Anda di halaman 1dari 27

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes mellitus dan penyakit periodontal adalah kelainan inflamasi kronis yang
memiliki dampak besar pada kesehatan berjuta orang di seluruh dunia. Penyakit
periodontal adalah salah satu penyakit yang paling umum pada manusia; Oleh karena
itu, jika penyakit periodontal memiliki pengaruh pada kesehatan secara sistemik,
maka penyakit ini memiliki dampak yang berarti bagi kesehatan masyarakat.1
Penelitian menunjukkan bahwa diabetes merupakan suatu faktor risiko yang
meningkatkan keparahan gingivitis dan periodontitis. 1 Sebaliknya, periodontitis
merupakan faktor risiko yang memperburuk kontrol indeks glikemik pada pasien
dengan diabetes, dan dapat meningkatkan risiko komplikasi diabetes. 1,2 Hubungan
antara penyakit periodontal dan beberapa penyakit sistemik kronis telah dibuktikan
dalam beberapa tahun terakhir. Namun interaksi yang paling konsisten dapat
dibuktikan adalah hubungan antara penyakit periodontal dan diabetes.1,3
1.1. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara diabetes melitus dan penyakit inflamasi periodontal?
1.2. Tujuan Penelitian
Untuk meninjau ulang hubungan yang terjadi antara penyakit periodontal
dengan diabetes melitus.
1.3. Manfaat Penelitian
Untuk mengetahui apakah hubungan antara diabetes melitus dengan penyakit
inflamasi periodontal.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sangat meluas dalam
kehidupan masyarakat, sehingga mereka menganggap penyakit ini sebagai sesuatu
yang tidak terhindari. Seperti karies gigi, penyakit periodontal juga lambat
perkembangannya dan apabila tidak dirawat dapat menyebabkan kehilangan gigi.
Namun studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit ini dapat dicegah dengan
pembersihan plak dengan sikat gigi teratur serta menyingkirkan karang gigi apabila
ada.42
Ada dua tipe penyakit periodontal yang biasa dijumpai yaitu gingivitis dan
periodontitis. Gingivitis adalah bentuk penyakit periodontal yang ringan, dengan
tanda klinis gingiva berwarna merah, membengkak dan mudah berdarah. Gingivitis
yang tidak dirawat akan menyebabkan kerusakan tulang pendukung gigi atau disebut
periodontitis. Sejalan dengan waktu, bakteri dalam plak gigi akan menyebar dan
berkembang kemudian toksin yang dihasilkan bakteri akan mengiritasi gingiva
sehingga merusak jaringan pendukungnya. Gingiva menjadi tidak melekat lagi pada
gigi dan membentuk saku (pocket) yang akan bertambah dalam sehingga makin
banyak tulang dan jaringan pendukung yang rusak. Bila penyakit ini berlanjut terus
dan tidak segera dirawat maka lama kelamaan gigi akan longgar dan lepas dengan
sendirinya.Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang
mempunyai prevalensi yang tinggi di Indonesia. Bahkan di Amerika dan Jepang,
perhatian dokter gigi mulai beralih lebih kepada penegakan diagnosis penyakit
periodontal daripada karies.42
Penyebab utama penyakit periodontal adalah plak sehingga penyakit periodontal
sering juga disebut penyakit plak. Plak gigi adalah suatu lapisan lunak yang terdiri
atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Diperkirakan bahwa 1 mm 3 plak gigi dengan
berat 1 mg mengandung 200 juta sel mikroorganisme. Lokasi dan laju pembentukan
plak adalah bervariasi di antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju
pembentukan plak adalah oral hygiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan
komposisi serta laju aliran saliva.42
Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa
faktor yang menjadi faktor resiko penyakit periodontal. Faktor ini bisa berada di

3
dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum faktor
resiko penyakit periodontal adalah oral hygiene yang buruk, penyakit sistemik, umur,
jenis kelamin, taraf pendidikan dan penghasilan.
1. Higiene oral (oral hygiene)
Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan
kondisi oral hygiene yang buruk. Dilaporkan bahwa pada individu yang mempunyai
gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak melakukan pembersihan
rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan
kebersihan mulut maka keradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua
penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila tidak
ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal.
2. Umur
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal
akan meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Penyakit periodontal lebih
banyak dijumpai pada orang tua daripada kelompok yang muda, walaupun keadaan
ini lebih sering dikaitkan sebagai akibat kerusakan jaringan yang kumulatif selama
hidup (proses aging).
3. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi
periodontal wanita lebih baik daripada pria dan sebaliknya.
4. Penyakit sistemik
Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus (DM) dan
penyakit sistemik lainnya. Insiden DM dilaporkan cukup tinggi di beberapa negara
yang artinya berdampak negatif bagi kesehatan rongga mulut. Penderita DM lebih
rentan terhadap infeksi terutama pada penderita diabetes yang tidak terkontrol. Bila
dilakukan skeling pada penderita diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat
menyebabkan timbulnya abses periodontal.42

2.2. Diabetes Melitus

4
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin.43
2.2.1 Jenis-jenis Diabetes Melitus
2.2.1.1 Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan
oleh reaksi otoimun.
Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel ,
sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon,
sedangkan sel-sel memproduksi hormon somastatin. Namun demikian serangan
autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel .
Destruksi autoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung
mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi insulin, fungsi
sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada
penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau
Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, tapi
hal ini tidak terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi
walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia.
Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1
mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapatkan terapi insulin.
2.2.1.2 Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang
dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal,
keadaan ini disebut resietensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan.

5
Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans secara autoimun
sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada
penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.
Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin,
merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar
pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan kepekaan
jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan pasien
diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu defisiensi jaringan
terhadap insulin maupun kerusakan respon sel terhadap glukosa dapat lebih
diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat
diperbaiki melalui manuver-manuver teurapetik yang mengurangi hiperglikemia
tersebut.
2.2.1.3 Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang timbul selama
masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Keadaan ini terjadi
karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin
(Tandra, 2008).
2.2.2 Diagnosis diabetes mellitus
Diagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl.
2.3. Hubungan Penyakit Periodontal dengan Diabetes Melitus
Risiko periodontitis sangat dipengaruhi oleh faktor sistemik seperti diabetes.
Diabetes dapat meningkatkan 2 sampai 5 kali kemungkinan perkembangan penyakit
periodontal.
Diabetes tipe 2 paling sering terjadi sejak masa dewasa. Banyak individu yang
menyadari telah mengalami diabetes tipe 2 setelah komplikasi parah terjadi.
Periodontitis kadang bisa menjadi tanda pertama seseorang menderita diabetes,
bahkan pada periodontitis yang parah dapat mengakibatkan kehilangan gigi.

6
Gambaran klinis yang harus diperhatikan dokter gigi pada pasien yang belum
terdiagnosis diabetes dan pasien diabetes dengan kontrol glikemi yang buruk yaitu:
persistensi peradangan gingiva setelah perawatan periodontal inisial (melalui skeling
supra dan subgingiva, instruksi oral higiene); respon peradangan gingiva yang parah
pada plak dan proliferasi jaringan gingiva pada margin gingiva; kehilangan tulang
alveolar yang berkelanjutan meskipun telah mendapatkan perawatan periodontal;
periodontitis agresif yang parah pada pasien berusia 20-45 tahun (peningkatan saku
periodontal, peningkatan mobiliti gigi dan migrasi gigi, gigi overerupsi atau diastema
antara gigi, dan peningkatan kehilangan tulang pada radiografi) dan pembentukan
abses periodontal multipel.
Beberapa penelitian menyatakan terjadinya peningkatan risiko destruksi
periodontal pada penderita diabetes ditandai dari besarnya risiko kehilangan
perlekatan dan kehilangan tulang. Hasil yang sama juga ditunjukkan beberapa
penelitian bahwa terjadi pendalaman saku, peningkatan inflamasi gingiva, perdarahan
sewaktu probing, dan kehilangan perlekatan pada penderita diabetes. Perawatan
diabetes biasanya akan menurunkan risiko keparahan penyakit periodontal.11,12
Hubungan antara diabetes melitus dan periodontitis juga ditemukan pada anakanak dan remaja. Penelitian Lalla dan kawan-kawan terhadap 350 anak dan remaja
diabetes dan 350 anak dan remaja tanpa diabetes (usia 6-18 tahun) menggunakan
parameter kehilangan perlekatan dan perdarahan gingiva menunjukk an bahwa
periodontitis merupakan komplikasi klinis pertama yang ditemukan pada penderita
diabetes melitus. Penelitian tersebut juga menunjukkan prevalensi penyakit
periodontal dan inflamasi jaringan yang lebih besar pada anak dengan diabetes
melitus dibandingkan anak tanpa diabetes melitus.
Pasien diabetes membutuhkan evaluasi periodontal dan rencana perawatan
khusus karena diabetes secara signifikan sangat berpengaruh terhadap tulang dan
penyakit periodontal. Ketika diagnosis penyakit periodontal telah ditegakkan,
penderita disarankan untuk segera dirawat secara aktif dan cepat. Perlu diperhatikan
bahwa penyakit periodontal harus segera dilakukan perawatan karena periodontitis
yang tidak dirawat dapat mempengaruhi keadaan diabetes.
Telah dilaporkan bahwa perawatan periodontal yang efektif membantu
menstabilkan kadar glukosa darah. Hal ini menjelaskan bagaimana periodonsium
yang sehat bermanfaat bagi kesehatan seseorang secara umum dengan menurunkan
kemungkinan inflamasi sistemik dan konsekuensinya.

7
Adanya perubahan metabolisme pada penderita diabetes melitus akan
menimbulkan serangkaian perubahan pada jaringan periodonsium yang mengarah
kepada destruksi periodontal. Destruksi terutama terjadi pada gingiva dan tulang
alveolar, namun ligamen periodontal dan sementum tidak dipengaruhi oleh keadaan
diabetes. Berikut merupakan mekanisme menjelaskan bagaimana besarnya insidens
dan keparahan penyakit periodontal pada pasien diabetes :
2.3.1 Destruksi Pada Gingiva
Diabetes melitus cenderung meningkatkan kerentanan terhadap infeksi bakteri
dengan menurunkan efektifitas sel yang membunuh bakteri. Hal ini terjadi karena
perubahan fungsi sel imun seperti neutrofil, monosit dan makrofag. Kemampuan
perlekatan ke bakteri, kemotaksis dan fagositosis neutrofil mengalami gangguan. Hal
ini mengakibatkan penurunan kemampuan untuk membunuh bakteri membuat bakteri
menjadi lebih mudah menginvasi gingiva dan mendestruksi jaringa n periodonsium.
Pada penderita diabetes, Advanced Glycation End products (AGE) sebagai hasil
dari hiperglikemi, dapat memasuki jaringan mengubah fenotip makrofag dan sel
lainnya melalui reseptor permukaan sel spesifik. Makrofag merupakan sel utama
dalam patogenesis periodontitis karena kemampuannya untuk menghasilkan banyak
sitokin. Makrofag juga berpengaruh terhadap respon inflamasi, metabolisme fibroblas
dan limfosit, dan menstimulasi resorpsi tulang melalui prostaglandin E2. AGE yang
dihasilkan akan mengubah makrofag menjadi sel berfenotip destruktif,
menghasilkan sitokin pro-inflamatori yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan
kerusakan lokal yang parah pada jaringan periodonsium.
Kolagen sebagai struktur protein primer pada jaringan periodonsium juga
mengalami perubahan metabolisme pada pasien diabetes. Produksi matriks
metalloproteinase seperti kolagenase yang meningkat akan mendegradasi kolagen
baru untuk penyembuhan jaringan periodonsium. Hal ini menyebabkan perubahan
proses penyembuhan luka baik fisik maupun luka mikrobial jaringan periodonsium.
Perubahan lain yang terjadi pada jaringan periodonsium penderita diabetes
adalah terjadinya penebalan lamina basal pembuluh darah. Penebalan lamina basal ini
akan menghambat transportasi zat-zat makanan yang penting untuk perawatan dan
pemeliharaan jaringan, mengganggu difusi oksigen, mengganggu pembuangan sisa
metabolisme yang tidak berguna, dan mengganggu migrasi lekosit serta sel imun

