Nama Species
Katsuwonus pelamis
Kapal Penangkap
Bahan baku diterima dalam keadaan utuh beku 90% dan segar 10%
Produk Akhir
Tahapan Proses
Tipe Kemasan
Daya Awet
Label/Spesifikasi
Sasaran Pelanggan
27
28
yang
ditetapkan
pemerintah
yaitu
Permenkes
RI
29
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
ALT (koloni/ml)
Escherichia coli (MPN/ml)
pH
Bau
Turbiditas (NTU)
Total Dissolved Solid (mg/L)
Klorida (mg/L)
Klorin (mg/L)
Hg (mg/L)
Pb (mg/L)
Cd (mg/L)
Cu (mg/L)
Hasil Uji
Air
20
<2
7,22
Tidak Berbau
0,26
84
10
0,5
Tidak Terdeteksi
Tidak Terdeteksi
Tidak Terdeteksi
Tidak Terdeteksi
Es
20
<2
6,55
Tidak Berbau
0,68
61
10
<0,1
Tidak Terdeteksi
Tidak Terdeteksi
Tidak Terdeteksi
Tidak Terdeteksi
Persyaratan
100
<2
6,5-8,5
Tidak Berbau
5
500
250
5
0,001
0,003
0,010
2,00
pengukusan, pendinginan
suhu
ruang, pemotongan
kepala,
30
cakalang precooked loin beku maka dapat dianalisis bahaya yang mungkin terjadi
pada tahapan proses pengolahan cakalang precooked loin beku pada Lampiran 5.
4.2.1 Penerimaan Bahan Baku
Hal yang perlu diperhatikan pemilihan bahan baku adalah mutu bahan
baku saat penerimaan. Mutu bahan baku mempengaruhi produk akhir yang
dihasilkan dalam proses pengolahan cakalang precooked loin beku. Menurut
Hadiwiyoto (1993), mutu bahan baku menentukan hasil akhir pengolahannya.
Proses pengolahan tidak dapat meningkatkan mutu tetapi hanya mempertahankan
mutu dan memperlambat pertumbuhan bakteri.
Penerimaan bahan baku ikan cakalang berasal dari kapal penangkapan
yang transit di Pelabuhan Perikanan Nizam Zachman. Kapal purse seine memiliki
palka yang berfungsi untuk membekukan dan menyimpan ikan cakalang dalam
keadaan beku sehingga memiliki suhu -10OC. Ikan cakalang beku datang
dikeluarkan dari kapal terbungkus karung untuk mempermudah pengangkutan.
Ikan cakalang dari kapal diangkut dengan wadah box fiber dan tong plastik
menggunakan mobil pick up (bak terbuka). Jarak antara transit dengan perusahaan
berjarak 200m sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam
pengangkutan bahan baku. Bahaya potensial yang mungkin timbul dalam hal ini
adalah kenaikan suhu saat diangkut sehingga dapat meningkatkan histamin.
Bahaya ini dapat dicegah dengan penerapan GMP dengan mempertahankan suhu
bahan baku ikan cakalang -18OC dalam wadah saat pengangkutan dari tempat
transit kapal.
Staff penerimaan bahan baku dan Quality Control (QC) melakukan
pencatatan penerimaan bahan baku (lampiran 15) dan pengecekan mutu bahan
baku ikan cakalang dengan uji organoleptik setelah sampai di pabrik untuk
penentuan harga dari bahan baku ikan cakalang. setiap kapal mempunyai
kapasitas muatan 6-8 ton. Ukuran bahan baku ikan cakalang yang diterima 1 kg
sampai 3 kg. Bahan baku ikan cakalang masuk ke dalam cold storage dan diberi
tanda berupa tanggal dan asal kapal bahan baku. Tahap penerimaan bahan baku
ini memiliki potensi bahaya yang cukup tinggi pada proses sortasi. Terkadang
31
mutu bahan baku ikan yang diterima tidak sesuai standar yang diminta. Proses
sortasi perlu dilakukan ketika ditemukan bahan baku yang diterima lalu disortasi
dengan sampling sehingga terdapat ikan cakalang yang tidak sesuai dengan mutu.
