Disusun Oleh:
Meszieshan Pienasthika
125100101111028
125100101111026
Nurul Akmalia
125100101111053
125100100111038
125100107111045
BAB. I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tempe merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Tempe tidak hanya disukai
rakyat di negeri kita saja, di luar negeripun penggemar tempe sudah berkembang pesat,
terutama di Jepang, Amerika Serikat, dan negara-negara di Eropa. Kebutuhan akan tempe
semakin lama semakin meningkat, karena sebagian orang mulai merasakan betapa terbatas
dan mahalnya bahan sumber protein hewani. Secara ekonomis harga tempe lebih murah
daripada daging, sementara protein tempe dapat dijadikan alternative pengganti protein
daging.
Selama ini bahan baku yang digunakan untuk membuat tempe adalah kacang kedelai.
Namun, beberapa tahun terakhir produksi kedelai Indonesia merosot. Menurut Arie (2013),
total kebutuhan kedelai dalam negeri pertahun mencapai 2,4 juta ton, sementara produksi
kedelai lokal hanya 900 ribu ton. Artinya, produksi kedelai dalam negeri belum mampu
memenuhi kebutuhan untuk bahan baku pangan dan pakan. Ketidakmampuan produksi untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri telah menyebabkan impor kedelai terus meningkat setiap
tahunnya. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dicari alternative pemanfaatan kacangkacangan selain kedelai. Salah satu kacang yang dapat dijadikan pengganti kedelai dalam
pembuatan tempe adalah kacang komak (Lablab purpureus (L.) sweet).
Kacang komak memiliki kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi. Kandungan
protein kacang komak menempati urutan ketiga setelah kacang tanah dan kacang kedelai.
Selain itu, kandungan lemak dan serat biji kacang komak terendah diantara kacang-kacangan
yang ditanam di Indonesia (Utomo et.al., 1991). Hal tersebut menjadikan kacang komak
berpotensi menggantikan sebagian atau seluruh bahan baku produk kedelai, termasuk tempe.
Menurut Trustinah dan Kasno (2002), kandungan nutrisi dan energi dalam setiap 100 g bahan
adalah 9,6 g air; 25 g protein; 0,8 g lemak; 60,1 g karbohidrat; 1,4 g serat; 3,2 g abu; dan
energi sebesar 335 kal. Selain itu, kacang komak juga mempunyai komponen fungsional
terdiri dari serat pangan, oligosakarida, globulin 7 S dan 11 S, fitosterol, dan flavonoid.
Kacang komak juga terbukti mampu menurunkan berat badan, kolesterol darah, dan kadar
gula darah. Selain karena kandungan gizinya, kacang komak dapat dijadikan alternative
pengganti kedelai lantaran tingginya produktivitas kacang komak, yang merupakan tanaman
tropis. Produktivitas kacang komak berkisar antara 6-10 ton per hektar, jauh lebih tinggi
dibandingkan kedelai yang rata-rata hanya 2-3 ton per hektar. Kacang komak dapat ditanam
di lahan marjinal sehingga tidak membutuhkan banyak input produksi seperti pupuk dan air,
serta lebih tahan lama. Penanaman kacang komak pada lahan marjinal justru akan
memperbaiki struktur tanah karena akar tanaman ini mengikat unsur nitrogen (Suharjanto,
2010). Sehingga kacang komak berpotensi untuk dibudidayakan di Indonesia dan dapat
menjadi bahan baku pembuatan tempe.
2. Tujuan
1. Mengetahui respon masyarakat sebagai konsumen terhadap produk tempe
2. Mengetahui respon dan ketertarikan masyarakat terhadap inovasi produk tempe
kacang komak
3. Mengkaji respon penerimaan masyarakat terhadap tempe kacang komak melalui
kuesioner.
1. Sampel (Responden)
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu
polpulasi. Dalam tugas ini pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling
yaitu metode yang menggunakan orang yang secara kebetulan bertemu sebagai sampel
(responden) yang akan mengisi kuisioner, pengambilan secara random dikarenakan tempe
merupakan produk pangan yang secara umum telah diketahui dikonsumsi oleh semua
golongan/kalangan sebagai makanan sehari-hari atuapun hanya sebagai camilan. Jumlah
responden adalah 70 orang, dengan rincian sebagai berikut:
Diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin
NO
1
2
JENIS KELAMIN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
TOTAL
JUMLAH
21
49
70
PERSENTASE (%)
30
70
100
USIA
1 s/d 10 th
11 s/d 20 th
21 s/d 30 th
31 s/d 40 th
41 s/d 50 th
TOTAL
JUMLA
H
1
30
23
7
9
70
PERSENTASE (%)
1
43
33
10
13
100
Arahan pengisian
kuisioner
Wawancara
terstruktur/tanya-jawab
Iya
Tidak
96%
1.
