Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Geometri Jalan Angkut


Setiap operasi dalam penambangan tentu memerlukan jalan tambang
sebagai sarana infrastruktur yang sangat penting di dalam lokasi
penambangan maupun di sekitar-nya. Fungsi jalan tambang yaitu sebagai
penghubung lokasi-lokasi penting , antara lain lokasi tambang dengan area
crusing plant, pengolahan bahan galian, perkantoran, perumahan karyawan
dan tempat-tempat lain di sekitar wilayah penambangan.
Geometri jalan angkut adalah bagian dari perencanaan yang lebih di
tekankan pada rencana bentuk fisik jalan sehingga bisa memenuhi fungsi
dasar jalan, diantaranya untuk memberi pelayanan yang optimal pada
aktifitas lalulintas yang beroperasi, karena tujuan perencanaan geometri
jalan angkut adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, memaksimalkan
pelayanan,

dan

memaksimalkan

tingkat

penggunaan

serta

biaya

pelaksanaan. Bentuk, ukuran dan ruang jalan dapat dikatakan baik, jika
memberikan rasa nyaman dan aman pada pengguna jalan. Dalam hal ini
yaitu perusahaan.
Geometri jalan angkut yang harus diperhatikan sama seperti pada
jalan raya umumnya, yaitu: (1) lebar jalan angkut, (2) jari-jari tikungan dan
super- elevasi, kemiringan jalan, dan cross slope. Dalam tambang alat

angkut atau truk-truk tambang pada umumnya berdimensi lebih besar,


panjang, dan lebih berat dibanding kendaraan angkut yang digunakan di
jalan raya. Oleh sebab itu, geometri jalan harus sesuai dengan dimensi alat
angkut yang digunakan agar alat angkut tersebut dapat bergerak leluasa pada
kecepatan normal dan aman.

2.1.1.Lebar Jalan Angkut


Jalan angkut yang lebar diharapkan akan membuat lalulintas
pengangkutan lancar dan aman. Namun, karena keterbatasan dan kesulitan
yang muncul di lapangan, maka lebar jalan minimum harus diperhitungan
dengan cermat. Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok
(tikungan) berbeda, karena pada posisi membelok kendaraan akan
membutuhkan ruang gerak yang lebih lebar akibat jejak ban depan dan
belakang yang ditinggalkan di atas jalan melebar. Di samping itu,
perhitungan lebar jalan pun harus mempertimbangkan jumlah lajur, yaitu
lajur tunggal untuk jalan satu arah atau lajur ganda untuk jalan dua arah.

A. Lebar Jalan Angkut Pada Jalan Lurus


Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau
lebih,menurut Aashto Manual Rural High Way Design, harus ditambah
dengan setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan
(lihat Gambar 1). Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana
untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of

thumb atau angka perkiraan seperti terlihat pada Tabel 1, dengan pengertian
bahwa lebar alat angkut sama dengan lebar lajur.
Tabel 2.1
Lebar Jalan Angkut Minimum
Jumlah Jalur
Faktor Pengali Lebar
Truck
Jalan Angkut Minimum
1
2,00
2
3,50
3
5,00
4
6,50
(Sumber : Awang Suwandhi, 2004)
Dari kolom perhitungan pada Tabel 2.1 dapat ditetapkan rumus lebar
jalan angkut minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan
jumlah lajur yang direncanakan masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar
jalan angkut pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut:

L min = n.Wt + (n + 1) (.Wt)


di mana : L min
n
Wt

= lebar jalan angkut minimum, meter


= jumlah lajur yang digunakan
= lebar alat angkut, meter

(Sumber : Awang Suwandhi, 2004)


Gambar 2.1
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur
B. Lebar Jalan Pada Tikungan/Belokan
Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar
daripada lebar jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum
pada belokan didasarkan atas:
1) Lebar jejak ban;
2) Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok;
3) Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan;
4) Jarak dari kedua tepi jalan.
Sehingga dapat dihitung lebar jalan minimum pada belokan, yitu
dengan rumus :
W = 2 (U + Fa + Fb + Z) + C
C = Z = (U + Fa = Fb) / 2

Dimana :
Wmin

= lebar jalan angkut minimum pada belokan, m

= lebar jejak roda (center to center tires), m

Fa

= lebar juntai (overhang) depan, m

Fb

= lebar juntai belakang, m

= lebar bagian tepi jalan, m

= jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m

(Sumber : Awang Suwandhi, 2004)


Gambar 2.2
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur Pada Tikungan/Belokan

2.1.2. Jari-Jari Tikungan/Belokan


Jari-jari tikungan atau radius tikungan merupakan perhitungan dari
alat angkut pada saat melalui tikungan atau belokan,besar jari-jari tikungan
dipengaruhi oleh kecepatan kendaraan dan superelevasi jalan.

