Anda di halaman 1dari 52

Referat: SPONDYLOLISTHESIS

Oleh: Asri Tadda | 29 Mei 2006 | Kategori: Referat Kedokteran

Spondilolistesis merupakan subluksasi tulang belakang yang sering dijumpai pada individu
muda. Ketika subluksasi terjadi secara terpisah karena degenerasi discus intervertebralis dan
arthritis permukaan sendi pada populasi geriatri (spondilolistesis degeneratif), pada orang tua
dan dewasa muda, umumnya berasal dari defek tulang pada arkus laminar (spondilosis pars
interartikularis) pada satu atau lebih vertebra.

Keadaan ini lebih sering terjadi pada tulang vertebra spinalis bawah ( 85% pada L5; 10%
pada L4; dan 4 % pada semua vertebra lumbalis bagian lainnya), jarang dijumpai pada
segmen vertebra yang lain.

Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat stress
fracture yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus laminar vertebra.

Tekanan yang berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas ( tidak dijumpai pada
anak-anak yang tidak bisa berjalan) atau aktivitas atletik yang menggunakan penyangga
punggung (misalnya senam, sepakbola, dan lain sebagainya).

Jika celah/keretakan tersebut diketahui segera setelah terjadi, jika tulang belakang/vertebra
berada dalam keadaan immobile, celah/keretakan tersebut dapat mengalami perbaikan dalam
beberapa bulan. Jika diagnosis tertunda, pinggir celah/bagian yang retak tersebut tidak akan
membaik dengan immobilisasi jika terdapatnya resorpsi pinggir celah.

Bilamana defek pars interarticularis terjadi karena fraktur akut akibat trauma hebat
(kecelakaan lalu lintas, atau cedera/trauma hebat lainnya), angka kejadiannya sangat jarang
dan biasanya kurang dari 1% dari kasus spondilolistesis yang terjadi.

Spondilolistesis mengenai 5-6% populasi pria, dan 2-3% wanita. Karena gejala yang
diakibatkan olehnya bervariasi, kelainan tersebut sering ditandai dengan nyeri pada bagian
belakang (low back pain), nyeri pada paha dan tungkai.

Sering penderita mengalami perasaan tidak nyaman dalam bentuk spasme otot, kelemahan,
dan ketegangan otot betis (hamstring muscle).

Meskipun demikian, banyak penelitian menyebutkan bahwa terdapat predisposisi kongenital


dalam terjadinya spondilolisthesis dengan prevalensi sekitar 69% pada anggota keluarga yang
terkena. Lebih lanjut, kelainan ini juga berhubungan dengan meningkatnya insidensi spina
bifida sacralis.

Banyak penelitian mengindikasikan bahwa pada splastic spine, stress traumatic berulang pada
pars interarticularis akan dapat mengakibatkan kegagalan struktural.

Vertebra L4 dan L5- paling penting pada tulang belakang lumbosacral- merupakan bagian
yang paling sering terkena, penanganan deangan memberikan stabilisasi dan mencegah
pergerekan yang tidak dibutuhkan merupakan kunci utama dalam penatalaksanaan kelainan
tersebut.

Definisi Spondilolistesis
Dalam istilah yang sederhana, spondilolistesis menggambarkan suatu pergeseran vertebra
atau pergeseran kolumna vertebralis yang berhubungan dengan vertebra di bawahnya.
Pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1782 oleh ahli obstetric Belgia, Dr. Herbinaux.

Dia melaporkan terdapatnya penonjolan bagian anterior tulang sacrum yang menyebabkan
hambatan jalan lahir pada sebagian kecil pasien.Istilahspondilolisthesis pertama sekali
diterima pada tahun 1854, berasal dari bahasa yunani spondylo untuk vertebra dan
olisthesis untuk pergeseran. Pergeseran tersebut sering terjadi pada tulang vertebra lumbal.

Spondilolistesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila


dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut
dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi.

Umumnya diklasifikasikan ke dalam lima bentuk: kongenital atau displastik, isthmus,


degeneratif, traumatik, dan patologis. Banyak kasus dapat diterapi secara konservatif.

Meskipun demikian, pada individu dengan radikulopati, klaudikasio neurogenik,


abnormalitas postural dan cara berjalan yang tidak behasil dengan penanganan non-operatif,
dan terdapatnya pergeseran yang progresif, pembedahan dianjurkan. Tujuan pembedahan
adalah untuk menstabilkan segmen spinal dan menekan elemen saraf jika dibutuhkan.

Etiologi dan Klasifikasi Spondilolistesis


Etiologi spondilolistesis adalah multifaktorial. Predisposisi kongenital tampak pada
spondilolistesis tipe 1 dan tipe 2, dan postur, gravitasi, tekanan rotasional dan stres/tekanan
kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh berperan penting dalam terjadinya pergeseran tersebut.

Terdapat lima tipe utama spondilolistesis:

A. Tipe I disebut dengan spondilolistesis displastik dan terjadi sekunder akibat kelainan
kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5 inferior atau keduanya dengan
pergeseran vertebra L5.

B. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus atau pars
interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang bermakna pada individu dibawah
50 tahun. Jika defeknya pada pars interartikularis tanpa adanya pergeseran
tulang, keadaan ini disebut dengan spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran
kedepan dari vertebra yang lain, kelainan ini disebut dengan spondilolistesis.

Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:

Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress spondilolisthesis dan umumnya
diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut
dengan stress fracture pars interarticularis dan paling sering terjadi pada pria.
Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis. Meskipun
demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars interartikularis masih tetap intak akan tetapi
meregang dimana fraktur mengisinya dengan tulang baru.
Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars
interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.
C. Tipe III, merupakan spondilolistesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat
degenerasipermukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan
mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang. Tipe spondilolistesis ini
sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III, spondilolistesis degeneratif tidak terdapatnya
defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.

D. Tipe IV, spondilolistesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada elemen
posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian
pars interartikularis.

E. Tipe V, spondilolistesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder


akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya.

Patofisiologi Spondilolistesis
Sekitar 5-6% pria dan 2-3% wanita mengalami spondilolistesis. Pertama sekali tampak pada
individu yang terlibat aktif dengan aktivitas fisik yang berat seperti angkat besi, senam dan
sepak bola. Pria lebih sering menunjukkan gejala dibandingkan dengan wanita, terutama
diakibatkan oleh tingginya aktivitas fisik pada pria.

Meskipun beberapa anak-anak dibawah usia 5 tahun dapat mengalami spondilolistesis, sangat
jarang anak-anak tersebut didiagnosis dengan spondilolistesis. Spondilolistesis sering terjadi
pada anak usia 7-10 tahun. Peningkatan aktivitas fisik pada masa remaja dan dewasa
sepanjang aktivitas sehari-hari mengakibatkan spondilolistesis sering dijumpai pada remaja
dan dewasa.

Spondilolistesis dikelompokkan ke dalam lima tipe utama dimana masing-masing


mempunyai patologi yang berbeda. Tipe tersebut antara lain tipe displastik, isthmik,
degeneratif, traumatik, dan patologik.

Spondilolistesis displatik merupakan kelainan kongenital yang terjadi karena malformasi


lumbosacral joints dengan permukaan persendian yang kecil dan inkompeten.
Spondilolistesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang secara progresif,
dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat.

Sangat sulit diterapi karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung
berkembang kurang baik, meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian
posterolateral.

Spondilolistesis displatik terjadi akibat defek arkus neural pada sacrum bagian atas atau L5.
Pada tipe ini, 95% kasus berhubungan dengan spina bifida occulta. Terjadi kompresi serabut
saraf pada foramen S1, meskipun pergeserannya (slip) minimal.

Spondilolistesis isthmic merupakan bentuk spondilolistesis yang paling sering.


Spondilolistesis isthmic (juga disebut dengan spondilolistesis spondilolitik) merupakan
kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%.

Fredericson et al menunjukkan bahwa defek sponsilolistesis biasanya didapatkan pada usia 6


dan 16 tahun, dan pergeseran tersebut sering terjadi lebih cepat. Ketika pergeseran terjadi,
jarang berkembang progresif, meskipun suatu penelitian tidak mendapatkan hubungan antara
progresifitas pergeseran dengan terjadinya gangguan diskus intervertebralis pada usia
pertengahan.

Telah dianggap bahwa kebanyakan spondilolistesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi
insidensi timbulnya gejala tidak diketahui. Suatu studi/penelitian jangka panjang yang
dilakukan oleh Fredericson et al yang mempelajari 22 pasien dengan mempelajari
perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia pertengahan, mendapatkan bahwa
banyak diantara pasien tersebut mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan
diantaranya tidak mengalami/tanpa spondilolistesis isthmik.

Satu pasien menjalani operasi spinal fusion pada tingkat vertebra yang mengalami
pergeseran, akan tetapi penelitian tersebut tidak menunjukkan apakah pergeseran isthmus
merupakan indikasi pembedahan.

Secara kasar 90% pergeseran ishmus merupakan pergeseran tingkat rendah(low grade)
(kurang dari 50% yang mengalami pergeseran) dan sekitar 10% bersifat high grade ( lebih
dari 50% yang mengalami pergeseran).

Sistem pembagian/grading untuk spondilolistesis yang umum dipakai adalah sistem grading
Meyerding untuk menilai beratnya pergeseran.

Kategori tersebut didasarkan pengukuran jarak dari pinggir posterior dari korpus vertebra
superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak berdekatan dengannya
pada foto x ray lateral.

Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:

Grade 1 adalah 0-25%


Grade 2 adalah 25-50%
Grade 3 adalah 50-75%
Grade 4 adalah 75-100%
Spondiloptosis- lebih dari 100%
Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilosis menjadi
spondilolistesis. Tekanan/kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan
yang besar pada pars interartikularis.

Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya berperan penting dalam perkembangan
defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan pars inerartikularis pada pasien muda.

Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama masa kanak-kanak dengan timbulnya
defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga berperan penting.

Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit diskus degeneratif
atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis.

Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut.
Umumnya terjadi pada L4-5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5
biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau
permukaan sendi.

Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang terkena/mengalami fraktur akan tetapi
tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak
stabil.

Spondilolistesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari
metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal,
remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran
(slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant
Cell Tumor, dan metastasis tumor.

Gambaran Klinis Spondilolistesis


Gambaran klinis spondilolistesis sangat bervariasi dan bergantung pada tipe pergeseran dan
usia pasien. Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa back pain yang
biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama selama aktivitas tinggi.

Gejala jarang berhubungan dengan derajat pergeseran(slippage), meskipun sangat berkaitan


dengan instabilitas segmental yang terjadi. Tanda neurologis berhubungan dengan derajat
pergeseran dan mengenai sistem sensoris, motorik dan perubahan refleks akibat dari
pergeseran serabut saraf (biasanya S1).

Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi bilateral dan berhubungan
dengan gambaran klinis/fisik berupa:

Terbatasnya pergerakan tulang belakang.

Kekakuan otot hamstring


Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal.
Hiperkifosis lumbosacral junction.
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
Kesulitan berjalan.
Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya pada orang tua dan muncul dengan nyeri
tulang belakang (back pain), radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau gabungan beberapa
gejala tersebut. Pergeseran tersebut paling sering terjadi pada L4-5 dan jarang terjadi L3-4.

Gejala radikuler sering terjadi akibat stenosis resesus lateralis dan hipertropi ligamen atau
herniasi diskus. Cabang akar saraf L5 sering terkena dan menyebabkan kelemahan otot
ekstensor hallucis longus. Penyebab gejala klaudikasio neurogenik selama pergerakan adalah
bersifat multifaktorial.

Nyeri berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk. Fleksi
memperbesar ukuran kanal/saluran dengan menegangkan ligamentum flavum, mengurangi
overriding lamina dan pembesaran foramen. Hal tersebut mengurangi tekanan pada cabang
akar saraf, sehingga mengurangi nyeri yang timbul.3

Diagnosis Spondilolistesis
Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologis.

a. Gambaran klinis

Nyeri punggung (back pain) pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri
yang timbul berhubungan dengan aktivitas. Aktivitas membuat nyeri makin bertambah buruk
dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan tulang
belakang merupakan ciri spesifik.

Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan otot hamstring tidak sering terjadi kecuali
jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra. Keadaan umum pasien biasanya baik dan
masalah tulang belakang umumnya tidak berhubungan dengan penyakit atau kondisi lainnya.

b. Pemeriksaan fisik

Postur paisen biasanya normal, bilamana subluksasio yang terjadi bersifat ringan. Dengan
subluksasi berat, terdapat gangguan bentuk postur. Pergerakan tulang belakang berkurang
karena nyeri dan terdapatnya spasme otot.

Penyangga badan kadang-kadang memberikan rasa nyeri pada pasien, dan nyeri umumnya
terletak pada bagian dimana terdapatnya pergeseran/keretakan, kadang nyeri tampak pada
beberapa segmen distal dari level/tingkat dimana lesi mulai timbul.

Ketika pasien diletakkan pada posisi telungkup (prone) di atas meja pemeriksaan, perasaan
tidak nyaman atau nyeri dapat diidentifikasi ketika palpasi dilakukan secara langsung diatas
defek pada tulang belakang.

Nyeri dan kekakuan otot adalah hal yang sering dijumpai. Pada banyak pasien, lokalisasi
nyeri disekitar defek dapat sangat mudah diketahui bila pasien diletakkan pada posisi lateral
dan meletakkan kaki mereka keatas seperti posisi fetus (fetal position). Defek dapat diketahui
pada posisi tersebut.

Fleksi tulang belakang seperti itu membuat massa otot paraspinal lebih tipis pada posisi
tersebut. Pada beberapa pasien, palpasi pada defek tersebut kadang-kadang sulit atau tidak
mungkin dilakukan.

Pemeriksaan neurologis terhadap pasien dengan spondilolistesis biasanya negatif. Fungsi


berkemih dan defekasi biasanya normal, terkecuali pada pasien dengan sindrom cauda equina
yang berhubungan dengan lesi derajat tinggi.

c. Pemeriksaan radiologis

Foto polos vertebra lumbal merupakan modalitas pemeriksaan awal dalam diagnosis
spondilosis atau spondilolistesis. X ray pada pasien dengan spondilolistesis harus dilakukan
pada posisi tegak/berdiri.

Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosacral akan melengkapkan pemeriksaan radiologis.

Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal, membantu
dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih terbuka pada
posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.

Pada beberapa kasus tertentu studi pencitraan seperti Bone scan atau CT scan dibutuhkan
untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan defek pada pars interartikularis sangat mudah
terlihat dengan CT scan.

Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress/tekanan pada defek
pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos.

Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak
mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif akan terjadi.

CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada tulang dengan baik, akan tetapi MRI
sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat
mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik
dibandingkan dengan foto polos. Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan
spondilolistesis derajat tinggi.

Penatalaksanaan Spondilolistesis
Sering dokter menggunakan satu pengobatan atau kombinasi beberapa jenis pengobatan
dalam rencana terapi pada pasien, dengan pemberian analgetik untuk mengontrol nyeri.

Hal tersebut bervariasi dari pemberian ibuprofen hingga acetaminofen, akan tetapi pada
beberapa kasus berat, NSAIDs digunakan untuk mengurangi pembengkakan dan inflamasi

yang dapat terjadi. Jadi terapi untuk spondilolistesis tingkat rendah masih bersifat
konservatif, dengan istirahat/immobilisasi pasien dan pemberian anti-inflamasi secara
bersamaan.

Meskipun demikian, pada beberapa kasus, intervensi bedah mungkin dibutuhkan.

A. Terapi konservatif

Terapi konservatif ditujukan untuk mengurangi gejala dan juga termasuk:

Modifikasi aktivitas, bedrest selama eksaserbasi akut berat.


Analgetik (misalnya NSAIDs).
Latihan dan terapi penguatan dan peregangan.
Bracing
Angka keberhasilan terapi non-operatif sangat besar, terutama pada pasien muda. Pada pasien
yang lebih tua dengan pergeseran ringan (low grade slip) yang diakibatkan oleh degenerasi
diskus, traksi dapat digunakan dengan beberapa tingkat keberhasilan.

Salah satu tantangan adalah dalam terapi pasien dengan nyeri punggung hebat dan
menunjukkan gambaran radiografi abnormal. Pasien tersebut mungkin memiliki penyakit
degeneratif pada diskus atau bahkan pergeseran ringan (low grade slip, <25%), dan biasanya
nyeri yang terjadi tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik dan gambaran radiografi.

Nyeri punggung merupakan masalah kesehatan utama dan penyebab disabilitas yang paling
sering. Adalah sangat penting untuk mempertimbangkan faktor tingkah laku dan psikososial
yang berperan terhadap timbulnya disabilitas tersebut.

B. Terapi pembedahan

Terapi pembedahan hanya direkomendasikan bagi pasien yang sangat simtomatis yang tidak
berespon dengan perawatan non-bedah dan dimana gejalanya menyebabkan suatu disabilitas.

Jika gejala dapat secara langsung diketahui akibat dari defek pada pars interartikularis, dan
kemudian repair secara pembedahan terhadap defek tersebut, melalui beberapa prosedur
pembedahan, akan dapat mengurangi nyeri yang disebabkan oleh defek tersebut.

Tujuan terapi adalah untuk dekompresi elemen neural dan immobilisasi segmen yang tidak
stabil atau segmen kolumna vertebralis. Umumnya dilakukan dengan eliminasi pergerakan
sepanjang permukaan sendi(facets joints) dan diskus intervertebralis melalui arthrodesis
(fusi).

Jika terjadinya subluksasi ringan dan degenerasi diskus yang dapat diidentifikasi dengan
MRI, fusi spinal , biasanya bersaman dengan instrumentasi spinal merupakan pilihan terapi.

Karena pilihan terapi terbaik untuk beberapa pasien bervariasi diantara beberapa ahli bedah
berpengalaman, konsultasi dengan ahli bedah tersebut merupakan pendekatan terbaik bagi
pasien yang simtomatis, sebagai second opinion.

Pada pasien dengan spondilolistesis derajat tinggi (high grade spondilolysthesis) dengan
gejala yang menetap dan dengan deformitas spinal/vertebra berat, intervensi pembedahan
dengan berbagai pendekatan mungkin dibutuhkan.

Hal tersebut termasuk spinal instrumentation dan fusi. Usaha untuk meningkatkan alignment
spinal/kesejajaran vertebra didasarkan pada beratnya deformitas spinal pada pasien tersebut
dan risiko yang terjadi akibat penggunan pendekatan pembedahan tersebut.

Indikasi fusi spinal berbeda antara populasi pediatrik dan populasi dewasa. Pada pasien yang
lebih muda, faktor dibawah ini diketahui berhubungan dengan meningkatnya progresifitas
pergeseran vertebra (slip progression):

Usia muda (< 15 tahun).


Listesis grade tinggi (high grade listhesis>30%).

Jenis kelamin perempuan.


Tipe displastik.
Hipermobilitas lumbosacral.
Ligamentous laxity
Meskipun demikian banyak pasien muda diterapi dengan immobilisasi atau modifikasi
aktivitas saja, dengan angka keberhasilan yang signifikan. Dengan tidak adanya tingkat
pergeseran yang berat (high grade slip), gejala yang ringan, fusi biasanya tidak diindikasikan
pada populasi tersebut.

Sebelum operasi dipertimbangkan pada pasien dewasa dengan spondilolistesis degeneratif,


tanda neurologis minimal, atau hanya nyeri punggung mekanik (mechanical back pain),
terapi konservatif harus diberikan pertama sekali, dan pertimbangan faktor psikososial dan
sosial harus dipertimbangkan.

Indikasi intervensi bedah (fusi) pada pasien dewasa adalah:

Tanda neurologis- radikulopaty (yang tidak berespon dengan terapi konsrvatif)


klaudikasio neurogenik.
Pergeseran berat(high grade slip>50%)
Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan
kurang berespon dengan terapi konservatif.
Spondilolistesis traumatik.
Spondilolistesis iatrogenik.
Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan(gait abnormality).
A. Fusi

Terdapat berbagai metode untuk mendapatkan fusi intersegmental pada tulang lumbosacral.
Berbagai metode tersebut antara lain:

Posterolateral (intratransversus): umumnya arthrodesis bersamaan dengan penggunaan


autograft crista iliaka atau dengan allograft. Instrumentasi spinal segmental membuat fiksasi
kaku pada segmen fusi dan kemungkinan dilakukannya reduksi segmen dengan listesis
tersebut.
Lumbar interbody fusion: hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas segmen spinal/vertebra
dengan menempatkan/meletakkan bone graft untuk kompresi kolumna anterior dan media
dan meningkatkan permukaan fusi tulang secara keseluruhan.
Repair pars interartikularis: umumnya dengan menggunakan teknik Scott Wiring technique
atau modifikasi Van Darm.
B. Fiksasi

Meskipun pemakaian/penggunaan instrumentasi spinal pada pasien dengan skeletal immature


dipertimbangkan sebagai pilihan terapi bagi beberapa pasien dengan spondilolistesis isthmic,
banyak ahli bedah vertebra/spinal yakin bahwa fiksasi kaku tersebut dibutuhkan untuk
mendapatkan fusi solid yang valid. Untuk spondilolistesis degeneratif, fiksasi menunjukkan
angka arthrodesis solid yang tinggi.

C. Dekompresi

Biasanya digunakan pada spondilolistesis traumatik atau degeneratif, dekompresi elemen


neural baik sentral maupun perifer, diatas serabut saraf diindikasikan.

Dekompresi optimal biasanya didapatkan melalui laminectomy posterior atau facetectomy


total dengan dekompresi radikal serabut saraf(misalnya Gill prosedure).

D. Reduksi

Beberapa ahli bedah berupaya mengurangi spondilolistesis untuk meningkatkan


alignment(kesejajaran) sagital dan memperbaiki biomekanik vertebra/spinal.

Hal tersebut memiliki manfaat dalam memperbaiki posisi saat berdiri dan mengurangi
tekanan/kekakuan pada massa fusi posterior sehingga mengurangi insidensi nonunion dan
progresifitas spondilolistesis.

Prognosis Spondilolistesis
Fusi lumbal sebagai salah satu terapi pembedahan pada spondilolistesis telah sering
digunakan di Amerika Serikat, dengan berbagai variasi pertimbangan.

Variasi tersebut bergantung pada banyak faktor, dari tersedianya instrumentasi yang baik
hingga pemahaman tentang penyembuhan tulang.

Kurangnya indikasi jelas dalam dilakukannya fusi lumbal juga merupakan faktor lain yang
juga ikut berperan dalam menentukan perlu tidaknya fusi lumbal. Bukti yang mendukung
perlunya fusi pada spondilolistesis tipe I,II,III, dan IV dan spondilolistesis iatrogenik sangat
kuat.

Akan tetapi terdapat beberapa kontroversi pada beberapa individu dengan tipe
spondilolistesis degenratif (tipe III), skoliosis degeneratif dan nyeri punggung
mekanik(mechanical back pain).

Hasil terapi terhadap spondilolistesis tipe isthmic yang merupakan spondilolistesis yang
banyak terjadi belumlah menjanjikan. Banyak peneliti melaporkan angka outcome yang baik
sekitar 75-90%. Pasien yang mendapatkan pembedahan melaporkan peningkatan kualitas
hidup dan berkurangnya rasa/tingkatan nyeri yang dialami.

Spondylolisthesis
Definisi Spondylolisthesis
Spondylolisthesis adalah kondisi dari spine (tulang belakang) dimana salah satu dari vertebra
tergelincir kedepan atau kebelakang dibanding pada vertebra berikutnya. Tergelincir kedepan
dari satu vertebra pada lainnya dirujuk sebagai anterolisthesis, sementara tergelincir
kebelakang dirujuk sebagai retrolisthesis.
Spondylolisthesis dapat menjurus pada deformasi (keadaan cacat) dari spine serta
penyempitan dari kanal spine (central spinal stenosis) atau penekanan atau kompresi dari
akar-akar syaraf yang keluar (foraminal stenosis).
Penyebab Spondylolisthesis
Ada lima tipe utama dari lumbar spondylolisthesis.
Dysplastic spondylolisthesis: Dysplastic spondylolisthesis disebabkan oleh kerusakan dalam
formasi dari bagian vertebra yang disebut facet yang mengizinkannya untuk menggelincir
kedepan. Ini adalah kondisi yang seorang pasien dilahirkan dengannya (congenital).
Isthmic spondylolisthesis: Pada Isthmic spondylolisthesis, ada kerusakan pada bagian dari
vertebra yang disebut pars interarticularis. Jika ada kerusakan tanpa penggelinciran, pasien
mempunyai spondylolysis. Isthmic spondylolisthesis dapat disebabkan oleh trauma yang
berulang-kali dan adalah umum pada olahragawan-olahragawan yang dipaparkan pada
gerakan-gerakan yang hyperextension termasuk gymnasts, dan football linemen.
Degenerative spondylolisthesis: Degenerative spondylolisthesis terjadi disebabkan oleh
perubahan-perubahan arthritic pada sensi-sendi dari vertebrae yang disebabkan oleh
degenerasi tulang rawan (cartilage). Degenerative spondylolisthesis adalah lebih umum pada
pasien-pasien yang lebih tua.
Traumatic spondylolisthesis: Traumatic spondylolisthesis dsebabkan oleh trauma atau luka
langsung pada vertebrae. Ini dapat disebabkan oleh patah tulang dari pedicle, lamina atau
sendi-sendi facet yang mengizinkan bagian depan dari vertebra untuk menggelincir kedepan
dengan respek pada bagian belakang dari vertebra.
Pathologic spondylolisthesis: Pathologic spondylolisthesis disebabkan oleh kerusakan pada
tulang yang disebabkan oleh tulang yang abnormal, seperti yang dari tumor.
Faktor-Faktor Risiko Untuk Spondylolisthesis
Faktor-faktor risiko untuk spondylolisthesis termasuk sejarah keluarga dari persoalanpersoalan tulang belakang. Faktor-faktor risiko lain termasuk sejarah dari trauma yang
berulangkali atau hyperextension dari tulang belakang bagian bawah atau lumbar spine.

Olahragawan-olahragawan seperti gymnasts, angkat besi, dan football linemen yang


mempunyai tenaga-tenaga yang besar yang diaplikasikan pada spine sewaktu extension
berada pada risiko yang lebih besar untuk mengembangkan isthmic spondylolisthesis.
Gejala-Gejala Dari Spondylolisthesis
Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah nyeri tulang belakang bagian bawah.
Ini seringkali lebih buruk setelah latihan terutama dengan perbentangan dari lumbar spine.
Gejala-gejala lain termasuk keketatan dari hamstrings dan jangkauan gerakan yang berkurang
dari tulang belakang bagian bawah. Beberapa pasien-pasien dapat mengembangkan nyeri,
mati rasa, kesemutan atau kelemahan pada kaki-kaki yang disebabkan oleh syaraf yang
tertekan (terjepit). Penekanan yang parah dari syaraf-syaraf dapat menyebabkan kehilangan
kontrol dari fungsi usus atau kantong kemih, atau cauda equina syndrome.
Mendiagnosa Spondylolisthesis
Pada kebanyakan kasus-kasus adalah tidak mungkin untuk melihat tanda-tanda yang dapat
dilihat dari spondylolisthesis dengan memeriksa pasien. Pasien-pasien secara khas
mempunyai keluhan-keluhan dari nyeri pada tulang belakang dengan nyeri yang sebentarsebentar pada kaki-kaki. Spondylolisthesis dapat seringkali menyebabkan kejang-kejang otot,
atau keketatan pada hamstrings.
Spondylolisthesis dengan mudah diidentifikasi menggunakan radiographs sederhana. Lateral
X-ray (dari sisi) akan menunjukan jika salah satu dari vertebra telah bergeser kedepan
dibanding pada vertebrae yang berdekatan. Spondylolisthesis dinilai menurut persentase dari
pergeseran dari vertebra terhadap vertebra sebelahnya.
Derajat I adalah pergeseran dari sampai pada 25%,
derajat II adalah antara 26%-50%,
derajat III adalah antara 51%-75%,
derajat IV adalah antara 76% dan 100%, dan
derajat V, atau spondyloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari vertebra sebelahnya.
Jika pasien mempunyai keluhan-keluhan nyeri, mati rasa, kesemutan atau kelemahan pada
kaki-kaki, studi-studi tambahan mungkin diminta. Gejala-gejalan ini mungkin disebabkan
oleh stenosis atau penyempitan dari ruangan untuk akar-akar syaraf ke kaki-kaki. CT scan
atau MRI scan dapat membantu mengidentifikasi kompresi (tekanan) dari syaraf-syaraf yang
berhubungan dengan spondylolisthesis. Adakalanya, PET scan dapat membantu menentukan
jika tulang pada tempat kerusakan aktif. Ini dapat memainkan peran dalam opsi-opsi
perawatan untuk spondylolisthesis seperti digambarkan dibawah.
Perawatan Untuk Spondylolisthesis

Perawatan awal untuk spondylolisthesis adalah konservatif dan berdasarkan pada gejalagejala.
Periode singkat dari istirahat atau menghindari aktivitas-aktivitas seperti mengangkat dan
melengkungkan dan athletics mungkin membantu mengurangi gejala-gejala.
Terapi fisik dapat membantu meningkatkan jangkauan gerakan dari lumbar spine dan
hamstrings serta menguatkan otot-otot utama perut.
Obat-obat anti-peradangan dapat membantu mengurangi nyeri dengan mengurangi
peradangan dari otot-otot dan syaraf-syaraf.
Pasien-pasien dengan nyeri, mati rasa dan kesemutan pada kaki-kaki mungkin mendapatkan
manfaat dari suntikan steroid epidural (cortisone).
Pasien-pasien dengan isthmic spondylolisthesis mungkin mendapatkan manfaat dari
hyperextension brace. Ini membentangkan lumbar spine membawa dua bagian dari tulang
pada tempat kerusakan lebih dekat satu dengan lainnya dan mungkin mengizinkan terjadinya
penyembuhan.
Untuk pasien-pasien yang gejala-gejalanya gagal untuk membaik dengan perawatan
konservatif, operasi mungkin adalah opsi (pilihan). Tipe dari operasi berdasarkan pada tipe
dari spondylolisthesis. Pasien-pasien dengan isthmic spondylolisthesis mungkin mendapatkan
manfaat dari reparasi bagian yang rusak dari vertebra, atau reparasi pars. Jika MRI scan atau
PET scan menunjukan bahwa tulangnya aktif ditempat kerusakan adalah lebih mungkin
untuk sembuh dengan reparasi pars. Ini melibatkan pengangkatan segala jaringan parut dari
kerusakan dan menempatkan beberapa cangkokan tulang pada area diikuti oleh penempatan
dari sekrup-sekrup ditempat kerusakan.
Jika ada gejala-gejala pada kaki-kaki operasi mungkin termasuk dekompresi untuk
menciptakan lebih banyak ruangan untuk akar-akar syaraf yang keluar. Ini seringkali
dikombinasikan dengan fusion yang mungkin dilakukan dengan atau tanpa sekrup-sekrup
untuk memegang tulang bersama. Pada beberapa kasus-kasus vertebrae digerakan kebelakang
ke posisi yang normal sebelum nelakukan fusion, dan pada yang lain-lain vertebrae dilebur
dimana mereka berada setelah pergeseran. Ada beberapa risiko yang meningkat dari luka
pada syaraf dengan menggerakan vertebra kembali ke posisi normal.
Mencegah Spondylolisthesis
Spondylolisthesis tidap dapat sepenuhnya dicegah. Aktivitas-aktivitas tertentu seperti
gymnastics, angkat besi dan sepakbola diketahui meningkatkan stress (tekanan) pada
vertebrae dan meningkatkan risiko mengembangkan spondylolisthesis.
Komplikasi-Komplikasi Dari Spondylolisthesis
Komplikasi-komplikasi dari spondylolisthesis termasuk nyeri yang kronis pada tulang
belakang bagian bawah atau kaki-kaki, serta mati rasa, kesemutan atau kelemahan pada kaki-

kaki. Kompresi yang parah dari syaraf dapat menyebabkan persoalan-persoalan dengan
kontrol usus dan kantong kemih, namun ini adalah sangat tidak umum.

Prognosis Untuk Spondylolisthesis


Prognosis untuk pasien-pasien dengan spondylolisthesis adalah baik. Pada kebanyakan kasuskasus pasien-pasien merespon baik pada rencana perawatan konsevatif. Unutk mereka yang
dengan gejala-gejala parah yang terus menerus, operasi dapat membantu meringankan gejalagejala kaki dengan menciptakan lebih banyak ruangan untuk akar-akar syaraf. Nyeri tulang
belakang dapat dibantu melalui lumbar fusion.

Diposkan oleh Ierwand Physio di 22.57


Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest

SPONDYLOLISTHESIS, SPONDYLOLYSIS, SPONDYLITIS

ANGGOTA KELOMPOK :

1. Ari Agustina G1A107059


2. Nuria Hafsari G1A107060
3. M. Dimas Agung G1A107061
4. Novyana Veresty G1A107062
5. Sri Putri Handayani G1A107063

DOSEN PEMBIMBING :

dr. Charles Simanjuntak, Sp.OT (K)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS JAMBI
2008

SPONDYLOLISTHESIS

Definisi :

spondylolisthesis berasal dari bahasa yunani .


Spondylo vertebra
Listhesis Pergeseran

Spondilolisthesis : pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah,yang


biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis
(Dorland edisi 25).

Spondylolisthesis menunjukkan suatu pergeseran kedepan satu korpus vertebra bila


dibandingkan dengan vertebra yang terletak dibawahnya. Umumnya terjadi pada pertemuan
lumbosacral (lumbosacral joints) dimana L5 bergeser (slip) diatas S1, akan tetapi hal tersebut
dapat terjadi pada tingkatan yang lebih tinggi. Spondylolisthesis pada cervical sangat jarang
terjadi.

Defek pada tulang umumnya terjadi pada masa kanak-kanak lanjut. Biasanya akibat stres
fraktur yang terjadi akibat tekanan berlebihan pada arkus laminar vertebra. Tekanan yang
berlebihan tersebut umumnya akibat posisi berdiri keatas atau aktivitas atletik yang
menggunakan penyangga punggung (misalnya senam, sepakbola, dan lain sebagainya).

Etiologi :
Bersifat multifaktorial
Faktor predisposisinya antara lain gravitasi, tekanan rotasional dan stress fraktur / tekanan
kosentrasi tinggi pada sumbu tubuh

Epidemiologi :
Usia
5% pada umur 5-7 tahun dan meningkat sampai 6-7% pada umur 18 tahun
Seks
Pria>wanita perbandinagn 2:1
Suku bangsa
Orang berkulit putih 6,4%, > orang yang berkulit hitam 2,8%.

Klasifikasi :
Lima tipe utama spondylolisthesis (Wiltse et al, 1976):

A. Tipe I ( Diplastik )
bersifat sekunder akibat kelainan kongenital pada permukaan sakral superior dan permukaan
L5 inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.

B. Tipe II ( Isthmic atau Spondilolitik )


pergeseren satu vertebra yang lesinya terletak pada bagian isthmus atau pars interartikularis.

Tipe IIA
Disebut juga lytic atau stress spondilolisthesis akibat mikro fraktiur rekuren yang
disebabkan oleh hipereksetensi.
sering terjadi pada pria.

Tipe IIB
terjadi akibat mikro-fraktur pada pars interartikularis
pars interartikularis meregang dimana fraktur mengisinya dengan
tulang baru.

Tipe IIC
sangat jarang terjadi, dan disebabkan oleh fraktur akut pada bagian pars interartikularis.
diperlukan Pencitraan radioisotop diperlukan dalam menegakkan diagnosis kelainan ini.

C. Tipe III ( degeneratif )


akibat degenerasi permukaan sendi lumbal.
Perubahan pada permukaan sendi tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan
atau ke belakang.
Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua.
tidak terdapatnya defek dan pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.

D. Tipe IV(traumatik )
berhubungan dengan fraktur akut pada elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan /
facet) dibandingkan dengan fraktur pada bagian pars interartikularis

E. Tipe V(patologik )
terjadi karena kelemahan struktur tulang sekunder akibat proses penyakit seperti penyakit
Pagets, Giant Cell Tumor, dan tumor atau penyakit tulang lainnya.

Patofisiologi
Spondylolisthesis displastik sangat jarang, akan tetapi cenderung berkembang secara
progresif, dan sering berhubungan dengan defisit neurologis berat. Sangat sulit diterapi
karena bagian elemen posterior dan prosesus transversus cenderung berkembang kurang baik,
meninggalkan area permukaan kecil untuk fusi pada bagian posterolateral.

Spondylolisthesis isthmic (juga disebut dengan spondylolisthesis spondilolitik) merupakan


kondisi yang paling sering dijumpai dengan angka prevalensi 5-7%. kebanyakan
spondylolisthesis isthmik tidak bergejala, akan tetapi insidensi timbulnya gejala tidak
diketahui. dengan mempelajari perkembangan pergeseran tulang vertebra pada usia
pertengahan, mendapatkan banyak yang mengalami nyeri punggung, akan tetapi kebanyakan
diantaranya tidak mengalami/tanpa spondylolisthesis isthmik.

Sistem grading Myerding (1932)


Untuk menilai beratnya pergeseran didasarkan pada pengukuran jarak dari pinggir posterior
dari korpus vertebra superior hingga pinggir posterior korpus vertebra inferior yang terletak
berdekatan dengannya pada foto X ray lateral.
Jarak tersebut kemudian dilaporkan sebagai panjang korpus vertebra superior total:
- Grade 1 adalah 0-25%
- Grade 2 adalah 26-50%
- Grade 3 adalah 51-75%
- Grade 4 adalah 76-100%
- Grade 5 adalah lebih dari 100%

Faktor biomekanik sangat penting perannya dalam perkembangan spondilolisis menjadi


spondylolisthesis. Tekanan / kekuatan gravitasional dan postural akan menyebabkan tekanan
yang besar pada pars interartikularis. Lordosis lumbal dan tekanan rotasional dipercaya
berperan penting dalam perkembangan defek litik pada pars interartikularis dan kelemahan
pars inerartikularis pada pasien muda. Terdapat hubungan antara tingginya aktivitas selama
masa kanak-kanak dengan timbulnya defek pada pars interartikularis. Faktor genetik juga
berperan penting. Pada tipe degeneratif, instabilitas intersegmental terjadi akibat penyakit
diskus degeneratif atau facet arthropaty. Proses tersebut dikenal dengan spondilosis.
Pergeseran tersebut terjadi akibat spondilosis progresif pada 3 kompleks persendian tersebut.
Umumnya terjadi pada L4-L5, dan wanita usia tua yang umumnya terkena. Cabang saraf L5
biasanya tertekan akibat stenosis resesus lateralis sebagai akibat hipertropi ligamen atau

permukaan sendi.1,2,3 Pada tipe traumatik, banyak bagian arkus neural yang
terkena/mengalami fraktur akan tetapi tidak pada bagian pars interartikularis, sehingga
menyebabkan subluksasi vertebra yang tidak stabil.

Spondylolisthesis patologis terjadi akibat penyakit yang mengenai tulang, atau berasal dari
metastasis atau penyakit metabolik tulang, yang menyebabkan mineralisasi abnormal,
remodeling abnormal serta penipisan bagian posterior sehingga menyebabkan pergeseran
(slippage). Kelainan ini dilaporkan terjadi pada penyakit Pagets, tuberkulosis tulang, Giant
Cell Tumor, dan metastasis tumor.

Manifestasi Klinis
Terbatasnya pergerakan tulang belakang
Kekakuan otot hamstring ( otot betis )
Tidak dapat mengfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh.
Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
Hiperkifosis lumbosacral junction
Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis).
Kesulitan berjalan

Diagnosis ditegakkan dengan gambaran klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologis
a.Gambaran klinis

Nyeri punggung pada regio yang terkena merupakan gejala khas. Umumnya nyeri yang
timbul berhubungan dengan aktivitas. Bila melakukan aktivitas maka nyeri makin bertambah
hebat dan istirahat akan dapat menguranginya. Spasme otot dan kekakuan dalam pergerakan
tulang belakang merupakan ciri spesifik. Gejala neurologis seperti nyeri pada bokong dan
otot hamstring tidak sering terjadi kecuali jika terdapatnya bukti adanya subluksasi vertebra.
Keadaan umum pasien biasanya baik dan masalah tulang belakang umumnya tidak
berhubungan dengan penyakit.

b.Gambaran fisik
Subluksasio bersifat ringan Postur normal
Subluksasi berat gangguan bentuk postur

c.Radiologis
1. Rontgen
X ray pada pasien dengan spondylolisthesis harus dilakukan pada posisi tegak/berdiri.
Film posisi AP, Lateral dan oblique adalah modalitas standar dan posisi lateral persendian
lumbosakral Posisi lateral pada lumbosacral joints, membuat pasien berada dalam posisi fetal,
membantu dalam mengidentifikasi defek pada pars interartikularis, karena defek lebih
terbuka pada posisi tersebut dibandingkan bila pasien berada dalam posisi berdiri.

2. CT-Scan
Bone scan (SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi stress / tekanan pada defek
pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto polos. Scan positif menunjukkan
bahwa proses penyembuhan tulang telah dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa
penyembuhan yang definitif akan terjadi. CT scan dapat menggambarkan abnormalitas pada
tulang dengan baik

3. MRI
MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi tulang juga dapat
mengidentifikasi jaringan lunak (diskus, kanal, dan anatomi serabut saraf) lebih baik
dibandingkan dengan foto polos.
Xylography umumnya dilakukan pada pasien dengan spondylolisthesis derajat tinggi.

Tata Laksana
Terapi nonsurgical
tirah baring.
obat antiinflamasi untuk mengurangi edema.
analgesik untuk mengontrol nyeri.
therapy physical serta olahraga untuk melatih kekuatan dan flexibilitas.

Terapi pembedahan (surgical)


Indikasi pembedahan :
Klaudikasio neurogenik.
Pergeseran berat (high grade slip>50%)
Pergeseran tipe I dan Tipe II, dengan bukti adanya instabilitas, progresifitas listesis, dan
kurang berespon dengan terapi konservatif.
Spondylolisthesis traumatik.
Spondylolisthesis iatrogenik.
Listesis tipe III (degeneratif) dengan instabilitas berat dan nyeri hebat.
Deformitas postural dan abnormalitas gaya berjalan (gait abnormality).

Prognosis
Secara umum pasien dengan isthmic spondylolisthesis grade I dan II prognosa cukup
baik dengan terapi konservatif
Isthmic spondylolisthesis grade III lebih mempunyai prognosis bervariasi dan kadangkadang disertai dengan nyeri yang persisten pada tulang belakang. Terapi pembedahan
memberikan perbaikan pada gejala claudicatio dan radikular

Terapi pembedahan dengan dekompresi memberikan hasil yang memuaskan untuk


mengurangi gejala dari extremitas bagian bawah.

SPONDILOLISIS

Pendahuluan
Terjadi kerusakan pada pars interartikularis pada arcus neural, yaitu bagian dari arcus neural
yg menghubungkan antara facet artikularis superior dan inferior

Spondylolisys
Interupsi yang terjadi dibagian pars interarticularis, namun dapat terjadi juga dibagian lateral

Patofisiologi
Terjadi karena fraktor:
microfracture yang berulang-ulang disebabkan oleh stress fracture pada pars interartikularis.
Hereditas
Olahraga ( base ball, foot ball, wrestling, gymnastic, tennis )
Pasien dengan spina bifida okulta
95 % terjadi pada lumbal 5
Lisis dapat terjadi pada tingkat lumbal maupun torakal
Dapat terjadi secara unilateral ataupun bilateral

Epidemiologi

Dari 14 juta penduduk di Amerika Serikat 3 - 7 % mengalami spondilolisis dan Pada atlet
insidensinya meningkat sekitar 23 -62 %. Berdasarkan :

Jenis Kelamin
pria 2-4 kali lebih sering terkena daripada wanita
Usia
bisa terjadi pada anak-anak dengan usia 6 tahun persentasenya 4,4 % dan pada dewasa akan
semakin meningkat dengan pertambahan umur serta berhubungan dengan adanya tingkat
keseringan mengalami fraktur
Orang dengan spondylolysis, 30-50% akan berkembang menjadi spondylolisthesis.

Anatomi
Spondilolysis mengenai bagian pars interartikularis pada lamina
Pada foto rongent secara oblique pada elemen posterior akan tampak scottie dog.

Manifestasi Klinis
Spondylolisys biasanya bersifat Asimptomatik. Namun juga dapat bersifat Simptomatik
seperti Rasa nyeri saat ekstensi dan atau rotasi pada lumbal spine, 25 % pada penderita,
simptomatik hanya terjadi kadang-kadang. Pada atlet olahraga base ball, sepak bola,
gymnastic dan tennis juga memberikan gejala simptomatik yang sama.

Penegakan diagnosis
- Radiologrphy
foto secara lateral adalah suatu pemotretan yang memiliki proyeksi terbaik, spondylolisys
akan terlihat garis lucency pada pars interartikularis. Lucency ini hanya dapat terlihat pada
proyeksi yang diambil secara oblique dan akan terlihat collar pada scottie dog. Jika
Spondylolisys bilateral, kerusakan akan terlihat pada kedua sisi kanan dan kiri oblique
- CT Scan
Pada lumbal spine akan terlihat linear lucency atau kehancuran yang sampai pars
interrtikularis dan dapat ditemukan dengan muda pada sagital reconstructions di axial
- MRI

SPONDILITIS

Spondilitis adalah Inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa disebabkan oleh beberapa hal,
misalnya proses infeksi, imunitas.

Patogenesis
Jika tulang terinfeksi, bagian dalam tulang yang lunak (sumsum tulang) sering
membengkak. Karena pembengkakan jaringan ini menekan dinding sebelah luar tulang yang
kaku, maka pembuluh darah di dalam sumsum bisa tertekan, menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke tulang.
Tanpa pasokan darah yang memadai, bagian dari tulang bisa mati. Tulang, yang biasanya
terlindung dengan baik dari infeksi, bisa mengalami infeksi melalui 3 cara:
Aliran darah
Penyebaran langsung
Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya.

ANKYLOSING SPONDYLITIS

Berasal dari bahasa Yunani, dari kata;


ankylos melengkung
spondylos vertebra

Ankylosing spondylitis adalah penyakit inflamasi kronis yang terutama menyerang pada
persendian kerangka aksial (spine, sacroiliac joints, dll) dan juga sendi perifer.

Kelengkungan Ankylosing Spondylitis bisa sampa 110

1. Etiologi
Masih belum diketahui secara pasti, namun di duga karena dipenaruhi oleh faktor genetik,
yaitu adanya HLA B27. Dan, Penelitian baru-baru ini juga ditemukan karena adanya gengen ARTS1 dan IL23R yang menyebabkan Ankylosing Spondylitis ini.

2. Epidemiologi dan Faktor Resiko


Laki-Laki lebih rentan dibanding pada perempuan
Dapat mengenai semua kelompok umur, termasuk anak-anak, biasanya dimulai dari usia
remaja sampai 40 tahun.
Orang-orang yang mempunyai gen HLA B27
Riwayat penyakit AS dalam keluarga.

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada AS dibagi menjadi;
a. Manifetasi Skeletal
Low back pain
Nyeri pinggang (low back pain) pada ankylosing spondylitis ditandai oleh :
1) dimulai dengan adanya rasa nyaman di pinggang dan penderita sebelum berumur 40 tahun;
2) Permulaannya insidious (perlahan-lahan).
3) nyeri menetap paling sedikit selama 3 bulan;
4) berhubungan dengan kaku pada pinggang waktu pagi hari;
5) nyeri berkurang/membaik dengan olah raga.
Rasa sakit mula-mula dirasakan pada daerah gluteus bagian dalam, sulit untuk menentukan
titik asal sakitnya dengan permulaan yang insidious. Kadang-kadang pada stadium awal nyeri
dirasakan hebat di sendi sacroiliacs, dapat menjalar sampai kista, iliaca atau daerah trochanter
mayor, atau ke paha bagian belakang. Nyeri menjalar ini sangat menyerupai nyeri akibat

kompresei nervus ischiadicus. Rasa sakit bertambah pada waktu batuk, bersin atau
melakukan gerakan memutar punggung secara tiba-tiba.
Pada awalnya rasa sakit tidak menetap dan hanya menyerang satu sisi (unilateral); sesudah
beberapa bulan nyeri biasanya akan menetap dan menyerang secara bilateral disertai rasa
kaku dan sakit pada bagian di bawah lumbal. Rasa sakit dan kaku ini dirasakan lebih berat
pada pagi hari yang kadang- kadarig sampai membangunkan penderita dari tidurnya. Sakit/
kaku pagi hari ini biasanya menghilang sesudah 3 jam. Di samping itu kaku/sakit pagi hari ini
akan berkurang sampai hilang dengan kompres panas, olah raga atau aktivitas jasmani lain.
Pada penyakit yang ringan biasanya gejala timbul hanya di pinggang saja dan apabila
penyakitnya bertambah berat, maka gejala berawal dari daerah lumbal, kemudian thorakal
akan akhirnya sampai pada daerah servikal : untuk mencapai daerah servikal penyakit ini
memerlukan waktu selama 12-25 tahun. Penyakit ini kadang-kadang dirasakan sembuh
sementara atau untuk selamanya, akan tetapi kadang-kadang akan berjalan terus dan
mengakibatkan terserangnya seluruh tebrae.
Selama perjalanan penyakitnya dapat terjadi nyeri radi-kuler karena terserangnya vertebra
thorakal atau servikal dan apabila telah terjadi ankylose sempurna, keluhan nyeri akan
menghilang.

Nyeri dada
Dengan terserangnya vertebra thorakalis termasuk sendi kostovertebra dan adanya
enthesopati pada daerah persendian kostosternal dan manubrium sternum, penderita akan
merasakan nyeri dada yang bertambah pada waktu batuk atau bersin. Keadaan ini sangat
menyerupai pleuritic pain. Nyeri dada karena terserangnya persendian costovertebra dan
costotranver-sum sering kali disertai dengan nyeri tekan daerah costosternal junction.
Pengurangan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang sering kali dijumpai pada
stadium awal. Keluhan nyeri dada sering ditemukan pada penderita dengan HLA-B27 positif
walaupun secara radiologis tidak tampak adanya kelainan sendi sacroiliaca (sacroiliitis).

Nyeri tekan pada tempat tertentu


Nyeri tekan ekstra-artikuler dapat dijumpai di daerah- daerah tertentu pada beberapa
penderita. Keadaan ini disebab-kan oleh enthesitis, yaitu reaksi inflamasi yang terjadi pada
inserasi tendon tulang. Nyeri tekan dapat dijumpai pada daerah-daerah sambungan
costosternal, prosesus spinosus, krista iliaca, trochanter mayor, ischial tuberosities atau tumtit
(achiles tendinitis atau plantar fasciitis). Pada pemeriksaan radiologis kadang-kadang dapat
ditemukan osteofit

Nyeri sendi lutut dan bahu

Sendi panggul dan bahu merupakan persendian ekstra- axial yang paling sering terserang
(35%). Kelainan ini merupakan manifestasi yang sering dijumpai pada juvenile ankylosing
spondylitis. Pada ankylosing spondylitis yang menyerang anak-anak antara umur 8-10 tahun,
keluhan pada sendi panggul sering dijumpai, terutama pada penderita dengan HLA-B27
positif atau titer ANA negatif. Sendi lutut juga sering terserang, dengan manifestasi efusi
yang intermitten. Di samping itu sendi temporomandibularis juga dapat terserang (10%).

b. Manifestasi Ekstra sekeletal


1) Mata
Uveitis anterior akut atau iridocyclitis merupakan manifestasi ekstra skeletal yang sering
dijumpai (20-30%). Permula-annya biasanya akut dan unilateral, akan tetapi yang terserang
dapat bergantian. Mata tampak merah dan terasa sakit disertai dengan adanya gangguan
penglihatan, kadang-kadang ditemukan fotopobia dan hiperlakrimasi.

2) Jantung
Secara klinis biasanya tidak menunjukkan gejala. Manifestasinya adalah : ascending aortitis,
gangguan katup aorta, gangguan hantaran, kardiomegali dan perikarditis.

3) Paru-paru
Terserangnya paru-paru pada penderita ankylosing spondylitis jarang terjadi dan merupakan
manifestasi lanjut penyakit. Manifestasinya dapat berupa: fibrosis baru lobus atas yang
progresif dan rata-rata terjadi pada yang telah menderita selama 20 tahun. Lesi tersebut
akhirnya menjadi kista yang merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan aspergilus.
Keluhan yang dapat timbul pada keadaan ini antara lain: batuk, sesak nafas dan kadangkadang hemoptisis. Ventilasi paru-paru biasanya masih terkompensasi dengan baik karena
meningkatnya peran diafragma sebagai kompensasi terhadap kekakuan yang terjadi pada
dinding dada. Kapasitas vital dan kapasitas paru total mungkin menurun sampai tingkat
sedang akibat terbatasnya pergerakan dinding dada. Walaupun demikian residual volume dan
function residual capacity biasanya meningkat.

4) Sistem saraf
Komplikasi neurologis pada ankylosing spondylitis dapat terjadi akibat fraktur, persendian
vertebra yang tidak stabil, kompresi atau inflamasi. Subluksasi persendian atlanto- aksial dan
atlanto-osipital dapat terjadi akibat inflamasi pada persendian tersebut sehingga tidak stabil.
Kompresi, termasuk proses osifikasi pada ligamentum longitudinal posterior akan

mengakibatkan terjadinya mielopati kompresi; lesi destruksi pada diskus intervertebra dan
stenosis spinal. Sindrom cauda equina merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi
merupakan keadaan yang serius. Sindrom ini akan menyerang saraf lumbosakral, dengan
gejala-gejala incontinentia urine et alvi yang berjalan perlahan-lahan, impotensi, saddle
anesthesia dan kadang-kadang refleks tendon achiles menghilang. Gejala motorik biasanya
jarang timbul atau sangat ringan. Sindrom ini dapat ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan
CT scan atau MRI. Apabila tidak ditemukan lesi kompresi, maka perlu dipikirkan
kemungkinan adanya arach-noiditis atau perlengketan pada selaput arachnoid.

5) Ginjal
Nefropati (lgA) telah banyak dilaporkan sebagai kom-plikasi ankylosing spondylitis.
Keadaan ini khas ditandai oleh kadar 1gA yang tinggi pada 93% kasus disertai dengan gagal
ginjal 27%.

4. Diagnosis
Anamnesis
Sangat penting untuk diketahui adanya Low back pain dan riwayat keluarga dengan AS

Pemeriksaan Fisik
1. Sikap/postur tubuh
Selama perjalanan penyakitnya, sikap tubuh yang normal akan hilang. Lordosis lumbal yang
menghilang umumnya merupakan tanda awal. Apabila vertebra cervical terserang, maka
pergerakan leher akan terbatas serta menimbulkan rasa nyeri. Leher penderita mengalami
pergeseran ke depan dan hal ini dapat dibuktikan dengan cara : penderita diminta berdiri
tegak, apabila terjadi pergeseran maka occiput tidak dapat menempel pada dinding.

2. Mobilitas tulang belakang


Pertama kali yang diperiksa adalah apakah ada keterbatasan gerak. Biasanya ditemukan
adanya keterbatasan gerak pada tulang vertebra lumbal, yang dapat dilihat dengan cara
melakukan gerakan fleksi badan ke depan, ke samping dan ekstensi.
Tes Schober atau modifikasinya, berguna untuk mendeteksi keterbatasan gerak fleksi badan
ke depan. Caranya : penderita diminta untuk berdiri tegak, pada prosesus spinosus lumbal V
diberi tanda (titik), kemudian 10 cm lurus di atasnya diberi tanda ke dua. Kemudian penderita

diminta melakukan gerakan membungkuk (lutut tidak boleh dibengkokkan). Pada orang
normal jarak kedua titik tersebut akan bertambah jauh; bila jarak kedua titik tersebut tidak
mencapai 15 cm, hal ini menandakan bahwa mobilitas tulang vertebra lumbal telah menurun
(pergerakan vertebra lumbal mulai terbatas). Di samping itu fleksi lateral juga akan menurun
dan gerak putar pada tulang belakang akan menimbulkan rasa sakit.

3. Ekspansi dada
Penurunan ekspansi dada dari yang ringan sampai sedang, sering dijumpai pada kasus
ankylosing spondylitis stadium dini dan jangan dianggap sebagai stadium lanjut. Pada
pengukuran ini perlu dilihat bahwa nilai normalnya sangat bervariasi dan tergantung pada
umur dan jenis kelamin. Sebagai pedoman yang dipakai adalah : ekspansi dada kurang dari 5
cm pada penderita muda disertai dengan nyeri pinggang yang dimulai secara perlahan-lahan,
harus dicurigai mengarah ke adanya ankylosing spondylitis. Pengukuran ekspansi dada ini
diukur dari inspirasi maksimal sesudah melakukan ekspirasi maksimal

4. Enthesitis
Adanya enthesitis dapat dilihat dengan cara menekan pada tempat-tempat tertentu antara
lain : ischial tuberositas, troc-hanter mayor, processus spinosus, costochondral dan manubriosternal junctions serta pada iliac fasciitis plantaris juga merupakan manifestasi dari
enthesitis.

5. Sacroilitis
Pada sacroiliitis penekanan sendi ini akan memberikan rasa sakit, akan tetapi hal ini tidak
spesifik karena pada awal penyakit atau pada stadium lanjut sering kali tanda-tanda ini tidak
ditemukan. Pada stadium lanjut tidak ditemukan nyeri tekan pada sendi sacroiliaca oleh
karena telah terjadi fibrosis atau, bony ankylosis.

Gambaran inflamasi pada AS

Gambar Fusion bones pada AS

Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
2. Tes Darah Rutin
3. Tes HLA BR 27

Menentukan diagnosis AS menurut Kriteria New York


Modifikasi kriteria New York (1984) terdiri dari :
1) Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan olah raga dan
tidak menghilang dengan istirahat.
2) Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal maupun sagital.
3) Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis kelamin.
4) Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
5) Sacroiliitis unilateral grade 3-4.

Diagnosis ankylosing spondylitis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral grade 3-4
atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas

Menentukan grade nya yaitu :


Grade 0 = normal spine;
Grade 1 = indicates suspicious changes;
Grade 2 = indicates sclerosis with some erosion;
Grade 3 = indicates severe erosions, pseudodilatation of the joint space, and partial
ankilosis;
Grade 4 = denotes complete ankylosis.

5. Tatalaksana
Nonmedikamentosa
Mobilitas yang baik dan teratur (olahraga dan latihan),
Penerangan/penyuluhan
Radio terapi
Operatif

Medikamentosa
OAINS
Bisa menggunakan Indometacyn, naproxen ataupun ibuprofen.
Dosis untuk dewasa Indometacyn yaitu 100-150 mg/hari dalam dua atau tiga dosis.
Sedangkan untuk anak-anak 1,5-3 mg/kg BB/hari dalam dua atau tiga dosis.
Sulfasaladzin

Mekanisme obat ini mengurangi gejala-gejala inflamasi dari ankylosing spondylitis, dengan
dosis untuk dewasa 2-3 gram/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Sedangkan untuk anakanak 40-60 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua atau tiga dosis. Efek sampingnya yaitu, mual,
muntah, diare, dan timbul reaksi hipersensitivitas. Kontra indikasi pada orang-orang yang
mempunyai riwayat hipersensitivitas dan prophyria.

6 Prognosis
Pada umunya prognosis untuk Ankylosing Spondylitis berlangsung baik dengan pemberian
obat anti inflamasi nonsteroid secara berkala. Kematian dapat terjadi pada penyakit yang
sudah lama dan telah terjadi komplikasi yang parah pada manifestasi ekstraartikular

SPONDILYTIS TUBERKULOSIS

Spondilytis Tuberkulosis (Pott disease) ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3
dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus
vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.

1. Etiologi
Biasanya disebabkan oleh infeksi dari tuberculosis, baik nfeksi primer maupun sekunder.

2. Epidemiologi
Penyakit ini lebih banyak mengenai pria, dengan perbandingan pria dan wanita 1,5-2 : 1, dan
dapat menyerang semua umur baik orang dewasa bahkan anak-anak. Penyakit Spondylitis
tuberculosis ini paling banyak ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika.

3. Patofisiologi
Ankylosing Spondylitis ini biasanya disebabkan infeksi sekunder dari tuberculosis
ekstraspinalis yang mengenai korpus vertebrae. Tuberkulosis bisa menyebar sampai ke discus

intervertebralis. Sehingga menyebabkan destruksi tulang yang progressive dan menyebabkan


tulang vertebrae menjadi kolaps dan khyposis.
Canalis spinalis bisa menjadi kecil atau sempit oleh karena absess, granulasi jaringan, atau
invasi secara langsung, dan inilah yang menyebabkan medulla spinalis mengalami kompresi
dan terjadi deficit neurology.
Kifosis terjadi karena di sebabkan kollapsnya tulang vertebrae anteriornya. Lesi pada torakal
yang seringkali menyebabkan kifosis.
Absess dingin bisa terjadi jika infeksi sampai ke ligament dan jaringan lunaknya. Abses pada
daerah lumbal dapat menjalar ke daerah spoas sampai ke daerah trigonum femoral dan
tentunya dapat mengikis kulit.

4. Manifestasi Klinis

Nyeri dan kaku pada punggung


Deformitas pada punggung (Gibbus)
Pembengkakan setempat (abscess)
Kelemahan/kelumpuhan extremitas/gangguan fungsi buli-buli dan anus
Adanya proses tbc.

5. Different Diagnosis
Fraktur Kompresi traumatik
Tumor tulang

6. Pemeriksaan Penunjang
Tes tuberculin
Darah rutin, biasanya LED meningkat (>100mm/h)
Foto Rontgen suatu spondilitis tuberkulosa akan memperlihatkan:
a. Dekalsifikasi suatu korpus vertebra
(pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut).
Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra
itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk
baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu.
b. Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur.
c. Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit.
d. Abses dingin
Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk
kumparan (Spindle).

Media : MRI

7. Tatalaksana
1) Terapi Konservatif
Berupa istirahat di tempat tidur untuk mencegah paraplegia dan pemberian tuberkulostatik.
Dengan memberikan corset yang mencegah gerak vertebrae/membatasi gerak vertebrae.
Corset tadi dapat dibikin dari gips, dari kulit/plastik, dengan corset tadi pasien dapat
duduk/berjalan sehingga tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
2) Medikamentosa
Obat Antituberkulosa misalnya Rimfapicin dan kombinasi obat antituberkulosis lain. Dosis
untuk dewasa yaitu 10 mg/kg BB/4x1 atau 600mg/hari dibagi 4 dosis. Sedangkan dosis untuk
anak-anak yaitu 10-20mg/kg BB/4x1.
3) Terapi Operatif
Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus
vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko spongiosa.

8. Prognosis
Umumnya penyakit tuberculose tulang punggung merupakan penyakit yang sangat menahun
dan jika dapat sembuh secara spontan akan memberikan cacat pembengkokan pada tulang
punggung. Dengan jalan radikal operatif penyakit tadi sering dapat sembuh dalam waktu
singkat, misalnya 6 bulan

Diposkan oleh PutZai =) di 00.51

Menariknya, luaran/outcome yang didapatkan tidak berhubungan dengan derajat


spondilolistesis atau besarnya sudut pergeseran yang terjadi.

Beberapa penelitian yang memfokuskan pada follow up jangka panjang mendukung terapi
konservatif terhadap anak-anak dan dewasa dengan spondilolistesis yang asimptomatik (tipe
I, tipe II), meskipun demikian banyak peneliti menyarankan untuk dilakukannya tindakan fusi
bilamana pergeseran tersebut bersifat simptomatik, tidak berespon dengan terapi konservatif
dan jika pergeseran yang terjadi berada dalam derajat tinggi (high grade spondilolistesis).

Daftar Pustaka
1. Vookshoor A, Spondilolisthesis, spondilosis and spondilysis Dalam: www.eMedicine.com.
Diakses Tanggal 10 Juni 2007.
2. Bodner RJ, Heyman S, Spondilolysthesis Dalam: www.google.com. Diakses Tanggal 10
Mei 2007.
3. Deyo RA, Nachemson A, Mirza SK, Spondilolysthesis Dalam: Dalam:
www.wikipedia.com. Diakses Tanggal 10 Mei 2007.
4. Mller H, Hedlund R, Spondilolysthesis Dalam: www.google.com. Diakses Tanggal 10
Mei 2007.
5. Mc Donald J, Management of Spondilolysthesis Dalam: www.bmjjournals.com. Diakses
Tanggal 10 Mei 2007.
6. Rodts M, Spondilolysthesis Dalam: www.google.com. Diakses Tanggal 10 Mei 2007.
7. Grande D, Mezebish D, Spondilolysthesis Dalam: www.wikipedia.com. Diakses Tanggal
10 Mei 2007.
8. Benly T, Cicek H, Comparison of sagital plane realignment and reduction with posterior
instrumentation in developmen low and hihg dysplatic Spondilolysthesis Dalam:
www.bmjjournals.com. Diakses Tanggal 10 Mei 2007.

Oleh : Yuziana S.Ked Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.

Spondylolisthesis / pergeseran tulang belakang Penyebab Nyeri Punggung / Nyeri Pinggang


Spondylolisthesis / pergeseran tulang belakang Penyebab Nyeri Punggung / Nyeri Pinggang

Pada Kasus spondylolisthesis, salah satu tulang di ruas tulang belakang Anda - yang disebut
vertebra bergeser kedepan dan keluar dari posisi normalnya. Hal ini dapat terjadi di mana
saja di sepanjang tulang belakang, tetapi yang paling umum di punggung bagian bawah
(lumbar spine). Pada beberapa orang, hal ini tidak menyebabkan gejala sama sekali. Beberapa
Orang lain mungkin memiliki sakit punggung dan kaki mulai dari gejala ringan sampai parah.

Memahami cara kerja tulang belakang Anda dapat membantu Anda lebih memahami
spondylolisthesis. Pelajari lebih lanjut tentang anatomi tulang belakang di Anatomi Vertebrae.

Jenis spondylolisthesis

Banyak jenis spondylolisthesis yang dapat dialami oleh orang dewasa. Dua jenis yang paling
umum adalah degeneratif dan spondylolytic. Ada jenis yang kurang umum lainnya
spondylolisthesis, seperti selip / geser disebabkan oleh fraktur parah atau tumor.

spondylolisthesis degeneratif

Seperti usia kita yang mekin menua, penurunan fungsi dan keausan dapat menyebabkan
perubahan di tulang belakang. Diskus intervertebralis mulai mengering dan melemah. diskus
kehilangan ketebalan, menjadi kaku, dan mulai muncul tonjolan dari inti diskus. degenerasi
pada Diskus ini adalah gejala awal untuk kasus arthritis dan spondylolisthesis degeneratif
(DS).

Arthritis mulai berkembang, melemahkan sendi dan ligamen yang mengikat vertebra Anda
agar berada dalam posisi yang tepat. Ligamentum sepanjang bagian belakang tulang belakang
(ligamentum flavum) mungkin mulai goyah. Salah satu tulang di kedua sisi usang, disk yang
mulai rata dapat membuat salah satu ruas tulang belakang longgar / kocak dan bergerak maju
dari vertebra di bawahnya.

Slip ini dapat mempersempit kanal tulang belakang dan memberikan tekanan pada saraf
tulang belakang. penyempitan kanal tulang belakang Ini disebut spinal stenosis dan
merupakan masalah umum pada pasien dengan DS.

spondylolisthesis, tulang belakang, nyeri punggung, lbp, low back pain


spondylolisthesis

Diskus Degeneratif pada Wanita mempunyai persentase lebih tinggi dibandingkan pria, dan
lebih umum pada pasien yang berusia lebih tua dari 50 tahun. Persentase tertinggi berada di
Afrika-Amerika.

spondylolisthesis Spondylolytic

Dalam spondylolysis, fraktur sering terjadi pada bagian pars interarticularis.


Salah satu tulang punggung bawah dapat mengalami patah dan ini dapat menyebabkan
vertebra bergeser
ke depan. Keausan Bantalan Sendi / diskus yang paling sering terjadi di daerah tulang
belakang bagian lumbal Anda disebut pars interarticularis.

Dalam kebanyakan kasus spondylolisthesis spondylolytic, pars fraktur terjadi selama masa
remaja dan terjadi tanpa disadari sampai dewasa. Degenerasi diskus normal yang terjadi pada
masa dewasa kemudian bisa menyebabkan benturan dan menyebabkan fraktur / patah
sebagian pada tulang belakang dan menyebabkan vertebra untuk bergeser ke depan. Jenis
spondylolisthesis paling sering terlihat pada pria paruh baya.

Karena fraktur hanya sebagian, menyebabkan bagian depan (vertebra) dan belakang (lamina)
bagian tulang belakang terputus, hanya bagian depan yang bergeser ke depan. Ini berarti

bahwa penyempitan kanal tulang belakang sangat kecil dibandingkan dalam spondylolisthesis
jenis lain, seperti DS di mana tulang belakang seluruhnya bergeser ke depan.

gejala
Sekitar 4% sampai 6% dari penduduk Dunia memiliki spondylolysis dan spondylolisthesis.
Sebagian besar berasal dari orang-orang yang hidup dengan kondisi selama bertahun-tahun
tanpa ada rasa sakit atau gejala lainnya.

Gejala spondylolisthesis degeneratif

Pasien dengan DS sering memeriksakan diri ke dokter setelah pergeseran pada tulang
belakang mulai menimbulkan tekanan pada saraf tulang belakang. Meskipun dokter dapat
menemukan arthritis pada tulang belakang, gejala DS biasanya sama dengan gejala stenosis
tulang belakang. Sebagai contoh, pasien DS sering merasa kesemutan kaki dan / atau nyeri
punggung bawah. Gejala yang paling umum pada kaki termasuk perasaan kelemahan pada
kaki saat berdiri / berjalan.

Gejala pada kaki bisa disertai dengan mati rasa, kesemutan, dan / atau nyeri yang sering
dipengaruhi oleh postur.membungkuk kedepan atau duduk sering meringankan gejala karena
membuka ruang di kanal tulang belakang. Berdiri atau berjalan sering meningkatkan gejala.

Gejala spondylolisthesis Spondylolytic

Kebanyakan pasien dengan spondylolisthesis spondylolytic tidak memiliki rasa sakit dan
sering terkejut setelah mengetahui bahwa mereka memiliki pergeseran tulang ketika mereka
melihatnya di foto rontgen. Mereka biasanya mengunjungi dokter dengan nyeri pinggang
yang berkaitan dengan aktifitas sehari hari. nyeri punggung kadang disertai dengan nyeri
yang menjalar ke kaki.

TLSO (Thoraco Lumbo Sacral Orthosis) digunakan pada kasus cidera tulang belakang, cidera
tulang costae (tulang rusuk), nyeri punggung bagian atas menjalar ke bawah, dan
menegakkan badan pada orang bungkuk...

Anda mungkin juga menyukai