Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Definisi Luka
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah
kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain. Definisi
lainnya yaitu luka adalah rusaknya struktur dan fungsianatomis kulit normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu. Ketika
luka timbul, beberapa efek akan muncul:
1.
2.
3.
4.
5.

Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ


Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah
Kontaminasi bakteri
Kematian sel.

2.2 Jenis-Jenis Luka


Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka
Jenis-jenis luka digolongkan berdasarkan :
1. Berdasarkan sifat kejadian, dibagi menjadi 2, yaitu luka disengaja (luka terkena radiasi
atau bedah) dan luka tidak disengaja (luka terkena trauma). Luka tidak disengaja dibagi
menjadi 2, yaitu :
a. Luka tertutup : luka dimana jaringan yang ada pada permukaan tidak rusak (kesleo,
terkilir, patah tulang, dsb).
b. Luka terbuka : luka dimana kulit atau selaput jaringan rusak, kerusakan terjadi karena
kesengajaan (operasi) maupun ketidaksengajaan (kecelakaan).
2. Berdasarkan penyebabnya, di bagi menjadi :
a. Luka mekanik (cara luka didapat dan luas kulit yang terkena)

Luka insisi (Incised wound), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Luka dibuat secara sengaja, misal yang terjadi akibat pembedahan.

Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh
darah yang luka diikat (ligasi).

Luka memar (Contusion Wound), adalah luka yang tidak disengaja terjadi
akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh: cedera pada
jaringan lunak, perdarahan dan bengkak, namun kulit tetap utuh. Pada luka
tertutup, kulit terlihat memar.

Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

Luka tusuk (Punctured Wound), luka ini dibuat oleh benda yang tajam yang
memasuki kulit dan jaringan di bawahnya. Luka punktur yang disengaja
dibuat oleh jarum pada saat injeksi. Luka tusuk/ punktur yang tidak disengaja
terjadi pada kasus: paku yang menusuk alas kaki bila paku tersebut terinjak,
luka akibat peluru atau pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang
kecil.

Luka gores (Lacerated Wound), terjadi bila kulit tersobek secara kasar. Ini
terjadi secara tidak disengaja, biasanya disebabkan oleh kecelakaan akibat
benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Pada kasus kebidanan:
robeknya perineum karena kelahiran bayi.

Luka tembus/luka tembak (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus


organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi
pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar, bagian tepi luka
kehitaman.

Luka bakar (Combustio), luka yang terjadi karena jaringan tubuh terbakar.

Luka gigitan (Morcum Wound), luka gigitan yang tidak jelas bentuknya pada
bagian luka.

b. Luka non mekanik : luka akibat zat kimia, termik, radiasi atau serangan listrik.
3. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%.
b. Clean-contamined

Wounds (luka

bersih

terkontaminasi),

merupakan

luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam


kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% 11%.
c.

Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka


akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau

kontaminasi dari saluran cerna. Pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% 17%.
d.

Dirty or Infected Wounds (luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya


mikroorganisme pada luka.

4. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka


a. Stadium I : Luka Superfisial (Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi
pada lapisan epidermis kulit.
b.

Stadium II : Luka Partial Thickness : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan
epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya
tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka Full Thickness : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka Full Thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
5. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b.

Luka kronis : yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2.3 Fase penyembuhan luka


Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan yang
rusak. Penyembuhan luka melibatkan integrasi proses fisiologis. Sifat penyembuhan pada
semua luka sama, dengan variasinya bergantung pada lokasi, keparahan dan luasnya cedera.
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan
dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada
luka pembedahan (Kozier,1995). Menurut Kozier, fase penyembuhan luka adalah sebagai
berikut.

1.

Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan)
akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah,
endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang
menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan
luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah
kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari
luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan
dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan
untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat
ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses
penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial.
Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24
jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui
proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis
(AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon
inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan.

2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah
luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen
dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka.
Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka.
Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak
dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring
perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut
granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
3.

Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.

Sedangkan menurut Gruendemann. Dkk dalam buku Keperawatan Perioperatif (519-520),


fase penyembuhan luka sebagai berikut.

1.

Fase peradangan (Inflamatori)


Fase peradangan dimulai saat insisi bedah dan berlanjut selama 4-5 hari. Selama
waktu ini, luka memperlihatkan tanda-tanda klasik peradangan seperti kemerahan,
panas, nyeri dan pembengkakan. Selama fase ini terdapat dua peristiwa utama,
hemostasis dan fagositosis. Peristiwa awal bermula saat dinding pembuluh terpotong
sewaktu insisi bedah. Cedera pada dinding pembuluh tersebut mengaktifkan trombosit
dann menyebabkan kontriksi otot polos transien. Kejadian-kejadian ini memicu
pembentukan bekuan dan hemostasis. Segera sesudahnya, baik trombosit maupun
fragmen-fragmen system komplemen mengeluarkan berbagai faktor stimulasi yang
meningkatkan aliran darah dan permeabilitas kapiler darah halus dan menyebabkan
semua pembuluh halus lokal berdilatasi dan tetap berdilatasi selama beberapa waktu
setelah cedera. Hal ini memungkinkan leukosit fagositik (neutrofil dan makrofag)
yang dalam keadaan normal dorman bermigrasi ke tempat luka.
Fagositosis dipicu oleh neutrofil. Cooper (1990) menyatakan bahwa, walaupun
neutrofil memiliki waktu penuh dalam sirkulasi hanya 6 jam, namun sel-sel ini cukup
efektif dalam membersihkan luka dari pencemaran bakteri dalam jumlah normal.
Aktivitas makrofag dimulai dalam 24 jam setelah insisi dan dapat berlanjut sampai
beberapa minggu. Cooper juga mencatat bahwa makrofag sekarang dianggap sebagai
sel esensial untuk proses penyembuhan, karena perannya dalam sekresi faktor
angiogenesis.