8
lainnya. Keadaan ini memperburuk kondisi pasien sehingga memudahkan terjadinya
periodontitis pada penderita diabetes melitus.
Meningkatnya kadar gula darah pada penderita diabetes dapat merubah
lingkungan mikroflora dalam mulut menjadi lingkungan yang sesuai untuk
tumbuhnya bakteri tertentu dalam jumlah yang melebihi kondisi yang normal. Kadar
gula yang tinggi tersebut akan menjadi sumber bahan makanan yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan bakteri tersebut. 44

BAB 3

9
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Penyakit Periodontal

Diabetes Melitus

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


Variabel Penelitian

: Penyakit Periodontal dan Diabetes Melitus

Cara Ukur

: Observasi (Pengamatan)

Alat Ukur

: Data Primer yang ada pada literatur terkait

BAB 4

10
METODE PENELITIAN

4.1.

Jenis dan Waktu Penelitian


Metode penelitian ini adalah penelusuran pustaka, terutama secara spesifik

mengenai hubungan penyakit periodontal dengan diabetes melitus. Penelusuran


difokuskan terhadap mekanisme infeksi periodontal dan proses inflamasi yang
berhubungan dengan penyakit diabetes melitus dengan metode penelitian metaanalisis yang dikelompokkan menjadi randomized controlled trial dan nonrandomized control trials.
4.2.

Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, data diperoleh melalui data primer. Laporan penelitian

primer mengenai hubungan antara penyakit periodontal dengan diabetes melitus,


terutama mengenai keadaan inflamasi sistemik dan kontrol glikemik serta efek
penyakit periodontal terhadap kontrol glikemik dan komplikasi terkait diabetes yang
diidentifikasi relevan dan meta-analisis diterbitkan dalam periode ini.

BAB 5

11
HASIL PENELITIAN

5.1. Penyakit Inflamasi Periodontal dan Pengaruhnya Secara Sistemik


Kurang lebih 75% orang dewasa di Amerika Serikat mengalami
gingivitis (inflamasi jaringan ginggiva disekitar gigi), 35% mengalami
periodontitis. Periodontitis yang sudah parah mengakibatkan kehilangan tulang
alveolar, destruksi hancurnya jaringan ikat yang menghubungkan tulang dengan
akar dari gigi, dan terbentuknya kantong yang dalam disekitar gigi (hal ini
terjadi pada 13% orang Amerika). Periodonsium adalah tempat yang unik dalam
tubuh manusia. Pada orang tanpa gigi, lapisan mukosa rongga mulut masih utuh
dan dihuni oleh mikrobiota bakteri komensal yang menyediakan sedikit
tantangan untuk inang, mirip dengan yang terlihat pada permukaan kulit utuh.

(a) Gingiva yang sehat pada subyek yang memelihara kebersihan mulut, terdapat
sedikit plak, dan tidak ada peradangan. (b) Pada gingivitis, terdapat plak dan
peradangan jaringan lunak (eritem gingiva, edema, dan perdarahan). (c) Pasien
dengan periodontitis menunjukkan perubahan inflamasi dalam signifikan,
termasuk kerusakan jaringan (pembentukan saku periodontal, kehilangan
perlekatan, dan reabsorbsi tulang alveolar).
Kehadiran gigi mengubah ekologi periodontioum karena keadaan gigi dapat
dicerminkan melalui keadaan mukosanya. Hal ini dapat dianalogikan seperti keadaan

12
permukaan kulit dimana kateter intravena atau ostomy ditempatkan. Permukaan kulit
yang sebelumnya utuh dapat terganggu dan persimpangan antara permukaan kulit dan
ostomy atau kateter menjadi tempat pajanan mikroba terus-menerus. Di persimpangan
antara gingiva dan gigi, ada ruang yang dikenal sebagai sulkus gingiva dalam
keadaan normal dan saku periodontal dalam patologis. Dalam sulkus atau saku
terdapat keseimbangan antara kolonisasi mikroba dan pertahanan imun tubuh.
Penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri yang berada di sepanjang permukaan
gigi serta antara jaringan gingiva dan gigi, banyak yang merupakan Gram-negatif dan
anaerob.5 Pada penyakit periodontal terdapat luka akibat paparan mikroba terusmenerus, dimana terkontaminasi oleh salah satu lebih dari 400 spesies bakteri yang
ada di mulut. Respon penyembuhan pada luka utuh diperlukan untuk mencegah
kerusakan jaringan lokal atau penyebaran sistemik produk bakteri (Gbr. 2).
Produk-biofilm terkait dilepaskannya ke saku periodontal termasuk endotoksin
bakteri, peptida kemotaktik dan asam organik 6. Hasil peradangan pada ulserasi dari
lapisan epitel saku, menyediakan akses dimana senyawa ini masuk ke dalam jaringan
gingiva. Hal ini menyebabkan stimulasi lebih lanjut dari respon host, aktivasi enzim
inangnya termasuk metaloproteinase matriks, dan pelepasan sitokin pro-inflamasi
seperti IL-1, TNF-a, IL-6, IL-17, dan prostaglandin E2 (PGE2), antara lain [1]. Ini
merupakan kaskade kejadian menyebabkan kerusakan akhirnya jaringan periodontal
(Gbr. 3).

