Anda di halaman 1dari 14

1

AKNE VULGARIS
IGA Sumedha Pindha
Akne vulgaris terutama dijumpai pada masa remaja, walaupun tidak menutup
kemungkinan penyakit ini terjadi pada dekade ke tiga dan ke empat dari masa
kehidupan.
Sekitar 90% dari seluruh remaja mengalami akne dalam derajat yang berbeda-beda,
dan 20% memerlukan pertolongan dokter. Pada umumnya keluhan penderita lebih
bersifat estetis, sehingga perlu diperhatikan dampak psiko-sosial penyakit ini pada
remaja, yang dapat mempengaruhi interaksi sosial, prestasi sekolah dan juga
pekerjaan.
DEFINISI
Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh inflamasi kronik dari unit
pilo-sebasea yang ditandai oleh pembentukan komedo, papul, pustul, nodul, dan
pada beberapa kasus disertai jaringan parut, dengan predileksi di wajah, leher,
lengan atas, dada dan punggung.
ETIOLOGI
Empat faktor utama yang berperan dalam patogenesis akne vulgaris adalah:
1. Peningkatan produksi sebum.
2. Keratinisasi abnormal duktus pilo-sebasea.
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes
4. Proses inflamasi.
1.Peningkatan produksi sebum
Penderita dengan akne vulgaris memiliki produksi sebum yang lebih dari rata-rata
dan biasanya keparahan akne sebanding dengan jumlah produksi sebum.
Aktivitas kelenjar sebasea diatur oleh androgen, baik androgen yang terdapat di
dalam sirkulasi maupun androgen yang dihasilkan oleh jaringan, memegang peranan
dalam proses ini. Kelenjar sebasea mulai berkembang sebelum pubertas. Androgen
yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal terutama dehydroepiandrosterone sulphate
(DHEA-S) merangsang aktivitas kelenjar sebasea, menstimulasi pembentukan
komedo, sehingga beberapa peneliti menyebutkan DHEA-S sebagai acne androgen.
Pada saat pubertas androgen yang dihasilkan oleh gonad (testes pada pria, ovarium
pada wanita) terutama testosteron, ikut berperan merangsang kelenjar sebasea.
Ensim 5 -reductase merubah testosteron menjadi dihidrotestosteron yang
dianggap sebagai androgen jaringan yang paling poten. Meningkatnya aktivitas
kelenjar sebasea pada penderita akne yang mempunyai kadar hormon androgen
yang normal mungkin disebabkan oleh meningkatnya aktivitas ensim 5 - reductase
di kelenjar sebasea. Aktivitas ensim ini juga terjadi di epitel infundibulum, sehingga
hormon androgen diperkirakan berperan pada hiperkeratinisasi folikuler yang timbul
pada penderita akne.
Androgen jaringan khususnya dihidrotestosteron kemungkinan memegang peranan
penting dalam patogenesis akne, terutama pada akne ringan dan sedang, yang
sebagian besar penderita mempunyai kadar androgen yang normal di dalam
sirkulasi.

2
Beberapa penderita akne kistik yang berat, akne yang ada kaitannya dengan
kelenjar endokrin, seperti hiperplasia adrenal kongenital, tumor pada kelenjar adrenal
atau ovarium, mempunyai kadar androgen yang tinggi di dalam serum.
2. Keratinisasi abnormal duktus pilo-sebasea
Pada penderita akne terjadi hiperkeratosis duktus pilo-sebasea yang secara klinis
tampak sebagai komedo tertutup (whitehead) dan komedo terbuka (blackhead) yang
didahului oleh mikrokomedo. Mikrokomedo merupakan lesi inisial akne dengan
inflamasi dan non inflamasi.
Komedo tertutup mengandung keratin dan debris lemak, sedangkan komedo
terbuka berasal dari oksidasi tirosin menjadi melanin melalui pori-pori yang terbuka.
Penyebab terjadinya hiperkeratosis, yaitu:
1. Androgen selain menstimulasi kelenjar sebasea juga berpengaruh pada
hiperkeratosis saluran kelenjar.
2. Pada penderita akne komposisi sebum menunjukkan penurunan konsentrasi
asam linoleat yang signifikan dan terdapat hubungan yang terbalik antara
produksi sebum dan konsentrasi asam linoleat. Hal ini secara teori dikatakan
dapat menginduksi hiperkeratosis folikel serta penurunan fungsi barier epitel.
3. Kolonisasi Propionibacterium acnes
Organisme yang dominan sebagai flora di folikel pilo-sebasea adalah
Propionibacterium acnes (P.acnes), yaitu difteroid pleomorfik yang bersifat anaerob.
Bakteri ini juga dapat ditemukan pada kulit yang normal. Remaja dengan kulit yang
berminyak mengandung P.acnes yang lebih tinggi, tetapi sedikit hubungannya
antara jumlah bakteri di permukaan kulit atau di dalam saluran pilo-sebasea dengan
beratnya gejala klinis akne. Hal ini berbeda dengan derajat sekresi sebum dan
hiperkeratinisasi saluran pilo-sebasea yang erat hubungannya dengan beratnya
gejala klinis.
Lingkungan bakteri nampaknya lebih penting dibandingkan dengan jumlah bakteri
dalam pembentukan lesi akne. Pada studi in-vitro ditunjukkan bahwa oxygen tension,
pH, dan asupan nutrisi, mempengaruhi pertumbuhan P.acnes dan produksi substansi
aktif seperti lipase, protease, hyaluronate lyase, fosfatase, dan smooth muscle
contracting substance.
P.acnes menghasilkan ensim lipase yang dapat mengubah trigliserid dalam sebum
menjadi asam lemak bebas. Fraksi asam lemak bebas ini dapat menginduksi
inflamasi dan mempengaruhi kekentalan sebum, yang berperan dalam patogenesis
akne vulgaris.
Dalam pengobatan akne, antibiotik diberikan untuk mengurangi jumlah P. acnes.
4.Proses inflamasi
Inflamasi yang terjadi tidak disebabkan oleh bakteri yang terdapat di kulit, karena
jarang ditemukan, baik pada pemeriksaan rutin maupun dengan imunofloresensi.
Kemungkinan proses inflamasi diakibatkan oleh mediator aktif yang dihasilkan oleh
P. acnes yang terdapat di dalam folikel.
P. acnes dapat memicu reaksi radang imun dan non imun:
a. P.acnes memproduksi lipase yang dapat menghidrolisis trigliserid dari sebum
menjadi asam lemak bebas yang bersifat iritasi dan komedogenik.
b. Pelepasan faktor kemotaktik oleh P. acnes akan menarik lekosit ke daerah lesi.
Ensim hidrolisis yang dihasilkan oleh lekosit dapat merusak dinding folikel,
kemudian isi folikel seperti: sebum, epitel yang mengalami keratinisasi, rambut
dan P. acnes masuk ke dermis. Reaksi non imun
benda asing dimulai
pertama kali oleh mononuklear, kemudian oleh sel makrofag dan sel raksasa,
sehingga timbul inflamasi.

3
c. Aktivasi komplemen dari pejamu.
Proliferasi P. acnes kemungkinan terjadi akibat produksi sebum yang meningkat,
sehingga jumlah P.Acnes di dalam folikel meningkat. P. acnes
dapat
mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan altrernatif. Reaksi imun ini akan
menghasilkan C5a yang bersifat neutrophilic chemotactic factor dan menimbulkan
inflamasi lanjutan. Lekosit yang ditarik oleh C5a menangkap
P. acnes,
menghasilkan ensim hidrolitik yang dapat merusak jaringan sehingga timbul
inflamasi (reaksi imun).
EPIDEMIOLOGI
Akne merupakan penyakit yang sering dijumpai dan sebagian besar merupakan
kelainan fisiologis. Akne ringan dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dan dapat
berlanjut sampai neonatus. Akne paling sering terjadi pada masa remaja, dan dimulai
pada awal pubertas.
Insiden akne pada remaja bervariasi antara 30-60% dengan insiden terbanyak pada
umur 14-17 tahun pada wanita, dan 16-19 tahun pada pria.
Kligman melaporkan 15% remaja mempunyai akne klinis (akne major) dan 85% akne
fisiologis (akne minor), yaitu akne yang hanya terdiri dari beberapa komedo.
Pada penderita akne yang ringan dapat terjadi penyembuhan spontan pada umur
sekitar 20 tahun dan pada akne yang berat dapat berlangsung sampai umur 30
tahun. Akne nodulokistik terutama banyak terdapat pada wanita kulit putih
dibandingkan dengan yang berkulit hitam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya akne
1. Faktor genetik
Faktor genetik memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang
menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukkan bahwa akne terdapat pada
45% remaja yang salah satu atau ke dua orang tuanya menderita akne, dan
hanya 8% bila ke dua orang tuanya tidak menderita akne.
Ada hubungan antara sindrom XYY dengan akne yang berat.
2. Faktor ras
Warga Amerika berkulit putih lebih banyak menderita
akne dibandingkan
dengan yang berkulit hitam dan akne yang diderita lebih berat dibandingkan
dengan orang Jepang.
3. Hormonal
Beberapa faktor fisiologis seperti menstruasi dapat mempengaruhi akne. Pada
wanita, 60-70% akne yang diderita menjadi lebih parah beberapa hari sebelum
menstruasi dan menetap sampai seminggu setelah menstruasi.
4. Diet
Tidak ditemukan adanya hubungan antara akne dengan asupan total kalori dan
jenis makanan, walaupun beberapa penderita
menyatakan akne bertambah
parah setelah mengkonsumsi makanan tertentu, seperti coklat dan makanan
berlemak.
5. Iklim
Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi
pada stratum
korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne, misalnya pada akne
tropikal atau akne akibat kerja, sebagai contoh, pekerjaan di tempat yang lembab
dan panas seperti di dapur atau di tempat cuci pakaian.
Pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk akne.
6. Lingkungan
Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industri dan
pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan. Berbagai faktor mungkin
berperan anatara lain: genetik, iklim, polusi dll.

4
7. Stres
Akne dapat kambuh atau
emosional.

bertambah buruk

pada penderita dengan

stres

MANIFESTASI KLINIS
Lesi akne terutama terdapat di wajah, punggung, dada dan lengan atas. Akne
vulgaris ditandai oleh lesi yang polimorfi, walaupun dapat terjadi salah satu bentuk
lesi yang dominan pada suatu saat atau sepanjang perjalanan penyakit.
Manifestasi klinis akne dapat berupa lesi non inflamasi (komedo terbuka dan komedo
tertutup), lesi inflamasi superfisial (papul, pustul) dan lesi inflamasi dalam (nodul).
Komedo
Komedo adalah tanda awal dari akne. Sering muncul 1 2 tahun sebelum pubertas.
Lesi dapat berupa komedo terbuka atau komedo tertutup.
Komedo terbuka tampak sebagai lesi yang datar atau sedikit meninggi dengan
sumbu folikel yang berwarna gelap, berisi keratin dan lipid. Ukuran bervariasi antara
2-3 mm, biasanya bahan keratin terlepas dan tidak terjadi inflamasi kecuali bila
terjadi trauma.
Komedo tertutup berupa papul kecil, biasanya kurang dari 1 mm, berwarna pucat,
mempunyai potensi yang lebih besar untuk mengalami inflamasi sehingga .dianggap
lebih penting secara klinis.
Papul
Papul merupakan reaksi radang dengan diameter < 5 mm. Papul superfisial sembuh
dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut, tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi
pasca inflamasi, terutama pada remaja dengan kulit yang berwarna gelap. Papul
yang lebih dalam penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat
meninggalkan jaringan parut.
Pustul
Pustul akne vulgaris merupakan papul dengan puncak berupa pus. Biasanya usia
pustul lebih pendek dari papul.
Nodul
Nodul pada akne vulgaris merupakan lesi radang dengan diameter 1 cm atau lebih,
disertai rasa nyeri, dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan.
Lesi bentuk inilah biasanya yang menyebabkan terjadinya jaringan parut.
Jaringan parut
Ada beberapa bentuk jaringan parut, antara lain ialah:
1. Ice-pick scar, merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk ireguler,
terutama di wajah.
2. Fibrosis peri-folikuler, ditandai dengan cincin kuning di sekitar folikel.
3. Jaringan parut hipertrofik atau keloid, sering terdapat di dada, punggung,
garis rahang (jaw line), dan telinga, lebih sering ditemukan pada orang
berkulit gelap.
Grading
Sistem grading yang diterima secara luas belum ada.
Klasifikasi diperlukan untuk menjelaskan morfologi, distribusi lesi, komplikasi, respon
terhadap terapi, dan dampak penyakit secara individu.

5
Klasifikasi akne vulgaris yang direkomendasikan sekarang adalah berdasarkan tipe
lesi yang dominan, misalnya:
- akne komedonal
- akne papulo-pustular
- akne nodulo-kistik
Menurut derajat penyakit, akne dibagi menjadi:
- akne ringan
- akne sedang
- akne berat.
Variasi klinis
Dikenal beberapa bentuk variasi klinis:
1. Akne neonatorum
Akne neonatorum terjadi karena rangsangan terhadap kelenjar sebasea oleh
androgen dari ibu dan androgen yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal neonatus
yang hiperaktif. Tidak memerlukan terapi karena dapat sembuh spontan dalam
1-3 bulan.
Akne infantum biasanya terjadi pada usia 3-6 bulan. Lesi lebih banyak dan lebih
meradang dibandingkan dengan akne neonatorum, dan berhubungan dengan
peningkatan risiko terkena akne vulgaris selama masa remaja, terutama pria.
Pengobatan dengan menggunakan obat topikal seperti pada remaja, dan jarang
memerlukan antibiotik sistemik.
2 Acne excorie des jeunes filles
Lesi berupa akne ringan disertai ekskoriasi yang hebat sehingga dapat terjadi
jaringan parut linear. Sesuai dengan namanya akne jenis ini terjadi pada wanita
dewasa muda, sulit diobati dan memerlukan psikoterapi.
3. Akne kosmetik
Kosmetik dapat menyebabkan timbulnya akne pada wanita dewasa, karena
bahan yang digunakan
bersifat komedogenik, seperti: lanolin, petrolatum,
beberapa minyak tumbuh-tumbuhan, butil stearat, lauril alkohol dan asam oleat.
Kini dibuat kosmetik yang non komedogenik, yaitu bahan dilakukan tes pada
telinga kelinci sebelum dipergunakan.
4. Akne konglobata
Akne tipe ini jarang ditemukan dan biasanya terjadi pada usia dewasa.
Akne konglobata merupakan tipe akne yang berat dan kronis ditandai
dengan
komedo, nodul, abses dan sinus. Dalam penyembuhan dapat terjadi jaringan
parut, dan sering menjadi keloid. Lesi terdapat di wajah, leher, punggung,
bokong, dada, lengan atas, perut dan paha.
Akne konglobata sering disertai inflamasi pada kelenjar apokrin di ketiak dan
perineum yang disebut hidradenitis supuratif.
Patogenesis yang sesungguhnya tidak diketahui, tetapi karena sering ditemukan
Staphylococcus positive coagulase dan kadang-kadang ditemukan Streptococcus
hemolyticus, maka akne konglobata sering dianggap sebagai pioderma.
Penyakit ini cenderung rekalsitran dan kronis sehingga dapat menyebabkan
gangguan emosi penderita.
Dengan ditemukannya isotretinoin prognosis penyakit ini
menjadi lebih baik,
meskipun masih meninggalkan gejala sisa berupa jaringan parut.

6
5.Akne fulminan
Penyakit ini disebut juga acute febrile ulcerative acne. Lesi terutama terdapat di
dada dan punggung, jarang mengenai wajah.
Lesi berupa nodul eritema yang nyeri, lesi muncul mendadak, cepat mengalami
ulserasi dan sembuh dengan jaringan parut. Sering disertai demam, nyeri otot
dan persendian.
6. Akne tropikal
Beberapa keadaan dapat memperberat akne seperti lingkungan yang panas dan
lembab. Kelembaban pada muara saluran pilo-sebasea memperberat sumbatan
dan merangsang inflamasi.
Penyakit ini sering ditemukan pada angkatan bersenjata Kaukasia yang bertugas
di daerah tropis. Lesi berupa nodul dengan sinus yang multipel, terutama di bagian
tubuh dan bokong.
Pengobatan utama adalah dengan memindahkan penderita ke daerah dingin.
7. Akne akibat kerja
Beberapa bahan industri dapat menyebabkan akne, antara lain derivat tar, minyak
pemotong (cutting oil) dan chlorinated hydrocarbon. Bahan tersebut dapat
menyebabkan penyumbatan saluran pilo-sebasea.
Akne yang timbul cenderung mengalami inflamasi dengan papul, pustul dan nodul.
Lesi dapat ditemukan di wajah dan bagian tubuh yang tertutup pakaian yang
mengandung bahan tersebut.
8. Folikulitis gram negatif
Kelainan ini terdjadi pada penderita akne yang mendapat pengobatan antibiotik
jangka panjang, dan secara tiba-tiba akne yang dideritanya memburuk.
Ada 2 tipe folikulitis gram negatif:
Tipe 1
Mengenai sebagian besar penderita. Pustula menyebar pada wajah dan nares
anterior, dan dari lesi dapat diisolasi Enterobacter dan Klebsiella spp.
Tipe 2
Ditandai oleh nodul yang dalam, disebabkan oleh Proteus spp.
Folikulitis gram negatif dapat dicegah dengan melakukan tapering off antibiotik
yang diberikan secara oral atau dengan memakai kombinasi antibiotik oral dan
bezoil peroksid atau tretinoin topikal.
Erupsi cepat mereda dengan pemakaian
isotretinoin oral atau dengan
trimetoprim-sulfametoksazol.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dalam pemeriksaan laboratorium pada umumnya tidak ditemukan kelainan. Pada
akne yang berat seperti akne fulminan dan akne tropikalis dapat ditemukan jumlah
lekosit yang meningkat.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan bila dicurigai adanya hiperandrogenisme.
Pemeriksaan laboratorium meliputi serum DHEAS, testosteron total, testosteron
bebas, luteinizing hormone (LH)) dan follicle stimulating hormone (FSH). Tes ini
bertujuan untuk mengetahui sumber hiperandrogenisme.
DHEAS dengan kadar 4000-8000 ng/ml mungkin berhubungan dengan hiperplasia
adrenal kongenital. Kadar DHEAS > 8000 ng/ml perlu dirujuk ke Bagian
Endokrinologi untuk evaluasi adanya tumor adrenal.
Testosteron total >150 ng/dL dicurigai adanya kelebihan androgen yang berasal dari
ovarium. Kadar testosteron total 150-200 ng/dL atau ratio LH/FSH meningkat lebih

7
dari 2.0 dapat ditemukan pada penyakit ovarium polikistik. Peningkatan testosteron
yang berlebihan mungkin menunjukkan tumor ovarium.
PATOLOGI
Akne berasal dari folikel sebasea dan lesi awal berupa komedo. Pembentukan
komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan keratin sehingga
dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung. Secara bertahap akan terjadi
penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan dilatasi.
Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti dengan sel
epitel yang tidak berdiferensiasi.
Komedo yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo
terbuka mempunyai lubang patulous dan bahan keratin tersusun dalam bentuk
lamelar yang konsentris dengan rambut sebagai pusatnya. Komedo tertutup
mempunyai keratin yang tidak padat dan lubang folikelnya sempit.
Komedo terbuka jarang mengalami inflamasi, kecuali bila sering terkena trauma.
Mikrokomedo dan komedo tertutup merupakan sumber timbulnya lesi yang inflamasi.
Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan kemudian timbul
reaksi selular pada dermis. Ketika pecah, seluruh isi komedo masuk ke dermis,
reaksi yang timbul lebih hebat, dan terdapat sel raksasa sebagai akibat keluarnya
bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid gram positif dengan bentukan
khas P. acnes di luar dan di dalam sel lekosit.
Lesi yang pecah nampak sebagai pustul, nodul atau nodul dengan pustul di atasnya,
tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang
terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.
DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris pada umumnya mudah ditegakkan. Keluhan penderita dapat
berupa rasa gatal atau sakit, tetapi pada umumnya keluhan penderita lebih bersifat
kosmetis.
Pada pemeriksaan kulit didapatkan erupsi kulit pada tempat predileksi yang bersifat
polimorfi, yang terdiri dari komedo (tanda patognomonik akne vulgaris), papul, pustul
dan nodul.
Salah satu dari tipe lesi ini dapat lebih menonjol, sehingga diagnosis yang
ditegakkan berdasarkan atas lesi yang dominan, misalnya akne vulgaris komedonal
bila lesi yang dominan adalah komedo.
DIAGNOSIS BANDING
1. Erupsi akneiformis
Lesi ini disebabkan oleh obat-obatan. Obat yang dapat merangsang timbulnya
lesi ini adalah androgen, adrenocorticotropic hormone (ACTH), steroid (topikal
dan sistemik), barbiturat, siklosporin A, fenitoin, karbamasepin, isoniasid,
rifampisin, litium, etionamid, bromid dan iodid. Obat-obat tersebut juga dapat
memperparah akne yang sudah ada. Akne steroid lebih bersifat monomorfik.
dan tidak ditemukan komedo.
2. Rosacea
Rosacea merupakan penyakit peradangan kronis pada kulit wajah. Penyakit ini
ditandai dengan eritema yang persisten, disertai telangiektasis, papul dan pustul,
kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea, tetapi tidak
ditemukan
komedo.

8
3. Flat wart
Lesi yang terletak di wajah mirip dengan akne, berupa papul dengan warna lesi
sama dengan warna kulit, dapat menyebar bila terkena trauma (fenomena
Koebner).
4. Dermatitis perioral
Gejala klinis berupa papul eritema atau papulo-pustul dengan ukuran 1-3 mm,
terletak di dagu, cekungan nasolabial, dan sekitar mulut, disertai skuama dan
rasa gatal. Kortikosteroid topikal dapat memperberat keadaan ini.
Pengobatan dengan antibiotik topikal dan sistemik. Metronidazol topikal
memberikan hasil yang baik.
5. Adenoma sebaseum
Sering merupakan manifestasi kulit dari penyakit tuberous sclerosis. Nampak
sebagai papul merah muda sampai merah di wajah, yang timbul sejak usia
anak-anak atau pubertas. Lesi ini merupakan angiofibroma.
PENATALAKSANAAN
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan akne vulgaris, yaitu
pengertian tentang cara kerja obat serta efek sampingnya dan penanganan
penderita yang bersifat individual.
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ini adalah menghindari trauma psikologis dan
terjadinya jaringan parut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan akne, yaitu:
1. Perhatian terhadap keadaan emosional remaja tidak boleh diabaikan.
2. Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan dan pengobatan topikal sering
menyebabkan akne lebih parah dalam 3-4 minggu.
3. Diet makanan tidak meningkatkan keparahan akne sehingga pembatasan diet
tidak diperlukan, kecuali pada penderita yang mengeluhkan penyakitnya
memburuk setelah mengkonsumsi makanan tertentu.
4. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Penderita wanita perlu diperiksa adanya hirsutisme, alopesia dan obesitas. Perlu
ditanyakan tentang siklus menstruasi dan penggunaan pil kontrasepsi oral.
Secara umum terdapat 4 prinsip utama dalam pengobatan penderita akne, yaitu:
1. Penurunan aktivitas kelenjar sebasea.
2. Memperbaiki keratinisasi folikel.
3. Penurunan jumlah bakteri di dalam folikel, terutama P. acnes, sehingga dapat
mengurangi pembentukan produk inflamasi ekstraselular.
4. Menghambat inflamasi.
Pengobatan untuk memperbaiki keratinisasi folikel merupakan terapi utama untuk
akne non inflamasi, sedangkan ke tiga prinsip yang lainnya digunakan pada akne
dengan inflamasi.
Walaupun demikian karena perubahan keratinisasi folikel merupakan titik awal bagi
timbulnya akne dengan inflamasi, pengobatan langsung terhadap perubahan
keratinisasi ini juga efektif untuk akne dengan inflamasi.
Pemberian pengobatan pada penderita akne didasarkan atas berat dan luasnya lesi:
1. Akne komedonal yang ringan diberikan obat akne yang mengandung asam
salisilat, sulfur, resorsinol, atau benzoil peroksid.
2. Akne komedonal yang sedang sampai berat diberikan obat tambahan tretinoin,

9
adapalen, atau tazaroten topikal pada malam hari.
3. Akne dengan inflamasi ringan diberikan tambahan antibiotik topikal.
4. Akne dengan inflamasi sedang sampai berat dan akne inflamasi ringan yang tidak
memberikan respon terhadap antibiotik topikal memerlukan antibiotik sistemik.
5. Akne nodular yang tidak memberi respon terhadap antibiotik sistemik diberikan
isotretinoin oral dengan pengawasan yang ketat.
6. Pada wanita, pil kontrasepsi oral dapat diberikan untuk semua jenis akne.
Pengobatan akne vulgaris terdiri dari:
1. Pengobatan topikal
Asam salisilat, sulfur, resorsinol, benzoil peroksid, retinoid (tretinoin, tazaroten
dan adapalen), azelaic acid, antibiotik topikal ( klindamisin, eritromisin,
dan
metronidazol).
2. Pengobatan sistemik
Antibiotik, 13-cis-retinoic acid (isotretinoin), dan hormon ( kontrasepsi oral,
kortikosteroid dan antiandrogen).
3. Pembedahan pada akne.
4. Lain-lain.
1. Pengobatan topikal
Bentuk sediaan sama pentingnya dengan kandungan bahan aktif. Bentuk sediaan
dipilih sesuai dengan jenis kulit penderita. Solutio dan gel bersifat mengeringkan dan
tidak berminyak sehingga cocok untuk kulit berminyak. Krim dan lotio lebih lembab
sehingga cocok untuk sebagian besar penderita. Krim cocok untuk remaja dengan
kulit kering dan sensitif
Benzoil peroksid
Benzoil peroksid merupakan anti bakteri kuat yang mempunyai efek menurunkan
jumlah P. acnes sehingga dapat menghambat hidrolisis trigliserid dengan akibat
berkurangnya asam lemak bebas di permukaan kulit. Disamping itu benzoil peroksid
juga bersifat komedolitik ringan.
Benzoil peroksid tersedia dalam konsentrasi 2.5 -10%. Pengobatan diberikan sekali
sehari kemudian ditingkatkan menjadi dua kali sehari.
Efek samping dapat berupa dermatitis kontak, rambut memutih dan mewarnai
pakaian.
Azelaic acid
Obat ini dipakai untuk mengobati akne ringan sampai sedang yang mengalami
inflamasi.
Azelaic acid mengandung asam dekarboksilat yang pada mulanya dipergunakan
untuk hiperpigmentasi. Obat ini mempunyai efek menormalkan proses keratinisasi
dan menyebabkan penurunan jumlah bakteri dalam folikel. Azelaic acid lebih efektif
bil;a dikombinasi dengan obat topikal lainnya.
Obat ini tersedia dalam bentuk krim 20%, dioleskan dua kali sehari pada kulit yang
bersih. Efek samping berupa pruritus, rasa perih, bercak kemerahan dan
hipopigmentasi.
Retinoid (tretinoin, tazaroten, adapalen)
Retinoid adalah derivat vitamin A yang bersifat komedolitik. Preparat terbaru retinoid
adalah tazaroten dan adapalen yang bersifat kurang iritasi dibandingkan dengan
tretinoin.

10
Cara kerja obat ini adalah dengan mengurangi hiperkeratosis dan kohesi sel epitel
folikel sehingga pembentukan sumbatan folikel dan komedo terhambat.
Tretinoin tersedia dalam bentuk krim dengan konsentrasi 0.025%, 0.05% dan 0.1%;
gel dengan konsentrasi 0.01% dan 0.025%; solutio dengan konsentrasi 0.05%.
Pemakaian dimulai dengan konsentrasi rendah, dan bila telah adaptasi konsentrasi
ditingkatkan. Dipakai pada malam hari, hindari daerah mulut dan sekitar mata. Obat
ini bersifat fotosensitif sehingga harus menghindari sinar matahari dan memakai tabir
surya SPF15 atau lebih pada siang hari.
Setelah pemakaian 3-4 minggu timbul erupsi pustular sehingga nampak akne seperti
memburuk, ini menunjukkan obat sedang bekerja.
Efek samping dapat berupa:
- pengelupasan kulit, kulit kering dan iritasi
- hiperpigmentasi atau hipopigmentasi
- sensitif terhadap sinar matahari
- berpotensi teratogenik, pada pemakaian topikal obat diserap sangat sedikit
dan belum ada laporan kelainan kongenital karena pemakaian topikal.
Adapalen
Adapalen merupakan derivat naphotoic acid, mempunyai cara kerja yang sama
dengan retinoid, berifat tahan sinar matahari dan kurang iritasi. Adapalen mempunyai
sifat antiinflamasi yang sedang sampai kuat dibandingkan dengan tretinoin yang
mempunyai sifat antiinflamasi yang lemah.
Adapalen tersedia dalam konsentrasi 0.1% dalam bentuk gel, krim, dan solutio,
dipakai setiap hari dan membutuhkan waktu 8 -16 minggu untuk melihat hasilnya.
Tazaroten
Tazaroten merupakan bahan sintetik acetylenic retinoid yang cepat diserap oleh kulit
dan berubah menjadi metabolit aktif yaitu tazarotenic acid.
Bahan ini mempengaruhi kohesi korneosit dan menekan inflamasi. Tazaroten dapat
digunakan untuk psoriasis, akne ringan dan sedang. Cara pemakaiannya adalah
dengan mengoleskan sepanjang malam, dan boleh terkena sinar matahari. Efek
samping sama dengan golongan retinoid yang lain, yaitu eritem, pruritus, rasa
terbakar dan perih.
Tersedia dengan konsentrasi 0.1% dan 0.05% dalam bentuk gel dan krim.
Antibiotik topikal
Antibiotik topikal berguna untuk mengurangi jumlah P. acnes dan menurunkan kadar
asam lemak bebas di permukaan kulit. Selain itu juga dapat mengurangi faktor
khemotaktik yang dihasilkan oleh P. acnes, sehingga mengurangi terjadinya
inflamasi.
Antibiotik topikal mempunyai efek langsung pada kulit dan tidak menyebabkan efek
samping sistemik, tetapi sering terjadi resistensi kuman.
Antibiotik topikal yang sering digunakan adalah eritromisin 2%, klindamisin 1% dan
metronidazol, dipakai sekali sampai dua kali sehari, dan dapat dikombinasikan
dengan obat topikal lainnya.
2. Pengobatan sistemik
a. Antibiotik
Antibiotik sistemik digunakan pada lesi akne dengan inflamasi. Obat bekerja dengan
cara menurunkan populasi P. acnes, sehingga lipase yang dihasilkan berkurang dan
menyebabkan konsentrasi asam lemak bebas juga berkurang. Antibiotik sistemik

11
juga mempunyai efek langsung terhadap reaksi inflamasi, yaitu dengan menekan
faktor khemotaktik.
Antibiotik yang sering dipakai adalah tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin,
dan dapson.
Tetrasiklin
Tetrasiklin diberikan dengan dosis awal 500-1000 mg sehari, dibagi menjadi dua
dosis. Dosis diturunkan bila telah terjadi perbaikan dan dilanjutkan dengan dosis 250
mg sehari. Tetrasiklin mempunyai afinitas yang kuat pada jaringan yang
mengandung mineral dan dideposit pada gigi yang sedang tumbuh, sehingga
menimbulkan warna kuning kecoklatan pada gigi permanen. Tetrasiklin juga
menghambat pertumbuhan tulang pada fetus. Karena itu tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada wanita hamil, bayi dan anak dibawah umur 8 tahun. Pada wanirta
hamil dan anak digunakan eritromisin.
Doksisiklin
Doksisiklin diberikan dengan dosis 2 x 50 mg sehari atau 2 x 100 mg sehari pada
kasus yang berat. Kerugian yang utama dalam pemakaian doksisiklin adalah reaksi
fotosensitivitas.
Minosiklin
Minosiklin diberikan dengan dosis terbagi 100-200 mg sehari. Efektif pada kasus
akne yang tidak memberikan respon dengan pengobatan antibiotik sistemik yang
lain. Pemakaian dosis yang tinggi dapat terjadi vertigo dan tinitus, juga dilaporkan
dapat terjadi minocycline- induce autoimmune hepatitis dan systemic lupus
erythematosus-like syndrome, walaupun jarang.
Dapson dan klindamisin
Dapson dan kindamisin memberikan efek samping yang serius, sebaiknya hanya
digunakan pada akne yang berat dan sulit disembuhkan. Klindamisin dapat
menimbulkan kolitis pseudomembran, yang dapat bersifat fatal.
b. Isotretinoin (13-cis-retinoic acid)
Isotretinoin memberikan hasil yang baik pada akne nodulokistik yang berat dan pada
akne yang sulit disembuhkan. Aspek yang nyata dari pengobatan isotretinoin adalah
remisi yang komplit pada hampir semua kasus, dan remisi dapat bertahan selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun.
Isotretinoin merupakan derivat vitamin A sintetik yang mempengaruhi keratinisasi
dengan menekan produksi sebum dan pertumbuhan P. acnes.
Dosis isotretinoin yang biasa diberikan adalah 1 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua
dosis, dan diberikan bersama makanan. Dosis 0.1 0.5 mg/kg/bb/hari dapat
memberikan hasil yang sama namun risiko untuk kambuh lebih besar. Dosis dapat
dinaikkan sampai 2 mg/kg bb/hari untuk penderita dengan lesi di punggung yang
sangat berat atau untuk penderita yang gagal dengan terapi yang biasa diberikan.
Pengobatan dengan isotretinoin biasanya diberikan sampai 20 minggu.
Obat ini mempunyai efek teratogenik sehingga penggunaannya pada wanita usia
reproduksi harus diberikan penjelasan mengenai risiko pada kehamilan. Penderita
harus menggunakan kontrasepsi yang efektif dimulai sebelum terapi diberikan,
selama terapi dan satu bulan setelah terapi dihentikan. Tes kehamilan harus
dilakukan setiap bulan.
Efek samping isotretinoin pada kulit dan mukosa berupa kheilitis, konjungtivitis, kulit
dan mulut kering. Kelainan sistemik berupa kelainan kadar lemak yaitu peningkatan

12
trigliserid dan kolesterol darah. Kadar trigliserid yang tinggi dapat menyebabkan
xanthoma dan pankreatitis. Efek samping lainnya adalah pseudotumor serebri, sakit
kepala, penurunan visus di malam hari, dan hiperostosis yang asimtomatis.
Oleh karena itu isotretinoin sebaiknya hanya diberikan pada penderita akne yang
berat dan perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati dan kadar
trigliserid serum.
c. Hormon
Pemakaian hormon pada terapi akne bertujuan untuk menghambat efek androgen
pada kelenjar sebasea. Hal ini dapat dicapai denga penggunaan estrogen,
antiandrogen, atau obat yang dapat menurunkan produksi androgen ovarium atau
androgen kelenjar adrenal, misalnya kontrasepsi oral, glukokortikoid, atau
gonadotropin-releasing hormone agonists (GnRH agonist).
Kontrasepsi oral
Penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen dan progesteron lebih
baik dibandingkan dengan estrogen saja, dan efektif menekan aktivitas kelenjar
sebasea. Pilihan terbaik adalah kontrasepsi oral generasi ke tiga yang mengandung
lebih sedikit progestin androgenic seperti: desogestrel atau norgestimate.
Kontrsepsi oral yang mengandung etinil estradiol dan norgestimate memberikan hasil
yang baik untuk pengobatan akne.
Efek samping berupa mual, peningkatan berat badan, spotting, nyeri payudara,
amenore, menoragi dan melasma.
Glukokortikoid
Glukokortkoid sistemik digunakan untuk akne karena mempunyai efek antiinflamasi
dan dapat mengurangi produksi androgen adrenal.
Penggunaan terbatas dipakai pada akne yang parah seperti akne konglobata, akne
fulminan dan reaksi radang akut pada akne yang mendapat terapi isotretinoin. Obat
ini dipakai dalam waktu yang terbatas karena efek samping yang dapat terjadi, dan
sering kambuh bila obat dihentikan. Penggunaan yang lama dapat menimbulkan
akne steroid. Biasanya diberikan
prednison dengan dosis 5-7.5 mg atau
deksametason 0.25 0.5 mg per hari.
Gonadotropin- releasing hormone agonist (GnRH agonist)
GnRH agonist bekerja pada kelenjar pituitari dengan menghambat siklus pelepasan
gonadotropin sehingga menekan steroidogenesis ovarium. Obat ini efektif untuk
akne dan hirsutism. Penggunaannya terbatas karena efek sampingnya berupa gejala
menopause dan tulang keropos.
Antiandrogen
Siproteron asetat bekerja dengan menghambat reseptor androgen. Untuk
pengobatan akne diberikan dalam bentuk kombinasi dengan etinil estradiol sebagai
kontrasepsi oral.
Spirinolakton berfungsi sebagai penghambat reseptor androgen dan 5 - reductase.
Flutamid suatu penghambat reseptor androgen dikombinasi dengan kontrasepsi oral
untuk mengobati akne atau hirsutism pada wanita.
3. Pembedahan pada akne
a. Mengeluarkan komedo dengan komedo ekstraktor.

13
b. Injeksi steroid intralesi.
Injeksi steroid intralesi digunakan untuk lesi nodular. Sebelum injeksi
dilakukan aspirasi kemudian disuntikkan triamsinolon (2.5 mg/ml) sebanyak
0.025 0.1 ml di bagian tengah lesi.

c. Pengobatan jaringan parut


Eksisi untuk lesi kecil dengan batas yang jelas.
Dermabrasi untuk jaringan parut yang mempunyai kedalaman yang rata.
Injeksi kolagen dengan menggunakan kolagen dermal sapi untuk
meninggikan jaringan parut yang cekung. Pengobatan diulang setelah 18
bulan.

4.Lain-lain
Cover-mark untuk menutupi jaringan parut dan pigmentasi pasca inflamasi.
KESIMPULAN
Akne vulgaris merupakan penyakit yang sering dijumpai di kalangan remaja.
Pada sebagian besar remaja akne vulgaris bersifat fisiologis dan sembuh
spontan pada umur sekitar 20 tahun. Pada keadaan yang berat diberikan
pengobatan sesuai dengan beratnya penyakit. Pengobatan berlangsung cukup
lama sehingga dibutuhkan kesabaran penderita, dan dokter perlu
memperhatikan keadaan psikologi penderita.
Dalam patogenesis akne vulgaris ada 4 faktor yang berperan, yaitu: 1. Peningkatan
produksi sebum, 2. Keratinisasi abnormal dari duktus pilo-sebasea, 3. Kolonisasi
Propionibacterium acnes, dan 4. Proses inflamasi.
Pengobatan pada akne vulgaris ditujukan untuk menormalkan keadaan tersebut
sehingga penderita terhindar dari terjadinya jaringan parut.
Pengobatan terdiri dari pengobatan topikal, yaitu benzoil peroksid, tretinoin, azelaic
acid, dan antibiotik, dan pengobatan sistemik yang terdiri dari antibiotik, hormon
(biasanya dalam bentuk pil kontrasepsi oral), dan isotretinoin.
Isotretinoin merupakan obat yang ampuh untuk akne yang rekalsitran, tetapi
mempunyai efek teratogenik sehingga pemakaiannya harus dibawah pengawasan
yang ketat dari dokter.

DAFTAR PUSTAKA
1. Baran R, Chivot M, Shalita AR. Acne. Dalam: Baran R, Maibach HI,
Penyunting. Texbook of Cosmetic Dermatology, Edisi ke 2. Martin Dunitz.
Singapore: Kyodo Printing Co (Spore) Ltd. Pte 1998; 434-444.
2. Cohen BA, Prose N, Schachner LA. Acne. Dalam: Schachner LA, Hasen HC,
Penyunting. Pediatric Dermatology, Edisi ke 2. New York: Churchill
Livingstone 1995; 661-673.
3. Cunlife WJ. Acne. London: Martin Dunitz Ltd, 1989.
4. Cunliffe WJ, Simpson NB. Disorders of the Sebaceous Glands.
Dalam:Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, Penyunting.
Texbook of Dermatology, Vol. 3, Edisi ke 6. London: Blackwell Science
1998; 1940-1979.
5. Lookingbill DP. Endocrenology in acne. Dalam: Dermatology at the
Millennium. The Proceedings of the 19th World Congress of Dermatology.
Sidney, 15-20 June 1997. London: The Parthenon Publishing Group 1999;
452-453.
6. Odom RB, James WD, Berger TG. Andrews Diseases of The Skin, Edisi ke 9.
Philadelphia: WB Saunders Company 2000; 284-306.

14
7. Pakula AS, Neinstein LS. Acne vulgaris. Dalam: Neinstein LS, Penyunting.
Adolescent Health Care, A Practical Guide. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins 2002; 441-456.
8. Plewig G, Kligman AM. Acne, Morphogenesis and Treatment. Berlin:
Springer-Verlag, 1975.
9. Strauss JS. Acne vulgaris. Dalam: Fitzpatrick TB, Freedberg IM, Eisen AZ, et
all, Penyunting. Dermatology in General Medicine, Edisi ke 4. New York: Mc
Graw- Hill 1999; 709-721.
10. Tolman EL. Acne and Acneiform Dermatosis. Dalam: Moschella SL, Hurley HJ,
Penyunting. Dermatology, Vol 2. Philadelphia: WB Saunders Company 1984;
1306-1321.
11. Wasitaatmaja SM. Akne, Erupsi akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam: Djuanda
A, Penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI 1999; 235-244.
12. Widjaya ES. Rosacea dan Akne vulgaris. Dalam: Marwali Harahap, Penyunting.
Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates 2000; 31-45.

Anda mungkin juga menyukai