Anda di halaman 1dari 54

I.

PENGELOLAAN SAMPAH BEKAS


Pemanfaatan Sampah Anorganik di Sekolah
Oleh : Pikiran Rakyat
SEBAGIAN besar dari kita sering kali menganggap bahwa sampah adalah
sesuatu yang sudah tidak berguna lagi dan selalu menjijikan. Padahal jika
mampu mengelolanya dengan baik, sampah bisa menjadi sahabat kita dan bisa
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Sampah dapat digolongkan ke dalam dua jenis yaitu sampah organik dan
sampah anorganik. Sampah organik adalah sampah yang dapat diolah,
sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang dapat didaur ulang. Sampah
organik dapat diolah menjadi pupuk atau sumber energi. Sebagian besar sampah
yarig dihasilkan oleh rumah tangga adalah sampah organik (sampah basah)
contohnya sampah dari dapur, sisa sayuran, kulit buah dan daun. Sementara
sampah anorganik contohnya botol kaca, botol plastik, ka-leng, dan kertas.
Keberadaan sampah anorganik juga terkadang hanya menjadi tumpukan
di sudut rumah atau tersebar di mana-mana. Padahal, jika kita mau
mengolahnya, sampah anorganik pun bisa dikemas menjadi sesuatu yang unik
dan bagus sebagai aksesoris ataupun mainan.
Penyuluhan mengenai pemanfaatan sampah anorganik juga dapat
dilakukan di sekolah. Penyuluhan disertai dengan pelatihan pemanfaatan
sampah anorganik kepada siswa di sekolah, dapat menjadi bagian dari upaya
mendorong kreativitas siswa untuk memanfaatkan benda-benda yang tidak
berharga menjadi berguna. Sampah anorganik seperti bungkus permen dan
kemasan makanan ringan, misalnya, dapat diolah kembali menjadi mainan,
gantungan kunci, maupun pita rambut.
Sampah anorganik berupa kaleng bekas dapat dimanfaatkan lagi misalnya
untuk pot tanaman, atau diberikan kepada pengumpul barang bekas untuk
diolah lagi di pabrik/industri daur ulang begitu pula botol bekas minuman. Untuk
sampah kertas/koran dapat diproses menjadi kertas daur ulang. Hancurkan
kertas bersama air dengan blender kemudian disaring lalu letak-kan pada
tempat cetakan untuk selanjutnya dikeringkan. Produk kertas ini dapat
digunakan untuk berbagai kerajinan tangan (handycraft)
Pemanfaatan sampah di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Bermula dari sampah dan sisa buangan dari praktik jurusan di SMK atau dari
proses lainnya. Kemudian, didukung oleh siswa dalam membantu pengolahan
sampah di sekolah. Sekolah juga mengadakan pelatihan bagi siswa un-tuk
mendaur ulang sampah tersebut Pelatihan tersebut dapat diwujudkan melalui
ekstrakurikuler atau dalam bentuk lain.
Dengan begitu siswa dapat berlatih berwirausaha. Setelah itu, hasil olahan
sampah akan dipajang di ruang pameran sekolah sehingga mendorong juga

pemasaran. Pengelolaan sampah berbasis sekolah sangat perlu untuk


menumbuhkan kepedulian siswa terhadap lingkungan hidup. Selain itu, program
tersebut dapat membangkitkan jiwa wirausaha karena mengadopsi keterampilan
membuat kompos dan cendera mata. Oleh karena itu, pengelolaan sampah di
sekolah harus dilakukan lebih serius dan terencana, dengan secara aktif
melibatkan para siswa. ***

Pendahuluan (artikel 2)
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan
bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan
yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat
proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi
pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang,
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi
secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga
pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi
pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi
permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kotakota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan
yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec,
SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna
mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan
sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan
murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu
sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu
sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik

memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam


mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan
untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk
memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman
menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat
digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali
tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan
penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai
media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan
limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan
bahan baku pengomposan.
1. Pertanian
2. Limbah dan residu tanaman
3. Jerami dan sekam padi, gulma, batang dan tongkol jagung, semua bagian
vegetatif tanaman, batang pisang dan sabut kelapa
4. Limbah & residu ternak
5. Kotoran padat, limbah ternak cair, limbah pakan ternak, cairan biogas
6. Tanaman air
7. Azola, ganggang biru, enceng gondok, gulma air

2. Industri
Limbah padat
Serbuk gergaji kayu, blotong, kertas, ampas tebu, limbah kelapa sawit, limbah
pengalengan makanan dan pemotongan hewan
Limbah cair
Alkohol, limbah pengolahan kertas, ajinomoto, limbah pengolahan minyak kelapa
sawit
3. Limbah rumah tangga
Sampah
Tinja, urin, sampah rumah tangga dan sampah kota
Jenis-jenis kompos

Kompos cacing (vermicompost), yaitu kompos yang terbuat dari bahan organik
yang dicerna oleh cacing. Yang menjadi pupuk adalah kotoran cacing tersebut.
1. Kompos bagase, yaitu pupuk yang terbuat dari ampas tebu sisa penggilingan
tebu di pabrik gula.
2. Kompos bokashi.
Manfaat Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang
bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos.
Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah.
Aktivitas mikroba tanah juga d iketahui dapat membantu tanaman menghadapi
serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana
dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat
pembuangan sampah
Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman

7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman


8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang
granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan
air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan
aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara
tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah
adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan
hara oleh tanaman (Gaur, 1980).
Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan
pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa
kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi dari pada
kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman
yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik
dibandingkan dengan NPK.
Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk
cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada
pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil.
Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian
juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek
apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan
media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal.
Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga
meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh
tanah, walau tanah dalam keadaan masam.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase
(kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu
(Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan
setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan degan yang tanpa kompos,
namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium,
dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara
bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari
batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu.
Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-bahan yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya:
limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas,
kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah
agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa

sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang,
tanduk, dan rambut.
Proses Pengomposan
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua
tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal
proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera
dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat
dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu
akan meningkat hingga di atas 50o - 70o C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu
tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu
mikroba yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi
dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di
dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik
menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai,
maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi
pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa
bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot awal
bahan.

Literatur

Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan


Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi.
Dalam IPB Repository, diunduh 13 Juni 2010.
Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in:
Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost
Technology. FAO of United Nation. New Delhi.
Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos
Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum
officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Institut Pertanian Bogor.
Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap
Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository diunduh 13 Juni
2010.
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia, Bogor.
Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta,
sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.

Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai


Sumber Bahan Organik
KESIMPULAN
Sampah Anorganik merupakan alternative lain untuk mendorong masyarakat
dengan memanfaatkan pada benda-benda sekitar menjadi benda yang dapat
didaur ulang kembali menjadi sesuatu yang lebih berharga untuk masyarakat
sekitar lainnya.

II. PENCEMARAN UDARA


Polusi Udara di Kota Bandung
Selasa,06 Desember 2011
Kota Bandung sebagai ibu kota Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu
kota terbesar di Indonesia. Kota Bandung terletak diantara 107 Bujur Timur dan
6 55 Lintang Selatan dan pada ketinggian 768 dpl dengan titik di bagian utara
1050 dpl dan terendah di bagian selatan 675 dpl. Dengan luas wilayah adalah
16.729,5 ha dan jumlah penduduk tahun 2008 sebanyak 2.233.901 jiwa, Kota
Bandung menghadapi berbagai tantangan dalam perkembangannya, salah
satunya adalah permasalahan lingkungan. Kota Bandung terbagi atas 6 wilayah
dan 30 kecamatan.
Sumber pencemaran udara di Kota Bandung adalah berasal dari sektor
transportasi industri dan rumah tangga. Pada umumnya pencemaran udara dari
sumber-sumber tersebut berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan
sumber pencemaran udara yang paling besar adalah berasal dari sektor
transportasi.
Peningkatan jumlah kendaraan di Kota Bandung saat ini sangatlah pesat.
Dengan jumlah kendaraan yang semakin meningkat sedangkan panjang ruas
jalan di Kota Bandung adalah 3% dari luas wilayah, ( luas wilayah jalan idelanya
adalah 15 20% ) maka semakin tinggi pula emisi yang dihasilkan. Selain
menyebabkan masalah lain seperti kemacetan, kecelakaan lalu lintas, dan
kebisingan. Berdasarkan hasil penelitian dari Pudji dari Institut Tekhnologi
Bandung, jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung menyumbang
Karbonmonoksida ( CO ) sebanyak 599 ton/tahun atau setara dengan 98% dari
keseluruhan emisi CO di Kota Bandung.
Disamping itu, kondisi Kota Bandung yang berada dalam cekungan
Bandung yang dikelilingi pegunungan seperti Gunung Burangrang, Gunung
Tangkuban Parahu, Gunung Manglayang, dan Gunung Patuha, telah
mengakibatkan terperangkapnya gas buang yang dihasilkan oleh sumber
pencemar di Kota Bandung sehingga makin lama akan terakumulasi.

Permasalahan tersebut berdampak terhadap beberapa hal terutama pada


kesehatan yang dirasakan oleh masyarakat, berdasarkan data sebagai berikut :
v Menurut profil kesehatan kota Bandung tahun 2004, dari dua per tiga bayi
( usia kurang dari satu tahun ) menderita gangguan infeksi saluran pernafasan
bagian atas ( ISPA ).
v Penelitian yang dilakukan oleh Institut Tekhnologi Bandung ( ITB ) tahun 2005
tentang kadar timbel dalam darah anak anak Sekolah Dasar ( SD )
menunjukkan bahwa dari 400 anak pada 40 SD yang tersebar di Kota Bandung
yang diteliti melebihi ambang batas ( 10 mg/dl ) adalah 264 orang ( 66% dari
jumlah sampel. Kondisi ini menunjukkan tingkat pencemaran timbel yang
berbahaya di kota Bandung, sehingga dapat disimpilkan adanya kolerasi positif
antara kadar timbel dalam darah dengan tingkat kecerdasan ( IQ ) pada anakanak sekolah.
v Pemeriksaan kadar timbel dalam rambut remaja Sekolah Menengah Atas
( SMA ) dilaksanakan oleh BPLH tahun 2005 sebanyak 30 siswa berusia rata-rata
17 tahun diperiksa dengan cara mengambil cuplikan rambut kemudian dianalisis
di laboraturium. Rata-rata pemeriksaan menunjukkan melebihi ambang batas
( 1,5 ppm ).
Menghadapi permasalahan ini pemerintahan kota Bandung melakukan berbagai
langkah dan upaya agar dapat mengatasi dan meminimalisir dampak
pencemaran udara bagi masyarakat. Diantaranya adalah dengan melakukan
penghijauan, uji emisi, pengukuran udara dalam ruang parker tertutup.
Pengertian Pencemaran Udara
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Peratutan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 41 tahun 1999 adalah masuknya atau dimasukkannya zat,
energi dan atau komponen lain kedalam udara ambien oleh kegiatan manusia,
sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Sumber Pencemaran Udara
Pencemaran udara dibedakan menjadi :
1. Pencemar Primer
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari
sumber pencemar udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari
pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran.
2. Pencemar Sekunder
Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi
pencemar -pencemar primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog
fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.

Polusi udara merupakan gabungan antara asap, kotor dan bau yang tidak
sedap, dan banyak diantaranya meruakan sumbangan dari emisi gas buang
kendaraan bermotor. Emisi ini merupakan pemancaran atau pelepasan gas yang
berasal dari pembakaran pada kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar yang berasal dari minyak bumi ( bensin dan solar) ke lingkungan udara
melalui kenalpot kendaraan bermotor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi polusi udara antara lain volume lalu
lintas, komposisi lalu lintas, kecepatan, jenis kendaraan, jenis bahan bakar, usia
kendaraan, ukuran berat, jumlah berhenti dan berjalan, RPM dan gradient jalan.
Sumber pencemar udara dibagi menjadi:
Sumber alami penyebab pencemaran udara adalah dari :
a. Sumber alami pencemaran, disebabkan oleh :
1. Gunung berapi
Salah satu gas pencemar yang dihasilkan oleh gunung berapi adalah SOx.
Indonesia merupakan negara di dunia yang paling banyak mempunyai gunung
berapi ( sekitar 137 buah dan 30% masih dinyatakan aktif ). Oleh sebab itu
Indonesia mudah mengalami pencemaran secara alami.
2. Rawa-rawa
3. Ditrifikasi
4. Kebakaran hutan
Kebakaran hutan merupakan proses yang paling dominan dalam kemampuannya
menimbulkan polutan disamping juga proses atrisi dan penguapan. Karena dari
pembakaran itulah akan meningkatkan bahan berupa substrat fisik atau kimia ke
dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat
dideteksi dan memberikan efek terhadap manusia, hewan, vegetasi dan
material.
b. Sumber pencemar dari kegiatan manusia, yaitu :
1. Transportasi.
2. Industri.
3. Pembangkit Listrik.
4. Pembakaran ( perapian, kompor, furnace, insinerator dengan berbagai jenis
bahan bakar ).
5. Gas pembuangan pabrik yang menghasilkan gas berbahaya seperti CFC.
c. Sumber lain yang dapat mencemari udara, yaitu :
1. Transportasi ammonia.