Jaringan lunak tercermin pada gigi memungkinkan untuk visualisasi kalkulus


subgingiva dan plak, serta jaringan granulasi kronis lapisan aspek internal saku
periodontal. Foto yang diambil oleh Dr Bobby Roman, Jacksonville, Florida,
Amerika Serikat.

13
Pada penyakit periodontal yang parah diobati, luas permukaan kumulatif
ulserasi epitel saku diperkirakan berkisar 8 sampai 20 cm 2, yang mendekati ukuran
telapak tangan orang dewasa. Dengan demikian, potensi produk bakteri dan mediator
inflamasi yang dihasilkan mencapai sirkulasi sistemik signifikan. Bakteremia dan
endotoksemia dapat disebabkan oleh prosedur gigi serta kegiatan normal sehari-hari
seperti ing chew- dan gigi menyikat 8,9. Dalam satu penelitian 10, mengunyah diinduksi
endotoksemia sistemik di 40% dari pasien dengan periodontitis dibandingkan dengan
hanya 12% dari pasien periodontal yang sehat; Selanjutnya, konsentrasi endotoksin
lima kali lipat lebih besar dalam aliran darah dari pelajaran dengan periodontitis.
Penelitian ini jelas stratesetan yang periodontitis dapat mengakibatkan menyebarkan
informasi sistemik produk bakteri selama fungsi sehari-hari.
Pada tubuh terdapat bukti yang menunjukkan penanda serum dan mediator
inflamasi di para individu dengan periodontitis, terutama jika kerusakan periodontal
parah atau mempengaruhi banyak gigi

11,12.

Terapi periodontal telah dikaitkan dengan

penurunan dalam penanda inflamasi serum, seperti IL-6, TNF-a, dan protein C-reaktif
(CRP). Ontitis periode-juga berhubungan dengan disfungsi endotel dan tingkat serum
dari antar molekul adhesi-1 (ICAM-1), pembuluh darah adhesi sel-molekul 1
(VCAM-1), dan E-selektin. Hasil terapi periodontal ditingkatkan fungsi endotel dan
pengurangan molekul-molekul adhesi sel

14

. Periodontitis juga telah ditunjukkan

untuk menginduksi keadaan prothrombotic, dengan peningkatan dalam serum faktor


von Willebrand dan aktivator plasminogen inhi- bitor-1 (PAI-1) 15. Dengan demikian
jelas bahwa adanya peradangan periodontal memiliki efek yang berkisar baik di luar
rongga mulut. Dalam demonstrasi mencolok dari fakta ini, sebuah penelitian barubaru ini 16 diperiksa 67 orang dengan periodontitis parah memerlukan ekstraksi semua
gigi yang tersisa. Kadar serum CRP, PAI-1, dan fibrinogen semua secara signifikan
mengurangi 12 minggu setelah ekstraksi.

14

Bakteri dan antigen merangsang respon host immunoinflammatory, yang


berfungsi

untuk

menghancurkan

organisme

patogen.

Hal

ini

juga

dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan, namun, melalui produksi sitokin proinflamasi dan


mediator. Produksi protease tertentu meningkatkan kerusakan jaringan. Variabilitas
respon immunoinflammatory ini antara individu dapat mengubah pelindung terhadap
sifat destruktif dari respon. Keragaman ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor
genetik dan lingkungan yang meningkatkan atau mengurangi risiko penyakit ekspresi,
seperti diabetes.
Demikian pula, jumlah total sel darah putih dan jumlah neutrofil dan limfosit
menurun secara signifikan setelah pengobatan. Hasil ekstraksi gigi pada asi elimindari saku periodontal dan pemberantasan niche ekologi di mana tantangan lokal dan
sistemik untuk host yang dihasut oleh adanya biofilm. Sementara tidak ada yang
menyarankan ekstraksi semua gigi pada semua pasien dengan periodontitis, studi ini
dan lain-lain di mana terapi periodontal dilakukan untuk meningkatkan kesehatan gigi
yang ada menunjukkan bahwa periodontitis inflamasi menimbulkan tantangan untuk
inangnya, dan bahwa pengurangan peradangan periodontal memiliki manfaat potensi
cukup positif sistemik untuk inangnya juga.

15

5.2. Dampak diabetes terhadap periodontium


Ada bukti kuat bahwa diabetes merupakan faktor risiko untuk gingivitis dan
periodontitis, dan tingkat kontrol glikemik tampaknya menjadi faktor penting dalam
hubungan ini

16, 17, 18,19

. Pasien diabetes dengan kontrol glikemik yang buruk beresiko

lebih besar untuk perkembangan kerusakan periodontal dari waktu ke waktu, dan
lebih mungkin untuk memiliki periodontitis berat dibandingkan dengan diabetes
terkontrol dengan baik

