Anda di halaman 1dari 16

1.

DEFINISI
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami

kegagalan

dalam

memompa

darah

guna

mencukupi

kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah

lebih

banyak

untuk

dipompakan

ke

seluruh

tubuh

atau

mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu


memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal
sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa
darah

untuk

memenuhi

kebutuhan

metabolisme

jaringan

dan/

kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik


secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari
struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).
Gagal jantung adalah syndrome klinis (kumpulan gejala), ditandai
dengan sesak nafas dan kelelahan (saat istirahat maupun beraktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya
pengurangan

pengisian

ventrikel

(disfungsi

diastolik),

dan

atau

kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo Aru, dkk 2009).


Gagal jantung kongestif adalah ketidak mampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien (Bruner & Suddarth, 2001).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.

Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi


gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, Arif dkk 2001).
2. KLASIFIKASI
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007) :

3. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif
(CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna,
yaitu:
1.
2.
a.

Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid,


dan anemia kronis/ berat.
Faktor interna (dari dalam jantung)
Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum

b.
c.

Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.


Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan

d.

miokard.
Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :


1) Kelainan otot jantung

infark

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,


disebabkan

Menurunnya

kontraktilitas

jantung.

Kondisi

yang

mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis


koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium
biasanya

mendahului

terjadinya

gagal

(kematian

jantung.

sel jantung)

Peradangan

dan

penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung


karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
3) Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung

dan

pada

gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.


4) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung

merusak

serabut

jantung

menyebabkan

kontraktilitas

menurun.
5) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung
yang

sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.

Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang


masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif,
atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang
perkembangan
metabolisme
peningkatan

dan

beratnya

(misal:
curah

demam),
jantung

gagal

jantung.

hipoksia

untuk

dan

memenuhi

berperan

dalam

Meningkatnya
anemia

laju

diperlukan

kebutuhan

oksigen

sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke


jantung.

Asidosis

respiratorik

atau

metabolik

dan

abnormalitas

elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.


4. PATOFISIOLOGI
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal jantung kiri diikuti
gagal jantung kanan dapat terjadinya di paru-paru karena peningkatan

kebutuhan oksigen. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda gejala


gagal jantung kongestif biasanya terdapat bunyi derap dan bising akibat
regurgitasi mitral (Masjoer, Arif dkk,2001)
Tanda

dominan

Meningkatnya

volume

intravaskuler. Kongestif

jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan


curah jantung. Manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
1.

Gagal jantung kiri : Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri
karena ventrikel kiri tak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :

a) Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas. Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pada malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b) Batuk
c) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang
jaringan

dari

sirkulasi

normal

dan

oksigen

yang menghambat
serta

menurunnya

pembuangan sisa hasil metabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya


energi yang digunakan

untuk bernafas dan insomnia yang terjadi

karena distress pernafasan dan batuk.


d) Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat

gangguan oksigenasi

jaringan, stress akibat

kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi


dengan baik.

2.

Gagal jantung kanan:

a)
b)

Kongestif jaringan perifer dan viseral.


Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting,

c)

penambahan berat badan.


Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen

d)

terjadi akibat pembesaran vena di hepar.


Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena

e)
f)

dalam rongga abdomen.


Nokturia (kencing dimalam hari)
Kelemahan.

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah mungkin akan diminta untuk menilai fungsi hati dan ginjal,
level/tingkat sodium dan potassium, jumlah sel darah, dan pengukuranpengukuran lainnya.
Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk menyingkirkan anemia
sebagai penyebab susah bernapas, dan untuk mengetahui adanya penyakit
dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya
kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia
dilusional,

karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal

jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain


untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya
stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah
pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis tinggi.
Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat
terjadi pada pemberian diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat
potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif, tes fungsi hati (bilirubin,
AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan
profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung
dengan kadar BNP plasma 100 pg/ml dan plasma non-proBNP adalah 300
pg/ml. (Harbanu, 2010)
B. Gambaran EKG
Dalam
kasus

kardiogenik,

elektrokardiogram

(EKG)

dapat

menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia. Dalam kasus


noncardiogenic, EKG biasanya normal. (Jackson,2002)