2. Kebocoran tangki klor.


3. Timbulan gas metana dari lahan uruk atau tempat pembuangan akhir sampah.
4. Uap pelarut organik.
2.3

Jenis - Jenis Pencemar Udara

Jenis-jenis pencemar yang merupakan parameter pencemar adalah :

Karbon Monoksida

Oksidan Nitrogen

Oksida Sulfur

CFC

Hidrokarbon (HC)

Ozon

Volatile Organic Compounds

Partikulat

Dengan menggunakan parameter konsentrasi zat pencemar dan waktu lamanya


kontak antara bahan pencemar atau polutan dengan lingkungan ( udara ), WHO
menetapkan empat tingkatan pencemaran sebagai berikut :
a. Pencemaran tingkat pertama : yaitu pencemaran yang tidak menimbulkan
kerugian bagi manusia.
b. Pencemaran tingkat kedua ; yaitu pencemaran yang mulai menimbulkan
kerugian bagi manusia seperti terjadinya iritasi pada indra kita.
c. Pencemaran tingkat ketiga ; yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi
pada faal tubuh dan menyebabkan terjadinya penyakit kronis.
d. Pencemaran tingkat keempat ; yaitu pencemaran yang telah menimbulkan
sakit akut dan kematian bagi manusia maupun hewan dan tumbuh tumbuhan.
Dampak Pencemaran Udara
Parameter pencemar dan dampak yang ditimbulkan adalah :
a. Karbon Monoksida (CO)
Jika dihirup dapat menyebabkan kemampuan pengihatan berkurang, sakit
kepala, tak sadarkan diri, bahkan kematian.
b. Oksidan Nitrogen (NOx)

NOx adalah gas nitrogen yang terdiri dari Nitrogen Monoksida ( NO ) dan
Nitrogen Dioksida ( NO2 ). Didalam udara, NO ini akan berubah menjadi NO2 dan
dalam proses pebakaran NOx dihasilkan dari pembakaran bensin dengan O2 dan
NO2. NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru, kadar NO2 yang lebih
tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan
90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru.
Kadar NO2 sebesar 800 ppm mengakibatkan 100% kematian terhadap binatangbinatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemajanan NO2 dengan
kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam
bernafas.
c. Semua bahan bakar minyak mengandung jumlah belerang/Sulfur dalam
jumlah yang sangat kecil.
Oksida belerang ini, apabila kontak dengan air di udara akan
menyebabkan timbulnya hujan asam yang merupakan bahan yang
merusak/korosif terhadap logam. Pencemaran SOx menimbulkan dampak
terhadap manusia dan hewan, kerusakan terhadap tanaman terjadi dalam kadar
0.5 ppm. Pengaruh utama polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi dalam
sistem pernafasan.
d. Hidrokarbon ( HC )
Merupakan pencemar utama yang di emisikan oleh kendaraan bermotor
dari lalu lintas dalam perkotaan. Struktur hidrokarbon terdiri dari elemen
hidrogen dan karbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon
yang menyusun molekul HC. C adalah bahan pencemar udara yang dapat
berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon,
unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Khususnya hidrokarbon jenis nonmethane merupakan sumber Hidrokarbon yang paling dominan, sebagai
pencemar primer dan yang memberikan kontribusi besar dalam penecamaran
oksidan otokimia atau pemebentukan O3. Hidrokarbon adalah partikel bahan
bakar yang tidak terbakar habis dalam ruang bakar. HC memiliki kadar yang
tinggi bila ada masalah pada pengapian atau jumlah bahan bakar yang terlalu
berlebihan dalam ruang bakar
e. Ozon
Terbentuk di udara dengan bantuan radiasi UV matahari dengan secara
perlahan memecah molekul oksigen ( O2 ) menjadi atom Oksigen membentuk
ozon. Pembentukan O3 di udara khususnya di daerah troposfer merupakan hasil
proses kimia disebut juga secondary polutant dari reaksi NO2 dan HC dengan
bantuan sinar matahari. Sifat O3 beracun dan sangat korosif yang dapat
menyerang saluran pernafasan dan iritasi mata.
f. Partikulat dihasilkan dari akibat proses proses mekanis yang dapat
menghasilkan abu atau partikel-pertikel bahan bakar dari pembakaran bahan
bakar yang tidak sempurna. Selain itu patikulat dapat dihasilkan dari proses
oksidasi SO2 di udara dengan uap air, uap material akibat terkena panas dan

bahan bakar organik. Karena komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan
pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah untuk
menyatakan partikulat debu di udara.
g. Masalah kebisingan akibat transportasi berhubungan dengan tipe masalah
pembangunan kota, seperti:
a. Tidak seimbangnya luas jalan dengan jumlah kendaraan.
b. Tingginya presentase kendaraan dibandingkan dengan total jumlah
kendaraan.
c. Tingginya persimapangan jalan dan lampu lalu lintas.
d. Pertemuan jalan sempit dan lebar.
Bagian kendaraan bermotor yang menimbulkan kebisingan :
-

Suara mesin.

Knalpot.

Klakson.

Badan kendaraan bermotor termsuk gesekan ban.

Dampak negatif pencemaran udara adalah sebagai berikut :


a. Dampak Kesehatan
Substansi pemcemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pernafasan. Dampak kesehatan paling umum dijumpai adalah
ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut), termasuk di antaranya asma, bronkitis,
dan gangguan pernafasan lainnya.

b. Dampak Terhadap Tanaman


Tanaman yang tumbuh di daerah dengan tingkat pencemaran udara tinggi dapat
terganggu pertumbuhannya dan rawan penyakit, anatara lain klorosisi, nekrosis,
dana bintik hitam. Partikulat yang terdeposisi di permukaan tanaman dapat
menghambat proses fotosintesis.
c. Hujan asam
Dampak hujan asam antara lain:
- Mempengaruhi kualitas air permukaan.
- Merusak tanaman.
- Melarutkan logam berat yang terdapat dalam tanah sehingga mempengaruhi
kualitas air tanah dan air permukaan.

- Bersifat korosif/merusak sehingga merusak material dan bangunan.


d. Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca disebabkan oleh keberadaan CO2, CFC, metana, ozon
dan N2O di lapisan troposfer yang menyerap radiasi panas matahari yang
dipantulkan oleh permukaan bumi. Akibatnya panas terperangkap dalam lapisan
troposfer dan menimbulkan fenomena pemanasan global.
Dampak pemanasan global :
Pencairan es di kutub.
Perubahan iklim regional dan global.
Perubahan siklus hidup flora dan fauna.
Cara untuk menghilangkan karbondioksida di udara, terkait pemanasan
global :
Memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Menyuntikkan gas karbondioksida ke sumur sumur minyak untuk mrndorong
agar minyak bumi keluar ke permukaan
e. Kerusakan lapisan ozon
Kerusakan lapisan ozon menyebebkan sinar UV-B matahari tidak terfilter dan
dapat mengakibatkan kanker kulit serta penyakit tanaman.
Dampak positif pencemaran :
Lahar dan partikulat yang disemburkan gunung berapi yang meletus, bila sudah
dingin menyebabkan tanah menjadi subur, padir dan batuan yang dikeluarkan
gunung berapi yang meletus dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Gas
karbon monoksida bias di manfaatkan bagi tumbuh-tumbuhan untuk
melangsungkan fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat yang sangat
bergunan bagi makhluk hidup.
PENCEMARAN UDARA DI KOTA BANDUNG MENIMBULKAN BERBAGAI DAMPAK
Dampak polusi udara di Kota Bandung semakin gawat. Dua tahun lalu,
Bandung masih punya 55 hari bersih dalam setahun. Sekarang tinggal 32 hari.
Tiga tahun lagi Bandung tidak punya udara bersih jika selalu begini kondisinya.
Data tersebut berasal dari Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah
Jawa Barat. Polusi udara menunjukkan kondisi lingkungan Bandung semakin
berat, setelah sebelumnya pencemaran air dan tanah. Penyebabnya karena
jumlah kendaraan bermotor semakin banyak dan kondisi alam cekungan
Bandung. Akibatnya udara kotor yang terkumpul tak pergi kemana-mana.
Kondisi itu tak terkurangi oleh penerapan hari bebas tanpa kendaraan
( car free day ) di Jalan Dago dan Buah Batu setiap Ahad ( Minggu ). Begitu pula

penghijauan dengan mengalih fungsikan bekas lahan pom bensin menjadi taman
kota.
Terdapat hal hal penanggulangan yang dapat dilakukan, yaitu :
1. Penghijauan terutama di jalur Dago - Lembang.
Penanaman pohon itu untuk mendinginkan suhu sehingga udara kotor
turun lalu mengalir keluar cekungan. Daerah perbukitan Dago sampai Lembang,
kata Mubiar, satu-satunya cerobong yang menjadi jalan keluar udara kotor
karena tebingnya landai.
2. Mengubah moda transportasi ke angkutan masal bertenaga listrik.
Cara ini untuk mengurangi emisi bahan bakar. Bandung dinilai cocok
menjadi kota prioritas untuk pemakaian kendaraan tenaga listrik karena
sejumlah pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi berada di sekitar
cekungan. Pasokan listrik ke industri juga harus cukup, tujuannya untuk
mengurangi asap pembakaran dari pemakaian batu bara.
Sementara itu, sejumlah aktivis lingkungan dan komunitas kreatif di
Bandung Ahad, 11 September 2011, akan menghancurkan aspal di dalam
kawasan hutan Babakan Siliwangi. Penghancuran aspal itu untuk menambah
area resapan di dalam hutan.
Aksi tersebut, menurut salah seorang peserta dari Bandung Creative City
Forum, Ridwan Kamil, mengawali rencana deklarasi Babakan Siliwangi sebagai
World City Forest pada 27 September mendatang. Menurut Ridwan, badan PBB
yaitu United Nation Environtmental Program baru-baru ini telah mengakui
Babakan Siliwangi sebagai hutan kota. Sehingga kawasan itu harus bebas dari
pembangunan.
Saat ini, di kawasan Babakan Siliwangi berdiri gedung Sasana Budaya
Ganesha serta arena olahraga seperti lapangan sepakbola dan trek lari serta
kolam renang yang dikelola oleh ITB. Lahan hutan juga rencananya akan
dibangun hotel baru, namun terus dihambat aksi penolakan para aktivis
lingkungan.
Dampak dari polusi udara ini juga dirasakan oleh wilayah-wilayah lain
sekitar Bandung karena sifat dari polusi udara sendiri yang mampu melewati
lintas batas. Dalam penelitian kali ini diambil Bandung mewakili daerah
perkotaan dan Stasiun Ciater mewakili daerah pedesaan. Stasiun Ciater sendiri
terletak di wilayah Subang yang berjarak 45 km sebelah utara kota Bandung.
Dari hasil pengukuran polusi di kelima titik yaitu Dago, Mess LAPAN (Jl.
Riau), Kantor LAPAN (Jl. DR. Djundjunan), Leuwigajah dan stasiun Ciater
memperlihatkan bahwa daerah dekat dengan sumber seperti transportasi dan
industri menunjukkan kecenderungan nilai konsentrasi polutan yang tinggi.
Daerah yang relatif lengang seperti Stasiun Ciater (pedesaan) dan Dago
(pemukiman) cenderung memiliki tingkat konsentrasi polutan yang rendah.

Namun demikian dengan adanya kemampuan polutan untuk berpindah jauh dari
sumbernya ke daerah lain maka hal ini memungkinkan daerah yang seharusnya
relatif bersih dari polusi menjadi ikut tercemar.
Perkembangan kota Bandung kian meningkat, terutama sektor industri
dan pariwisata. Apalagi sejak tol Cipularang mulai dibuka pada 2005. Industri
dan pariwisata kota Bandung semakin menggeliat, menawarkan berbagai
macam produk yang menggiurkan. Kota Bandung menjelma bagaikan magnet
bagi para wisatawan domestik. Hampir setiap akhir pekan, kota Bandung dijejali
kendaraan yang sebagian besar berasal dari Jakarta. Kondisi ini mengakibatkan
kemacetan, terutama di pusat-pusat perbelanjaan, seperti di Jl. RE. Martadinata
yang terkenal dengan deretan FO (factory outlet) yang memanjakan para
wisatawan. Begitu pula di sekitar Kalapa (alun-alun kota Bandung) yang selalu
macet ketika akhir pekan.
Kepadatan arus transportasi ini memberikan setidaknya dua dampak bagi
Kota Bandung. Pertama, perkembangan perekonomian semakin meningkat.
Kedua, memburuknya kondisi lingkungan kota Bandung. Ini merupakan ironi
yang tidak dapat dielakkan lagi. Kondisi lingkungan ini semakin diperparah
dengan sedikitnya ruang hijau yang tersedia. Daerah resapan di sekitar Dago,
kini banyak yang telah beralih fungsi menjadi restoran-restoran yang
menyediakan pemandangan kota Bandung dari atas.
Berdasarkan data, Jalan Kiaracondong dilalui 1.545 angkot dari 7 trayek.
Sedangkan Jalan Jakarta kondisinya lebih padat lagi yaitu 1.860 angkot dan bus
dengan 13 trayek. Di kedua ruas jalan ini, hasil pengukuran udara embien
menunjukan melebihi baku mutu, seperti meningkatnya konsentrasi Oksida
Nitrogen (NOx), Karbon Monoksida (CO) dan konsentrasi debu berukuran 10
mikrometer (PM10).
Sementara dari hasil pengukuran uji emisi yang dilakuakan secara acak,
dari 229 kendaraan yang diuji, hanya 29 kendaraan atau 21,4 % yang dinyatakan
lulus uji. Sisanya sebanyak 180 atau 78,6 % tidak lulus uji.
Penanagan kondisi ini, menuntut keseriusan bersama. Yaitu melakukan
pengurangan sumber-sumber pencemaran, gerakan penghijauan, penggunaan
enerji BBM ramah lingkuingan, serta penerapan alat atau teknologi penurun
emisi gas buang yang terjangkau termauk peninglkatan kualitas manajemen lalu
lintasnya
Hujan Semakin Asam
Menurut pemantauan yang dilakukan oleh LAPAN (Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional) mengenai kualitas udara kota Bandung, selama kurun
waktu lima tahun terakhir (2005-2009) terlihat bahwa air hujan di Martadinata
dan Kebon Kalapa bersifat lebih asam dibandingkan Pasteur (Jl Dr Djundjunan)
dan Dago, sebagaimana tampak pada grafik di bawah ini (Sumber: penelitian
mengenai Hujan Asam, Tuti Budiwati dkk, 2005-2009).

