Anda di halaman 1dari 9

DEMAM BERDARAH DENGUE

A. Diagnosis Kerja
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan khusus didiagnosa bahwa pasien ini
adalah suspek Demam Berdarah Dengue.
B. Teori
Definisi
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue yang
disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Demam berdarah dengue di tandai oleh
manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali,
dan kegagalan peredaran darah (Circulatory failure).
Epidemiologi
Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand.
Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai Negara bervariasi disebabkan
beberapa factor, antara lain status umur penduduk, kepadatan vector, tingkat penyebaran virus
dengue, prevalensi serotype virus dengue dan kondisi meterologis. Secara keseluruhan tidak
terdapat perbedaan antara jenis kelamin, tetapi kematian di temukan lebih banyak terjadi pada
anak perempuan daripada anak laki-laki. Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak
begitu jelas, namun secara garis besar jumlah kasus meningkat antara September sampai
februari dengan mencapai puncaknya pada bulan Januari.
Etiologi
Virus dengue termasuk group B arthropoad borne virus (arboviruses) dan sekarang
dikenal sebagai genus flavirus, family flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotype yaitu
den-1, den-2,den-3, dan den-4. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan
antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan
terhadap serotype yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi dengan 3 bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotype virus dengue
dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotype den-3 merupakan serotype yang
dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat

Patogenesis
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimia DBD
belum diketahui secara pasti. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the
secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang
menyatakan DBD dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi virus dengue serotype lain
dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun
The Imunological enhancement hypothesis
Antibody yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi
menghambat peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enchancing-antibody dan
neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibody yaitu (1) kelompok
monoclonal reaktif yang tidak mempunyai sifat menetralisasi tetatpi memacu replikasi virus,
dan (2) antibody yang dapat menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu
replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan adanya virion determinant specificity. Antibody
non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya
kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Dasar utama
hipotesis ialah meningkatnya reaksi immunologis (The Imunological enhancement
hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut :
1) Sel fagosit mononuclear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
2) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosit mononuclear.
Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen.
3) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dam sel fagosit mononuclear yang
telah terinfeksi.
4) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usu, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen.
Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah
sel yang terkena infeksi.
5) Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan system
humoral dan system komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang
mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi system koagulasi.
Mekanisme ini disebut mekanisme efektor

Aktifasi Limfosit
Limfosit T juga memegang peran penting dalam pathogenesis DBD. Akibat rangsang monosit
yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan
interferon (IFN- dan ). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotype berbeda dengan
infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN-. IFN- selanjutnya
merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi
medeiator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami
lisis dan mengelurkan mediator yang menyebabkan keboran plasma dan perdarahan.
Hipotesis kedua pathogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat serotype virus
dengue mempunyai potensi pathogen yang sama dan gejala berat terjadi sebagai akibat
serotype/galur serotype virus dengue yang paling virulen.
Manifestasi Klinis
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar dan perdarahan
pada tempat pengambilan darah vena. Petekie halus yang tersebar dianggota gerak, muka,
aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Harus diingat juga bahwa perdarahan
dapat terjadi disetiap organ tubuh. Epitaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan
perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah rejatan
yang tidak dapat diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtiva kadang-kadang
di temukan.pada masa konvalensens seringkali ditemukan eritema pada telapak tangan atau
kaki.
Diagnosis
Klinis
Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
1) Menifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk
perdarahan lain ( Petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi).
Hematemesis dan atau melena
2) Pembesaran hati
3) Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik 80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium

Tromnositopenia ( 100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari


peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum
sakit atau masa konvalensens. Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertama disertai
trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk membuat diagnosis DBD.
WHO (1975) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan
satu-satunya

manifestasi

perdarahan

Derajat II

adalah uji tourniquet positif


Derajat I disertai perdarahan spontan

Derajat III

dikulit dan atau perdarahan lain


Ditemukannya tanda kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi
menurun (20 mmHg)) atau hipotensi
disertai kulit dingin, lembab dan pasien

Derajat IV

menjadi gelisah
Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan
darah tidak dapat diukur

Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan
plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat pendarahan.
Pasien DBD dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi
diperlukan perawatan intensif.
Fase demam
Tatalaksana DBD fase demam bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian
cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan maka cairan intravena rumatan
perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa
antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Paracetamol direkomendasi
untuk mempertahankan suhu dibawah 390C dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali. Rasa haus dan
keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Jenis
minuman yang dianjurkan jus buah, the manis, sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu
diberikan minuman 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama setelah keadaan dehidrasi dapat

diatasi, anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum ASI, tetap harus diberikan disamping larutan oralit, bila terjadi kejang demam
disamping antipiretik diberikan antikonfulsi selama masa demam. Pasien harus diawasi ketat
terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu transfuse, yaitu saat
suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala
merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk monitor hasil pengobatan yaitu
menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.
Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan
tekanan nadi. Hematokrit hatus diperiksa minimal 1 kali sejak hari ke 3 sampai suhu normal
kembali, bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tesedia,pemeriksaan hemoglobin dapat
digunakan sebagai alternative walaupun tidak terlalu sensitive.

Penggantian volume plasma


Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan
suhu (fase a febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian
volume plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana danberhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan
pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28 jam
berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume
urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran
plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 58%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya
dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung meningkat
pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi

dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl 0,45%. Bila
terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan
yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang diperlukan
sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan rumatan + defisit
6% (5 sampai 8%).

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan berat badan
pasien serta derajat kehilangan plasma, yang sesuai dengan derajat hemokonsentrasi. Pada
anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan dengan berat badan ideal untuk anak umur yang
sama. Kebutuhan cairan rumatan dapat diperhitungan

Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500+(20x20) =1900
ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan 24 jam. Oleh karena perembesan plasma tidak
konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan
pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dankehilangan plasma, yang dapat diketahui
dari pemantauan kadar hematokrit. Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus
setelah plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika

memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam
intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan edema paru
dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dannadi lemah, tekanan
nadi menyempit (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan peningkatan mendadak dari
kadar hematokrit atau kadar hematokrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi
cairan intravena. Jenis Cairan (rekomendasi WHO)

Kristaloid.
Larutan ringer laktat (RL)
Larutan ringer asetat (RA)
Larutan garam faali (GF)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara teratur untuk menilai
hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada monitoring adalah

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15 -30 menit atau

lebih sering, sampai syok dapat teratasi.


Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai keadaan klinis pasien

stabil.
setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah,

dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis. Pada pengobatan syok, kita harus yakin benar bahwa
penggantian volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila
diuresis belum cukup 1 ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan
diperkuat dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka
selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah diuresis,
kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi, apabila diuresis tetap belum
mencukupi, pada umumnya syok belum dapat terkoreksi dengan baik, maka
pemberian dopamia perlu dipertimbangkan.

Pencegahan
Pengembangan vaksin untuk dengue sangat sulit karena keempat jenis serotipe virus bisa
mengakibatkan penyakit.
Perlindungan terhadap satu atau dua jenis serotipe ternyata meningkatkan resiko

terjadinya penyakit yang serius.


Saat ini sedang dicoba dikembangkan vaksin terhadap keempat serotipe sekaligus.
sampai sekarang satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue dan DHF
adalah dengan memerangi nyamuk yang mengakibatkan penularan.
a. aegypti berkembang biak terutama di tempat-tempat buatan manusia, seperti wadah
plastik, ban mobil bekas dan tempat-tempat lain yang menampung air hujan.
nyamuk ini menggigit pada siang hari, beristirahat di dalam rumah dan meletakkan
telurnya pada tempat-tempat air bersih tergenang.
Pencegahan dilakukan dengan langkah 3m :
1. Menguras bak air
2. Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak nyamuk
3. Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air.

Di tempat penampungan air seperti bak mandi diberikan insektisida yang membunuh larva
nyamuk seperti abate. hal ini bisa mencegah perkembangbiakan nyamuk selama beberapa
minggu, tapi pemberiannya harus diulang setiap beberapa waktu tertentu. di tempat yang
sudah terjangkit dhf dilakukan penyemprotan insektisida secara fogging. tapi efeknya hanya
bersifat sesaat dan sangat tergantung pada jenis insektisida yang dipakai.
di samping itu partikel obat ini tidak dapat masuk ke dalam rumah tempat ditemukannya
nyamuk dewasa. untuk perlindungan yang lebih intensif, orang-orang yang tidur di siang hari
sebaiknya menggunakan kelambu, memasang kasa nyamuk di pintu dan jendela,
menggunakan semprotan nyamuk di dalam rumah dan obat-obat nyamuk yang dioleskan.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai