Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KE- I

PENGEMBANGAN PRODUK DAN EVALUASI SENSSORIS


PENELITIAN SEDERHANA RESPON MASYARAKAT TERHADAP
PRODUK TEMPE KACANG KOMAK
Dosen Pengampu Kelas J : Elok waziroh, STP., Msi.

Disusun Oleh:
Meszieshan Pienasthika

125100101111028

Nanda Puspita Sari

125100101111026

Nurul Akmalia

125100101111053

Dewi Perceka Sari

125100100111038

Lestari Puji Astuti

125100107111045

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB. I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tempe merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Tempe tidak hanya disukai
rakyat di negeri kita saja, di luar negeripun penggemar tempe sudah berkembang pesat,
terutama di Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa. Kebutuhan akan tempe
semakin lama semakin meningkat, karena sebagian orang mulai merasakan betapa terbatas
dan mahalnya bahan sumber protein hewani. Secara ekonomis harga tempe lebih murah
daripada daging, sementara protein tempe dapat dijadikan alternative pengganti protein
daging.
Selama ini bahan baku yang digunakan untuk membuat tempe adalah kacang kedelai.
Namun, beberapa tahun terakhir produksi kedelai Indonesia merosot. Menurut Arie (2013),
total kebutuhan kedelai dalam negeri pertahun mencapai 2,4 juta ton, sementara produksi
kedelai lokal hanya 900 ribu ton. Artinya, produksi kedelai dalam negeri belum mampu
memenuhi kebutuhan untuk bahan baku pangan dan pakan. Ketidakmampuan produksi untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri telah menyebabkan impor kedelai terus meningkat setiap
tahunnya. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dicari alternative pemanfaatan kacangkacangan selain kedelai. Salah satu kacang yang dapat dijadikan pengganti kedelai dalam
pembuatan tempe adalah kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet).
Kacang komak memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi. Kandungan
protein kacang komak menempati urutan ketiga setelah kacang tanah dan kacang kedelai.
Selain itu, kandungan lemak dan serat biji kacang komak terendah diantara kacang-kacangan
yang ditanam di Indonesia (Utomo et.al., 1991). Hal tersebut menjadikan kacang komak
berpotensi menggantikan sebagian atau seluruh bahan baku produk kedelai, termasuk tempe.
Menurut Trustinah dan Kasno (2002), kandungan nutrisi dan energi dalam setiap 100 g bahan
adalah 9,6 g air; 25 g protein; 0,8 g lemak; 60,1 g karbohidrat; 1,4 g serat; 3,2 g abu; dan
energi sebesar 335 kal. Selain itu, kacang komak juga mempunyai komponen fungsional
terdiri dari serat pangan, oligosakarida, globulin 7 S dan 11 S, fitosterol, dan flavonoid.
Kacang komak juga terbukti mampu menurunkan berat badan, kolesterol darah, dan kadar
gula darah. Selain karena kandungan gizinya, kacang komak dapat dijadikan alternative
pengganti kedelai lantaran tingginya produktivitas kacang komak, yang merupakan tanaman
tropis. Produktivitas kacang komak berkisar antara 6-10 ton per hektar, jauh lebih tinggi
dibandingkan kedelai yang rata-rata hanya 2-3 ton per hektar. Kacang komak dapat ditanam
di lahan marjinal sehingga tidak membutuhkan banyak input produksi seperti pupuk dan air,
serta lebih tahan lama. Penanaman kacang komak pada lahan marjinal justru akan
memperbaiki struktur tanah karena akar tanaman ini mengikat unsur nitrogen (Suharjanto,
2010). Sehingga kacang komak berpotensi untuk dibudidayakan di Indonesia dan dapat
menjadi bahan baku pembuatan tempe.
2. Tujuan
1. Mengetahui respon masyarakat sebagai konsumen terhadap produk tempe
2. Mengetahui respon dan ketertarikan masyarakat terhadap inovasi produk tempe
kacang komak
3. Mengkaji respon penerimaan masyarakat terhadap tempe kacang komak melalui
kuesioner.