Hujan asam merupakan fenomena pencemaran udara berkaitan dengan


banyaknya unsur-unsur polutan di udara, terutama polutan SO2 dan NOx. Nilai
pH sebesar 5,6 menjadi batasan nilai untuk hujan asam. Artinya, apabila suatu
wilayah memiliki nilai pH hujan di bawah 5,6 maka wilayah tersebut telah
mengalami hujan asam. Apakah sumber utama zat pencemar SO2 dan NOx?
Salah satu sumber utama penyumbang polutan ini adalah kendaraan bermotor.
Sehingga, semakin banyak kendaraan bermotor semakin banyak pula polutan
SO2 dan NOx yang teremisikan (terpancar) ke udara. Hal ini membuat kualitas
udara wilayah tersebut pun menjadi semakin rendah. Meski demikian, ini tak
selamanya berbanding lurus. Karena ada proses netralisasi di udara oleh NH4+
(ion amonium) yang berasal dari sumber pertanian, sampah atau lahan
pekuburan.

Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan


Pencemar udara dapat menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan,
terutama penyakit yang berkaitan dengan saluran pernafasan. Selain itu
pencemar debu yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor dan industri
dapat mengandung logam-logam berbahaya seperti timah hitam (timbal). Timbal
adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk
partikel halus yang dapat terisap ke dalam saluran pernafasan dan akhirnya
terakumulasi di dalam jaringan tubuh seperti tulang, lemak dan
darah.Konsentrasi Pb di dalam darah sebesar 10 g/dL pada wanita hamil dapat
menyebabkan kerusakan janin, aborsi dan kematian neonatal. Pada anak-anak
menyebabkan penurunan IQ, hambatan pertumbuhan dan gangguan
pendengaran. Pada orang dewasa konsentrasi di atas 40 g/dL menyebabkan
peningkatan hipertensi dan gangguan jantung, kerusakan ginjal, gangguan
sistem syaraf dan kekebalan tubuh serta kanker. (Sumber : BPLHD Jawa Barat)
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat
menyebabkan terjadinya:
1. Iritasi pada saluran pernafasan.
Hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat
terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan.
2. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar.
3. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan.
4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan.
5. Pembengkakan saluran pernafasan dan merangsang pertumbuhan sel,
sehingga saluran pernafasan menjadi menyempit.
6. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.

Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas
sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat
dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
KESIMPULAN
Penanganan dalam menagani pencemaran udara sudah semakin beragam dan
luas sehingga masyarakat dihimbau ikut andil dalam melakukan pencegahan
semua yang dapat menimbulkan pencemaran udara sehingga dapat
menimbulkan lingkungan yang sehat dan nyaman.

III. PEMBUANGAN TINJA


Sistem Pembuangan Tinja Manusia
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada
pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang
perlu mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat
terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran
serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat
ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan
satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang
kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber,
disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika.
PENGERTIAN KOTORAN MANUSIA
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi
oleh tubuh yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus
dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine), dan
CO2 sebagai hasil dari proses pernapasan. Pembuangan kotoran manusia
didalam tulisan ini dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urin, yang
pada umumnya disebut latrine (jamban atau kakus). proses pembuangan
kotoran dapat terjadi (bergantung pada individu dan kondisi) antara sekali setiap
dua hari hingga beberapa kali dalam sehari.Pengerasan tinja dapat
menyebabkan meningkatnya waktu antara pengeluarannya dan disebut dengan
konstipasi.
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui
anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran
pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh
bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon
monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat,

lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya (Soeparman, 2002:11). Ekskreta


manusia (human excreta) yang berupa feses dan air seni (urine) merupakan hasil
akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan
pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh (Chandra,
2007:124).
Jamban Tidak Sehat Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis
kotoran manusia, yang lebih dipentingkan jenis kotoran manusia, yang lebih
dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan
buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber
penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Azwar,
1995).
B. KARASTERISTIK PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA
Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan
tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970
gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zatzat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat
anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan
komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut (Soeparman, 2002):
Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama
apabila manusia yang menghasilkannya menderita pencernaan manusia,
dikeluarkan dari tubuh manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam
jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta per gram (Soeparman, 2002)). penyakit
saluran pencernaan makanan (enteric orintestinal disesases).Mikroorganisme
tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing
parasit.Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal
stretococci (enterococci) yang sering terdapat di saluran

C. METODE PEMBUANGAN KOTORAN MANUSIA


Metode pembuangan kotoran manusia secara umum dapat dibagi menjadi dua,
unsewered area dan sewered area.
1. Unsewered Areas
Metode unsewered area merupakan suatu cara pembuangan tinja yang tidak
menggunakan saluran air dan tempat pengolahan air kotor. Di dalam metode ini,
terdapat beberapa pilihan cara, antara lain :
a. Jenis Layanan (sistem conservacy) (Service type (conservacy system) )
b. Jenis non-layanan (kakus) (Non-service type (sanitary latrines) ).
1) Bore lubang jamban (Bore hole latrine)
2) Jenis segel air kakus (Dug well or pit latrine)

3) Sumur gali atau lubang jamban (Water seal type of latrines)


PRAI type
RCA type
4) Septic tank
5) Aqua privy
6) Chemical closet
c. kakus cocok untuk kamp dan penggunaan sementara (latrines suitable for
camps and temporary use).
1) Jamban Dangkal (Shallow trench latrine)
2) Jamban Dalam (Deep trench latrine)
3) Pit jamban (Pit latrine)
4) lubang jamban (Bore hole latrine)
a. Service Type (Conservancy System)
Metode pengumpulan tinja dari ember-ember khusus oleh manusia
disebut service type dan kakusnya disebut service latrines. Kotoran diangkut ke
pembuangan akhir dan dimusnahkan dengan metode composting dan ditanam
dalam lubang yang dangkal. service latrines selain selain tidak sehat juga dapat
menyebabkan pencemaran yang tentunya memfasilitasi siklus penyakit yang
ditularkan melalui feses (faecalborne). Kotoran di dalam lubang dangkal itu
mudah diakses oleh lalat dan kemungkinan menyebabkan pencemaran pada
tanah dan air. Ember dan wadahnya mudah mengalami korosi dan perlu sering
diganti. Operasi pengosomgan ember tidak selalu memuaskan, disamping
adanya kesulitan untuk mengumpulkan pekerja yang cocok yang diperlukan
dalam pengumplan tinja. Karena kesulitan tersebut, sebaiknya di pergunakan
sistem sanitary latrines di dalam pembuangan kotoran manusia.
b. Non-Service Type of Latrines (Sanitary Latrines)
Di dalam sistem sanitary latrines ini, ada beberapa teknik yang dapat kita
gunakan, Antara lain :
1) Lubang Jamban (bore hole latrine)
Bore hole latrine terdiri dari lubang dengan diameter 30-40 cm yang digali
secara vertikal ke dalam tanah dengan kedalaman 4-8 m, paling sering 6 m. Alat
khusus yang disebut auger dibutuhkan untuk menggali lubangnya. Pada tanah
yang lunak dan berpasir, lubang dilapisi dengan bambu untuk mencegah agar
tanahnya tidak runtuh. Plat dengan lubang di tengah dan lubang untuk berpijak
diletakkan di atas lubang hasil pengeboran tersebut. Sistem ini ditujukan bagi
keluarga yang beranggotakan 5-6 jiwa dan dapat dipakai selama 1 tahun. Cara

ini juga sesuai untuk keluarga tetapi tidak sesuai untuk umum karena
kapasitasnya kecil. Jika isinya sudah mencapai 50 cm dari permukaan tanah, plat
dapat diangkat dan lubang ditutup dengan tanah. Lubang baru dapat dibuat
kembali dengan cara yang sama. Kotoran dalam lubang akan dipurifikasi oleh
bakteri anaerobik yang akan mengubahnya menjadi massa yang tidak
berbahaya.
Keuntungan dari kakus bore hole ini antara lain :
Tidak memerlukan pembersihan setiap hari untuk memindahkan tinja.
Lubangnya gelap dan tidak cocok bagi lalat untuk berkembang biak.
Bila lokasinya 15 m dari sumber air, tidak akan menimbulkan pencemaran
pada air.
Sistem ini sekarang tidak cocok lagi karena beberapa alasan berikut :
Lubang tersebut cepat penuh karena kapasitasnya kecil.
Alat khusus (auger) yang dibutuhkan untuk membuatnya tidak selalu tersedia.
Banyak tempat yang lapisan tanahnya lunak sehingga sulit menggali lubang
lebih dalam dari 3 meter. Selain itu, banyak juga daerah yang berair dan
memiliki lapisan permukaan yang lebih tinggi sehingga pembangunan sistem
semacam ini justru dapat mencemari permukaan tanah.
2) Sumur gali jamban (Dug well latrine)
Dug well latrine merupakan pengembangan dari bore hole latrine. Metode
ini dilakukan dengan cara membuat lubang berdiameter sekitar 75 cm dengan
kedalaman 3-3,5 m. Di daerah dengan tanah berpasir, kedalamannya 1,5-2 m.
Lubang dapat dilapisi dengan bambu untuk mencegah runtuhnya tanah. Setelah
plat dipasang di atas lubang, lubang ditutup dengan super structure (rumahrumahan), manfaat tipe ini, antara lain :
Mudah dibuat dan tidak membutuhkan alat khusus seperti auger.
Bisa digunakan lebih lama karena kapasitasnya lebih besar yaitu selama 5
tahun untuk 4-5 orang.
Bila lubang telah penuh, lubang baru dapat dibuat. Kerja dug well latrine ini
sama dengan bore hole latrine, yaitu secara anaerob digestion.
3) Sumur gali atau lubang jamban (Water Seal Type of Latrine)
Water seal ini dibuat untuk dua fungsi penting, yaitu mencegah kontak
dengan lalat dan mencegah bau busuk. Sistem ini lebih bisa diterima oleh
masyarakat desa daripada sistem bore hole latrine.
Keuntungan kakus jenis ini, antara lain :
Memenuhi syarat estetika.

Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga pemakaiannya


lebih praktis.
Aman untuk anak-anak.
Adapun persyaratan di dalam penerapan sistem water seal latrine, antara
lain :
Lokasinya sekitar 15 m dari sumber air dan sebaiknya berada pada daerah
yang lebih rendah dari sumber air untuk mencegah kontaminasi bakteri pada
sumber air.
Memiliki plat untuk jongkok dibuat dari bahan yang mudah dicuci, cepat
bersih, dan kering. Plat ini terbuat dari beton/semendengan ukuran 90 x 90 x 5
cm. Ada kemiringan 0,5 inci pada wadahnya untuk memudahkan aliran ke dalam
kakus.
Memiliki wadah (pan) yang ditujukan untuk menampung tinja, urine dan air.
Panjangnya 42,5 cm, lebar bagian depan 12,5 cm dan bagian yang terlebar
adalah 20 cm.
Memilik perangkap (trap) yang terbuat dari pipa dengan diameter 7,5 cm
yang dihubungkan dengan pas di atas dan menyimpan air yang penting untuk
water seal. Water seal adalah jarak antara titik tertinggi air didalam perangkap
dan titik terbawah air ada pada permukaan atas perangkap. Kedalaman water
seal pada RCA latrine adalah 2 cm. Water seal dapat mencegah bau dan
masuknya lalat.
Jika lubang yang digali terletak jauh dari plat tempat jongkok, dapat disiapkan
sebuah pipa penghubung antara keduanya dengan diameter sekitar 7,5 cm dan
panjangnya sekurang-kurangnya1 m serta berujung bengkok. Tipe ini disebut
tipe indirect (tidak langsung). Pada tipe direct (langsung), pipa penghubung tidak
digunakan. Tipe langsung paling baik pada daerah yang tanahnya keras dan
tidak mudah runtuh. Tipe langsung lebih murah dan mudah dibuat serta
memerlukan ruangan yang kecil. Kelebihan dari tipe indirect adalah bahwa jika
lubang telah penuh, lubang kedua dapat dibuat hanya dengan mengubah arah
pipa penghubung. Oleh karena itu, tipe indirect lebih disukai.
Memiliki dug well latrine yang biasanya berdiameter sekitar 75 cm dengan
kedalaman 3-3,5 cm. Pada tanah yang lembut dan memiliki kandunga air yang
tinggi, bamabu dapat digunakan untuk mencegah runtuhnya tanah.
Memiliki super structure (rumah-rumahan) yang sengaja dibangun untuk
menyediakan kebebasan pribadi dan tempat berlindung.
Di dalam pemeliharaannya, kakus ini hanya digunakan untuk kepentingan
yang dimaksudkan dan tidak untuk pembuangan bahan-bahan lain. Platnya
harus sering dibersihkan dan dijaga agar selalu kering dan bersih.
4) Septic Tank

Septic tank merupakan cara yang memuaskan dalam pembuangan ekskreta


untuk sekelompok kecil rumah tangga dan lembaga yang memiliki persediaan air
yang mencukupi, tetapi tidak memiliki hubungan dengan sistem penyaluran
limbah masyarakat.
Desain utama dari septic tank antara lain :
Kapasitas septic tank bergantung pada jumlah pemakai. Kapasitas 20-30
galon/orang dinjurkan untuk penggunaan rumah tangga. Kapasitas untuk rumah
tangga itu tidak berlaku untuk septic tank yang ditujukan untuk kepentingan
umum (kapasitas minimal 50 galon/orang).
Ukuran panjang biasanya 2 kali lebar.
Kedalaman lubang antara 1,5-2 m.
Kedalaman cairan dianjurkan hanya 1,2 m.
Ruangan udara minimal 30 cm di antara titik tertinggi cairan di dalam tank
dengan permukaan bawah penutup.
Dasar dibuat miring ke arah lubang pengeluaran.
Memliki lubang air masuk dan keluar, terdapat pipa masuk dan keluar.
Pelapis septic tank terbuat dari papan yang kuat dengan tebal yang sama.
Periode retensi septic tank dirancang selama 24 jam.
Mekanisme Kerja Septic Tank. Pertama, benda padat yang ada diuraikan
oleh bakteri anaerob dan jamur menjadi senyawa kimia yang sederhana. Tahap
pertama dalam proses purifikasi tersebut dinamakan anaerobic digestion. Cairan
yang keluar melalui pipa pengeluaran disebut affluent. Cairan tersebut
mengandung bakteri, kista, telur cacing dan bahan-bahan organik dalam bentuk
cair maupun suspensi. Bahan-bahan organik kemudian dioksidasi menjadi hasil
akhir yang stabil seperti nitrat dan air. Tahap tersebut dinamakan tahap oksidasi
anaerobik. Kedua tahapan tersebut berlansung dalam septic tank. Berikut
beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Penggunaan air sabun dan desinfektan seperti fenol sebaiknya dihindari
karena dapat membunuh flora bakteri di dalam septic tank.
Penumpukan endapan lumpur mengurangi kapasitas septic tank sehingga isi
septic tank harus dibersihkan minimal sekali setahun.
Septic tank baru sebaiknya diisi dahulu dengan air sampai saluran
pengeluaran, kemudian dilapisi dengan lumpur dari septic tank lain untuk
memudahkan proses dekomposisi oleh bakteri.
5) Aqua Privy (Cubluk Berair)

Fungsi aqua privy sama dengan septic tank dan telah banyak digunakan di
berbagai negara. Kakus ini memiliki bak yang kedap air. Bentuk tangkinya
sirkuler atau rektanguler. Pembuatan kakus ini dilakukan dengan cara membuat
lubang pada tanah dengan diameter 80-120 cm dan dalam 2,5-8 m. Dindingnya
diperkuat dengan batu atau bata dan dapat ditembok agar tidak mudah runtuh.
Lama pemakaian dapat mencapai 5-15 tahun. Jika tinja sudah mencapai 50 cm
dari permukaan tanah, cubluk dipandang sudah penuh. Cubluk yang sudah
pernuh ditimbun dengan tanah dan dibiarkan selama 9-12 bulan. Setelah itu, isi
cubluk dapat diambil untuk digunakan sebagai pupuk, sedangkan lubangnya
dapat dipergunakan kembali. Jika cubluk yang satu sudah penuh dan ditimbun,
cubluk yang baru dapat dibuat.
Tinja mengalami proses perifikasi berupa anaerobik digestion yang akan
menghasillkan gas kotor. Dengan demikian perlu dibuat ventilasi untuk
mengeluarkannya. Air yang keluar dari saluran pengeluaran berbahaya karena
mengandung bahan-bahan tinja berbentuk suspensi yang dapat berisi agens
parasit atau infeksi. Berikut hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
kakus semacam ini :
Jangan pernah memasukkan desinfektan ke dalam kakus karena dapat
mengganggu proses pembusukan yang emngakibatkan cubluk cepat penuh.
Setiap minggu, kakus sebaiknya diberi minyak tanah untuk mencegah
nyamuk bertelur di dalamnya.
Agar tidak terlalu bau, kakus dapat diberi kapur barus.
Kakus ini hanya baik dibangun di tempat yang banyak mengandung air.
6) Closet kimia (Chemical Closet)
Kloset ini terdiri dari tanki metal yang berisi cairan desinfektan (kaustik
soda) yang juga ditambah dengan bahan penghilang bau. Tempat duduk
diletakkan langsung diatas tanki. Tidak ada yang boleh dimasukkan ke dalam
kloset kecuali kertas toilet. Jika air dimasukkan ke dalam kloset, cairan kimia
yang ada di dalamnya akan mengalami pengenceran sehingga kloset tidak
berfungsi sebagaimana mestinya. Tinja dapat dicairkan dan disterilisasi dengan
bahan kimia. Setelah beberapa bulan penggunaan kloset kimia, isi kloset harus
dibuang. Chemical closet ini banyak digunakan dalam sarana transportasi,
misalnya kereta api dan pesawat terbang.
c. Jamban Cocok untuk Camps dan Penggunaan Sementara (Latrines Suitable for
Camps and Temporary Use)
Kakus ini dipakai untuk kebutuhan sementara (perkemahan dan tempat
pengungsian). Ada beberapa jenis kakus semacam ini, di antaranya :
1) Jamban Dangkal (Shallow trench latrine)
Kakus ini memiliki lebar 30 cm dan dalam 90-150 cm. Panjangnya bergantung
pada jumlah penggunanya (sekitar 3-3,5 m untuk 100 orang). Saluran yang

terpisah harus dibuat untuk laki-laki dan perempuan. Timbunan tanah harus
tersedia di sisi setiap kakus karena setiap kali menggunakan kakus ini,
penggunanya harus menutup sendiri kotorannya dengan tanah. Kakus ini
ditujukan untuk penggunaan dalam waktu singkat. Jika isi saluran sudah
mencapai 30 cm di bawah permukaan tanah, kakus ini harus ditutup. Jika perlu,
dibuat saluran baru lagi.
2) Jamban Dalam (Deep trench latrine)
Kakus ini digunakan dalam jangka waktu lebih lama yaitu beberapa minggu
sampai beberapa bulan. Ukuran kedalamannya mencapai 1,8-2,5 m, sedangkan
lebarnya 75-90 cm. Penyediaan tempat berjongkok akan bergantung pada
kebiasaan setempat. Kakus ini dilengkapi dengan rumah kakus untuk privasi dan
perlindungan.
2. Sewered Areas
Pada sistem pembuangan limbah cair yang menerapkan water carriage system
atau sewerage system, pengumpulan dan pengangkutan ekskreta dan air limbah
dari rumah, kawasan industri dan perdagangan dilakukan melalui jaringan pipa
dibawah tanah yang disebut sewers ke tempat pembuangan akhir yang biasanya
dibangun di ujung kota. Sistem tersebut merupakan metode di dalam
pengumpulan dan pengangkutan kotoran manusia dari kota-kota yang
berpenduduk padat.
Terdapat 2 tipe sistem sewered areas antara lain :
a. Sistem kombinasi (combined sewer)
Pada sistem kombinasi, sewer membawa air permukaan dan air limbah dari
rumah tangga dan lainnya dalam satu saluran.
b. Sistem terpisah (separated sewer)
Pada sistem sewer terpisah, air permukaan tidak masuk ke dalam sewer. Sistem
terpisah dianjurkan dan dewasa ini menjadi pilihan. Hambatan di dalam
penerapannya adalah mahalnya biaya pembuatan sistem ini.
Cara pembuangan tinja mempergunakan sistem saluran air (water carriage
system) dan pengolahan limbah (sewage treatment) merupakan perwujudan
persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi dalam pembuangan tinja.
Sistem Pengangkutan Air (Water Carriage System)
Water carriage system memiliki elemen-elemen sebagai berikut :
a. Sistem pipa bangunan (household sanitary fittings)
water closet
urinal

wash basin

b. Saluran pipa pembuangan dari rumah (house sewers)


Pembilasan toilet, saluran pembuangan dan air kotor memasuki saluran rumah
melalui intermediate connection yang dikenal sebagai pipa tanah (soil pipe). Pipa
tanah ini menghubungkan saluran pembuangan dari house fitting ke house drain
(saluran rumah). Pipa itu juga berfungsi sebagai ventilasi luar (outlet ventilator)
untuk gas-gas kotor. House drain biasanya berdiameter 10 cm dan terletak kirakira 15 cm di bawah tanah. House drain akan menyebabkan kotoran mengendap
sebelum masuk ke dalam pipa utama.
c. Pipa pembuangan di jalan (street sewer)
Pipa utama ini berdiameter tidak kurang dari 22,5 cm sementara pipa yang lebih
besar berdiameter 2-3 meter. Pipa ini diletakkan di atas semen kira-kira 3 m di
bawah tanah. Pipa utama ini menerima kotoran dari beberapa rumah dan
mengangkutnya ke pembuangan akhir.
d. Peralatan saluran (sewers appurtenance)
Peralatan saluran ini terdiri atas manholes (lubang selokan) dan trap (perangkap)
yang dipasang pada sistem pembuangan air kotor. Manholes merupakan
bangunan yang bermuara ke dalam sewer system yang diletakkan pada titik
pertemuan 2 sewer atau lebih dan pada jarak 100 m lurus. Lubang ini
memungkinkan manusia masuk ke dalam saluran untuk memriksa, memperbaiki
dan membersihkannya. Pekerja yang memasuki manholes dapat mengalami
keracunan dan sesak nafas.
Trap merupakan alat yang dirancang untuk mencegah masuknya gas-gas kotor
ke dalam rumah dan untuk memisahkan pasir dan bahan-bahan lain dari saluran.
Trap diletakkan dalam 3 situasi berikut :
1) Di bawah basin (baskom) WC.
2) Di titik masuknya permukaan air limbah ke dalam saluran.
3) Di titik persambungan antara saluran rumah dan saluran umum.
Instalasi pembuangan air kotor ini sangat kompleks dan membutuhkan
pernecanaan, rancangan, konstruksi, operasi dan administrasi yang
membutuhkan keahlian khusus. Namun, sistem ini dapat melayani satu generasi
(30 tahun).
D. PENGELOLAAN KOTORAN MANUSIA
Masalah penyehatan lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja
merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja masyarakat
terutama dalam pelaksanaannya tidaklah mudah, karena menyangkut peran

serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan prilaku, tingkat
ekonomi, kebudayaan dan pendidikan.
Tempat jamban dapat dipilih yang baik, sehingga bau dari jamban tidak tercium.
Secara tersendiri dan ditempatkan di luar atau di dalam rumah dan berfungsi
untuk melayani 1 sampai dengan 5 keluarga, atau untuk melayani orang-orang
di tempat-tempat umum (terminal, bioskop, dan sebagainya).
Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan satu
bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan
dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri,
cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
pada sumber air dan bau busuk serta estetika.
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut
kakus atau WC. Syarat jamban yang sehat sesuai kaidah-kaidah kesehatan
adalah sebagai berikut :
1. Tidak memncemari sumber air minum
2. Tidak berbau tinja dan tidak bebas dijamah oleh serangga maupun tikus.
3. Air seni, air bersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah sekitar
olehnya itu lantai sedikitnya berukuran 1 X 1 meter dan dibuat cukup landai,
miring kearah lobang jongkok.
4. Mudah dibersihkan dan aman penggunaannnya.
5. Dilengkapi dengan dinding dan penutup
6. Cukup penerangan dan sirkulasi udara.
7. Luas ruangan yang cukup
8. Tersedia air dan alat pembersih.
Pemanfaatan jamban keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan
kebiasaan masyarakat. Tujuan program JAGA (jamban keluarga) yaitu tidak
membuang tinja ditempat terbuka melaingkan membangun jamban untuk diri
sendiri dan keluarga.Penggunaan jamban yang baik adalah kotoran yang masuk
hendaknya disiram dengan air yang cukup, hal ini selalu dikerjakan sehabis
buang tinja sehingga kotoran tidak tampak lagi. Secara periodic Bowl, leher
angsa dan lantai jamban digunakan dan dipelihara dengan baik, sedangkan pada
jamban cemplung lubang harus selalu ditutup jika jamban tidak digunakan lagi,
agar tidak kemasukan benda-benda lain.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan jarak jamban dan
sumber air bersih adalah sebagai berikut :
Kondisi daerah, datar atau miring

Tinggi rendahnya permukaan air


Arah aliran air tanah
Sifat, macam dan struktur tanah
Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap
lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik,
maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban
yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang
Tidak menimbulkan bau.
Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
Sederhana desainnya.
Murah
Dapat diterima oleh pemakainya.
E. PEMANFAATAN KOTORAN MANUSIA
1. Pemanfaatan kotoran manusia sebagai pupuk tanaman
Kotoran manusia bukanlah limbah tak berguna. Sebuah lembaga organik Inggris
menyatakan kotoran manusia dapat memainkan peran penting dalam
mengamankan ketahanan pangan masa depan, misalnya membantu mencegah
menurunnya hasil panen tanaman pangan, seperti gandum, yang sangat
membutuhkan pupuk fosfor. "Diperkirakan hanya 10 persen dari 3 juta ton fosfor
yang dikeluarkan oleh populasi manusia di dunia setiap tahun yang kembali ke
tanah pertanian,* kata Asosiasi Pertanahan,badan sertifikasi organik terbesar di
Inggris.
Suplai fosfor yang cukup sangat penting bagi pembentukan biji, perkembangan
akar, dan pematangan tanaman. Dulu, penduduk Eropa mengembalikan fosfor ke
lahan pertanian melalui pemupukan menggunakan kotoran ternak dan manusia.
Laporan Asosiasi Pertanahan meminta dilakukannya perubahan regulasi Uni
Eropa agar mengizinkan penggunaan endapan pengolahan limbah, atau blosolid,
pada lahan pertanian organik bersertiflkasi. Regulasi ini melarang penggunaan
biosolid pada lahan pertanian organik karena dikhawatirkan ada efek racun dari
logam berat yang disebabkan oleh kombinasi limbah kotoran manusia dengan
produk limbah lain, semisal sampah pabrik.

2. Pemanfaatan kotoran manusia menjadi biogas


Biogas adalah suatu campuran gas-gas yang dihasilkan dari suatu proses
fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen atau
anaerobik (Sahidu, 1983). Biogas adalah gas yang dapat terbakar dari hasil
fermentasi bahan organik yang berasal dari daun-daunan, kotoran
hewan/manusia, dan lain-lain limbah organik yang berasal dari buangan industri
oleh bakteri anaerob (Wijayanti, 1993).Biogas adalah bahan bakar berguna yang
dapat diperoleh dengan memproses limbah (sisa) pertanian yang basah, kotoran
hewan dan manusia atau campurannya, di dalam alat yang dinamakan penghasil
biogas (Harahap dkk, 1980). Menurut Polprasert (1985), kandungan biogas
tergantung dari beberapa faktor seperti komposisi limbah yang dipakai sebagai
bahan baku, beban organik dari digester, dan waktu serta temperatur dari
penguraian secara anaerobik. Walaupun terdapat variasi dalam kandungan
biogas,Kandungan bahan organik di dalam limbah pertanian cukup besar,
apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan berbagai masalah
kesehatan dan estetika. Bahan organik terdiri dari senyawa-senyawa karbon,
hidrogen, oksigen, dan nitrogen, kadang senyawa sulfur, fosfor dan lainlain.Kadar dan jenis bahan yang dapat menurunkan kualitas atau mencemarkan
lingkungan sangat bervariasi tergantung dari jenis hasil pertanian itu sendiri
namun secara garis besar, dapat dinyatakan bahwa limbah hasil pertanian
mudah terurai secara biologis di alam (biodegradable) (Tugaswati dan Nugroho
1985).Tinja dan urin manusia tergolong bahan organik merupakan hasil sisa
perombakkan dan penyerapan dari sistem pencernaan. Berdasarkan kapasitas
manusia dewasa rataan hasil tinja 0,20 kg/hari/jiwa (Sugiharto 1987). Sama
halnya dengan limbah organik lain, limbah manusia dapat digunakan sebagai
sumberdaya yang masih jarang diungkapkan. Nutrisi kotoran manusia tidak jauh
berbeda dibanding kotoran ternak.Kalaupun berbeda tentu akibat pola makan
dan sistem pencernaan yang berbeda.Pola makan manusia lebih banyak memilih
bahan makanan kurang berserat, protein lebih tinggi dan umumnya dimasak
sebelum dikonsumsi, sedangkan ternak sebaliknya. Kotoran manusia memiliki
keunggulan dari segi nutrisi, dimana nisbah karbon (C) dan nitrogen (N) jauh
lebih rendah dari kotoran ternak (C/N rasio 6-10:18-30) (Sihombing 1988)
Tinja berasal dari sisa metabolisme tubuh manusia yang harus dikeluarkan agar
tidak meracuni tubuh. Keluaran berupa feses bersama urin biasanya dibuang ke
dalam tangki septik. Lumpur tinja/night soil yang telah memenuhi tangki septik
dapat dibawa ke Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja.Komposisi dan volume
lumpur tangki septik tergantung dari faktor diet, iklim dan kesehatan manusia.
3. Pemanfaatan Pengolahan Jamban Pupuk (the Compost Privy)
Pada prinsipnya jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih dangkal
galiannya. Disamping itu jamban ini juga untuk membuang kotoran binatang dan
sampah, daun-daunan. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
Mula-mula membuat jamban cemplung biasa.
Dilapisan bawah sendiri, ditaruh sampah daun-daunan.

Diatasnya ditaruh kotoran dan kotoran biinatang (kalau ada) tiap-tiap hari.
Setelah kira-kira 20 inchi, ditutup lagii dengan daun-daun sampah, selanjutnya
ditaruh kotoran lagi.
Demikian seterusnya sampai penuh.
Setelah penuh ditimbun tanah dan membuatt jamban baru.
Lebih kurang 6 bulan kemudian dipergunakkan pupuk tanaman
A. KESIMPULAN
Menjaga kesehatan lingkungan sangat penting salah satunya tinja yang ada di
sekeliling kita. Untuk mencegahnya, sekurang-kurangnya mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia
harus dikelola dengan baik, dengan memenuhi syarat-syarat jamban yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan
Masyarakat.Cet. ke-2, Mei.Jakarta : Rineka Cipta. 2003.
Panduan dan Modul Pelatihan SANIMAS untuk Promosi Kesehatan Lingkungan,
Juni 21, 2002
Dr. Budiman, Chandra. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan I. EGC :
Jakarta.

IV. PENGOLAHAN AIR LIMBAH


Pencemaran Limbah Industri Minyak di Laut
30 April 2013
Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat.
Banyak aspek kesehatan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak
penyakit dapat dimulai, didukung, ditopang atau dirangsang oleh faktor-faktor
lingkungan. Bagi pengusaha yang belum sadar terhadap akibat buangan
mencemarkan lingkungan, tidak punya program pengendalian dan pencegahan
pencemaran. Oleh sebab itu bahan buangan yang keluar dari pabrik langsung
dibuang ke alam bebas.
Limbah membutuhkan pengolahan bila ternyata mengandung senyawa
pencemaran yang berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau
paling tidak potensial menciptakan pencemaran. Suatu perkiraan harus dibuat
lebih dahulu dengan jalan mengidentifikasi:sumber pencemaran, kegunaan jenis
bahan, sistem pengolahan,banyaknya buangan dan jenisnya, kegunaan bahan
beracun dan berbahaya yang terdapat dalam pabrik. Dengan adanya perkiraan

tersebut maka program pengendalian dan penanggulangan pencemaran perlu


dibuat. Sebab limbah tersebut baik dalam jumlah besar atau sedikit dalam
jangka panjang atau jangka pendek akan membuat perubahan terhadap
lingkungan, maka diperlukan pengolahan agar limbah yang dihasilkan tidak
sampai mengganggu struktur lingkungan.
Namun demikian tidak selamanya harus diolah sebelum dibuang kelingkungan.
Ada limbah yang langsung dapat dibuang tanpa pengolahan, ada limbah yang
setelah diolah dimanfaatkan kembali. Dimaksudkan tanpa pengolahan adalah
limbah yang begitu keluar dari pabrik langsung diambil dan dibuang. Ada
beberapa jenis limbah yang perlu diolah dahulu sebab mengandung pollutant
yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan. Limbah diolah dengan tujuan
untukmengambil barang-barang berbahaya di dalamnya dan atau
mengurangi/menghilangkan senyawa-senyawa kimia atau nonkimia yang
berbahaya dan beracun.
Pengertian Air Limbah
Menurut Ehless dan Steel, air limbah atau air buangan adalah sisa air dibuang
yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya,
dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mangganggu lingkungan hidup.
Batasan lainnya mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan
sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran
dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air pemukiman dan air hujan yang
mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).
Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang
tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain
seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa,
namun volumenya besar, karena kurang lebih 80% dari air yang digunakan bagi
kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang
sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan kembali ke
sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh karena itu, air
buangan ini harus dikelola dan atau diolah secara baik.
Sumber Air Limbah
Air limbah ini dapat berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat
dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
1.
Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water),
yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Air limbah rumah
tangga terdiri dari 3 fraksi penting, yaitu :
1.

Tinja (faeces), berpotensi mengandung mikroba pathogen

2.
Air seni (urine), umumnya mengandung Nitrogen (N) dan Fosfor, serta
kemungkinan kecil mikro-organisme.

3.
Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar
mandi. Grey water sering juga disebut dengan istilah sullage.
Campuran faeces dan urine disebut sebagai excreta, sedangkan campuran
excreta dengan air bilasan toilet disebut sebagai black water. Mikroba pathogen
banyak terdapat pada excreta. Excreta ini merupakan cara transport utama bagi
penyakit bawaan.
2.
Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai
jenis industry akibat proses produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya
sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing
industri, antara lain: nitrogen, sulfide, amoniak, lemak garam-garam zat
pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi
lingkungan menjadi lebih rumit.
3.
Air buangan kota praja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang
berasal dari daerah; perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat
umum, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang
terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan jenis air limbah rumah
tangga. Air limbah rumah tangga sebagian besar mengandung bahan-bahan
organik sehingga memudahkan di dalam pengolahannya. Sebaliknya, limbah
industri lebih sulit pengolahannya karena mengandung pelarut mineral, logam
berat, dan zat-zat organic lain yang bersifat toksik. Volume air limbah yang
dihasilkan pada suatu masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1.

Kebiasaan manusia

Makin banyak orang menggunakan air, makin banyak air limbah yang dihasilkan.
2.

Penggunaan system pembuangan kombinasi atau terpisah

Pada sistem kombinasi, volume air limbah bervariasi dari 80-100 galon atau lebih
per kapita, sedangkan pada sistem terpisah volume air limbah mencapai ratarata 25-50 galon per kapita.
3.

Waktu

Air limbah tidak mengalir merata sepanjang hari, tetapi bervariasi pada waktu
dalam sehri dan musim. Di pagi hari, manusia cenderung menggunakan air ,
yang menyebabkan aliran air limbah lebih banyak dibandingkan pada tengah
hari yang volumenya sedikit, dan pada malam hari agak meningkat lagi.
Sifat Air Limbah
Sifat air limbah penting untuk diketahui, karena hal ini akan menentukan
pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara
garis besar dapat digolongkan sebagai berikut:
1.

Karakteristik fisik

1.
Padatan : pada limbah cair terdapat padatan organic dan nonorganik yang
mengendap dan tersuspensi sehingga bisa mengendap dan menyebabkan
pendangkalan.
2.
Kekeruhan : kekeruhan menunjukkan sifat optis di dalam air karena
terganggunya cahaya matahari saat masuk ke dalam air akibat adanya koloid
dan suspense.
3.
Bau : bau dikarenakan karena adanya mikroorganisme yang menguraikan
bahan organik.
4.
Suhu : limbah cair memiliki suhu yang berbeda dibandingkan dengan air
biasa, biasanya suhunya lebih tinggi karena adanya proses pembusukan.
5.

Karakteristik kimiawi

1.
Keasaman : keasaman limbah cair dipengaruhi oleh adanya bahan buangan
yang bersifat asam atau basa. Agar limbah tidak berbahaya, maka limbah
diupayakan untuk memiliki pH netral.
2.

Logam berat beracun : Cadmium dari industri tekstil, merkuri dari pabrik

cat, raksa dari industri perhiasan dan jenis logam berat yang lainnya.
3.
Nitrogen : umumnya terdapat sebagai bahan organic dan diubah menjadi
ammonia oleh bakteri sehingga menghasilkan bau busuk dan bisa menyebabkan
permukaan air menjadi pekat sehingga tidak bisa ditembus cahaya matahari.
4.
Fenol : salah satu bahan organic yang berasal dari industri tekstil, kertas,
minyak dan batubara BOD : kebutuhan oksigen yang dibutuhkan untuk
menguraikan senyawa organic yang ada di dalam air.
5.
COD : kebutuhan oksigen yang diperlukan mikroba untuk menghancurkan
bahan organik sehingga menyebabkan keracunan.
6.

Karakteristik bakteriologis

Bakteri dalam air limbah berfungsi untuk menyeimbangkan DO dan BOD.


Sedangkan bakteri pathogen banyak terdapat dari hasil buangan dari
peternakan, rumah sakit, laboratorium, sanatorium, buangan rumah tangga
khususnya dari kamar mandi/wc. Kandungan bakteri pathogen serta organism
golongan E. coli terdapat juga dalam air limbah tergantung dari mana
sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air
limbah. Limbah industri tidak banyak mengandung bakteri kecuali dari bahan
produksinya memang berhubungan dengan potensi adanya bakteri diantaranya
industri makanan/minuman, pengalengan ikan dan daging, abbatoir.
Beberapa mikroorganisme dalam air limbah, antara lain:
1.

Kelompok protista : virus, bakteri, jamur, protozoa

2.

Kelompok tanaman dan bintang : algae, cacing

Parameter Air Limbah


Berikut adalah parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah.
1.

Kandungan zat padat (total solid, suspending solid, dissolved solid)

2.

Kandungan zat organik

3.

Kandungan zat anorganik (mis; P, Pb, Cd, Mg)

4.

Kandungan gas (mis: O2, N, CO2)

5.

Kandungan bakteri (mis: E.coli)

6.

Kandungan pH

7.

Suhu

Dampak Pembuangan Air Limbah


Air limbah yang tidak menjalani proses pengolahan yang benar tentunya dapat
menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Dampak tersebut antara lain:
1.

Gangguan Kesehatan

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit
bawaan air. Selain itu di dalam air limbah mungkin juga terdapat zat-zat
berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi
makhluk hidup yang mengkonsumsinya. Adakalanya, air limbah yang tidak
dikelola dengan baik juga dapat menjadi sarang vector penyakit (misalnya
nyamuk, lalat, kecoa, dan lain-lain).
2.

Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya sungai dan
danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Sebagai
contoh, bahan organic yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke
sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut didalam
sungai tersebut. Dengan demikian menyebabkan kehidupan di dalam air yang
membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan mengurangi
perkembangannya. Adakalanya, air limbah juga dapat merembes ke dalam air
tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah tercemar,
maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai
peruntukannya.
3.

Gangguan Terhadap Keindahan

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu kesehatan


dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Contoh : air limbah yang
mengandung pigmen warna yang dapat menimbulkan perubahan warna pada
badan air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan

terhadap kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air


penerima tersebut.
Kadang-kadang air limbah dapat juga mengandung bahan-bahan yang bila
terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila air limbah jenis ini mencemari
badan air, maka dapat menimbulkan gangguan keindahan pada badan air
tersebut.
4.

Gangguan terhadap kerusakan benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri
anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat
proses perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (mis. Pipa saluran air
limbah) dan bangunan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut
maka biaya pemeliharaannya akan semakin besar juga, yang berarti akan
menimbulkan kerugian material.
Untuk menghindarkan terjadinya gangguan-gangguan diatas, air limbah
yang dialirkan ke lingkungan harus memenuhi ketentuan seperti yang disebutkan
dalam Baku Mutu Air Limbah. Apabila air limbah tidak memenuhi ketentuan
tersebut, maka perlu dilakukan pengolahan air limbah sebelum mengalirkannya
ke lingkungan.
Pengolahan Air Limbah
Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengolahan
terlebih dahulu. Untuk dapat melaksanakan pengolahan air limbah yang efektif
diperlukan rencana pengolahan yang baik. Pengolahan air limbah dapat
dilakukan secara alamiah maupun dengan bantuan peralatan. Pengolahan air
limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan bantuan kolam stabilisasi
sedangkan pengolahan air dengan bantuan peralatan misalnya dilakukan pada
Instalasi Pengolahan Air Limbah/ IPAL (Waste Water Treatment Plant / WWTP).
Tujuan Pengolahan Air Limbah
Adapun tujuan dari pengolahan air limbah itu sendiri, antara lain:
1.

Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga.

2.

Melindungi hewan dan tanaman yang hidup didalam air.

3.

Menghindari pencemaran tanah permukaan.

4.

Menghilangkan tempat berkembangbiaknya bibit dan vektor penyakit.

Syarat Sistem Pengolahan Air Limbah


Sementara itu, sistem pengolahan air limbah yang diterapkan harus memenuhi
persyaratan berikut:
1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum.

2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.


3. Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di
dalam penggunaannya sehari-hari.
4. Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang mengakibatkan penyakit.
5.Tidak terbuka dan harus tertutup.
6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.
Langkah-langkah Pengolahan Air Limbah
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengelolah air limbah. Ada 5
tahap yang di perlukan dalam pengolahan air limbah. yaitu:
1. Pengolahan Awal (Pretreatment) : Tahap ini melibatkan proses fisik yang
bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah.
Beberapa proses pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and
grit removal, equalization and storage, serta oil separation.
2. Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment): pengolahan tahap pertama
memiliki tujuan yang sama dengan pengolahan awal. Letak perbedaannya ialah
pada proses yang berlangsung. Proses yang terjadi ialah neutralization, chemical
addition and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
3. Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment): tahap kedua dirancang untuk
menghilangkan zat terlarut dari limbah yg tak dapat dihilangkan dgn proses fisik.
Peralatan yang umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated
sludge, anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin,
rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.
4.Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment): Proses-proses yang terlibat
dalam pengolahan air limbah tahap ketiga ialah coagulation and sedimentation,
filtration, carbon adsorption, ion exchange, membrane separation, serta
thickening gravity or flotation. pada proses ini dilakukan pemisahan secara kimia
untuk lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.
5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment): Lumpur yang terbentuk sebagai hasil
keempat tahap pengolahan sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses
digestion or wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation,
lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.
Jenis Pengolahan Limbah
Pengolahan limbah cair industri dapat dibagi menjadi dua, pengolahan menurut
tingkat perlakuan dan pengolahan menurut karakteristiknya.
1. Pengolahan berdasarkan tingkat perlakuan
Menurut tingkatan prosesnya, pengolahan limbah dapat digolongkan menjadi 5
tingkatan. Namun, tidak berarti bahwa semua tingkatan harus dilalui karena

pilihan tingkatan proses tetap bergantung pada kondisi limbah yang diketahui
dari hasil pemeriksaan laboratorium. Dengan mengetahui jenis-jenis parameter
dalam limbah, dapat ditetapkan jenis peralatan yang dibutuhkan. Berikut
beberapa tahapan pengolahan air limbah.
1. Pra-pengolahan (pre-treatment)
Pada tahap ini, saringan kasar yang tidak mudah berkarat dan berukuran
3030 cm untuk debit air 100 m2 per jam sudah cukup baik. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, saringan dapat dipasang secara seri
sebanyak dua atau tiga saringan. Ukuran messnya (besar lubang kawat tikus)
dapat dibandingkan dengan kawat kasa penghalang nyamuk. Saringan tersebut
diperiksa setiap hari untuk mengambil bahan yang terjaring. Contoh bahanbahan yang terjaring dapat berupa padatan terapung atau melayang yang ikut
bersama air. Bahan lainnya adalah lapisan minyak dan lemak di atas permukaan
air.
2. Pengolahan primer (primary treatment)
Pada tahapan ini dilakukan penyaringan terhadap padatan halus atau zat warna
terlarut maupun tersuspensi yang tidak terjaring pada penyaringan terdahulu.
Pengolahan secara kimia dilakukan dengan cara mengendapkan bahan padatan
melalui penambahan zat kimia. Reaksi yang terjadi akan menyebabkan berat
jenis bahan padatan menjadi lebih besar daripada air. Tidak semua reaksi dapat
berlaku untuk semua senyawa kimia (terutama senyawa organik).
Pengolahan secara fisika dilakukan melalui pengendapan maupun pengapungan
yang ditujukan untuk bahan kasar yang terkandung dalam air limbah. Penguapan
dilakukan dengan memasukkan udara ke dalam air dan menciptakan gelembung
gas sehingga partikel halus terbawa bersama gelembung ke permukaan air.
Sementara itu, pengendapan (tanpa penambahan bahan kimia) dilakukan
dengan memanfaatkan kolam berukuran tertentu untuk mengendapkan partikelpartikel dari air yang mengalir di atasnya.
3. Pengolahan sekunder (secondary treatment)
Tahap ini melibatkan proses biologis yang bertujuan untuk menghilangkan bahan
organik melalui proses oksidasi biokimia. Di dalam proses biologis ini, banyak
dipergunakan reactor lumpur aktif dan trickling filter.
4. Pengolahan tersier (tertiary treatment)
Pengolahan tersier merupakan tahap pengolahan tingkat lanjut yang ditujukan
terutama untuk menghilangkan senyawa organik maupun anorganik. Proses
pada tingkat lanjut ini dilakukan melalui proses fisik (filtrasi, destilasi,
pengapungan, pembekuan, dan lain-lain), proses kimia (absorbs karbon aktif,
pengendapan kimia, pertukaran ion, elektrokimia, oksidasi, dan reduks), dan
proses biologi (pembusukan oleh bakteri dan nitrifikasi alga).
2. Pengolahan berdasarkan karakteristik

Proses pengolahan berdasarkan karakteristik air limbah dapat dilakukan secara:


1.Proses fisik, dapat dilakukan melalui:
1. Penghancuran
2. Perataan air (misalnya: mengubah system saluran dan membuat kolam)
3. Penggumpalan (misalnya: menggunakan alumunium sulfat dan ferrosulfat)
4. Sedimentasi
4. Pengapungan
5. Filtrasi
2. Proses kimia, dapat dilakukan melalui:
1. Pengendapan dengan bahan kimia
2. Pengolahan dengan logoon atau kolam
3. Netralisasi
4. Penggumpalan atau koagulasi
5. Sedimentasi (misalnya dengan discrete settling, floculant settling, dan zone
settling)
6. Oksidasi dan reduksi
7. Klorinasi
8. Penghilangan klor (biasanya menggunakan karbon aktif atau natrium
sulfat)
9. Pembuangan fenol
10. Pembuangan sulfur
5.

Proses biologi, dapt dilakukan dengan:

1.

Kolam oksidasi

2.

Lumpur aktif (mixed liquid suspende solid / MLSS)

3.

Trickling filter

4.

Lagoon

5.

Fakultatif

6.

Proses fisika kimia biologi

7.

Pengolahan tingkat lanjut

Ledakan anjungan minyak yang terjadi di teluk meksiko sekitar 80 kilometer dari
Pantai Louisiana pada 22 April 2010. Peledakan tersebut terjadi oleh pengeboran
minyak di lepas pantai itu dikelola perusahaan minyak British Petroleum (BP).
Ledakan itu memompa minyak mentah 8.000 barel atau 336.000 galon minyak
ke perairan di sekitarnya. Ledakan tersebut menyebabkan pencemaran limbah
minyak di laut.
Limbah minyak adalah buangan yang berasal dari hasil eksplorasi produksi
minyak, pemeliharaan fasilitas produksi, fasilitas penyimpanan, pemrosesan, dan
tangki penyimpanan minyak pada kapal laut. Limbah minyak bersifat mudah
meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan
bersifat korosif. Limbah minyak merupakan bahan berbahaya dan beracun (B3),
karena sifatnya, konsentrasi maupun jumlahnya dapat mencemarkan dan
membahayakan lingkungan hidup, serta kelangsungan hidup manusia dan
mahluk hidup lainnya.

KESIMPULAN
Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak
di sertai dengan program pengelolaan air yang baik akan mengakibatkan
kerusakan ekosistem yang ada dalam hal ini adalah air, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari
kegiatan industri adalah penyebab terjadinya pencemaran air.
Kasus pencemaran air laut akibat dari pengeboran Indusri minyak ditengah laut,
tumpahan minyak, kebocoran kapal tanker dan lain-lain. Sehingga dapat
berpengaruh pada beberapa sector , diantaranya lingkungan pantai dan laut,
ekosistem biota pantai dan laut, dan mengganggu aktivitas nelayan sehingga
mempengaruhi kesejahteraan mereka.

Referensi:
Ginting, Pedana, Ir., Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri (2007)
Jakarta. MS.CV YRAMA WIDYA. Hal 17-18.
Fakhruddin.2004.Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta : Kompas.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
http://www.sinarharapan.co.id/
http://anugrahjuni.wordpress.com/biologi-in/ekologi/pencemaran-air-olehindustri-minyak-dan-suhu/

V. PENYEDIAAN AIR BERSIH


Standar Minimal Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi di
Daerah Bencana

Tuesday, 06 October 2009 03:44


Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya bidang kesehatan.
Timbulnya masalah ini berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada
buruknya kebersihan diri dan sanitasi lingkungan. Akibatnya berbagai jenis
penyakit menular muncul.
Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera
diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Saat ini
sudah ada standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat
bencana dan penganan pengungsi. Standar ini mengacu pada standar
internasional. Kendati begitu di lapangan, para pelaksana tetap diberi
keleluasaan untuk melakukan penyesuaian sesuai kondisi keadaan di lapangan.
Beberapa standar minimal yang harus dipenuhi dalam menangani korban
bencana khususnya di pengungsian dalam hal lingkungan adalah:
A. Pengadaan Air.
Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup,
dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling
mendesak. Namun biasanya problemaproblema kesehatan yang berkaitan
dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang
sudah tercemar sampai tingkat tertentu.
Tolok ukur kunci
Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitdikitnya 15 liter per orang
per hari
Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
1 (satu) kran air untuk 80 100 orang
B. Kualitas air
Air di sumbersumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk
keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan
rumah tangga) tanpa menyebabakan timbulnya risikorisiko besar terhadap
kesehatan akibat penyakitpenyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis
dari penggunaan jangka pendek.
Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan
bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100
mili liter
Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahwa resiko pencemaran semacam itu
sangat rendah.

Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa kepada penduduk yang jumlahnya
lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko
atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan
lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima
(yakni residu klorin pada kran air 0,20,5 miligram perliter dan kejenuhan
dibawah 5 NTU)
Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna
air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek,
atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah
direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar
endapan bahanbahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri.
Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup
besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.
C. Prasarana dan Perlengkapan
Tolok ukur kunci :
Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 1020
liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini sebaiknya
berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup
Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup
banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jamjam
tertentu. Pisahkan petakpetak untuk perempuan dari yang untuk lakilaki.
Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk
umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
D. Pembuangan Kotoran Manusia
Jumlah Jamban dan Akses
Masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan
jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa diakses secara mudah
dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam
Tolok ukur kunci :
Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang
Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban lakilaki dan jamban
perempua

Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak di
kamp pengungsian). Atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya
memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
Jamban umum tersedia di tempattempat seperti pasar, titiktitik pembagian
sembako, pusat pusat layanan kesehatan dsb.
Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurangkurangnya berjarak 30
meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5
meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke
sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya
1 (satu) Latrin/jaga untuk 610 orang
E. Pengelolaan Limbah Padat
Pengumpulan dan Pembuangan Limbah Padat
Masyarakat harus memiliki lingkungan yang cukup bebas dari pencemaran
akibat limbah padat, termasuk limbah medis.
Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana sebelum
sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.
Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik
bekas pakai, perbanperban kotor, obatobatan kadaluarsa,dsb) di daerah
pemukiman atau tempattempat umum.
Dalam batasbatas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat
pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan secara
benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
Terdapat lubanglubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat
tempat khusus untukmembuang sampah di pasarpasar dan pejagalan, dengan
system pengumpulan sampah secara harian.
Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga problemaproblema kesehatan dan lingkungan hidup
dapat terhindarkan.
2 (dua) drum sampah untuk 80 100 orang
Tempat/Lubang Sampah Padat
Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari
hari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah
bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya
dar lubang sampah umum.

Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila
limbah rumah tangga seharihari tidak dikubur ditempat.
F. Pengelolaan Limbah Cair
Sistem pengeringan
Masyarakat memiliki lingkungan hidup seharihari yang cukup bebas dari risiko
pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumber
sumber, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasaranaprasarana
medis. Halhal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan
pengelolaan limbah cair :
Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titiktitik pengambilan/sumber air
untuk keperluan seharihari, didalam maupun di sekitar tempat pemukiman
Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan
air.
Tempat tinggal, jalan jalan setapak, serta prasana prasana pengadaan air dan
sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air. (Sumber: Kepmenkes No.
1357 /Menkes/SK/XII/2001)

KESIMPULAN
Pengadaan air sangat penting dilakukan dan harus ditindak dengan
cepat,apabila tidak dilakukan dengan cepat dapat menimbulkan berbagai
masalah di masyarakat khususnya masalah kesehatan yang menimpa kalangan
masyarakat.

VI. HYGIENE DAN SANITASI MAKANAN


HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN RESTORAN
Sebelum diterima sebagai karyawan, harus dilakukan pengujian kesehatan.
Lakukan wawancara mengenai riwayat kesehatan sebelumnya. Calon karyawan
yang pernah menderita tifus dan paratifus sebaiknya tidak diterima bekerja
- Lakukan pemeriksaan terhadap saluran pencernaan, untuk mengetahui
kemungkinan infeksi-infeksi oleh demam tifus, paratifus, salmonella, disentri
basiler, disentri amuba dan gastroentroenteritis.
- Kesehatan karyawan harus diperiksa secara periodic untuk menjaga bahwa
tidak seorang karyawanpun menderita penyakit yang dapat bertindak sebagai
carrier mikroba.
- Kesehatan karyawan yang terganggu, walaupun sangat ringan, perlu diketahui
oleh pengawas agar dapat dilakukan tindakan pencegahan.

- Karyawan yang sedang menderita penyakit menular dan mempunyai luka


terbuka yang dapat menulari produk, tidak diizinkan bekerja di ruang
pengolahan. Demikian juga bagi pekerja yang sedang menderita diare.
- Luka teriris atau luka bakar, walaupun kecil dapat merupakan sarang bakteri
staphylococcus.
Luka ini harus dirawat dengan baik dan dibalut dengan pembalut yang tahan air.
Hygiene pribadi
- Cuci tangan: biasakan cuci tangan sesering mungkin dengan seksama, dengan
air yang bersih dan memenuhi syarat air minumun, dengan sabun atau
detergen. Tangan harus dicuci sebelum mulai bekerja, setelah menggunakan
toilet, setelah memegang bahan terkontaminasi atau kapan saja bila diperlukan.
- Kebersihan: secara umum karyawan harus tampak bersih, kulitnya maupun
pakaiannya.
Pencucian Tangan
1. Setiap karyawan yang bekerja di ruang pengolahan harus mencuci tangan
dengan sempurna menggunakan air panas dan sabun, kemudian dibilas dengan
air yang mangandung desinfektan (klorin 50 ppm), iodophor atau desinfektan
lainnya.
Pencucian tangan dilakukan:
Sebelum dan sesudah selesai bekerja
Sebelum dan sesudah makan siang atau istirahat Setelah melakukan pekerjaan
lain yang mungkin menyebabkan kontaminasi
Kebersihan Individu
Setiap karyawan harus selalu memelihara kebersihan pribadi seperi kuku,
rambut, kulit dan lain-lainnya. Kuku harus selalu dalam keadaan pendek dan
bersih. Rambut harus dibersihkan secara teratur.
Karyawan yang menangani pangan (misalnya udang) dengan tangan telanjang
tidak diperbolehkan memakai cat kuku.Tinggalkan semua bentuk perhiasan sebelum memasuki ruang pengolahan.
Kebiasaan pekerja
Dilarang meludah, merokok, mengunyah permen karet, batuk, bersin, serta
bercanda di dalam ruang pengolahan.
Pakaian kerja -

Karyawan yang bekerja di ruang pengolahan harus selalu menggunakan pakaian


kerja, penutup kepala yang sempurna, sarung tangan, sepatu dan penutup
mulut (masker), yang semuanya harus selalu dalam keadaan bersih.
Pakaian kerja yang telah selesai dipakai harus dicuci bersih, tidak boleh dipakai
berulang tanpa pencucian.
Pakaian kerja tidak boleh dibawa pulang dan tidak boleh memakai seragam kerja
langsung dari rumah.
Tanggalkan pakaian kerja apabila akan keluar dari ruangan pengolahan atau
apabila akan masuk ke dalam WC atau kamar mandi.
Khusus bagi karyawan yang menangani pekerjaan pembuangan kepala dan
pengupasan kulit udang harus dilengkapi dengan pakaian kerja yang kedap air.
Pakaian kerja kedap air harus dicuci dengan penyemprotan air bertekanan atau
cara lain yang efektif, setiap akan memulai dan selesai bekerja
Tidak dibenarkan meletakkan pakaian kerja di atas meja pengolahan atau
permukaan peralatan lainnya yang bersentuhan dengan produk pangan.
Setiap karyawan yang bekerja di ruang pengolahan harus menggunakan sarung
tangan. Sarung tangan yang digunakan harus selalu dalam keadaan bersih dan
saniter. Sarung tangan harus tidak tembus.
Sarung tangan yang dipakai harus dicelupkan dahulu ke dalam bak pencuci yang
berisi klorin 200 ppm.
TEMPAT / FASILITAS / SARANA Kebersihan Ruangan
Karyawan harus menjaga agar lantai tetap bersih dan bila perlu didesinfektan,
karena debu dan tanah adalah sumber penularan mikroba beserta sporanya.
Dinding ruangan harus terbuat dari bahan yang bisa dilap/dipel dengan
desinfektan. Secara rutin harus dilakukan pembersihan ruangan secara
menyeluruh.
Lantai - Lantai ditempat-tempat yang digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
sifatnya basah, seperti pada tempat penerimaan dan pembersihan udang, ruang
penanganan dan pengolahan harus cukup kemiringannya, terbuat dari bahan
yang kedap air, tahan lama dan mudah dibersihkan.
Lantai harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing ke bagian
pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 5 terhadap horizontal. Kemiringan ini
berakhir pada selokan yang melintang di kedua sisi ruang pengolahan.
Pertemuan antara lantai dengan dinding harus melengkung dan kedap air,
sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah dibersihkan dan menghindari
genangan air.
Permukaan lantai harus halus dan tidak kasar, tidak berpori serta tidak bergerigi,
agar mudah dibersihkan dan tidak merupakan sumber mikroorganisme.

KESIMPULAN
Ditempat kerja sekalipun khususnya harus melakukan sanitasi lingkungan agar
terhindar dari segala macam masalah yang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit, sehingga masyarakat harus bersikap disiplin khsusnya dalam setiap
pekerjaan yang dilakukan

VII. VEKTOR LINGKUNGAN


Teknologi Nuklir Dalam Pengendalian Vektor Penyakit
Malaria
Penyakit malaria merupakan penyakit yang sampai saat ini masih menjadi
masalah utama kesehatan masyarakat di dunia dan Indonesia khususnya yang
belum bisa ditangani secara tuntas. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi parasit
Plasmodium sp yang disebarkan oleh nyamuk betina Anopheles sp dan
ditularkan dari orang sakit ke orang yang sehat melalui gigitan nyamuk tersebut
sebagai vektor malaria [1]. Tercatat ada 4 spesies parasit penyebab malaria
yaitu Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum. Yang terakhir ini yang paling ganas, karena dapat
menyebabkan kematian, terutama pada anak-anak dibawah usia lima tahun.
Parasit yang ditularkan lewat nyamuk biasanya masuk ke hati dan berubah
menjadi merozoites, masuk ke aliran darah, menginfeksi sel darah merah dan
berkembang biak. Gejala tiap jenis malaria biasanya berupa meriang, panas
dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai
pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik.
Jenis malaria yang paling ringan adalah malaria Tertiana yang disebabkan oleh
Plasmodium vivax, dengan gejala demam yang dapat terjadi setiap dua hari
sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2 minggu setelah
infeksi). Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut
juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan
penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering
menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau serta
kematian.
Malaria kuartana yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa
inkubasi lebih lama dari pada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala
pertama biasanya tidak terjadi antara 18-40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala
tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari dan ini merupakan jenis
malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale dan
mirip dengan malaria teriana. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh di
dalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, kemudian
organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah dan
menyebabkan demam pada penderita.
PREVALENSI MALARIA DI INDONESIA

Penyakit malaria tidak hanya menyerang daerah tropis, tetapi juga menyerang
daerah sub tropis di seluruh dunia [2]. Kematian banyak terjadi pada negaranegara yang menjadi daerah endemik malaria, antara lain negara-negara Asia
Tenggara termasuk Indonesia, terutama di Propinsi bagian timur seperti daerah
pedesaan di luar Jawa dan Bali. Di Jawa Tengah dan Jawa Barat, malaria
merupakan penyakit yang muncul kembali (re-emerging diseases). Menurut data
dari fasilitas kesehatan DEPKES pada tahun 2001 diperkirakan prevalensi malaria
adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20% di
Gorontalo, 13% di NTT dan 10% di Papua.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka
kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk lakilaki dan 8 per 100.000 untuk perempuan [3]. Sebagai negara endemik, malaria
di Indonesia sering diidap oleh para penduduk yang tinggal di areal persawahan
dekat dengan hutan. Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI (1994),
peningkatan kasus malaria pertahun yang terjadi di daerah timur akibat adanya
pembukaan daerah baru. Pada tahun 1998 dan 1999 di beberapa daerah, yakni
Sumatera, Yogyakarta, Jawa Tengah, Lampung terjadi peristiwa penyebaran
malaria secara besar-besaran.
Sebanyak 21 orang meninggal dunia pada peristiwa tersebut, dari 18.812 kasus
yang telah dilaporkan. Selain itu sekitar 10.000 orang terjangkit malaria di
Banyumas, Jawa Tengah [4]. Antara tahun 1986-1995 angka Anual Parasite
Incidence (API) di Purworejo, Jawa Tengah berkisar antara 11 kasus per 1000
penduduk dalam satu tahun, dari yang biasanya hanya 5 kasus pertahun. Dan
pada tahun 2000 jumlah API pada wilayah tersebut menjadi 44,5%. Wabah
malaria bisa terjadi/muncul karena berbagai pengaruh antara lain faktor
lingkungan, faktor nyamuk sebagai vektor penyebab malaria dan faktor genetik
dari parasit malaria itu sendiri [5].
Departemen Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 5 juta penduduk
menderita malaria di seluruh wilayah Indonesia dan lebih kurang 700 orang
meninggal dunia setiap tahunnya. Program pemberantasan penyakit malaria
selain dengan cara pengobatan terhadap penderita, dilakukan pula dengan cara
memberantas vektornya.
Dengan demikian pemberantasan vektor merupakan usaha yang penting di
dalam pemberantasan penyakit malaria ini. Tingginya angka kesakitan dan
kematian akibat malaria ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perubahan
cuaca dan lingkungan yang dapat merupakan tempat berkembang biaknya
vektor malaria, resistensi vektor terhadap insektisida, resistensi parasit terhadap
berbagai obat anti malaria serta mobilitas penduduk dari dan ke daerah endemi
malaria. Kematian akibat malaria banyak disebabkan oleh lingkungan yang
sesuai untuk penyebaran parasit dan sudah resistennya Plasmodium falciparum
terhadap obat anti malaria yang sering digunakan.
Penyebaran resistensi malaria disebkan adanya perpindahan penduduk dari
daerah endemik menuju ke daerah yang baru, sedangkan kasus resistensi
Plasmodium falciparum terhadap klorokuin di Indonesia seperti yang dilaporkan