Berdasarkan hasil kuisioner yang telah disebar, 67 orang dari 70 responden menjawab
Iya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebanyakan masyarakat menyukai tempe. Tempe
merupakan salah satu bahan makanan yang merakyat karena dari segi harga dan manfaatnya
tidak diragukan lagi. Hal inilah yang memungkinkan tempe disukai banyak orang. Menurut
Cahyadi (2006), kadar protein pada tempe cukup tinggi yaitu 41,4% dan telah memenuhi
syarat mutu tempe kedelai yaitu minimal 20% (b/b). Tempe juga memiliki kandungan air
yang cukup tinggi yaitu 61,2% dan kandungan karbohidratnya sebesar 29,6%. Secara
kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit lebih rendah dari pada nilai gizi kedelai. Namun, secara
kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini
disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim
Proteolitik (Widianarko, 2002). Selain kandungan gizinya yang tinggi tempe merupakan
salah satu pilihan alternatif terbaik bagi yang tidak menyukai olahan daging (Vegetarian).
Frekuensi Konsumsi Tempe oleh Responden
4%
36%
29%
Setiap hari
1 minggu sekali
< 4x dalam
seminggu
1 bulan sekali
31%
Responden yang
menjawab Tidak dari 70 responden hanya 3 orang. Kemungkinan mereka tidak menyukai
tempe karena memiliki alergi terhadap kedelai semenjak kecil, sehingga mereka tidak
dibiasakan memakan makanan yang terbuat dari kedelai. Menurut Candra (2011) Protein
pada kedelai dapat menyebabkan alergi kebanyakan bagi bayi atau anak-anak. Reaksi alergi
bisa terjadi ketika sistem kekebalan tubuh kita bereaksi negatif terhadap alergen yang ada
dalam makanan. Salah satunya adalah makanan yang memiliki kandungan protein tinggi
seperti kedelai.
2.
Bothok tempe
7%
Oseng tempe
3%
Kripik tempe
80%
Lainnya
3.
rasa gurih, dibandingkan dengan oseng-oseng tempe dan tempe bothok hanya 3% responden
yang menyukainya karena olahan tersebut membutuhkan waktu yang lama dalam
membuatnya namun adad bebrapa orang yang menyukai karena rasanya yang khas karena
ditambahkan dengan beberapa rempah-rempah. Sedangkan dengan keripik tempe ada 7%
rtesponden yang menyukai dengan alsan bahwa keripik tempe termasuk olahan produk baru
dan juga mudah dijumpai namun rasa keripik tempe mungkin tidak segurih tempe goreng.
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh RISKESDAR 2011 nutrisurvey
meyebutkan bahwa ada 10 kategori makanan terfaforit yang disukai oleh banyak masayarakat
dan salah satunya tempe goreng yang berada pada urutan ketiga setelah makanan nasi dan
telur ceplok. Hal ini menjadi bukti bahwa olahan tempe merupakan makanan yang paling
banyak digemari oleh masyarakat indonesia. Sehingga diharapkan dengan dilakukannya
pengembangan produk tempe dengan kaacang komak sehingga bisa diterima oleh
masyarakat.
Harga Tempe di Pasaran Menurut Responden
< Rp. 2.000
Rp. 4.000 Rp. 5.000
3%
30%
6%
61%
4.
banyak para petani yang beralih ke tanaman jagung karena tanaman jagung menghasilkan
banyak prospek dibandingkan kedelai. Sehingga indonesia mengalami kekurangan bahan
baku lokal, karena banyak petani yang beralih profesi.
Inovasi Tempe yang diharapkan Responden
Rasa
11% 1%
4%
11%
Tekstur
Bentuk
Bahan baku
71%
lainnya
5.
sama, sehingga produk yang dihasilkan pun akan berbentuk sama. Hasil persentase kuisioner
yang terakhir yaitu sebesar 1% pada inovasi kandungan gizi tempe. Kandungan gizi pada
tempe kedelai cukup tinggi yang meliputi air 61.2%, protein kasar 41.5%, minyak kasar
22.2%, karbohidrat 29.6%, abu 4.3%, serat kasar 3.4% serta nitrogen sebesar 7.5% (Cahyadi,
2006). Kandungan gizi tempe tersebut menunjukkan kadar protein pada tempe cukup tinggi
yaitu 41.5% dan telah memenuhi syarat mutu tempe kedelai minimal 20%. Selain itu, tempe
juga mengandung superoksida dismutase yang dapat menghambat kerusakan sel dan proses
penuaan (Cahyadi, 2006). Spesies-spesies kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak
memproduksi racun, bahkan kapang mampu melindungi tempe terhadap kapang penghasil
aflatoksin hingga 70%. Selain itu tempe juga mengandung senyawa anti bakteri yang
diproduksi kapang selama fermantasi berlangsung (Dwinaningsih, 2010). Kandungan gizi
tersebut bisa menurun akibat proses pemanasan yang suhunya terlalu tinggi, sehingga
responden tidak merasakan adanya kandungan gizi tersebut. Selain itu, penggunaan minyak
goreng yang berulang pada proses penggorengan akan merubah rasa, warna dan aroma tempe
(Aminah 2010).
Tingkat Ke te rtarikan Re sponden te rhadap Inovasi Bahan Baku Tempe
Sangat tertarik
3% 13%
31%
Tertarik
Biasa
Sangat tidak tertarik
53%
Tidak tertarik
6.
Ketertarikan responden terhadap inovasi bahan baku tempe yaitu sebesar 53%
tertarik, 31% biasa, 13% sangat tertarik, dan 3% tidak tertarik. Responden yang tertarik
terhadap inovasi bahan baku tempe cukup tinggi, hal tersebut disebabkan karena responden
mengerti dan memahami bahwa Indonesia sangat tergantung pada impor kedelai Kementrian
pertanian (Kemtan) per agustus 2014, volume impor bahan baku tempe dan tahu mencapai
1.58 ton. Jumlah tersebut mengalai kenaikan 31.15% dari tahun 2013 (Tobing, 2014).
Ketergantungan Indonesia terhadap kedelai sebagai bahan baku tempe yang sangat tinggi
membuat responden menginginkan adanya inovasi pada bahan baku tempe sehingga dapat
menurunkan besarnya impor kedelai. Responden yang memilih biasa terhadap inovasi bahan
baku tempe menganggap bahwa inovasi tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap impor
kedelai, karena kedelai tidak digunakan sebagai bahan baku tempe saja, melainkan juga
sebagai bahan baku tahu, dan olahan kedelai lainnya. Responden yang tidak tertarik pada
adanya inovasi bahan baku tempe yaitu sekitar 3%. Hal tersebut dikarenakan mereka
menganggap bahwa tempe memang harus dari kedelai, tidak bisa diganti dengan jenis
kacang-kacangan yang lain karena akan merubah rasa dari produk tempe tersebut.
Sangat setuju
Biasa
Setuju
14%
Sangat tidak setuju
11%
Tidak setuju
74%
7.
Berdasarkan hasil kuisioner didapatkan hasil sebagai berikut: 74% responden setuju
jika inovasi dilakukan untuk menambah manfaat fungsional tempe. Sebanyak 14% responden
sangat setuju bila inovasi dilakukan untuk menambah manfaat fungsional tempe. Sebanyak
12% responden menyatakan biasa saja bila inovasi dilakukan untuk menambah manfaat
fungsional tempe. Tidak ada responden yang menjawab sangat tidak setuju dan tidak setuju.
Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mayoritas responden setuju jika
ada inovasi tempe terkait dengan manfaat fungsionalnya. Hal ini disebabkan sebagian besar
masyarakat mulai sadar dengan kesehatannya, salah satunya adalah dengan memperhatikan
makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Ke te rtarikan Re sponde n pada Produk Inovasi Kacang Komak
Sangat tertarik
4% 4%
26%
Tertarik
Biasa
Sangat tidak tertarik
66%
Tidak tertarik
8.