A. Jari-jari tikungan

Jari-jari tikungan jalan angkut berhubungan dengan konstruksi alat


angkut yang digunakan, khususnya jarak horizontal antara poros roda
depan dan belakang.

(Sumber : Awang Suwandhi, 2004)


Gambar 2.3
Sudut Maksimum Penyimpangan Kendaraan
Dimana R = jari-jari belokan jalan angkut, m
W = jarak poros roda depan dan belakang, m
= sudut pernyimpangan roda depan, o

Besarnya jari-jari belokan minimum pada jalan dapat dihitung


dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
V2
127(e f )
R=
Dimana :
e = Superelevasi, mm/m

10

f = Friction factor
V = Kecepatan rencana kendaraan (km/jam)
R = Jari-jari belokan, m
Jari-jari tikungan jalan angkut (R) adalah jari-jari yang
besarnya dihitung dari pusat tikungan sampai perpotongan garis-garis
yang ditarik dari titik di mana jalan mulai membelok, sampai akhir
belokan.
Semakin besar jari-jari tikungan untuk sudut tikungan yang
sama maka jari-jari tikungan yang lebih besar akan lebih memberikan
rasa aman bagi pengemudi karena kendaraan tidak perlu mengurangi
kecepatannya seperti pada jari-jari tikungan yang lebih kecil. Ini
berarti besarnya radius tikungan minimum dipengaruhi oleh nilai
superelevasi (e) dan koefisien gesekan melintang maksimum,
sehingga terdapat nilai radius tikungan minimum untuk nilai
superelevasi maksimum dan koefisien gesekan melintang maksimum.

B. Tikungan Berbentuk Lingkaran (FC)


terdapat tikungan yang lengkungannya dirancang cukup dengan
sebuah jari-jari saja. Bentuk tikungan FC ini biasanya dirancang untuk
tikungan yang besar, sehingga tidakterjadi perubahan panjang jari-jari
(R ) sampai ke bentuk jalan yang lurus berikutnya.

PI

11

T
E

ST

TS

1/2

1/2

(Sumber : Awang Suwadhi, 2004)


Gambar 2.4
Sudut Maksimum Penyimpangan kendaraan
Parameter-parameter yang ditetapkan di dalam merancang tikungan
FC meliputi kecepatan (km/jam), sudut diukur dari Gambar() dan jari-jari
(m). Sedangkan panjang T, E dan L dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
T = R tan
E = T tan
L = 0,01744 R
Batasan yang dipakai di Indonesia dengan menggunakan tikungan
bentuk lingkaran (FC) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2
Batas Tikungan Bentuk FC

12

VR

km/jam
Rmin , m

120

100

80

2500 1500 1100

60

50

40

30

20

70
0

40
0

30
0

13
0

60

2.1.3. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentuk oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam
karena perbedaan ketinggian. Fungsi superelevasi untuk mengatasi gaya
sentrifugal kendaraan pada saat membelok.
Berdasarkan teori T. Atkinson D.I.C pada kondisi jalan kering, nilai
superelevasi merupakan maksimum 60 mm/m sedangkan pada kondisi jalan
yang penuh lumpur atau licin superlelevasi terbesar 90 mm/m.