Hal ini terjadi karena banyaknya bahan baku yang harus disortir dan pekerja pada
tahap penerimaan terbatas. Bahaya ini dapat dikategorikan bahaya yang signifikan
apabila tidak ditangani secara baik dengan menerapkan GMP perusahan karena
dapat berpengaruh pada mutu produk akhir.
Penyebab bahaya yang lain saat penerimaan bahan baku yaitu adanya
kontaminasi silang dengan lingkungan atau daerah penangkapan ikan. Bahaya
yang mungkin timbul seperti kontaminasi logam berat seperti Cd, Hg dan Pb.
Bahaya ini dapat dikategorikan ke dalam bahaya yang tidak sering terjadi. Bahan
baku ikan cakalang yang diterima di PT. GEM dilakukan monitoring penerimaan
bahan baku dengan melakukan pengujian kadar logam berat di Laboratorium
Balai Pengujian Mutu dan Pengolahan Hasil Perikanan (BPMPHP) Jakarta Utara.
Pengujian ini dilakukan setiap 3 bulan sekali pada sampel ikan tuna dari masingmasing transit yang mensuplai bahan baku.
4.2.2 Pelelehan (thawing)
Tahap proses pelelehan (thawing) bertujuan untuk melelehkan bahan baku
ikan cakalang beku. Bahan baku ikan cakalang dalam keadaan beku dikeluarkan
dari cold storage, lalu direndam ke dalam bak yang berisi air. Permukaan air
menutupi seluruh permukaan ikan cakalang. Proses pelelehan perlu diperhatikan
dalam pencatatan suhu pusat ikan dan suhu air. Proses pelelehan berhenti ketika
suhu pusat ikan antar -3-0OC dan suhu air 15OC, waktu yang dibutuhkan dalam
proses pelelehan sekitar 4-6 jam. Bahan baku ikan cakalang dilanjutkan ke
proses penyiangan dan pengukusan.
Tahap pelelehan (thawing) memiliki potensi bahaya yaitu bahaya biologi
yang meliputi kontaminasi mikroba Coliform, E. Coli, Vibrio cholera dan
Salmonella. Penyebab bahaya timbul yaitu kontaminasi peralatan dan air. Bahaya
ini mempunyai peluang yang tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat
dikendalikan dengan penerapan SSOP dan GMP dengan kualitas air sesuai dengan
32
Standar
yang
ditetapkan
Permenkes
RI
No.907/MENKES/SK/VII/2002.
33
mengetahui tingkat kematangan daging ikan cakalang.. Suhu pusat ikan yang
matang harus mencapai suhu 65-75OC. Apabila suhu pusat ikan tidak mencapai
65-75OC, ikan belum matang secara merata sampai ke dalam daging sehingga
dilakukan penambahan waktu lama pengukusan.
Tahap proses pengukusan ditemukan potensi bahaya dalam proses
pengukusan adalah bahaya fisik yaitu degradasi bentuk daging loin. Bahaya ini
disebabkan lama pengukusan yang dilakukan. Bahaya ini dapat dikategorikan
bahaya yang signifikan apabila tidak ditangani secara baik dengan menerapkan
GMP perusahan karena dapat berpengaruh pada mutu produk akhir. Pengawasan
saat proses pengukusan perlu diperlukan seperti kalibrasi alat pengukus
pengecekan suhu oven dan pengecekan hasil pengukusan loin.
4.2.5 Pendinginan suhu ruang
Tahap pendinginan suhu ruang dilakukan setelah pengukusan bertujuan
untuk menurunkan suhu ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen. Tahap
pendinginan dibantu dengan penyemprotan/ water spray. Bahaya yang timbul
pada tahap pendinginan suhu ruang yaitu bahaya biologis yaitu terjadinya
kontaminasi dari pekerja. Peluang terjadinya bahaya dengan tingkat keseriusan
yang tinggi tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan oleh GMP
dan SSOP perusahaan dengan menjaga sanitasi pekerja seperti mencuci tangan
sebelum masuk ke ruang proses pendinginan suhu ruang dan dilakukan
pengawasan terhadap kebersihan pekerja oleh pengawas per divisi dan Quality
Control (QC).