Berdasarkan hasil kuisioner 66% responden tertarik untuk membeli tempe kacang
komak, hal tersebut disebabkan mulai tumbuhnya kesadaran responden akan kesehatan dan
krisis kedelai yang dialami Indonesia. Kacang komak memiliki kandungan karbohidrat dan
protein yang tinggi. Kandungan protein kacang komak menempati urutan ketiga setelah
kacang tanah dan kacang kedelai. Menurut Trustinah dan Kasno (2002), kandungan nutrisi
dan energi dalam setiap 100 g bahan adalah 9,6 g air; 25 g protein; 0,8 g lemak; 60,1 g
karbohidrat; 1,4 g serat; 3,2 g abu; dan energi sebesar 335 kal. Selain itu, kacang komak juga
mempunyai komponen fungsional terdiri dari serat pangan, oligosakarida, globulin 7 S dan
11 S, fitosterol, dan flavonoid (Purnamasari, 2001). Menurut Chau et al. (1999) konsentrat
protein kacang komak dan serat pangan tidak larut dari kacang komak mampu menurunkan
kadar kolesterol dan meningkatkan kadar HDL serum darah hewan percobaan. Selain
bermanfaat dalam pencegahan penyakit kardiovaskuler, kacang komak potensial sebagai
bahan anti-hiperglikemik bagi penderita diabetes. Hal ini disebabkan oleh indeks glikemik
(IG) kacang komak yang rendah, sehingga sangat baik untuk penderita diabetes. Rendahnya
IG ini berkaitan dengan kandungan karbohidrat komplek, serat pangan dan pati resisten. IG
kacang komak menurut Fatima dan Kapoor (2006) bernilai 32. Mekanisme penurunan
glukosa darah oleh protein kacang komak yaitu meningkatkan sensitifitas insulin dan
perbaikan resistensi insulin, meningkatkan sekresi insulin serta regenerasi sel pankreas
(Hartoyo dkk., 2011).
Harga yang dibe rikan Re sponden untuk Produk Kacang Komak
< Rp. 2.000
Rp. 4.000 Rp. 5.000
1% 4%
36%
9%
9.
Bedasarkan hasil kuisioner 50% responden menginginkan harga tempe kacang komak
tidak berbeda jauh dari tempe kedelai yang biasa dikonsumsi oleh responden, sedangkan
yang memberi harga lebih dari tempe kedelai ada 36% dan 9%, hal tersebut menunjukkan
bahwa sebenarnya masyarakat sudah sudah sadar akan produk yang berkualitas. Harga
merupakan pertukaran untuk memperoleh barang atau jasa. Apabila produk/jasa yang
ditawarkan merupakan kebutuhan sehari-hari seperti makanan, minuman, konsumen akan
sangat memperhatikan harganya. Jika harga ditetapkan lebih tinggi dari presepsi konsumen,
nilai presepsi akan menjadi lebih kecil dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan, maka
peluang penjualan akan menghilang. Harga memiliki dua peranan penting dalam
pengambilan keputusan pembeli (konsumen) yaitu, sebagai alokasi dan informasi. Peran dari
alokasi harga adalah untuk membantu konsumen untuk memutuskan cara memperoleh
manfaat/utilitas tertinggi yang diharapkan sesuai daya belinya. Peranan informasi dari harga
adalah dalam mengedukasi/mendidik konsumen terkait faktor-faktor pada produk, khusunya
kualitas produk. Presepsi yang berlaku dimasyarakat pada umumnya adalah harga yang tinggi
mencerminkan kualitas produk yang tinggi pula (Ghanimata, 2012). Sehingga harga awal
yang akan ditentukan untuk tempe kacang komak tidak terlalu jauh dari tempe kedelai pada
umumnya, agar dapat menarik minat konsumen dan konsumen yakin dengan manfaatnya.
