditujukan untuk mencegah timbulnya serangan lagi.
Usahakan produksi urin 2 ml / Kg / jam. Bila perlu dengan bantua manitol atau

furosemide dengan pemberian cairan yang apropiat


Evaluasi diperlukannya pemantauan invasif dan ventilator mekanik
Observasi di ICU hingga 36 jam
Rekomendasikan pasien dan keluarga untuk menjalani tes kontraktur dan / atau dengan
pemeriksaan kromosom
Untuk mencegah terjadinya hipertermia maligna, ada beberapa hal yang bisa

dilakukan yaitu dengan tindakan preventif meliputi riwayat anestesi menyeluruh untuk
menentukan kemungkinan pasien atau anggota keluarga setelah mengalami episode maligna
hipertermi. Ketika kecurigaan maligna hipertermi ada, anggota keluarga tidak boleh
diberikan agen anestesi yang dapat memicu, yaitu agen anestesi kuat volatil seperti halotan,
sevofluran, desfluran, enflurane, isoflurane dan succinylcholine.

C. Dantrolen
Dantrolen merupakan turunan dari hidantoin. Obay ini digolongkan sebagai muscle
relaxant. Namun struktur dan farmakologinya sama sekali berbeda dengan muscle relaxant
lainnya.

Mekanisme Kerja
Dantrolen menyebabkan relaksasi dari otot rangka dengan cara menghambat
pelepasan ion Ca dari retikulum sarkoplasmik. Kekuatan kontraksi otot dapat diturunkan 75
80 %. Dalam pemberian dosis terapi maka obat ini tidak akan mempengaruhi saraf, otot
jantung, maupun otot polos. Dantrolen juga tidak mempunya pengaruh terhadap GABA.
Dosis Pemberian
Dosis inisial ketika timbul hipertermi maligna adalah 2,5 mg/kg. Pemberian
secara bolus cepat intravena. Dosis berikutnya diberikan secara titrasi bergantung pada kadar
CO2 darah. Dosis maksimal 10 mg / Kg, namun jika diperlukan dapat lebih dari ini.

Anda mungkin juga menyukai