4.2.6 Pemotongan kepala dan ekor
Tahap pemotongan kepala dan ekor ikan cakalang dilakukan setelah
pendinginan suhu ruang. Tahap ini kepala dipotong menggunakan tangan tanpa
menggunakan bantuan peralatan seperti pisau. Bahaya yang mungkin timbul pada
saat pemotongan kepala dan ekor adalah bahaya biologi yaitu kontaminasi
mikroba. Penyebab timbulnya
34
35
pekerja oleh pengawas sebelum masuk ke ruang proses produksi dan dilakukan
pengawasan saat proses produksi berlangsung.
4.2.9 Metal Detector
Setelah loin melewati berbagai proses tahapan pembersihan, loin melewati
metal detector sebelum masuk ke penimbangan loin. Bahaya yang mungkin
terjadi adalah bahaya fisik yaitu adanya benda asing seperti serpihan logam dari
pisau yang digunakan dalam pan loin. Bahaya ini mempunyai peluang yang tidak
mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan dengan penerapan GMP
perusahaan dengan pengontrolan setiap pan loin masuk ke metal detector. QC
melakukan kalibrasi alat metal detector setiap akan mulai produksi dan
mengecekan sensitifitas metal detector setiap 1 jam sekali. Setiap produk yang
terdeteksi adanya logam maka dikembalikan (reprocess) dan dilakukan
pengecekan ulang pan loin lalu hasil yang ditemukan dilaporkan dan dibuat
pencacatan dalam laporan catatan harian.
4.2.10 Penimbangan
Tahap penimbangan berat loin dalam pan ditimbang seberat 5.030 g.
Penimbangan dilakukan untuk mempermudah pengemasan loin dalam plastik
pada tahap pengemasan. Penentuan berat loin dalam kemasan sesuai dengan
permintaan buyer. Tahapan penimbangan dilanjutkan ke tahapan pengemasan.
Bahaya yang mungkin timbul pada tahap penimbangan adalah kesalahan pekerja
dalam melakukan penimbangan loin. Bahaya ini mempunyai peluang yang tidak
mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan dengan penerapan GMP
perusahaan dengan pengontrolan penimbangan oleh pengawas dan QC. Tindakan
pencegahan lain adalah pemberian pelatihan dan informasi pada pekerja dalam
penimbangan berat minimal cakalang loin.
4.2.11 Pengemasan
Tahap pengemasan yang dilakukan loin yang telah ditimbang dalam pan
kemudian dimasukan ke dalam plastik dilanjutkan proses vaccum dan wrapping.
Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yaitu kesalahan pekerja pada
36
saat loin dilakukan vaccum dan wrapping yang dilakukan oleh kesalahan pekerja
(humman error). Kesalahan ini terjadi karena kesalahan tata cara pengemasan loin
saat proses vaccum dan wrapping. Bahaya ini mempunyai peluang tingkat
kesalahan yang tinggi tidak mungkin terjadi karena bahaya dapat dikendalikan
dengan penerapan GMP perusahaan yaitu pengontrolan tata cara pengemasan dan
pengecekan hasil produk yang telah di vaccum dan wrapping oleh pengawas dan
QC. Proses pengemasan bertujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi,
kerusakan selama transportasi, mempermudah dalam proses pembekuan dan
penyimpanan. Bahan pengemas harus bersih, tidak mencemari produk yang
dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi syarat kemasan untuk bahan
pangan.
4.2.12 Pembekuan
Tahap pembekuan bertujuan untuk membekukan produk hingga mencapai
suhu beku secara cepat. Produk cakalang precooked loin yang telah dikemas
vaccum kemudian diletakkan di dalam wadah long pan diletakkan ke dalam rak
ruangan Contact Plate Freezer (CPF) dibekukan dengan suhu -40OC. Pembekuan
dilakukan untuk membuat suhu pusat loin tuna mencapai maksimal -18oC
sehingga tidak terdapat organisme mikrobiologi yang dapat hidup dalam daging
tuna. Proses pembekuan dilakukan selama 4 jam untuk mencegah terjadinya
dehidrasi pada cakalang precooked loin.
Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yaitu suhu tidak
mencapai suhu optimal dalam proses pembekuan sehingga hasil produk akhir
tidak mencapai suhu yang diinginkan dan ditetapkan sehingga bisa berpotensi
pertumbuhan mikroba pada produk. Bahaya ini bisa dikategorikan bahaya yang
tidak sering terjadi dan tidak termasuk bahaya yang signifikan karena pada saat
proses penyimpanan beku dapat dikontrol penerapan GMP perusahaan dengan
cara pengawasan hasil pencatatan suhu oleh pengawas operator CPF dan QC.
4.2.13 Penyimpanan beku
Fungsi penyimpanan beku adalah untuk menyimpan produk beku pada
tingkat suhu rendah diinginkan sehingga dapat mempertahankan kondisi dan mutu
37
produk beku selama jangka waktu yang ditetapkan (Ilyas 1983). Produk cakalang
precooked loin yang telah dikemas dan dibekukan kemudian dimasukan ruang
penyimpanan. Pengamatan I, II, III suhu pada ruang penyimpanan ABF (Air Blast
Freezer) sebesar -22OC, -25OC dan -30OC. Pengecekan suhu selama penyimpanan
dilakukan agar suhu tidak mengalami penurunan ataupun kenaikan. Pengawas dan
operator yang mempunyai tanggung jawab menjaga suhu tetap stabil dan
melakukan pencatatan suhu dalam ABF.
Bahaya yang mungkin timbul adalah bahaya fisik yaitu penyusutan fisik
dan pertumbuhan mikroba pada produk akibat fluktuatif suhu. Bahaya ini bisa
dikategorikan bahaya yang tidak sering terjadi dan tidak termasuk bahaya yang
signifikan karena pada saat proses penyimpanan beku dapat dikontrol penerapan
GMP perusahaan dengan cara melakukan pengawasan hasil pencatatan suhu oleh
pengawas operator dan QC.
4.2.14 Pengepakan
Tahap pengepakan dilakukan dengan mengepak cakalang precooked loin
beku ke dalam karung. Setelah pengepakan loin siap dimasukan ke dalam truk
kontainer dengan suhu maksimal -18OC. Bahaya potensial yang mungkin timbul
pada proses pengepakan adalah bahaya kimia diantaranya histamin yang
disebabkan kenaikan suhu pada saat pengepakan. Bahaya ini dapat dicegah
dengan penerapan GMP yaitu mempertahankan suhu dingin dalam ruangan dan
melakukan proses pengepakan dengan cepat dan cermat.
Tabel 6. Analisis Bahaya Penanganan Cakalang Precooked Loin beku
No
Alur Proses
Penerimaan
Bahan Baku
Penyebab
Bahaya
Kesalahan sortir
Bahan
baku
mutu
Bahaya
Potensial
Bahaya fisik:
Mutu yang
tidak sesuai
Kenaikan suhu
Bahaya kimia :
Kenaikan
histamine
Bahaya kimia :
Cemaran
kadmium,
timbal,
dan
Cemaran logam
berat
SSOP/GMP
SSOP GMP
Tindakan
Pencegahan
Penggunaan pekerja
terampil
dan
pemeriksaan
oleh
QC
Pengecekan
dan
kontrol suhu.
Pengecekan uji labs.
38
No
Alur Proses
Penyebab
Bahaya
Kontaminasi air
dan peralatan
Bahaya
raksa
Potensial
Bahaya biologi:
Kontaminasi
bakteri
Pelelehan
Penyiangan
Kontaminasi
silang dari
peralatan
Pengukusan
Mutu tidak
sesuai dengan
spesifikasi
Pendinginan
Suhu Ruang
Kontaminasi dari
pekerja
Pemotongan
Kepala dan
ekor
Pengulitan
Pembersihan
Metal
Detector
10
Penimbangan
11
Pengemasan
Wrapping
dan vacuum
Pembekuan
12
13
Penyimpanan
Beku
14
Pengepakan
SSOP/GMP
Tindakan
Pencegahan
Periksa mutu dari
air yang digunakan
untuk
pelelehan
setiap
awal
produksi.