BAB. II METODE PENELITIAN

1. Sampel (Responden)
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu
polpulasi. Dalam tugas ini pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling
yaitu metode yang menggunakan orang yang secara kebetulan bertemu sebagai sampel
(responden) yang akan mengisi kuisioner, pengambilan secara random dikarenakan tempe
merupakan produk pangan yang secara umum telah diketahui dikonsumsi oleh semua
golongan/kalangan sebagai makanan sehari-hari atuapun hanya sebagai camilan. Jumlah
responden adalah 70 orang, dengan rincian sebagai berikut:
Diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin
NO
1
2

JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
TOTAL

JUMLAH
21
49
70

PERSENTASE (%)
30
70
100

Diklasifikasikan berdasarkan usia


NO
1
2
3
4
5

USIA
1 s/d 10 th
11 s/d 20 th
21 s/d 30 th
31 s/d 40 th
41 s/d 50 th
TOTAL

JUMLA
H
1
30
23
7
9
70

PERSENTASE (%)
1
43
33
10
13
100

2. Metode yang digunakan adalah deskriptif konklusif kualitatif dan kuantitatif.


a. Wawancara
Dilakukan wawancara (tanya jawab) terstruktur pada responden ketika responden mengisi
kuisioner. Tanya jawab tersebut dilakukan untuk mengarahkan responden dalam menjawab
pertanyaan kuisioner, sehingga didapatkan jawaban yang terarah sesuai dengan yang
diharapkan, dapat mengerti apa yang tidak dimengerti responden terkait kuisioner yang
diberikan, dapat memberikan informasi pada responden, dan didapatkan alasan jawaban dari
responden yang tidak tertulis pada lembar kuisioner.
b. Kuisioner
Dilakukan penyebaran kuisioner pada lokasi sekitar Universitas Brawijaya, area kos, dan
area rumah dari rekan satu tim. Kuisioner terdiri dari 9 pertanyaan, 5 bagian merupakan
pertanyaan mengenai tempe kedelai yang dikonsumsi oleh responden, dan 4 bagian
merupakan mengenai tempe kacang komak.
3. Prosedur Pengumpulan Data Kuisioner
Perkenalan diri
dan sampaikan
tujuan
Dilakukan analisa
hasil kuisioner

Penjelasan singkat Tempe


Kacang Komak
Didapatkan hasil kuisioner,
sampaikan terimkasih

BAB. III PEMBAHASAN


Analisa Hasil Kuisioner

Arahan pengisian
kuisioner
Wawancara
terstruktur/tanya-jawab

Tingkat Ke sukaan Re sponde d te rhadap Tempe


4%

Iya
Tidak

96%

1.

Berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebar, 67 orang dari 70 responden menjawab
Iya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan masyarakat menyukai tempe. Tempe
merupakan salah satu bahan makanan yang merakyat karena dari segi harga dan manfaatnya
tidak diragukan lagi. Hal inilah yang memungkinkan tempe disukai banyak orang. Menurut
Cahyadi (2006), kadar protein pada tempe cukup tinggi yaitu 41,4% dan telah memenuhi
syarat mutu tempe kedelai yaitu minimal 20% (b/b). Tempe juga memiliki kandungan air
yang cukup tinggi yaitu 61,2% dan kandungan karbohidratnya sebesar 29,6%. Secara
kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih rendah dari pada nilai gizi kedelai. Namun, secara
kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini
disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim
Proteolitik (Widianarko, 2002). Selain kandungan gizinya yang tinggi tempe merupakan
salah satu pilihan alternatif terbaik bagi yang tidak menyukai olahan daging (Vegetarian).
Frekuensi Konsumsi Tempe oleh Responden
4%
36%
29%

Setiap hari

1 minggu sekali

< 4x dalam
seminggu

1 bulan sekali

31%

Responden yang
menjawab Tidak dari 70 responden hanya 3 orang. Kemungkinan mereka tidak menyukai
tempe karena memiliki alergi terhadap kedelai semenjak kecil, sehingga mereka tidak
dibiasakan memakan makanan yang terbuat dari kedelai. Menurut Candra (2011) Protein
pada kedelai dapat menyebabkan alergi kebanyakan bagi bayi atau anak-anak. Reaksi alergi
bisa terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kita bereaksi negatif terhadap alergen yang ada
dalam makanan. Salah satunya adalah makanan yang memiliki kandungan protein tinggi
seperti kedelai.
2.

Berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebar ke 70 responden tentang frekuensi


masyarakat dalam mengonsumsi tempe didapatkan bahwa 25 orang atau 36% masyarakat
mengonsumsi tempe setiap hari. Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (2012). Sebanyak
50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe. Hal tersebut akan
mempengaruhi tingkat frekuensi masyarakat dalam mengonsumsi tempe karena harga yang
relatif murah serta tempe banyak tersedia dimana-mana sehingga mudah dicari.
Konsumsi tempe setiap hari membuktikan bahwa masyarakat sudah mulai sadar akan
pentingnya asupan protein nabati untuk tubuh. Peran protein sangat penting dalam tubuh kita,
sehingga sangat disarankan untuk mengonsumsi sumber protein dalam jumlah yang cukup
setiap harinya, khususnya adalah protein nabati. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astawan
(2004) bahwa, protein nabati lebih bisa memperpanjang umur yang mengonsumsinya dengan
teratur dibanding dengan protein hewani. Protein hewani cenderung lebih meningkatkan berat
tubuh karena sebagian besar produk hewani mengandung banyak kolesterol atau lemak jahat
yang tidak baik untuk tubuh jika dikonsumsi berlebihan. Sedangkan 22 orang atau 31%
masyarakat mengonsumsi tempe 1 kali dalam seminggu, 20 orang atau 29% masyarakat
mengonsumsi tempe kurang dari 4 kali dalam seminggu dan yang mengonsumsi tempe
sebulan sekali hanya sebesar 4% atau 3 orang. Frekuensi memakan tempe dipengaruhi oleh
gaya hidup atau lifestyle dari masyarakat.
Jenis Olahan Tempe yang di Konsumsi Resonden
Tempe goreng
3% 7%

Bothok tempe

7%

Oseng tempe

3%

Kripik tempe
80%

Lainnya

3.

Berdasarkan dari hasil penyebaran 70 kuisioner maka dapat disimpulkan melalui


diagram berikut bahwa dari 70 responden terdapat 80% responden menyukai olahan tempe
goreng, 7% menyukai oseng tempe, 3% menyukai bothok tempe, 3% menyukai keripik
tempe dan 7% lainnya menyukai olahan tempe lainnya. Maka dengan melihan hasil
persentase tersebut alsan 80% responden menyukai tempe goreng yaitu karena tempe goreng
sangat mudah untuk dibuat, mudah dijumpai diberbagai tempat dan tempe goreng memiliki

rasa gurih, dibandingkan dengan oseng-oseng tempe dan tempe bothok hanya 3% responden
yang menyukainya karena olahan tersebut membutuhkan waktu yang lama dalam
membuatnya namun adad bebrapa orang yang menyukai karena rasanya yang khas karena
ditambahkan dengan beberapa rempah-rempah. Sedangkan dengan keripik tempe ada 7%
rtesponden yang menyukai dengan alsan bahwa keripik tempe termasuk olahan produk baru
dan juga mudah dijumpai namun rasa keripik tempe mungkin tidak segurih tempe goreng.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh RISKESDAR 2011 nutrisurvey
meyebutkan bahwa ada 10 kategori makanan terfaforit yang disukai oleh banyak masayarakat
dan salah satunya tempe goreng yang berada pada urutan ketiga setelah makanan nasi dan
telur ceplok. Hal ini menjadi bukti bahwa olahan tempe merupakan makanan yang paling
banyak digemari oleh masyarakat indonesia. Sehingga diharapkan dengan dilakukannya
pengembangan produk tempe dengan kaacang komak sehingga bisa diterima oleh
masyarakat.
Harga Tempe di Pasaran Menurut Responden
< Rp. 2.000
Rp. 4.000 Rp. 5.000

3%

Rp. 3.000 Rp. 4.000

30%
6%

61%

> Rp. 6.000


Lainnya

4.