2.

Fase poliferasi
Fase poliferasi dimulai selama stadium peradangan dan berlanjut selama sekitar 21
hari. Tepi luka tampak merah muda cerah dan ridge (punggung, bubungan)
penyembuhan terbentuk 5-7 hari setelah insisi. Selama fase ini terjadi tiga kejadian
utama, epitelisasi, neovaskularisasi dan sintesis kolagen.
Epitelisasi dimulai dalam 24 jam setelah insisi. Mitosis sel basal dan migrasi sel basal
marginal bekerjasama untuk menjembatani celah yang tercipta oleh insisi. Dalam 48
jam, keseluruhan daerah telah dire-epitelisasi. Madden dan Arem (1981) mencatat
bahwa respons cepat terhadap cedera ini tidak terbatas di daerah permukaan. Dengan
demikian, benang yang berada di luka kulit selama lebih dari beberapa hari akan
mengalami epitelisasi di saluran yang diciptakan oleh benang tersebut. Hal ini dapat
menyebabkan bekas luka jahitan atau bahkan abses steril.
Neovaskularisasi terjadi akibat angiogenesis. Proses ini dimulai 2 hari setelah operasi
dan mencapai aktivitas puncak dalam 7hari. Sel-sel endotel pembuluh yang ada
berproliferasi untuk membentuk kapiler baru, yang merupakan penyebab mengapa
tepi luka tampak berwarna merah muda terang. Wysocki (1989) mencatat bahwa
setelah 6 sampai 8 minggu, peradangan mereda, vaskularitas berkurang dan warna
kulit kembali ke normal.
Sintesis kolagen adalah fungsi fibroblast. Selain mengeluarkan AGF, makrofag juga
mensekresikan factor penstimulasi fibroblast, yang berkombinasi dengan factor
pertumbuhan yang dikeluarkan oleh trombosit yang mati pada saat-saat pertama
cedera, untuk menyebabkan influx fibroblast ke dalam luka pada sekitar 24 jam
kemudian. Serat-serat kolagen muncul pada hari ketiga. Fibroblast dengan cepat
mensintetis kolagen dan bahan dasar (ground substance), dan puncak produksi

berlangsung dari hari ke-5 sampai ke-7. Kolagen jaringan nonluka cukup kuat, tetapi
kolagen yang baru terbentuk, yang terdiri atas serat berukuran kecil dan kurang
teratur, lemah. Kekuatan peregangan (tensile strength) kolagen ini meningkat dengan
setelah hari ke-5.
3. Fase pematangan (Maturasi)
Fase pematangan penyembuhan dimulai sekitar 21 hari setelah insisi dan dapat
berlangsung setahun atau lebih. Kolagen yang dihasilkan lebih tebal dan lebih
kompak dan serat-seratnya mulai membentuk ikatan silang. Kedua fenomena ini
meningkatkan kekuatan peregangan luka. Sebagian besar luka memperoleh kembali
sekitar 50% kekuatannya semula 6 minggu setelah pembedahan dan terus mengalami
peningkatan kekuatan dengan tingkat yang konstan tetapi lebih lambat selama lebih
dari setahun. Hanya sedikit luka yang dapat memiliki kembali kekuatan seperti
sebelum insisi.
Remodeling kolagen yang bermakna terjadi selama stadium ini, disertai pembentukan
dan penyerapan jaringan parut. Reabsorpsi kelebihan kolagen akan menimbulkan
remodeling jaringan parut, meningkatkan kelenturannya, dan menyebabkan kontraksi
garis jahitan. Perlu dicatat bahwa remodeling berlangsung lebih lama pada orang
muda, sebagian jaringan parut memerlukan waktu sampai 2 tahun untuk
menyelesaikan remodelingnya.
2.4 Faktor yang memengaruhi penyembuhan luka
faktor sistemik, antara lain:
a. Usia, luka pada anak-anak biasanya sembuh lebih cepat dari pada orang dewasa
karena metabolism tubuh mereka lebih cepat dan memiliki sirkulasi darah yang
lebih baik. Orang dewasa atau lansia penyembuhannya lambat karena gangguan
sirkulasi darah yang dialami mereka.
b. nutrisi, khususnya vitamin C yang jika kekurangan dapat menghambat proses
sintesis kolagen
c. kortikosteriod bias menekan inflamasi
d.
status metabolik, seperti penyakit diabetes mellitus yang menyebabkan
penyembuhan lambat karena mikroangiopati
e. status sirkulasi darah yang baik bias membawa zat nutrisi, komponen darah, dll.
f. hormonal, seperti glukokortikoid yang bisa menghambat sintesis kolagen
g. penyakit jaringan ikat
h. penyakit imunosupresi

Anda mungkin juga menyukai