Gambar 2.5. Superelevasi


Pada jalan belokan merupakan daerah berbahaya karena pada jalan
belokan tersebut dump truck akan mengalami gaya sentrifugal. Untuk
mengimbangi gaya tersebut maka pada jalan belokan diperlukan kemiringan

13

jalan atau superelevasi yaitu perbedaan ketinggian tepi jalan terluar dengan
tepi jalan bagian dalam pada suatu tikungan.
Yang dimaksud dengan superelevasi adalah kemiringan melintang
pada belokan jalan. Untuk menghitung besarnya superelevasi dapat
menggunakan rumus sebagai berikut :

e+f=

V2
127 R

Dimana :
e = Superelevasi, m/m
f = Koefisien gesekan melintang maksimum
V = Kecepatan kendaraan (km/jam)
R = Jari-jari tikungan, m
2.1.4. Kemringan Jalan Angkut
Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan
alat angkut baik dalam pengereman ataupun dalam mengatasi tanjakan.
Kemiringan jalan umumnya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan jalan
maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut khususnya dump
truk, berkisar antara 10% - 15% atau sekitar 6o-8,50o. Sedangkan untuk jalan
naik maupun jalan turun pada daerah perbukitan lebih aman pada
kemiringan jalan 8% (=4,50o). Secara teoritis kemiringan maksimum jalan
angkut yang dapat diatasi truk dapat diketahui berdasarkan jumlah rimpull
yang tersedia dan jumlah rimpull yang dibutuhkan untuk mengatasi tahanan
gulir (rolling resistance) dan tanjakan (grade resistance). Agar kendaraan

14

dalam keadaan setimbang, maka rimpull yang dibutuhkan oleh kendaraan


harus sama dengan rimpull yang tersedia pada kendaraan.
Rimpull yang tersedia pada kendaraan dapat dihitung sebagai berikut:
Hp x 375 x Efisiensi Mekanis
Kecepatan (mph)
Rimpull tersedia =
Rimpull yang diperlukan:
Rimpull untuk mengatasi tahanan gulir:
Rp1 = w x RR
Dimana :
Rp1 = Rimpull untuk mengatasi tahanan gulir, lb
w = berat kendaraan bermuatan, ton
RR = tahanan gulir, lb/ton
Sedangkan rimpull untuk mengatasi tanjakan adalah sebesar 20
lb/ton untuk setiap 1 % kemiringan tanjakan per ton berat kendaraan. Besar
rimpull yang dibutuhkan untuk mengatasi tanjakan dapat dicari dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Rp2 = w x Rpt x G
Dimana :
Rp 2 = rimpull untuk mengatasi tanjakan, lb
w = berat kendaraan bermuatan, ton
Rpt = 20 lb/ton/%
G = kemiringan, %
Rimpull yang tersedia = Rimpull yang diperlukan

2.1.5. Kemiringan Melintang (Cross Slope)


Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mem-punyai
bentuk penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan
untuk memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka

15

air yang ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan
angkut, tidak berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini
penting karena air yang menggenang pada permukaan jalan angkut akan
membahayakan kendaraan yang lewat dan mempercepat kerusakan jalan.

(Sumber : Awang Suwandhi, 2004)


Gambar 2.6
Penampang Melintang Jalan Angkut

2.2. Tahanan Gulir (Rolling Resistance)


Tahanan gulir yaitu gaya penahan gerakan yang terjadi pada
kendaraan yang terkonsentrasi pada ban. Dalam perhitungan tahanan gulir,
yang harus diperhitungkan hanyalah untuk alat berat/besar yang beroda ban.
Tetapi untuk alat-alat berat yang beroda rantai (track type vehicles) untuk
keperluan praktis tidak diperhitungkan adanya tahanan gulir (meskipun
sebetulnya ada, yaitu tahanan gulir dikarenakan internal friction).

16

Dasar pemikiran ini dikarenakan bahwa track type vehicles


rodanya berjalan pada steel roadway yaitu pada track-nya sendiri. Dengan
anggapan permukaan jalan dari besi di mana keadaannya selalu keras dan
licin maka tidak pernah terjadi tire flexing maupun tire penetration. Oleh
karena itulah pada track type vehicles tidak terjadi tahanan gulir yang harus
diatasi oleh drawbar pull.
Besarnya tahanan gulir dinyatakan dalam lbs dari rimpull yang
diperlukan untuk menggerakkan tiap gross ton berat kendaraan beserta
isinya pada jalur jalan mendatar dengan kondisi jalan tertentu.
Tabel 2.4. Industry Accepted Standard Of Roling Resistance

17

(Sumber : Ir. Yanto Indonesianto, M.Sc, 2007)

Anda mungkin juga menyukai