PENDAHULUAN
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary
Disease (COPD) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara yang
irreversible.1 Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya. 2
Menurut World Health Organization (WHO), PPOK bisa membunuh seorang manusia
setiap sepuluh detik.3
Menurut WHO, PPOK merupakan salah satu penyebab kematian yang bersaing
dengan HIV/AIDS untuk menempati tangga ke-4 atau ke-5 setelah penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskuler, dan infeksi akut saluran pernafasan. Laporan
terbaru WHO menyatakan bahwa sebanyak 210 juta manusia mengalami PPOK dan
hampir 3 juta manusia meninggal akibat PPOK pada tahun 2005. Diperkirakan pada
tahun 2030, PPOK akan menjadi penyebab ke-3 kematian di seluruh dunia.3
Dikatakan 80 - 90% kematian pada penderita PPOK berhubungan dengan
merokok. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik dan emfisema
diakibatkan oleh rokok. Dilaporkan perokok adalah 45% lebih berisiko untuk terkena
PPOK berbanding bukan perokok. WHO turut menyatakan bahwa perokok pasif
berisiko tinggi, terutama pada anak-anak dan individu yang terpapar. Diperkirakan
perokok pasif dapat meningkatkan risiko PPOK pada orang dewasa sebanyak 10 43%.3
Menurut Depkes RI survei di lima rumah sakit propinsi di Indonesia pada tahun
2004 menunjukkan bahwa PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
kesakitan (35%), diikuti asma bronkial (33%), kanker paru (30%) dan lainnya (2%).
Penggunaan tembakau di Indonesia diperkirakan telah menyebabkan 70% kematian
akibat penyakit paru kronik dan emfisema. Lebih daripada setengah juta penduduk
Indonesia menderita penyakit saluran pernafasan akibat penggunaan tembakau pada
tahun 2001.4
Konsep pathogenesis PPOK diawali oleh adanya inhalasi bahan-bahan
berbahaya, seperti asap rokok atau polusi udara sehingga timbul respon inflamasi
pada paru yang menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan paru, yaitu terjadi
perubahan struktural pada saluran napas kecil berupa fibrosis, destruksi parenkim dan
hipertropi otot polos sehingga terjadi obstruksi saluran napas.2
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang bersifat
stabil dan dengan variasi gejala harian sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang sudah biasa digunakan. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut
dapat ditandai dengan gejala yang khas seperti sesak nafas yang semakin bertambah,
batuk produktif dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga
memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatique, dan gangguan susah
tidur. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial.
PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.5
Bronkitis kronik
Kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun,sekurang-kurangnya dua tahun
berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.
Emfisema
Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
Pada
prakteknya
cukup
banyak
penderita
bronkitis
kronik
juga
2.Faktor resiko
a. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :5
i.
Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
ii.
3.Diagnosis5
1. Anamnesis
Adanya keluhan sesak nafas, batuk-batuk kronis, sputum yang
produktif, faktor risiko (+), PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau
gejala, riwayat paparan dengan faktor risiko, riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat keluarga PPOK, riwayat eksaserbasi dan
perawatan di rumah sakit sebelumnya, komorbiditas, dampak penyakit
terhadap aktivitas.
2. Pemeriksaan fisik
Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal
sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena
b.
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan,
15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau
APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200
ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil b. Darah rutin
- Normal
- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular
shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari
hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi
dengan gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.
Sgaw meningkat
f.
Radiologi
- CT - Scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis
serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks
polos.
- Scan ventilasi perfusi Mengetahui fungsi respirasi paru
g. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
h.
Ekokardiografi
Menilai fungfsi jantung kanan
i. Bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik
yang tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama
eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
j.
Klasifikasi3
Klasifikasi PPOK menurut National Heart, Lung and Blood Institute dan WHO
adalah sebagai berikut:
Stadium 0
Derajat berisiko PPOK :
- Siprometri normal
- Kelainan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium I
PPOK ringan :
- VEP1 / KVP < 75%
- VEP1 > 80% prediksi
Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produktif)
Stadium II
PPOK sedang :
- VEP1 / KVP < 75%
- 30% < VEP1< 80% prediksi
(IIA : 50% < VEP1< 80% prediksi)
(IIB : 30% < VEP1< 50% prediksi)
Dengan/ tanpa keluhan kronik (batuk, sputum produkrtif)
10
5.
Stadium III
PPOK berat :
- VEP1 / KVP < 75%
- VEP1 < 30% prediksi atau VEP1 < 50% prediksi + gagal nafas.
Diagnosis Banding PPOK
Asma
Pneumotoraks
6.
Penatalaksanaan
11
Bronkodilator
Macam - macam bronkodilator :
12
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa
atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.
Kortikosteroid
Gunakan golongan metilprednisolon/prednison, diberikan dalam bentuk oral,
setiap hari atau selang sehari dengan dosis 5 mg perhari, terutama bagi
2.Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK
adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru.
Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan
memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi pengobatan dari asma
Ringan
13
3.Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK dikarenakan bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan
hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan
menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru
dan perubahan analisis gas darah.
14
Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup
sehari.
Steroid oral dapat diberikan selama 10-14 hari.
Bila infeksi dapat diberikan antibiotik spektrum luas (termasuk S.
pneumonia, H. influenzae, M. catarrhalis)
antikolinergik
Pada eksaserbasi akut berat + aminofilin (0,5mg/ kgbb/jam)
Steroid : prednison 30-40 mg PO selama 10-14 hari
Steroid intravena : pada keadaan berat.