Berdasarkan dari hasil penyebaran 70 kuisioner maka dapat disimpulkan melalui


diagram berikut bahwa dari 70 responden terdapat 61% responden yang memilih harga tempe
< 2.000, 30% responden memilih harga 3.000 4.000, 6% responden memilih harga 4.000
5.000, 0% memilih harga > 6.000 dan 3% lainnya memilih harga yang lainnya. Maka dengan
melihat hasil dari diagram ini, alasan 61% responden memilih harga tempe < 2.000 yaitu
karena tergantung dari konsumennya, biasanya konsumen yang memilih harga ini biasanya
mereka membeli tempe dalam bentuk tempe olahan, 30% responden memilih harga 3.000 4.000 dengan alsan mereka membeli tempe di pasar dan ini termasuk harga yang standar
dipasaran, 6% responden memilih harga 4.000 5.000 merupakan mereka yang biasanya
membeli didaerah supermarket sehingga harganya lebih tinggi, dan 0% tidak ada yang
memilih harga > 6.000 karena harga ini termasuk dalam kategori mahal untuk tempe mentah.
Menteri pertanian suswono mengatakan bahwa kini harga kedelai naik yang awalnya
hanya 5.000 6.000 kini naik menjadi 8.000 - 9.000 per kg nya. Hal ini bisa dilihat jika hasil
responden banyak yang meilih harga tempe <2.000 itu merupakan harga lama sebelum
kedelai melonjak naik. Sekarang harga tempe yang dipasaran merupakan kisaran harga 3.000
-4.000 , ini merupakan harga tempe setelah kenaikan harga bahan baku yaitu kedele. Harga
kedelai naik ini diakbibatkan produksi kedelai di amerika yang menurun dan disebabkan kini

banyak para petani yang beralih ke tanaman jagung karena tanaman jagung menghasilkan
banyak prospek dibandingkan kedelai. Sehingga indonesia mengalami kekurangan bahan
baku lokal, karena banyak petani yang beralih profesi.
Inovasi Tempe yang diharapkan Responden
Rasa
11% 1%
4%
11%

Tekstur
Bentuk
Bahan baku

71%

lainnya

5.

Pada hasil yang didapatkan melalui pengisian kuisioner terhadap responden


didapatkan data bahwa sebesar 72% responden mengharapkan adanya inovasi pada rasa dari
produk tempe. Rasa merupakan inovasi tertinggi yang diharapkan oleh responden. Pada
proses fermentasi, adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe
menyebabkan kandungan protein, lemak, dan karbohidrat dalam tempe menjadi lebih mudah
dicerna di dalam tubuh. Selain itu pengubahan makromolekul komplek yang terdapat pada
kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti peptida, asam amino, asam lemak, dan
monosakarida (Dwinaningsih, 2010). Menurut Kasmidjo (1990) terjadinya degradasi
komponen-komponen tersebut pada kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik
setelah fermentasi, sehingga rasa tempe yang ada di berbagai daerah akan tetap sama setiap
harinya, sehingga mengakibatkan responden jenuh terhadap rasa tempe.
Hasil persentase tertinggi kedua setelah inovasi rasa yaitu inovasi tekstur sebesar
12%. Tekstur tempe terbentuk karena adanya miselia-miselia jamur yang menghubungkan
antara biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak (Kasmidjo, 1990). Tekstur
pada tempe akan tetap sama setiap harinya, karena proses yang sama serta bahan baku yang
sama pula, sehingga responden akan merasa jenuh pada tekstur tempe yang sama. Faktorfaktor pendukung pada proses pembuatan tempe yang juga dapat mempengaruhi rasa dan
tektur tempe yaitu bahan baku yang digunakan, mikroorganisme yang diinokulasikan, serta
keadaan lingkungan tumbuh.
Hasil persentase pada inovasi bahan baku diperoleh sebesar 11%. Bahan baku yang
digunakan akan mempengaruhi rasa dari produk tempe. Hasil persentase kuisioner terhadap
responden yang tertinggi keempat yaitu inovasi pada bentuk sebesar 4%. Bentuk tempe di
berbagai tempat hampir sama yaitu berbentuk balok atau menyerupai tabung. Hal tersebut
disebabkan pada proses pembungkusan setelah penginokulasian menggunakan kemasan yang