20,21

. Ada berbagai mekanisme diabetes yang merugikan dan

mempengaruhi periodonsium.1,3 Secara umum, mekanisme yang menjelaskan


mikrovaskuler klasik dan komplikasi makrovaskuler diabetes juga instrumental dalam
periodonsium. Periodonsium adalah organ kaya vaskularisasi, mirip dalam banyak hal
dengan retina dan glomerulus. Dengan demikian, akumulasi produk akhir glikasi maju
dan efeknya pada sel-to-matrix dan matriks-to-matriks tindakan internasional,
peningkatan jaringan stres oksidan, diubah fungsi sel endotel, aktivitas peningkatan
matriks ases metalloprotein-, dan perubahan serupa terlihat pada jaringan yang
terkena oleh komplikasi diabetes klasik juga terjadi pada jaringan periodontal 1, 18.
Periodonsium berbeda dari jaringan dan organ lainnya, seperti yang disebutkan
sebelumnya, dalam periodonsium mengalami luka konstan dari biofilm bakteri.
Respon immunoinflammatory, sehingga penting untuk memuat kesehatan periodontal,
yang nyata diubah pada banyak orang dengan diabetes. Hasil diabetes pada perubahan
fungsi sel-sel kekebalan tubuh termasuk neutrofil, monosit dan makrofag. Neutrofil,
kemotaksis dan fagositosis sering terganggu, memungkinkan bakteri untuk bertahan
di saku periodontal dan signifikan peningkatan kerusakan periodontal

18.

Sebaliknya,

garis sel monosit-makrofag mungkin sive hyperrespon- untuk antigen bakteri pada
penderita diabetes, sehingga meningkat secara signifikan produksi sitokin proinflamasi dan mediator

22

. Misalnya, monosit darah perifer dari individu dengan

diabetes setan-Strate diregulasi produksi TNF-a dalam menanggapi antigen dari


Gram-negatif,

anaerob

periodontal

patogen

Porphyromonas

dibandingkan dengan monosit dari orang-orang tanpa diabetes

gingivalis,

jika

23

. Inflamasi hiper

monosit/ hasil respon makrofag di peningkatan kadar sitokin pro-inflamasi dalam


cairan sulkus gingiva yang hadir dalam saku periodontal yang berdekatan dengan gigi.
Selanjutnya, diabetes dikendalikan buruk con dikaitkan dengan ketinggian dua kali
lipat tingkat IL-1b cairan sulkus dibandingkan dengan diabetes terkontrol dengan baik

16
[24]. Perubahan pertahanan inang ini dalam hasil diabetes peningkatan inflamasi
periodontal dan penghancuran struktur pendukung gigi (Gambar. 4).

(a) radiografi menunjukkan kehilangan tulang yang luas karena infeksi periodontal. Dengan
tidak adanya infeksi periodontal, yang diharapkan tingkat tulang berada di posisi A. (b) Foto
diambil selama operasi periodontal, setelah refleksi flap, mengungkapkan tingkat kehilangan
tulang B. Dengan tidak adanya infeksi periodontal, yang diharapkan tingkat tulang berada di
posisi A.

5.3. Dampak Penyakit Periodontal Inflamasi pada Diabetes


Kehadiran penyakit periodontal dapat memiliki dampak yang signifikan pada
metabolisme orang dengan diabetes. Pasien diabetes dengan periodontitis memiliki
risiko enam kali lipat lebih tinggi untuk mengalami perburukan kontrol glikemik dari
waktu ke waktu dibandingkan dengan pasien diabetes tanpa periodontitis

25

Periodontitis juga dikaitkan dengan peningkatan risiko komplikasi diabetes. Dalam


satu studi 2, 82% pasien diabetes dengan periodontitis mengalami satu atau lebih
penyakit kardiovaskular utama, serebrovaskular atau kejadian vaskular perifer selama
masa studi dari 1-11 tahun, dibandingkan dengan hanya 21% dari subyek diabetes
tanpa periodontitis. Sebuah percobaan26 yang meneliti efek dari penyakit periodontal
pada kematian di lebih dari 600 subyek dengan diabetes tipe 2. Setelah
memperhitungkan faktor risiko lain yang diketahui, angka kematian akibat penyakit
jantung iskemik adalah 2,3 kali lebih tinggi pada orang dengan periodontitis parah
daripada dalam mata pelajaran tanpa periodontitis atau dengan periodontitis hanya

17
ringan, sementara tingkat kematian akibat nefropati diabetik adalah 8,5 kali lebih
tinggi pada mereka dengan berat periodontitis. Pada orang dengan diabetes tipe 2,
sedang

sampai

parah

periodontitis

dikaitkan

dengan

peningkatan

risiko

macroalbuminuria dan stadium akhir penyakit ginjal dua sampai tiga kali lipat selama
periode tindak lanjut hingga 22 tahun, dibandingkan dengan mereka yang sedikit atau
tidak ada periodontitis27. Dengan demikian, adanya penyakit periodontal berhubungan
dengan kardiovaskular dan komplikasi ginjal pada orang dengan diabetes, independen
dari faktor risiko lain untuk kondisi ini.
Salah satu cara yang paling penting untuk menentukan dampak dari penyakit
periodontal pada diabetes adalah melalui uji coba intervensi. Perawatan periodontal
biasanya terdiri dari debridement dari permukaan akar untuk menghapus biofilm plak
bakteri dan penambahan-penambahan mineral (kalkulus). Debridement seperti,
disebut scaling dan root planing, dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan
nonsurgical atau mengikuti refleksi bedah flap jaringan lunak untuk memungkinkan
akses visual dan fisik pada permukaan akar dan tulang alveolar. (Gbr. 5)
Dalam beberapa kasus, antibiotik sistemik digunakan sebagai tambahan untuk
terapi. Pada penderita diabetes, kelas antibiotik tetrasiklin paling sering digunakan
sejak tetrasiklin dikenal untuk mengurangi produksi matriks metaloproteinase seperti
kolagenase, selain efek antimikroba.28

(a)

Seorang pasien dengan periodontitis. Resesi karena kehilangan dukungan tulang yang
mendasari. Panah adalah mengidentifikasi kalkulus subgingiva yang terlihat di bawah

18
jaringan gingiva. (b) A Flap tercermin langsung memvisualisasikan dan mendapatkan
akses untuk secara definitif menghapus plak dan kalkulus.

Uji coba intervensi secara klinis menunjukkan adanya keuntungan metabolisme


yang signifikan pada terapi periodontal orang dengan diabetes. Beberapa penelitian
pada penderita diabetes dengan periodontitis berat telah menunjukkan perbaikan pada
kontrol glikemik yang diikuti dengan scaling. Root planing dikombinasikan dengan
terapi doksisiklin sistemik tambahan. Pada penelitian ini pasien menunjukkan kirakira 10% penurunan level HbA1c setelah 2-3 bulan terapi periodontal tanpa ada
hubungan dengan perubahan regimen manajemen medis. Penelitian-penelitian lain
menunjukkan bahwa scaling dan root planing tanpa tambahan antibiotik
menghasilkan perbaikan kesehatan periodontal dan juga penurunan nilai HbA1c.
Namun tidak semua penelitian menunjukkan hasil yang sama. Pada beberapa
penelitian

penatalaksanaan

periodontal

menghasilkan

perbaikan

kesehatan

periodontal, tetapi tidak ada perubahan pada kontrol glikemik. Hasil yang
bertentangan ini sulit untuk diinterpretasikan terutama karena luasnya cakupan
regimen penatalaksanaan medis yang dipelajari menurut populasi, dimana mungkin
membuat sembuhnya inflamasi periodontal yang rancu. Contohnya, penurunan 1-2%
nilai HbA1c mungkin dapat terlihat pada beberapa subjek setelah penatalaksanaan,
ketika pada subjek lain yang mendapat terapi yang sama hanya menunjukkan sedikit
perubahan pada nilai HbA1c. Pada percobaan meta-analisis yang mana dilakukan 10
intervensi pada 456 pasien, rata-rata penurunan nilai HbA1c adalah kira-kira 0,7%
setelah penatalaksanaan periodontal yang terdiri dari debridemen dan terapi antibiotik
sistemik. Tetapi penurunan tidak terlalu signifikan. Perbedaan-perbedaan pada studi
populasi ini mengakibatkan meta-analisis sulit untuk digeneralisasikan.
Dampak dari terapi periodontal pada kontrol glikemik sering kali dihubungkan
dengan perubahan pada kesehatan periodontal setelah treatmen. Nilai HbA1c lebih
banyak menurun pada subjek yang inflamasi periodontalnya menurun setelah
treatmen. Contohnya penelitian pada pasien dengan DM tipe 2 terkontrol beberapa
pasien melakukan debridemen gigi, sedangkan pasien kontrol tidak menerima
treatmen sama sekali. Debridemen menghasilkan penurunan perdarahan gusi dan
penurunan HbA1c rata-rata sebanyak 50%. Kelompok kontrol tidak mengalami
perubahan HbA1c. Perubahan kontrol glikemik dapat menunjukkan perubahan
inflamasi gingival. Pada penelitian yang lebih luas lagi telah diuji mekanisme dimana

19
penyakit periodontal mungkin memiliki dampak terhadap kontrol glikemik dan
diabetes.
Peningkatan mediator inflamasi dan mediator trombotik serum seperti TNF-a,
IL-6, fibrinogen, dan CRP pada pasien dengan periodontitis mungkin memiliki
dampak yang besar pada kontrol glikemik, terutama dengan efeknya pada resistensi
insulin. Mediator-mediator tersebut meningkat secara signifikan pada obesitas,
resistensi insulin, hiperglikemi, dan diabetes. Obesitas dan resistensi insulin
dihubungan dengan peranan IL-6 dan TNF-a, dan stimulasi dari reaksi fase akut di
hati. Pada orang dengan DM tipe 2 dan periodontitis peningkatan mediator inflamasi
serum merupakan hasil dari penyakit peridontal yang mendukung resistensi insulin
dan memperparah kontrol glikemik.
Penelitian terbaru mengenai orang dengan DM tipe 2 dan periodontitis
menunjukkan level TNF-a dihubungkan dengan keparahan destruksi peridontal,
namun tidak dihubungkan dengan indeks massa tubuh.
Penatalaknsaan periodontal yang menurunkan inflamasi-inflamasi periodontal
mungkin mendapatkan sensitivitas insulin, yang mengakibatkan membaiknya kontrol
metabolik. Penelitian intervensi menunjukkan pebaikan kontrol glikemik setelah
terapi periodontal sangat mendukung hipotesa ini. Pada studi awal pasien dengan DM
tipe 2 dengan periodontitis, penatalaksanaan periodontal menghasilkan penurunan
TNF-a yang diikuti dengan penurunan rata-rata HbA1c dari 8%-7,1%. Penurunan
nilai HbA1c dihubungkan kuat dengan penurunan TNF-a setelah penaltaksanaan.
Dengan itu penatalaksanaan periodontal kemungkinan dapat menurunkan inflamasi
tidak hanya secara lokal tatapi juga dapat menurunkan mediator inflamasi yang
menyebabkan resistensi insulin (maka dari itu dapat menurunkan kontrol glikemik.