15
C. Pembedahan :
Pada PPOK berat(bila dapat memperbaiki fungsi paru atau gerakan mekanik
paru)Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :
1. Bulektomi
2. Bedah reduksi volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgey
(LVRS)
3. Transplantasi paru
7.
Prognosis
Prognosis PPOK bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Pada
pasien yang berumur kurang dari 50 tahun dan datang dengan keluhan sesak nafas
yang ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila pasien itu
datang dengan sesak nafas sedang, maka 5 tahun kemudian 42% pasien akan sesak
lebih berat dan meninggal. Pada pasien yang berumur lebih dari 50 tahun dengan
sesak nafas ringan, 5 tahun kemudian 50% pasien akan lebih berat atau meninggal.5
16
1
2
Terapi oksigen
Bronkodilator
o Inhalasi/nebulizer
- Nilai berat gejala
- Agonis beta 2
- Antikolinergik
o Intravena: metal xantin, bolus & drip
3 Antibiotik
4 Kortikosteroid sistemik
5 Diuretik bila ada resistensi cairan
ICU
Ruang rawat
Bronkodilator seperti pada PPOK stabil, dosis 4-6 kali 2-4 hirup sehari.
17
Identitas Pasien
Nama
: Tn. ZJ
Umur
: 51 tahun
Jenis Kelamin
: Pria
Pekerjaan
: Wiraswasta
Status
: Menikah
Masuk RS
: 18 November 2013
Anamnesis
Autoanamnesis dan Alloanamnesis (Istri)
Keluhan Utama
Sesak napas sejak 1 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
18
(-), keringat malam hari saat tidak beraktivitas (-). Pasien juga tidak
mengeluhkan adanya penurunan berat badan.
Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas bertambah hebat, sesak
semakin terasa berat saat beraktivitas, terbangun malam hari karena sesak (-),
tidur lebih nyaman dengan dua bantal, sesak tidak dipengaruhi cuaca dingin
ataupun debu, saat sesak tidak terdapat suara menciut ngik, sesak disertai
batuk (+) berdahak, warna putih kekuningan, kental, batuk berdarah (-), demam
(-).
Riwayat dirawat dengan keluhan yang sama (+) 8 bulan yang lalu
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit asma, alergi dan keluhan
seperti pasien.
Pemeriksaan Umum
19
Kesadaran
: Komposmentis
: 130/80 mmHg
Nadi
: 102 x/menit.
Napas
: 26 x/menit.
Suhu
: 37C
Pemeriksaan Fisik
Kepala dan Leher:
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor,
diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+).
Mulut : faring hiperemis (-/-), mukosa bibir basah
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
JVP 5-2 cmH20
Thoraks dan Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
20
Perkusi
: batas-batas jantung
Kanan : SIK V linea sternalis dextra
Kiri
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Pemeriksaan Penunjang
Ro Thorak PA
21
Resume
Pasien Tn. ZJ, 51 tahun, masuk ke RSUD AA pada tanggal 18 November 2013
dengan keluhan utama sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sejak 1 bulan yang lalu,
pasien mulai merasakan sesak napas. Sesak dirasakan saat batuk. Sejak 1 hari SMRS,
pasien mengeluhkan sesak napas bertambah hebat, sesak semakin terasa berat saat
beraktivitas, sesak disertai batuk (+) berdahak, warna putih kekuningan, kental. Pada
pemeriksaan ditemukan bentuk dada barrel chest, vokal fremitus melemah kanan
sama dengan kiri, hipersonor seluruh lapang paru, wheezing (+/+). Pemeriksaan foto
thoraks tampak hiperlusen kedua lapang paru, diafrgma mendatar, sela iga melebar,
jantung pendulum.
Daftar Masalah:
1. Dispnea ec PPOK
Diagnosis
PPOK
Diagnosis Banding
Asma Bronkial
22
Rencana Pemeriksaan
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Spirometri
Rencana Penatalaksanaan
Non Farmakologi :
- Istirahat/bed rest
- Hindari faktor pemicu seperti asap
- Hindari aktivitas yang berlebihan
Farmakologi :
-
O2 NK 3 LPM
IVFD NaCl 0,9% + Aminofilin 1 amp 16 gtt/menit
N.combivent 4x1
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1gr
Ranitidin 2x1 amp inj
Pembahasan
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis PPOK karena adanya keluhan sesak
napas bertambah, batuk produktif dan keterbatasan aktivitas. Gejala sesak napas
sudah sering dirasakan pasien berulang-ulang terutama dirasakan saat beraktivitas.
Pasien juga memiliki riwayat merokok selama 30 tahun. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan bentuk dada Barrel chest, vokal fremitus melemah, hipersonor, bunyi
napas wheezing.
Merokok merupakan faktor pemicu PPOK terbanyak (95% kasus) di negara
berkembang. Merokok dan polusi udara oleh asap menyebabkan hipertrofi kelenjar
23
DAFTAR PUSTAKA
1.
24
3.
chronic
obstructive
pulmonary
disease.
Available
from
http://
www.goldcopd.com.
4.
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Pengendalian Penyakit
Paru
Obstruktif
Kronik.
no.
1022/Menkes/SK/XI/2008.
5.
6.