sama, sehingga produk yang dihasilkan pun akan berbentuk sama. Hasil persentase kuisioner
yang terakhir yaitu sebesar 1% pada inovasi kandungan gizi tempe. Kandungan gizi pada
tempe kedelai cukup tinggi yang meliputi air 61.2%, protein kasar 41.5%, minyak kasar
22.2%, karbohidrat 29.6%, abu 4.3%, serat kasar 3.4% serta nitrogen sebesar 7.5% (Cahyadi,
2006). Kandungan gizi tempe tersebut menunjukkan kadar protein pada tempe cukup tinggi
yaitu 41.5% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai minimal 20%. Selain itu, tempe
juga mengandung superoksida dismutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan proses
penuaan (Cahyadi, 2006). Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak
memproduksi racun, bahkan kapang mampu melindungi tempe terhadap kapang penghasil
aflatoksin hingga 70%. Selain itu tempe juga mengandung senyawa anti bakteri yang
diproduksi kapang selama fermantasi berlangsung (Dwinaningsih, 2010). Kandungan gizi
tersebut bisa menurun akibat proses pemanasan yang suhunya terlalu tinggi, sehingga
responden tidak merasakan adanya kandungan gizi tersebut. Selain itu, penggunaan minyak
goreng yang berulang pada proses penggorengan akan merubah rasa, warna dan aroma tempe
(Aminah 2010).
Tingkat Ke te rtarikan Re sponden te rhadap Inovasi Bahan Baku Tempe
Sangat tertarik
3% 13%
31%

Tertarik
Biasa
Sangat tidak tertarik

53%

Tidak tertarik

6.

Ketertarikan responden terhadap inovasi bahan baku tempe yaitu sebesar 53%
tertarik, 31% biasa, 13% sangat tertarik, dan 3% tidak tertarik. Responden yang tertarik
terhadap inovasi bahan baku tempe cukup tinggi, hal tersebut disebabkan karena responden
mengerti dan memahami bahwa Indonesia sangat tergantung pada impor kedelai Kementrian
pertanian (Kemtan) per agustus 2014, volume impor bahan baku tempe dan tahu mencapai
1.58 ton. Jumlah tersebut mengalai kenaikan 31.15% dari tahun 2013 (Tobing, 2014).
Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai sebagai bahan baku tempe yang sangat tinggi
membuat responden menginginkan adanya inovasi pada bahan baku tempe sehingga dapat
menurunkan besarnya impor kedelai. Responden yang memilih biasa terhadap inovasi bahan
baku tempe menganggap bahwa inovasi tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap impor
kedelai, karena kedelai tidak digunakan sebagai bahan baku tempe saja, melainkan juga
sebagai bahan baku tahu, dan olahan kedelai lainnya. Responden yang tidak tertarik pada
adanya inovasi bahan baku tempe yaitu sekitar 3%. Hal tersebut dikarenakan mereka
menganggap bahwa tempe memang harus dari kedelai, tidak bisa diganti dengan jenis
kacang-kacangan yang lain karena akan merubah rasa dari produk tempe tersebut.

Ke se tujuan Re sponde n untuk Pe ningkatan Manfaat Fungsional Tempe

Sangat setuju

Biasa

Setuju

14%
Sangat tidak setuju
11%

Tidak setuju

74%

7.

Berdasarkan hasil kuisioner didapatkan hasil sebagai berikut: 74% responden setuju
jika inovasi dilakukan untuk menambah manfaat fungsional tempe. Sebanyak 14% responden
sangat setuju bila inovasi dilakukan untuk menambah manfaat fungsional tempe. Sebanyak
12% responden menyatakan biasa saja bila inovasi dilakukan untuk menambah manfaat
fungsional tempe. Tidak ada responden yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju.
Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas responden setuju jika
ada inovasi tempe terkait dengan manfaat fungsionalnya. Hal ini disebabkan sebagian besar
masyarakat mulai sadar dengan kesehatannya, salah satunya adalah dengan memperhatikan
makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Ke te rtarikan Re sponde n pada Produk Inovasi Kacang Komak
Sangat tertarik
4% 4%
26%

Tertarik
Biasa
Sangat tidak tertarik

66%

Tidak tertarik

8.