BAB. IV KESIMPULAN
Berdasarkan hasil kuisioner, wawancara terstruktur, dan kajian pustaka yang telah
dilakukan pada 70 responden, didapatkan kesimpulan bahwa masyarakat pada umumnya
mengonsumsi tempe sebagai lauk makan sehari hari. Terdapat peluang untuk inovasi
produk tempe, baik berupa rasa dan tekstur. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengganti
bahan baku tempe dari kacang komak yang tentunya akan mempengaruhi rasa dan tekstur
tempe. Kacang komak memiliki nutrisi yang baik untuk kesehatan tubuh, sehingga perlu
dilakukan pemanfaatan yang optimal. Responden memiliki respon yang baik terhadap inovasi
produk tempe kacang komak, karena kacang komak memiliki manfaat fungsionalnya bagi
tubuh. Hal tersebut mencerminkan kesadaran konsumen akan kesehatan serta kepedulian
terhadap impor kedelai di Indonesia. Konsumen mengharapkan harga yang tidak terlalu
mahal dari tempe kacang komak, sebab tempe tersebut akan dikonsumsi sebagai makanan
sehari-hari, sehingga harga yang diharapkan dapat dijangkau oleh semua golongan. Oleh
sebab itu, inovasi produk tempe kacang komak sangan diperlukan untuk menjawab
keinginan konsumen dan membantu mengurangi impor kedelai di Indonesia.
Daftar Pustaka
Aminah, S. 2010. Bilangan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Sifat Organoleptik Tempe
pada Pengulangan Penggorengan. Program Studi Pangan, Fakultas Ilmu Keperawatan
dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang.
Arie,
F.
2013.
Angan
Swasembada
Pangan.
http
://ekonomi.
kompasiana.
com/bisnis/2013/12/24/angan-swasembada-pangan-619334.html. Diakses pada 13 Maret 2015
pukul 20.34 WIB
Astawan M, 2004. Potensi Tempe Ditinjau Dari Segi Gizi dan Medis Tetap Sehat Dengan Produk
Makanan Olahan, Solo : Tiga Serangkai.
Badan Standardisasi Nasional. 2012. Persembahan Tempe Untuk Dunia. Tim Penyusun oleh PUSIDO
Badan Standardisasi Nasional. Jakarta
Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Candra, Yolanda, Dkk. 2011. Gambaran Sensitivitas Terhadap Alergen Makanan. Makara, Kesehatan,
Vol. 15
Chau CF, Cheung PCK. 1999. Effects of the physic-chemical properties of three legume fibers on
cholesterol absorption in hamster. J Nut Research 19(2): 257-265
Dwinaningsih, E. 2010. Karakteristik Kimia dan SensoriTempe dengan Variasi Bahan Baku
Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta Variasi Lama Fermentasi. Teknolohi Hasil
Ghanimata, Fifayanita. 2012. Anlaisis Pengaruh Harga, Kualitas, Produk, dan Lokasi Terhadap
Keputusan Pembelian. Unversitas Diponegoro, Semarang
Hartoyo A, dkk. 2011. Pengaruh Ekstrak Protein Kacang Komak (Lablab purpureus (L.)Sweet) pada
Kadar Glukosa dan Profil Lipida Serum Tikus Diabetes. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan,Vol. XXII No. 1
Kasmidjo, R. B. 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan Serta Pemanfaatnya. PAU
Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Surakarta.
SurakartaFatima S, Kapoor R. 2006. In vivo and in vitro glycemic of certain legumes. J of Food
Science and Tech Mysore. 43(3): 263-266
Purnamasari, V. 2001. Fraksinasi dan Karakterisasi Protein Kacang Komak (Lablab
purpureus(L)sweet) dan Kacang Benguk (Mucuna pruriens (L)DC). Tesis. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
Suharjanto, T. 2010. Respon Hasil Kacang Komak terhadap Intensitas Cekaman Kekeringan. Agrika
Volume 4 No 1
Tobing, M. 2014. Impor Kedelai. http://industri.kontan.co.id/news/impor-kedelai-tahun-inimembludak. Diakses pada 14 Maret 2015. Pukul 21.30 WIB
Trustinah dan A. Kasno. 2002. Pengembangan dan Kegunaan Kacang Komak dalam Pengembangan
Kacang-kacangan Potensial Mendukung Ketahanan Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hal. 70-82
Utomo, J.S., K. Astanto, dan W. Tri. 1991. Nilai Gizi dan Prospek Pengembangan Kacang Komak di
Lahan Kering Beriklim Kering. Makalah Balittan Malang No. 91-12 SM-46. Di dalam: Risalah
Hasil Penelitian Tanaman Pangan: 339-345.
Widianarko . 2002. Tips Pangan Teknologi, Nutrisi, dan Keamanan Pangan. Grasindo. Jakarta