Bahaya biologi
:
Pertumbuhan
mikroba
Bahaya Fisik:
Degradasi
bentuk daging
Pembersihan
peralatan
secara
berkala.
Bahaya biologi:
Kontaminasi
mikroba
Kontaminasi dari Bahaya biologi:
pekerja
Kontaminasi
mikroba
Kesalahan
Bahaya Fisik:
pekerja
Kesalahan
pemotongan
Kontaminasi
Bahaya biologi:
silang dari
Kontaminasi
peralatan
mikroba
Kesalahan
Bahaya fisik:
pekerja
Duri dan
daging merah
Kontaminasi
Bahaya biologi:
silang
dari Kontaminasi
peralatan
mikroba
Kontaminasi
Bahaya Fisik:
peralatan logam
Adanya
serpihan logam
Kesalahan
Bahaya Fisik:
pekerja
Kekurangan
berat
Kesalahan
Bahaya fisik :
wrapping
dan Kemasan bocor
vacuum
Waktu dan
Bahaya biologi:
peningkatan
Pertumbuhan
suhu
mikroba
Suhu tidak
Bahaya
mencapai
biologi:
optimal
Pertumbuhan
mikroba
Peningkatan
Bahaya kimia:
suhu
Kenaikan
Histamin
Kalibrasi
alat,
pengecekan
suhu
pusat
dan
pengukusan
kembali.
Sanitasi pekerja
Sanitasi pekerja
Pelatihan
pekerja
dan
pengecekan
kembali oleh QC
Sanitasi peralatan
Pengecekan
suhu
secara berkala
Pengecekan suhu
Pelatihan
pekerja
dan
pengecekan
kembali oleh QC
Sanitasi peralatan
Pengontrolan
alat
dan
Pengecekan
sensitifitas alat
Pengecekan
berat
produk
Pengecekan kondisi
dan
tata
cara
pengemasan
Pengecekan
suhu
secara berkala
39
Bahaya Signifikan
Penurunan mutu bahan baku
Q1
Y
Histamin
Logam berat
Y
Y
Identifikasi CCP
Q2
Q3
N
N
Y
N
Q4
-
CCP/
Not CCP
Not CCP
CCP
Not CCP
Keterangan:
Q1 :
Q2 :
40
Q3 :
Q4 :
Satuan
Angka (1-9)
Persyaratan
SNI
Minimal 7
Hasil
Uji
7
SNI 2346:2011
Koloni/g
APM/g
Per 25 g
Per 25 g
Maks.5,0 x 105
Maks.< 2
negatif
negatif
8x103
<2
Negatif
Negatif
SNI 01-2332.3-2006
SNI 01-2332.1-2006
SNI 01-2332.4-2006
SNI 01-2332.2-2006
Metode
41
Satuan
Hasil Uji
Metode
Angka (1-9)
Persyaratan
SNI
Minimal 7
SNI 2346:2011
Koloni/g
APM/g
Per 25 g
Per 25 g
Maks.5,0 x 105
Maks.< 3
negatif
negatif
5x103
<2
Negatif
Negatif
SNI 01-2332.3-2006
SNI 01-2332.1-2006
SNI 01-2332.4-2006
SNI 01-2332.2-2006
HASIL
UJI ES
HASIL
UJI AIR
PERSYARATAN
METODE
20
20
100
SNI 01-2332.3-2006
<2
<2
<2
SNI 01-2332.1-2006
Mikrobiologi test
Angka
Lempeng
Total
(ALT) (koloni/ml)
Escherichia coli (MPN/ml)
42
sedangkan hasil uji untuk air yang digunakan memiliki nilai 20 koloni/g dan hasil
uji untuk es memiliki nilai 20 koloni/g. Hasil uji Escherichia coli dari air dan es
masih memenuhi standar yaitu kurang dari 2. Hasil uji tersebut berarti bahan
pembantu air dan es masih memenuhi standar karena hasil tidak melampaui dari
standar yang ditetapkan dan tidak membahayakan kesehatan.