Berdasarkan hasil kuisioner 66% responden tertarik untuk membeli tempe kacang
komak, hal tersebut disebabkan mulai tumbuhnya kesadaran responden akan kesehatan dan
krisis kedelai yang dialami Indonesia. Kacang komak memiliki kandungan karbohidrat dan
protein yang tinggi. Kandungan protein kacang komak menempati urutan ketiga setelah
kacang tanah dan kacang kedelai. Menurut Trustinah dan Kasno (2002), kandungan nutrisi
dan energi dalam setiap 100 g bahan adalah 9,6 g air; 25 g protein; 0,8 g lemak; 60,1 g
karbohidrat; 1,4 g serat; 3,2 g abu; dan energi sebesar 335 kal. Selain itu, kacang komak juga
mempunyai komponen fungsional terdiri dari serat pangan, oligosakarida, globulin 7 S dan

11 S, fitosterol, dan flavonoid (Purnamasari, 2001). Menurut Chau et al. (1999) konsentrat
protein kacang komak dan serat pangan tidak larut dari kacang komak mampu menurunkan
kadar kolesterol dan meningkatkan kadar HDL serum darah hewan percobaan. Selain
bermanfaat dalam pencegahan penyakit kardiovaskuler, kacang komak potensial sebagai
bahan anti-hiperglikemik bagi penderita diabetes. Hal ini disebabkan oleh indeks glikemik
(IG) kacang komak yang rendah, sehingga sangat baik untuk penderita diabetes. Rendahnya
IG ini berkaitan dengan kandungan karbohidrat komplek, serat pangan dan pati resisten. IG
kacang komak menurut Fatima dan Kapoor (2006) bernilai 32. Mekanisme penurunan
glukosa darah oleh protein kacang komak yaitu meningkatkan sensitifitas insulin dan
perbaikan resistensi insulin, meningkatkan sekresi insulin serta regenerasi sel pankreas
(Hartoyo dkk., 2011).
Harga yang dibe rikan Re sponden untuk Produk Kacang Komak
< Rp. 2.000
Rp. 4.000 Rp. 5.000

1% 4%
36%

Rp. 3.000 Rp. 4.000


50%

9%

> Rp. 6.000


Lainnya

9.

Bedasarkan hasil kuisioner 50% responden menginginkan harga tempe kacang komak
tidak berbeda jauh dari tempe kedelai yang biasa dikonsumsi oleh responden, sedangkan
yang memberi harga lebih dari tempe kedelai ada 36% dan 9%, hal tersebut menunjukkan
bahwa sebenarnya masyarakat sudah sudah sadar akan produk yang berkualitas. Harga
merupakan pertukaran untuk memperoleh barang atau jasa. Apabila produk/jasa yang
ditawarkan merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makanan, minuman, konsumen akan
sangat memperhatikan harganya. Jika harga ditetapkan lebih tinggi dari presepsi konsumen,
nilai presepsi akan menjadi lebih kecil dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan, maka
peluang penjualan akan menghilang. Harga memiliki dua peranan penting dalam
pengambilan keputusan pembeli (konsumen) yaitu, sebagai alokasi dan informasi. Peran dari
alokasi harga adalah untuk membantu konsumen untuk memutuskan cara memperoleh
manfaat/utilitas tertinggi yang diharapkan sesuai daya belinya. Peranan informasi dari harga
adalah dalam mengedukasi/mendidik konsumen terkait faktor-faktor pada produk, khusunya
kualitas produk. Presepsi yang berlaku dimasyarakat pada umumnya adalah harga yang tinggi
mencerminkan kualitas produk yang tinggi pula (Ghanimata, 2012). Sehingga harga awal
yang akan ditentukan untuk tempe kacang komak tidak terlalu jauh dari tempe kedelai pada
umumnya, agar dapat menarik minat konsumen dan konsumen yakin dengan manfaatnya.