20
BAB 6
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Bukti kuat menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan risiko dan keparahan
dari penyakit inflamasi periodontal. Selain itu adanya penyakit periodontal dapat
mempengaruhi kontrol glikemik pada diabetes dan dapat meningkatkan komplikasi
diabetes lainnya. Karena penyakit periodontal pada umumnya tidak bergejala,
kebanyakan pasien tidak menyadari kondisi mereka hingga terjadi suatu kerusakan
yang signifikan. Begitu juga dokter bisa tidak mengetahui kondisi pasien mereka yang
dapat mengubah kontrol glikemik dan mengakibatkan penatalaksanaan diabetes lebih
sulit. Sangatlah penting bagi klinisi untuk mendiskusikan peningkatan risiko penyakit
periodontal dengan pasien diabates. Hal ini terutama untuk pasien yang kontrol
glikemiknya buruk karena mereka memiliki risiko yang sangat tinggi. Pasien harus
ditanyakan apakah mereka telah pergi ke dokter gigi selama 6-12 bulan terakhir. Jika
tidak, dokter harus merekomendasikan agar pasien degna diabetes melakukan evaluasi
periodontal di dokter gigi. Setelah terapi periodontal kebanyakan dokter gigi kembali
mengevaluasi beberapa minggu sampai bulan setelah penatalaksanaan. Kebanyakan
dokter gigi meminta pemeriksaan HbA1c beberapa minggu sampai bulan setelah
terapi periodontal. Dokter harus bekerja sama dengan dokter lainnya sebab buktibukti penelitian terus menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara penyakit
periodontal dengan diabetes.
6.2. Saran

Penderita diabetes akan lebih rentan terhadap masalah periodontal. Sebaiknya


kontrol secara teratur ke dokter gigi

Dengan kontrol diabetes dengan baik, dan kontrol gula darah, dapat
mengurangi resiko penyakit periodontal.

21

Jaga kebersihan mulut dengan menyikat gigi secara teratur dan hati-hati dalam
menyikat setiap bagian gigi. Jika hal ini menyebabkan gusi berdarah, itu
menandakan adanya inflamasi gusi.

Bahkan jika Anda tidak lagi mempunyai gigi, Anda masih harus ke dokter gigi
secara periodik untuk memeriksa kesehatan mulut Anda.

Jika terdapat riwayat penyakit periodontal sebelumnya, sangatlah penting tetap


kontrol ke dokter gigi untuk memastikan penyakit itu tidak terjadi lagi.

Jangan merokok. Merokok dapat memperparah penyakit periodontal.

22
DAFTAR PUSTAKA
1 Mealey BL, Oates TW. Diabetes mellitus and periodontal diseases. J Periodontol
2006; 77:1289 1303.This is a broad and detailed review commissioned by the
American Academy of Periodontology. It covers scope of bilateral interrelationships
between diabetes and inflammatory periodontal diseases.
2 Thorstensson H, Kuylensteirna J, Hugoson A. Medical status and complica- tions in
relation to periodontal disease experience in insulin-dependent diabetics. J Clin
Periodontol 1996; 23:194202.
3 Mealey BL, Ocampo GL. Diabetes mellitus and periodontal disease. Perio-
dontology 2000 2007; 44:127 153.This is a review of diabetes and periodontitis as
individual chronic conditions and as diseases impacting one another.
4 Albandar JM, Brunelle JA, Kingman A. Destructive periodontal disease in adults
30 years of age and older in the United States. J Periodontol 1999; 70:13 29.
5 Paster BJ, Bloches SK, Galvin JL, et al. Bacterial diversity in human sub- gingival
plaque. J Bacteriol 2001; 183:37703783.
6 Kinane DF, Bartold PM. Clinical relevance of the host responses of periodontitis.
Periodontology 2000 2007; 43:178193.This up-to-date review of pathogenesis of
periodontal diseases focuses on clinical relevance of evidence for disease
susceptibility, risk factors for disease, and immunoinflammatory processes.
7 Hujoel PP, White BA, Garcia RI, Listgarten MA. The dentogingival epithelial
surface area revisited. J Periodontal Res 2001; 36:4855.
8 Daly CG, Mitchell DH, Highfield JE, et al. Bacteremia due to periodontal probing: a
clinical and microbiological investigation. J Periodontol 2001; 72:210 214.
9 Forner L, Larseon T, Kilian M, Holmstrup P. Incidence of bactermia after chewing,
tooth brushing and scaling in individuals with periodontal inflamma- tion. J Clin
Periodontol 2006; 33:401407.

23
10 Geerts SO, Nys M, De Mol P, et al. Systemic release of endotoxins induced by
gentle mastication: association with periodontitis severity. J Periodontol 2002; 73:73
78.
11 Loos BG. Systemic markers of inflammation in periodontitis. J Periodontol 2005;
76:2106 2115.
12 Loos BG, Craandijk J, Hoek FJ, et al. Elevation of systemic markers related to
cardiovascular diseases in the peripheral blood of periodontitis patients. J Periodontol
2000; 71:15281534.
13 DAiuto F, Parkar M, Andreou G, et al. Periodontitis and systemic inflamma- tion:
control of the local infection is associated with a reduction in serum inflammatory
markers. J Dent Res 2004; 83:156160.
14 Tonetti MS, DAiuto F, Nibali L, et al. Treatment of periodontitis and endothelial
function. New Engl J Med 2007; 356:911920.This landmark study demonstrated
improved flow-mediated dilatation and reduced serum E-selectin levels following
periodontal treatment.
15 Bizzarro S, van der Velden U, ten Heggler JMAG, et al. Periodontitis is
characterized by elevated PAI-1 activity. J Clin Periodontol 2007; 34:574580.
16 Taylor BA, Tofler GH, Carey HMR, et al. Full-mouth tooth extraction lowers
systemic inflammatory and thrombotic markers of cardiovascular risk. J Dent
Res 2006; 85:7478.Elimination of periodontal inflammation by removing all
remaining teeth resulted in reduction in serum markers of inflammation and
thrombosis.
17 Lalla E, Cheng B, Lal S, et al. Periodontal changes in children and adolescents
with diabetes. Diabetes Care 2006; 29:295299.This describes the largest study of
periodontal conditions in children and adoles- cents with type 1 diabetes. It showed
significantly greater gingival inflammation and more teeth with periodontitis in
children with diabetes than in those without diabetes.
18 Mealey BL. Periodontal disease and diabetes: A two-way street. J Am Dent Assoc

