Anda di halaman 1dari 2

Autis Dalam Bahasa Gaul

Saya tergelitik untuk menulis posting ini karena kejadian dalam beberapa hari terakhir.
Sebetulnya saya merasa agak, maaf, basi membahas hal ini. Tapi mengingat kejadiankejadian tersebut, saya jadi kepingin menulis tentang kata Autis yang dipakai dalam bahasa
sehari-hari.
Seperti yang saya tuliskan pada posting Problematika Orangtua Dengan Anak Autis
pada bulan April akan banyak sekali talkshow, seminar dan workshop tentang autisme.
Beberapa hari yll saya mendengarkan salah satu diantaranya, talkshow tentang autisme
diradio. Talkshow tersebut bagus sekali, berguna bagi para ortu anak autis seperti saya.
Banyak masukan dan info yang saya dapatkan. Selesai talkshow tersebut, masih ada talkshow
lainnya. Yang berbicara seorang anak muda yang sangat berbakat dibidangnya, dan sudah
punya karya yang boleh diacungi jempol. Karena senang mendengarkan bakat-bakat muda
bercerita tentang karyanya, saya teruskan mendengarkan talkshow tersebut.
Tapi akhirnya semangat saya jadi drop dan akhirnya sampai mematikan radio ketika (saya
yakin ini diluar skenario) sang penyiar menanyakan opini sang anak muda mengenai
pemakaian kata autis dalam bahasa gaul. Sang anak muda mengatakan pada penyiar bahwa
dia sendiri pernah bertemu dengan seorang konsultan tumbuh kembang anak, dan ketika
mereka berbincang-bincang menurut konsultan tersebut sang anak muda memiliki beberapa
ciri-ciri autistik dimasa kecilnya. Namun karena sang anak muda tidak pernah lagi mencaritahu tentang apa autisme itu, ketika ditanya tentang opininya mengenai pemakaian kata autis,
dia menanggapi dengan Terserah kepada pemakainya. Hmmm.
Saya jadi teringat juga pada suatu malam, ketika saya lagi iseng menonton acara talkshow
entertainment J*st A****, ketika sang host bertanya tentang kebiasaan-kebiasaan para
anggota group band yang cukup menjadi idola para ABG. Salah satu anggotanya
menceritakan anggota lain yang punya kebiasaan unik, dan ditutup dengan komentar Ya gitu
deh dia, rada autis gitu. Whew, kaget saya mendengar kalimat itu. Saya tahu, maksud si
pemuda bukan autis dalam pengertian Autistic Spectrum Disorder tapi bisa dikatakan
kebiasaan unik yang tidak umum dilakukan. Lalu kenapa gunakan kata autis? Ya tentunya
karena terbiasa memakai istilah itu dalam bahasa gaul sehari-harinya.
Pada umumnya masyarakat memang belum banyak tahu tentang autisme. Tidak heran karena
itu PBB menetapkan tgl 2 April sebagai Autism Awareness Day, karena begitu banyak kasus
autisme sekarang ini (semakin meningkat tiap tahunnya) tapi masih begitu banyak ketidak
tahuan masyarakat mengenai autisme ini. Penyandang autis, keluarga dan komunitasnya
masih harus berjuang agar masyarakat lebih aware, lebih peduli kepada autisme.
Anyway, setelah mematikan radio, saya jadi tergerak untuk menulis status di facebook saya
seperti ini semakin dekat dengan Autism Awareness Day semakin kepingin orang-orang
lebih mengerti tentang autisme, memahami dan berempati pada penyandangnya, mengerti

bahwa tidak ada yang lucu dengan kondisi autis, bahwa penggunaan kata autis untuk
bahasa gaul itu mencerminkan ketidak pedulian.
Alhamdulillah sebagian besar pembaca status saya itu mensupport, memberikan jempolnya,
dan memberikan komentar yang mendukung. Namun ada juga komentar yang membuat saya
berpikir: begitu sulitnya kah untuk membuang kebiasaan menggunakan kata autis sebagai
bahasa gaul?
Saya berharap mereka yang masih menggunakan kata autis dalam konotasi negatif, sebagai
lelucon atau ledekan mau sebentaaaar saja menengok kehidupan penyandang autis dan
keluarganya. Mau membaca artikel Kado Terbaru yang ditulis salah satu pengurus Yayasan
Autisma Indonesia. Mau melihat video Autism Every Day di youtube yang diproduksi
organisasi Autism Speaks.

Setelah itu, masih bisakah mereka menggunakan kata autis


sebagai bahasa gaul lagi?
Dikutip dari Kado Terbaru :
Perjuangan terasa panjang dan melelahkan, namun hasil tidak instant. Sebagai
panitia kelelahan sangat pasti melanda namun disaat ketermenunganku tiba-tiba panitia
heboh dengan adanya kehadiran tiba-tiba seorang anak di ruang bermain, anak pria
berumur 12 tahun dan autis dengan permasalahan akut self injury dan saat saya lihat, sudah
didekap pak Taufik, tangan dan kakinya sudah rusak karena menghajar dan menendang
tembok di rumah sampai kakinya retak berdarah (kata ibunya temboknya dirumah penuh
darah), mukanya sudah penuh dengan bekas cakaran, tangan kanannya selalu
memukul pelipisnya yang sudah bonyok berulang-ulang dia memukuli dirinya, membuat
pak Taufik kewalahan dia berteriak dan didekap ibunya bergantian, saat didekap pun dia
memukuli dirinya terus. Aduh, aku seorang ibu dan refleks aku juga ikut jagain tangan nya
untuk tidak menjatuhkan serangan kepada pelipisnya, keadaan itu tidak bisa
distop, pemandangan yang membuat HATIKU HANCUR hancur sekali

Anda mungkin juga menyukai