BAB. IV KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kuisioner, wawancara terstruktur, dan kajian pustaka yang telah
dilakukan pada 70 responden, didapatkan kesimpulan bahwa masyarakat pada umumnya
mengonsumsi tempe sebagai lauk makan sehari hari. Terdapat peluang untuk inovasi
produk tempe, baik berupa rasa dan tekstur. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengganti
bahan baku tempe dari kacang komak yang tentunya akan mempengaruhi rasa dan tekstur
tempe. Kacang komak memiliki nutrisi yang baik untuk kesehatan tubuh, sehingga perlu
dilakukan pemanfaatan yang optimal. Responden memiliki respon yang baik terhadap inovasi
produk tempe kacang komak, karena kacang komak memiliki manfaat fungsionalnya bagi
tubuh. Hal tersebut mencerminkan kesadaran konsumen akan kesehatan serta kepedulian
terhadap impor kedelai di Indonesia. Konsumen mengharapkan harga yang tidak terlalu
mahal dari tempe kacang komak, sebab tempe tersebut akan dikonsumsi sebagai makanan
sehari-hari, sehingga harga yang diharapkan dapat dijangkau oleh semua golongan. Oleh
sebab itu, inovasi produk tempe kacang komak sangan diperlukan untuk menjawab
keinginan konsumen dan membantu mengurangi impor kedelai di Indonesia.

Daftar Pustaka
Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe
pada Pengulangan Penggorengan. Program Studi Pangan, Fakultas Ilmu Keperawatan
dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Arie,
F.
2013.
Angan
Swasembada
Pangan.
http
://ekonomi.
kompasiana.
com/bisnis/2013/12/24/angan-swasembada-pangan-619334.html. Diakses pada 13 Maret 2015
pukul 20.34 WIB
Astawan M, 2004. Potensi Tempe Ditinjau Dari Segi Gizi dan Medis Tetap Sehat Dengan Produk
Makanan Olahan, Solo : Tiga Serangkai.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. Persembahan Tempe Untuk Dunia. Tim Penyusun oleh PUSIDO
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Candra, Yolanda, Dkk. 2011. Gambaran Sensitivitas Terhadap Alergen Makanan. Makara, Kesehatan,
Vol. 15
Chau CF, Cheung PCK. 1999. Effects of the physic-chemical properties of three legume fibers on
cholesterol absorption in hamster. J Nut Research 19(2): 257-265
Dwinaningsih, E. 2010. Karakteristik Kimia dan SensoriTempe dengan Variasi Bahan Baku
Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta Variasi Lama Fermentasi. Teknolohi Hasil
Ghanimata, Fifayanita. 2012. Anlaisis Pengaruh Harga, Kualitas, Produk, dan Lokasi Terhadap
Keputusan Pembelian. Unversitas Diponegoro, Semarang
Hartoyo A, dkk. 2011. Pengaruh Ekstrak Protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.)Sweet) pada
Kadar Glukosa dan Profil Lipida Serum Tikus Diabetes. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan,Vol. XXII No. 1
Kasmidjo, R. B. 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan Serta Pemanfaatnya. PAU

Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Surakarta.
SurakartaFatima S, Kapoor R. 2006. In vivo and in vitro glycemic of certain legumes. J of Food
Science and Tech Mysore. 43(3): 263-266
Purnamasari, V. 2001. Fraksinasi dan Karakterisasi Protein Kacang Komak (Lablab
purpureus(L)sweet) dan Kacang Benguk (Mucuna pruriens (L)DC). Tesis. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
Suharjanto, T. 2010. Respon Hasil Kacang Komak terhadap Intensitas Cekaman Kekeringan. Agrika
Volume 4 No 1
Tobing, M. 2014. Impor Kedelai. http://industri.kontan.co.id/news/impor-kedelai-tahun-inimembludak. Diakses pada 14 Maret 2015. Pukul 21.30 WIB
Trustinah dan A. Kasno. 2002. Pengembangan dan Kegunaan Kacang Komak dalam Pengembangan
Kacang-kacangan Potensial Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal. 70-82
Utomo, J.S., K. Astanto, dan W. Tri. 1991. Nilai Gizi dan Prospek Pengembangan Kacang Komak di
Lahan Kering Beriklim Kering. Makalah Balittan Malang No. 91-12 SM-46. Di dalam: Risalah
Hasil Penelitian Tanaman Pangan: 339-345.
Widianarko . 2002. Tips Pangan Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan. Grasindo. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai