MORBUS HIRSCHSPRUNG
Pembimbing :
dr. Nanok E. Susilo, SpB, SpBA
Disusun oleh:
Bening Putri Ramadhani Usman
1110103000084
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim.
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa shalawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat Morbus
Hirschsprung ini dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di RSUP Fatmawati.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada para pengajar,
fasilitator, dan narasumber SMF Ilmu Bedah RSUP Fatmawati, khususnya
dr.Nanok E. Susilo,SpB,SpBA selaku pembimbing.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari
sempurna, serta banyak terdapat kesalahan maupun kekurangan. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga referat ini bermanfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak
dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh
persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh
kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya
ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi
ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada
kolon yang lebih proksimal.1
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah
Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun
1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas
hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik
dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.1,2
Pada tahun 1888 Hirschsprung melaporkan dua kasus bayi meninggal
dengan perut gembung oleh kolon yang sangat melebar dan penuh massa feses.
Penyakit ini disebut megakolon kongenitum dan merupakan kelainan yang
tersering dijumpai sebagai penyebab obstruksi usus pada neonatus. Pada penyakit
ini pleksus mienterikus tidak ada, sehingga bagian usus yang bersangkutan tidak
dapat mengembang.1
HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit
Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara
5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat
kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan
penyakit Hirschsprung. Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini
dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif
neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan
enterokolitis.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel ganglion
di pleksus myenterikus (auerbachs) dan submukosa (meissners). (Gambar 1)
2.5. Patologi
Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian
usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai
ganglion
Hipoganglionosis
Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis. Area
tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan
dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan
sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus
myentricus berkurang 50% dari normal.
8
penyakit ini terjdi pada neonatus yang berusia lebih tua maka akan didapatkan
kegagalan pertumbuhan.
Hal lain yang harus diperhatikan adalah jika didapatkan periode konstipasi
pada neonatus yang diikuti periode diare yang massif kita harus mencurigai
adanya enterokolitis. Pada bayi yang lebih tua penyakit hirschsprung akan sulit
dibedakan dengan kronik konstipasi dan enkoperesis. Faktor genetik adalah faktor
yang harus diperhatikan pada semua kasus. Pemeriksaan barium enema akan
sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Akan tetapi apabila barium
enema dilakukan pada hari atau minggu awal kelahiran maka zone transisi akan
sulit ditemukan. Penyakit hirschsprung klasik ditandai dengan adanya gambaran
spastic pada segmen distal intestinal dan dilatasi pada bagian proksimal intestinal.
2.Gejala klinik
Gambaran klinis HD dapat kita bedakan berdasarkan usia gejala klinis
mulai terlihat :
1. Periode Neonatal
Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium
yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang
terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans.
Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus ,
sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk
waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Sedangkan enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita HD ini, yang dapat
menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,
meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea,
distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat
hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis,
bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi.
10
2. Anak.
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
usus di dinding abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces
biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang digunakan untuk membantu mendiagnosa penyakit
Hirschsprung dapat mencakup:
1.
Barium enema
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan
diagnosa Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3
tanda khas:
12
2.
Biopsi rectum
Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung.
Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah
13
contoh,
biopsi
full-thickness
biopsi
diperlukan
untuk
2.8. Penatalaksanaan
Seperti kelainan kongenital lainnya, HD memerlukan diagnosis klinik
secepat dan intervensi terapi secepat mungkin, untuk mendapatkan hasil terapi
yang sebaik-baiknya.7
1. Preoperatif
2. Operatif
3. Post operatif
A. Preoperatif
a. Diet
Pada periode preoperatif, neonatus dengan HD terutama menderita
gizi buruk disebabkan buruknya pemberian makanan dan keadaan
kesehatan yang disebabkan oleh obstuksi gastrointestinal. Sebagian besar
memerlukan resulsitasi cairan dan nutrisi parenteral. Meskipun demikian
bayi dengan HD yang didiagnosis melalui suction rectal biopsy danpat
diberikan larutan rehidrasi oral sebanyak 15 mL/ kg tiap 3 jam selama
dilatasi rectal preoperative dan irigasi rectal.
b. Terapi farmakologik
Terapi farmakologik pada bayi dan anak-anak dengan HD
dimaksudkan
untuk
mempersiapkan
usus
atau
untuk
terapi
14
irigasi tuba rectal dalam 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik oral
dan intravena diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.
B. Operatif
Tergantung pada jenis segmen yang terkena.Tindakan bedah
sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah berupa kolostomi
pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah
enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain
dari kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat dilakukan
tindakan bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita
penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan
dilakukan anastomose.7
Tindakan Bedah Definitif
1. Prosedur Swenson
15
2. Prosedur Duhamel.
16
17
Kocher dimana dalam jangka waktu 6-8 hari anastomosis telah terjadi. Stenosis
dapat terjadi akibat pemotongan septum yang tidak sempurna.
3. Prosedur Endorectal Pull Through ( Soave )
18
5 . Prosedur Rehbein.
Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian dilakukan
anastomosis end to end antara kolon yang berganglion dengan sisa rektum, yang
dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini sering menimbulkan
obstipasi akibat sisa rektum yang aganglionik masih panjang.