24
2006; 137 (10 suppl):26s31s.
19 Emrich LJ, Shlossman M, Genco RJ. Periodontal disease in noninsulin- dependent
diabetes mellitus. J Periodontol 1991; 62:123130.
20 Campus G, Salem A, Uzzau S, et al. Diabetes and periodontal disease: a casecontrol study. J Periodontol 2005; 76:418 425.
21 Tsai C, Hayes C, Taylor GW. Glycemic control of type 2 diabetes and severe
periodontal disease in the US adult population. Community Dent Oral Epidemiol
2002; 30:182192.
22 Nassar H, Kantarci A, Van Dyke TE. Diabetic periodontitis: a model for activated
innate immunity and impaired resolution of inflammation. Periodontol 2000 2007;
43:233244.This is an excellent review of diabetes and innate immunity, as they relate
to periodontitis.
23 Salvi GE, Collins JG, Yalda B, et al. Monocytic TNF-a secretion patterns in
IDDM patients with periodontal diseases. J Clin Periodontol 1997; 24:8 16.
24 Engebretson SP, Hey-Hadavi J, Ehrhardt FJ, et al. Gingival crevicular fluid levels
of interleukin-1b and glycemic control in patients with chronic perio- dontitis and
type 2 diabetes. J Periodontol 2004; 75:12031208.
25 Taylor GW, Burt BA, Becker MP, et al. Severe periodontitis and risk for poor
glycemic control in patients with noninsulin-dependent diabetes mellitus. J
Periodontol 1996; 67:10851093.
26 Saremi A, Nelson RG, Tulloch-Reid M, et al. Periodontal disease and mortality in
type 2 diabetes. Diabetes Care 2005; 28:2732.
27 Shultis WA, Weil EJ, Looker HC, et al. Effect of periodontitis on overt
nephropathy and end-stage renal disease in type 2 diabetes. Diabetes Care 2007;
30:306311.In people with type 2 diabetes, the presence of moderate to severe
periodontitis was associated with a two-fold increased incidence of macroalbuminuria
and a three-fold increased incidence of ESRD compared to those without
periodontitis.

25
28 Golub LM, Lee H-M, Ryan ME. Tetracyclines inhibit connective tissue breakdown by multiple nonantimicrobial mechanisms. Adv Dent Res 1998; 12:12 26.
29 Miller LS, Manwell MA, Newbold D, et al. The relationship between reduction in
periodontal inflammation and diabetes control: a report of 9 cases. J Periodontol
1992; 63:843848.
30 Grossi SG, Skrepcinski FB, DeCaro T, et al. Response to periodontal therapy in
diabetics and smokers. J Periodontol 1996; 67:10941102.
31 Grossi SG, Skrepcinski FB, DeCaro T, et al. Treatment of periodontal disease in
diabetics reduces glycated hemoglobin. J Periodontol 1997; 68:713719.
32 Stewart JE, Pager KA, Friedlander AH, Zadeh HH. The effect of periodontal
treatment on glycemic control in patients with type 2 diabetes mellitus. J Clin
Periodontol 2001; 28:306310.
33 Kiran M, Arpak N, Unsal E, Erdogan MF. The effect of improved periodontal
health on metabolic control in type 2 diabetes mellitus. J Clin Periodontol 2005;
32:266272.
34 Jones JA, Miller DR, Wehler CJ, et al. Does periodontal care improve glycemic
control? The Department of Veterans Affairs Dental Diabetes Study. J Clin
Periodontol 2007; 34:4652.The most recently published intervention trial showed
trends toward improved HbA1c in subjects with poorly controlled diabetes, but not
statistically significant. This report is of short-term 4-month results in a longitudinal
trial. Results are confounded by altered medical intervention (increased insulin
dosages), especially in control group.
35 Janket S-J, Wightman A, Baird AE, et al. Does periodontal treatment improve
glycemic control in diabetic patients? A meta-analysis of intervention studies. J Dent
Res 2005; 84:11541159.
36 Nishimura F, Iwamoto Y, Soga Y. The periodontal host response with diabetes.
Periodontology 2000 2007; 43:245253.The article reviews impact of periodontal
diseases on insulin resistance, renal function and lipid metabolism.

26
37 Genco RJ, Grossi SG, Ho A, et al. A proposed model linking inflammation to
obesity, diabetes, and periodontal infections. J Periodontol 2005; 76:2075 2084.
38 Pickup JC, Crook MA. Is type 2 diabetes mellitus a disease of the innate immune
system? Diabetologia 1998; 41:12411248.
39 Engebretson S, Chertog R, Nichols A, et al. Plasma levels of tumour necrosis
factor-a in patients with chronic periodontitis and type 2 diabetes. J Clin Periodontol
2007; 34:1824.Serum levels of TNF-a were correlated with severity of periodontal
destruction but not to BMI; a doseresponse relationship was found between severity
of periodontitis and TNF-a levels.
40 Pontes Anderson CC, Flyvbjerg A, Buschard K, Holmstrup P. Periodontitis is
associated with aggravation of prediabetes in Zucker fattys rats. J Periodontol 2007;
78:559565.
41 Iwamoto Y, Nishimura F, Nakagawa M, et al. The effects of antimicrobial
periodontal treatment on circulating tumor necrosis factor-alpha and glycated
hemoglobin level in patients with type 2 diabetes. J Periodontol 2001; 72: 774778.
42 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20431/4/Chapter%20II.pdf
43 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30452/3/Chapter%20II.pdf
44 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30457/3/Chapter%20II.pdf

27

Anda mungkin juga menyukai