Gambar 3: Electrocardiograms menunjukan infark miokardium


anterior dengan gelombang Q pada anteroseptal leads ( atas ) dan
pada bagian kiri bundle branch block ( bawah )
( Dikutip dari Kepustakaan 15 )
C. Gambaran Radiologi
1. Foto Toraks
Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien dengan
gagal jantung kongestif: (1) ukuran dan bentuk siluet jantung, dan (2)
edema di dasar paru-paru. (Rasad,2010)
Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada
ruang-ruang

di

jantung,

menghasilkan

pembesaran

pada

jantung.

(Rasad,2010)
Dari segi radiologik, cara yang mudah untuk mengukur jantung apakah
membesar atau tidak, adalah dengan membandingkan lebar jantung dan
lebar dada pada foto toraks PA (cardio-thoracis ratio). Pada gambar,
diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar jantung (a+b) dan lebar
dada (c1-c2). (Rasad,2010)

CTR=

a+b
=50
c 1+c 2

(normal : 48-50 %) ,9,19

Gambar 4: Pengukuran CTR


(dikutip dari kepustakaan 19 )
Pada patfofisiologi Congestive Heart Failure teah dijelaskan bahwa
kegagalan jantung juga disebabkan oleh kontraktilitas miokard yang kurang
akibat infark miokard.Berikut adalah gambar yang menunjukan adanya infark
miokard dalam congestive heart failure.
Gambar 5.Foto Thorax menunjukan adanya infark miokard dan tampak

curvilinear kalsifikasi ( panah ) pada ventrikel kiri.


(dikutip dari kepustakaan 11 )

Gambar 6: Congestive cardiac failure. Radiografi dada memperlihatkan


kardiomegali, pengalihan vena-vena lobus atas (tanda panah), garis septum
(garis Kerley B) terlihat baik di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan
penebalan/cairan di fisura horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal
kanan kadang-kadang disebut Phantom tumour, itu bisa menghilang pada
pemeriksaan radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik
(dikutip dari kepustakaan 19 )

Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri mengalami


peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta pembentukan edema interstitial
terutama pada daerah basal paru. Hal ini menyebabkan peningkatan resistensi
vaskuler yang mengalir ke basal paru, menyebabkan pirau aliran darah ke
pembuluh-pembuluh darah pada lobus atas paru-sehingga menyebabkan adnya
peralihan pada vena-vena pada lobus atas. Pengalihan pada lobus atas dapat
didiagnosis dengan radiografi posisi erect (tegak), pembesaran pembuluhpembuluh darah pada lobus atas sama dengan atau melebihi pembuluhpembuluh darah pada lobus bawah yang berjarak sama dari hilum.

Gambar 7.Foto Thorax PA menunjukan adanya pembesaran pada ventrikel kiri


karena adanya aneurisme yang mana tampak focal bulge ( panah ).
( Dikutip dari Kepustakaan 11 )
Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-tanda
edema interstitial:
-

Pengaburan dari tepi pembuluh darah


Peribronchial cuffing
Perihilar kabur
Garis Kerley A dan B dapat terlihat ketika cairan mengisi dan

mendistensi septum interlobular


Garis Kerley B merupakan garis horizontal yang pendek yang terlihat

pada basal paru daerah tepi/perifer


Garis Kerley A jarang dilihat, garis tersebut merupakan garis yang
terpancar dari hilum.

Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli


dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas
alveolar multiple dari setengah bagianbawah paru. Kemungkinan lain,
dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang
tegas/jelas atau densitas perihilar bats wings (Gambar 6).