4.4.4 Hasil Uji Swab Peralatan Produksi
Pengujian Swab terhadap peralatan produksi dilakukan di laboratorium
pemerintah BPMPHP setiap 3 bulan. Pengujian terhadap peralatan produksi yaitu
pan cleaning, pan sortir, timbangan, pisau, apron dan meja dalam Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Uji Swab Peralatan
Parameter Pan
uji
Sortir
ALT
300
Pan
Timbangan Apron
Cleaning
Meja
Pisau
Standar
Metode
100
200
100
2000
100
500.000
SNI 01-2332.3-2006
<2
<2
<2
<2
<2
<2
SNI 01-2332.1-2006
Salmonella Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
SNI 01-2332.2-2006
V. cholerae Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
SNI 01-2332.4-2006
E. coli
<2
jumlah ALT 100 koloni/100cm2 sedangkan meja memiliki jumlah ALT 2.000
koloni/100cm2, pan sortir memiliki jumlah ALT 300 koloni/100cm2.dan
timbangan memiliki jumlah ALT 200 koloni/100cm2. Persyaratan standar bakteri
Salmonella dan V. cholerae adalah negatif, hasil uji swab yang dilakukan juga
semua peralatan negatif. Persyaratan bakteri E.Coli memiliki persyaratan
<2MPN.cm2, hasil uji swab yang dilakukan semua peralatan adalah <2MPN.cm2.
Hasil uji swab pan cleaning, pan sortir, timbangan, pisau, apron dan meja masih
memenuhi standar karena hasil tidak melampaui dari standar yang ditetapkan.
4.5 Hasil Uji kimia
Pengujian kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan kimia yang
terkandung dalam suatu produk yang diuji. Pengujian kimia dilakukan di
43
BAHAN
BAKU
PRODUK PERSYARATAN
AKHIR
METODE
Chemical test :
-Histamin (mg/Kg)
0.076
0.062
100
SNI 2354.10-2009
0.28
1.00
44
terbuang pada saat proses produksi yaitu pembersihan daging merah (trimming)
yang terdapat pada ikan cakalang.
Hasil uji mercury (Hg) bahan baku memiliki 0.28 mg/kg dan hasil uji
produk akhir tidak terdeteksi adanya mercury. Menurut Darmono (2001), logam
berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan,
yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Akumulasi
logam tertinggi biasanya dalam hati (detoksikasi) dan ginjal (ekskresi). Mercury
dapat menempel pada kulit dan insang saat ikan melakukan respirasi. Akumulasi
logam berat pada organ hati ikan lebih banyak dibandingkan dengan ginjal. Proses
penyiangan, pengulitan dan pembersihan dimungkinkan mereduksi mercury
dalam bahan baku yang terdapat di kulit dan organ ikan. Hasil ini menunjukkan
bahan baku dan hasil produk akhir dapat dinyatakan aman dikonsumsi karena
hasil pengujian masih dibawah standar yang ditetapkan oleh perusahaan.
4.5.2 Hasil Uji Air dan Es
Pengujian kimia terhadap bahan pembantu air dan es dilakukan dengan uji
pH, odor, turbidity, total dissolved solid, chloride, chlorine, mercury, cadmium,
copper dan lead. Hasil pengujian kimia mercury dan pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil Uji Kimia Air dan Es
PARAMETER
HASIL
UJI ES
HASIL
UJI AIR
PERSYARATAN
METODE
6.55
7.22
6.5-8.5
pH Meter
Odorles
Odorless
Odorless
Tes sensori
0.26
Turbiditymeter
0.68
84
500
SNI 06-6989.26-2005
Chloride (mg/L)
61
10
250
SNI 6989.19-2009
Chlorine (mg/L)
10
0.5
Tes klorin
<0.1
0.001
SNI 01-2354.6-2006
0.003
SNI 2354.5:2011
0.010
SNI 2354.5-2011
Copper / Cu (mg/L)
2.00
SNI 01-2362-1991
Chemical test
pH
Odor
Turbidity (NTU)
Total dissolved solid (mg/L)
45
Rata-Rata
7,2
46