6. Prosedur miomektomi anorektal.
Pada pasien-pasien dengan penyakit Hirschsprung segmen ultra pendek,
pengangkatan satu strip otot pada linea mediana dinding posterior rektum dapat
dilakukan dan prosedur ini disebut miomektomi anorektal, dimana dengan lebar 1
cm satu strip dinding rektum ekstramukosa diangkat, mulai dari proksimal linea
dentata sampai daerah yang berganglion.
7. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan
dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa
rektum diinsisi melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi
tumpul rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah
proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai
melewati anus sehingga terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemondokan dan operasi lebih
singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan minimal, feeding dapat diberikan
lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih
didapatkan komplikasi enterokolitis, konsipasi dan striktur anastomosis.
pipa rektum dan kemudian dimasukkan air hangat 10 ml/kg berat badan. Informed
consent dilakukan kepada keluarga meliputi cara operasi, perkiraan lama operasi,
lama perawatan, komplikasi-komplikasi,cara-cara penanganan apabila terjadi
komplikasi dan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi.
Jalannya operasi :
Setelah dilakukan pembiusan, kemudian dipasang pipa lambung dan
kateter. Dipasang infus pada tangan dengan menggunakan abbocath yang sesuai
dengan umur penderita. Tehnik ini dilakukan dengan posisi pasien tertelungkup.
Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah
operasi ditutup doek steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal
dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot yang menyusun muscle complex
secara tumpul dan tajam sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding
rektum dibuka memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan
operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara
memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm
proksimal linea dentata sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya
perubahan diameter dinding rektum. Agar supaya tidak melukai mukosa rektum
maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding rektum dipisahkan dari
mukosa dengan cara tumpul sehingga lapisan muskularis benar-benar telah
terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm
dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone transisi. Material ini
dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan pewarnaan hematoksilineosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner.2
Lapisan-lapisan otot muscle complex ditutup kembali seperti semula
dengan benang Vicryl 3/0 diikuti lapisan subkutis dengan benang plain cat-gut 2/0
dan lapisan kulit dijahit intra kutan dengan benang Vicryl 3/0. Dipasang pipa
rektum untuk mencegah terjadinya infeksi pada irisan operasi.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprungs Disease ini dilakukan
satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull through.
Perawatan pasca operasi :
Penderita dirawat langsung dibangsal perawatan, kecuali apabila ada
indikasi dirawat terlebih dahulu di Intensive Care Unit (ICU) untuk pengamatan
pasca operasi yang ketat. Pipa lambung dilepas apabila fungsi gastrointestinal
telah kembali normal dan kateter dilepas pada hari kedua perawatan. Antibiotik
diberikan sampai 2 hari pasca operasi. Pengawasan yang teliti pada daerah
20
perineum untuk mencegah terjadinya infeksi dengan melihat ada tidaknya eritema
atau selulitis. Untuk mencegah ekskoriasis diberikan salf zinc dan tiap hari kasa
betadin diganti untuk menutup irisan operasi. Apabila tidak ada komplikasi
penderita dapat dipulangkan pada hari ke empat pasca operasi. Dilatasi anorektal
dimulai pada hari ke tujuh pasca operasi dengan menggunakan busi hegar nomer
enam, mula-mula dikerjakan di poliklinik dan kemudian dilanjutkan dirumah.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya striktur. Apabila terjadi
enterokolitis maka diperlukan tindakan pencucian rektum, pemberian antibiotik
dan suspensi kaolin-pektin.7
C. Post Operatif
Pada awal periode post operatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pullthrough), pemberian makanan peroral dimulai sedangkan pada bentuk short
segmen, tipikal, dan long segmen dapat dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan
beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan metode Pull
Though Soave, Duhamel maupun Swenson. Apabila keadaan memungkinkan,
dapat dilakukan Pull Though satu tahap tanpa kolostomi sesegera mungkin untuk
memfasilitasi adaptasi usus dan penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan
rata-rata dimulai pada hari kedua sesudah operasi dan pemberian nutisi enteral
secara penuh dimulai pada pertengahan hari ke empat pada pasien yang sering
muntah pada pemberian makanan. Intolerasi protein dapat terjadi selama periode
ini dan memerlukan perubahan formula. ASI tidak dikurangi atau dihentikan. 4
2.9. Komplikasi
Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit
Hirschsprung dapat digolongkan atas :
4. kebocoran anastomose
5. stenosis
6. Ruptur kolon
7. Enterokolitis
8. gangguan fungsi spinkter
2.10. Prognosis
21
BAB III
KESIMPULAN
Hirschsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak
dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon.
Gambaran klinis penyakit hirschprung : pada periode neonatal ada trias
gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang
terlambat(lebih dari 24 jam pertama), muntah berwarna hijau dan distensi
abdomen. Sedangkan pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol
adalah konstipasi kronis dan gizi buruk (failure to thrive), terlihat gerakan
peristaltik usus di dinding abdomen., riwayat BAB yang tak pernah normal,
letargis, demam yang tidak terlalu tinggi, nafsu makan menurun, diarrhea, distensi
abdomen yang berat, feces berbau busuk.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada HD.
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah,
meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. Pemeriksaan
yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah
barium enema dimana akan dijumpai 3 tanda khas :
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
23