Gambar 8: Contoh dari congestive cardiac failure dengan densitas ruang udara
(airspace) perihilar di dalam distribusi bat wings mewakili edema paru
(dikutip dari kepustakaan 19 )
Ukuran jantung sesudah itu meningkat dan dapat terjadi efusi (biasanya
lebih besar di kanan). (Anil,2006)
Perkembangan edema paru dapat dikonfirmasi dengan:
-

Peribronchial cuffing
Perihilar kabur
Garis Kerley
Perselubungan alveolar

Pada foto polos toraks ditemukan:


-

Pembuluh-pembuluh darah terlihat meluas lebih jauh daripada yang

normal pada lapangan paru.


Peribronchial cuffing: terdapat akumulasi cairan interstitial di sekitar
bronki yang terlihat sebagai cincin putih, hal tersebut bisa berkurang

apabila kondisi pasien sudah membaik.


Efusi pleura pada gagal jantung dapat unilateral dan bilateral dan

sering di kanan.
Paru-paru terlihat kabur dan kurang radiolusen dari normal karena
adanya tahanan air; lattice pattern.

Sudah terbukti didapatkan pada septum interlobular yang edema dan


menebal. Juga dapat terlihat penyebaran limfogen dari malignansi

dalam parenkim paru dan penyakit paru interstitial.


Akumulasi cepat dari cairan mencurah keluar ke alveoli dan
menyebabkan

perkembangan

dari

edema

paru

alveolar

(airspace/ruang udara).
Tanda vascular yang kabur
Redistribusi progresif aliran darah vena ke paru (cephalization)
Garis Kerley B (septum interlobular yang edematous dan menebal
pada perifer paru).

Gambar 9: Menunjukkan adanya cardiomegali dan Perihilar terlihat kabur


( dikutip dari kepustakaan 14 )

2. Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan
manajemen gagal jantung kongestif.
Multichannel CT scan berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan
katup, namun, ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat
memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi
pengion.

Gambar 10: Penebalan garis septum dalam kaitan dengan edema


interstitial pada CHF
(dikutip dari kepustakaan 11 )

Gambar 11. Pada CT Scan posisi axial menunjukan adanya diffuse


bilateralair space opacities ( Adanya perselubungan yang diffuse di air
space bilateral )
(dikutip dari kepustakaan 14 )
3. Echocardiografi
Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari evaluasi
pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau diduga. Fungsi
ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer dan sekunder dapat
dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler mungkin memainkan peran

berharga dalam menentukan fungsi diastolik dan dalam menegakkan


diagnosis HF diastolik.
HF dalam hubungan dengan fungsi sistolik normal, tetapi relaksasi
diastolik normal mempengaruhi 30-40% dari pasien dengan CHF. Karena
terapi untuk kondisi ini jelas berbeda dari yang untuk disfungsi sistolik,
menetapkan etiologi dan diagnosis yang tepat sangat penting. Kombinasi dari
2-dimensi dan ekokardiografi Doppler echocardiography efektif untuk tujuan
ini.
Dua dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat digunakan untuk
menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel kiri), cardiac output
(fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan pengisian ventrikel.
Echocardiography juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit
katup penting secara klinis.Tingkat kepercayaan di echocardiography adalah
tinggi, dan tingkat temuan positif palsu dan negatif palsu yang rendah.

Gambar 12. Transthoracic echocardiograms: dua dimensi yaitu dari apical


(atas) dan Doppler (bawah) menunjukan beratnya kalsifikasi stenosis dengan
gradien aortic yang mencapai lebih dari 70 mm Hg ( A = ventrikel kiri , B =
aortic valve,dan C = atrium kiri.)
( Dikutip dari Kepustakaan 15 )

4. Pencitraan Nuklir
Pencitraan nuklir dapat digunakan dalam penilaian fungsi jantung dan
kerusakan di CHF.
-

Pencitraan ECG-gated perfusi miokard


Penilaian viabilitas miokard
Ekuilibrium radionuklida angiocardiography

5. Angiografi
Kateterisasi jantung dan angiografi koroner memiliki peran yang berguna
pada pasien dengan gagal jantung kongestif, orang-orang dengan penyakit
jantung katup, dan mereka dengan penyakit jantung bawaan, serta pasien
dengan kondisi lain.
Untuk pasien dengan CHF, kateterisasi jantung dan angiografi koroner
secara jelas ditunjukkan dalam situasi berikut:

CHF yang disebabkan disfungsi sistolik dalam hubungan dengan kelainan


gerak angina atau daerah dinding dan / atau bukti scintigraphic iskemia
miokard reversibel bila revaskularisasi sedang dipertimbangkan

Sebelum transplantasi jantung

CHF Sekunder untuk aneurisma ventrikel pasca infark atau komplikasi


mekanis lainnya dari MI

D. Histopatologi
Rongga jantung yang melemah dilatasi dan biasanya juga hipertrofi. Pada
gagal jantung kiri, paru sembap dan terbendung; irisan pada permukaan akan
menyebabkan pengeluaran campuran berbusa cairan kaya surfaktan dan
darah. Secara mikroskopis, kapiler alveolus mengalami kongesti. Terjadi
transudasi cairan, mula-mula terbatas di ruang interstitium perivaskuler
sehingga septum alveolus mengalami kongesti. Seiring dengan waktu, cairan
tumpah ke dalam alveolus (edema paru). Cairan edema rendah-protein

berwarna merah muda pucat apabila dilihat di bawah mikroskop. Apabila


tekanan vena paru terus meningkat, kapiler dapat menjadi berkelok-kelok dan
mungkin pecah sehingga timbul perdarahan kecil ke dalam ruang alveolus.
Makrofag alveolus memfagosit sel darah merah, dan akhirnya penuh dengan
hemosiderin. Makrofag berpigmen ini disebut sel gagal jantung. Menetapnya
edema septum dapat memicu fibrosis di dinding alveolus yang bersama
dengan penimbunan hemosiderin, merupakan cirri dari kongesti vena kronis
di paru. Oleh karena iu, paru menjadi cokelat tua dan padat, suatu gambaran
yang disebut indurasi cokelat paru. (Kumar,2007)
Gagal jantung kanan kronis menyebabkan kongesti visera abdomen,
edema jaringan lunak, dan, pada beberapa kasus, cairan di rongga pleura,
pericardium dan abdomen. Perubahan pada hati mencakup kongesti pasif
kronis, yang ditandai dengan atrofi hepatosit di sekitar vena sentral sehingga
muncul gambaran buah pala pada permukaan potongan. Nekrosis hemoragik
hepatosit sentrilobulus sering terjadi pada kasus berat, terutama pada pasien
yang juga mengalami gagal jantun kiri. Pada gagal jantung kronis, hati
mungkin fibrotic dan, pada kasus yang ekstrem, jelas sirotik. (Kumar,2007)
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:

Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan

konsumsi oksigen dengan pembatasan aktivitas.


Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan

digitalisasi.
Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik,
dan vasodilator.

Penatalaksanaan Medis
1.

Meningkatkan

oksigenasi

dengan

pemberian

oksigen

dan

2.

menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas


Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi
keadaan
yang
reversible,
termasuk
tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi
a. dosis digitalis
i. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam
4 - 6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg
selama 2-4 hari.

ii. Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24


jam.
iii. Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg

b.

sehari. untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis


c.
d.

disesuaikan.
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema

pulmonal akut yang berat:


iv. Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
v. Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.
Mansjoer dan Triyanti (2007)
Terapi Lain:
1.

Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara


lain:

lesi

katup

jantung,

iskemia

miokard,

aritmia,

depresi

miokardium diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output


2.
3.
4.
5.

tinggi.
Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
Posisi setengah duduk.
Oksigenasi (2-3 liter/menit).
Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan
untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada
hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada
gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah
cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal

6.

jantung ringan.
Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan
aktivitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas
secara teratur. Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5
kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/minggu
selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut jantung maksimal

7.
8.
9.
10.

pada gagal jantung ringan atau sedang.


Hentikan rokok dan alkohol
Revaskularisasi koroner
Transplantasi jantung
Kardoimioplasti

Anda mungkin juga menyukai