sudah menyebar sampai 27 Propinsi di Indonesia. Selain menimbulkan kematian,


penyakit ini juga dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ dalam.
Kerusakan tersebut antara lain tejadi pada selaput otak dan terjadinya hemoragi
pada daerah serebrum.
Terjadinya Black-water fever akibat adanya hemolisis intravaskuler yang
kemudian diikuti oleh hemoglobinuria. Selain itu masih seringnya terjadi
peristiwa relapse (kekambuhan) dan reinfeksi (infeksi ulang) pada penyakit ini.
PEMBERANTASAN MALARIA
Pemberantasan malaria di Indonesia merupakan bagian dari program
pemberantasan penyakit tular vektor yang hingga saat ini masih bermasalah
karena belum bisa ditangani dengan tuntas. Hal tersebut ditandai dengan masih
dijumpainya kejadian malaria baik di Jawa maupun di luar Jawa, bahkan di
beberapa daerah dilaporkan adanya kejadian luar biasa malaria. Upaya
pemberantasan malaria telah lama dilakukan, namun hasilnya masih belum
sesuai dengan yang diharapkan. Kendala umum yang dijumpai dalam
pemberantasan malaria ini antara lain disamping kualitas pemberantasan
khususnya dalam penyemprotan rumah belum sesuai dengan syarat-syarat yang
ditentukan, juga upaya pemberantasan belum didasarkan pada pengetahuan
bionomik vektornya sehingga tindakan yang dilakukan tidak efektif dan efisien
dan belum tepat sasaran, belum tepat waktu dan cara, jenis dan dosis
insektisida juga tidak tepat [5,6].
Berbagai kegiatan yang sudah dilakukan untuk mengurangi insiden malaria
adalah sbb :
Mengindari atau mengurangi kontak/gigitan nyamuk anopheles (memakai
kelambu, repelen, obat nyamuk dll).
Membunuh nyamuk dewasa menggunakan berbagai insektisida.
Membunuh jentik/kegiatan anti larva, baik secara kimiawi dengan larvasida
maupun biologik dengan ikan, tumbuhan, jamur dan bakteri.
Mengurangi tempat perindukan (source reduction).
Mengobati penderita malaria.
Pemberian pengobatan untuk pencegahan (profilaksis).
Vaksinasi (masih dalam tahap riset dan clinical trial).
Pemberatasan penyakit malaria juga dapat dilakukan dengan cara penyuluhan
kebersihan lingkungan, penyemprotan dengan insektisida, pengobatan terhadap
penderita dengan berbagai obat malaria dan penanggulangan terhadap
vektornya (nyamuk). Obat malaria yang sering diberikan kepada penderita
banyak macamnya seperti kelompok standar (klorokuin, kina, primakuin dan
sulfadoksin-pirimetamin), kelompok kuinolin, kelompok anti-folat dan kelompok
baru (artemisinin, lumefantrin, atovakuon, tafenokuin, pironaridin, piperakuin,

WR99210 dan antibiotik). Penggunaan obat yang berlebihan dan tidak tepat
pada pengobatan malaria klinis akan menyebabkan terjadinya resistensi obat[7].
Karena upaya pemberantasan malaria belum memberikan hasil maksimal maka
perlu ada cara lain untuk membantu program pemberantasan malaria ini yaitu
dengan pengendalian vektor mengunakan Teknik Serangga Mandul (TSM) atau
Teknik Jantan Mandul (TJM).
TEKNOLOGI NUKLIR UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT
Teknologi nuklir merupakan salah satu teknologi yang mengalami kemajuan
pesat dalam pemanfaatannya pada berbagai sektor seperti bidang pertanian dan
kesehatan. Teknologi nuklir adalah teknologi yang memanfaatkan radiasi /
radioisotop untuk memecahkan masalah melalui penelitian dan pengembangan
di berbagai bidang, khususnya bidang kesehatan. Teknik ini memiliki banyak
keunggulan karena isotop radioaktif yang digunakan memiliki sifat kimiawi dan
sifat fisis yang sama denga zat kimia biasa/non radioaktif namun mempunyai
kelebihan sifat fisis yaitu dapat memancarkan radiasi [8].
Radiasi gamma, netron dan sinar X dapat dimanfaatkan untuk pengendalian
hama dan vektor penyakit, yaitu dapat digunakan untuk membunuh secara
langsung (direct killing) dengan teknik disinfestasi radiasi dan secara tidak
langsung (indirect killing) yang dikenal dengan teknik serangga mandul (TSM).
Teknik ini relatif baru dan potensial untuk pengendalian vektor malaria karena
ramah lingkungan, efektif spesies dan kompartibel dengan teknik lain. Prinsip
dasar TSM sangat sederhana yaitu membunuh serangga dengan serangga itu
sendiri (autodical technique).
Teknik ini meliputi radiasi koloni vektor / serangga di laboratorium dengan
berbagai dosis, kemudian secara periodik dilepas ke lapang sehingga tingkat
kebolehjadian perkawinan antara serangga mandul dengan serangga vertil
menjadi semakin besar dari generasi pertama ke generasi berikutnya, yang
berakibat makin menurunnya persentase fertilitas populasi vektor di lapang yang
secara teoritis pada generasi ke-4 akan mencapai titik terendah menjadi 0% atau
jumlah populasi serangga pada generasi ke-5 menjadi nihil [9]. Selain digunakan
untuk dalam pemandulan vektor, teknik nuklir juga bisa digunakan sebagai
penanda vektor. Karena salah satu sifat radioisotop (seperti P-32) dapat
memancarkan sinar radioaktif, sehingga dipakai sebagai penanda nyamuk
Anopheles sp. di lapangan, sementara cara penandaan dengan teknik lain
dianggap sangat suilit mengingat tubuh nyamuk terlalu rapuh serta stadium
larva dan pupa yang hidup di air.
Penandaan serangga dianggap penting terutama utuk mempelajari bionomik
nyamuk di lapangan, seperti jarak terbang, pola pemencaran, umur nyamuk,
pemilihan hospes, siklus gonotrofi dan aspek bionomik yang lain.

Pelaksanaan TSM dapat dilakukan dengan 2 metoda [10] yaitu:

1. Metoda yang meliputi pembiakan massal di laboratorium, pemandulan dan


pelepasan serangga mandul ke lapangan.
2. Metoda pemandulan langsung terhadap serangga di lapangan.
Metoda pertama menerangkan bahwa jika ke dalam suatu populasi serangga di
lapangan dilepaskan serangga mandul, maka kemampuan populasi tersebut
untuk berkembang biak akan menurun. Apabila nilai kemandulan serangga
radiasi mencapai 100% dan daya saing kawinnya mencapai nilai 1,0 (sama
dengan jantan normal) dan jumlah serangga radiasi yang dilepas sama dengan
jumlah serangga normal (perbandingan 1:1), maka kemampuan berkembang
biak populasi tersebut akan turun sebesar 50%. Jika perbandingan tersebut
dinaikkan menjadi 9:1 (jumlah serangga radiasi yang dilepas 9 kali dari jumlah
serangga lapangan), maka kemampuan populasi tersebut untuk berkembang
biak akan turun sebesar 90%.
Metoda kedua, yaitu metoda tanpa pelepasan serangga yang dimandulkan.
Metoda ini dilaksanakan dengan prinsip pemandulan langsung terhadap
serangga lapangan yang dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa
kemosterilan, baik pada jantan maupun betina. Dengan metoda kedua ini akan
diperoleh dua macam pengaruh terhadap kemampuan kembangbiak populasi
serangga. Kedua pengaruh tersebut adalah mandulnya sebagian serangga
lapangan sebagai akibat langsung dari kemosterilan dan pengaruh berikutnya
dari serangga yang telah mandul terhadap serangga sisanya yang masih fertil.
Kemosterilan merupakan senyawa kimia yang bersifat mutagenik dan
karsinogenik pada hewan maupun manusia sehingga teknologi ini tidak
direkomendasikan untuk pengendalian vektor.
Pengendalian vektor dengan cara konvensional menggunakan insektisida
diketahui kurang efektif karena timbul fenomena resisitensi bahkan sering terjadi
resistensi silang (cross resistancy) dan mengakitkan matinya flora maupun fauna
non target, serta menimbulkan pencemaran kingkungan., sehingga mengurangi
efektivitas pengendalian itu sendiri.
TEKNOLOGI NUKLIR UNTUK PEMANDULAN VEKTOR MALARIA
Salah satu cara pemandulan nyamuk/vektor adalah dengan cara radiasi ionisasi
yang dikenakan pada salah satu stadium perkembangannya. Radiasi untuk
pemandulan ini dapat menggunakan sinar gamma, sinar X atau neutron, namun
dari ketiga sinar tersebut yang umum digunakan adalah sinar gamma. Sinar
gamma dapat berasal dari Cobalt-60 yang mempunyai waktu paroh 3,5 tahun
atau 137Cs dengan waktu paroh 30 tahun [11].
Untuk mendapatkan vektor mandul dengan radiasi maka perlakuan iradiasi
paling tepat dilakukan pada stadium pupa, karena stadium ini merupakan tahap
perkembangan dimana terjadi transformasi organ muda menjadi dewasa [12].
Kemandulan adalah ketidakmampuan suatu organisme untuk menghasilkan
keturunan.
Gejala-gejala kemandulan akibat radiasi pada vektor dapat berupa:

Berkurangnya produksi telur (betina) yang disebabkan karena tidak terjadinya


proses oogenesis sehingga tidak terbentuk oogenia atau telur.
Aspermia dapat menyebabkan kemandulan karena radiasi merusak
spermatogenesis sehingga tidak terbentuk sperma (jantan).
Inaktivasi sperma juga dapat menyebabkan kemandulan karena sperma tidak
mampu bergerak untuk membuahi sel telur.
Faktor penyebab kemandulan yang lain ialah ketidakmampuan kawin, hal ini
karena radiasi merusak sel-sel somatik saluran genetalia interna sehingga tidak
terjadi pembuahan sel telur.
Mutasi lethal dominan, dalam hal ini inti sel telur atau inti sperma mengalami
kerusakan sebagai akibat radiasi sehingga terjadi mutasi gen. Mutasi letal
dominan tidak menghambat proses pembentukan gamet jantan maupun betina,
dan zigot yang terjadi juga tidak dihambat, namun embrio akan mengalami
kematian.
Prinsip dasar mekanisme kemandulan ini untuk selanjutnya dikembangkan
sebagai dasar pengembangan teknik pengendalian vektor yang disebut Teknik
Serangga Mandul.

KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa teknik nuklir sangat bermanfaat
dalam pengendalian vektor penyakit malaria dengan Teknik Serangga Mandul
dan merupakan teknik pengendalian yang sangat spesifik karena hanya
berpengaruh pada spesies target, ramah lingkungan, tidak menimbulkan
resistensi baik obat malaria maupun pestisida.

DAFTAR PUSTAKA

1. HARIJANTO, P.N., Malaria: Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi klinis dan


Penanganan, EGC, 2000.
2. Molineaux L. The Epidemiology of Human Malaria as an explanation of its
distribution, including some implications for its control. In: Wernsdorfer WH and
Mc Gregor IA (eds) Principles and Practice of Malariology. Edinburgh: Churchill
Livingstone, 1988 (II) : 913-989.
3. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 UNICEF Indonesia 2000, Multiple
Indicator Cluster Survey Report on the Education and Health of Mothers and
Children.
4. Arbani, P.R. Rencana Pemberantasan Malaria di Indonesia Menjelang Tahun
2000. Kumpulan Makalah Simposium Malaria, Jakarta Simposium Malaria,
Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 1990.

5. Pedoman Survei Entomologi Malaria. DEPKES-RI. Ditjen Pemberantasan


Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Dit.Jen.PPM&PL) 2001.
6. Pengembangan Gebrak Malaria di Indonesia : Rencana Strategis 2001-2005
berdasarkan 46.2 persen dari jumlah penduduk 1998
7. World Health Organization. The Use of Antimalarial Drugs. Report of a WHO
Informal Consultation 13-17 November 2000. WHO/CDS/RBM/2001.33. Geneva.
2001a.
8. SUTRISNO, S. Status dan Pengembangan Teknik Nuklir untuk Pengendalian
Hama di Indonesia. Buletin Batan. Nuklir Mengabdi Kemanusiaan. Badan Tenaga
Nuklir Nasional 2004
9. La-CHANGE, L.E., SCHMITH, CH. and BUSHILAND, R.C., Radiation Induced
Sterilization. Dalam: Kilgore, W.W., and Dout R.L. Pest Control : Biological and
Physical and Selected Chemical Methods., hal 146-196. Academic Press, New
York &
London, 1997.
10. KNIPLING, E.F., Possibilities of Insect Control or Eradication Through the Use
of Sexuality Sterile, J. Econ. Entomol. 48, 459-462, 1955.
11. WHITE, R.D., KAMASKI, H., RALSTON, D.F., HUTT, R.B and PETERSON, H.D.V.
Longevity and Reproduction of Codling Moth Irradiated with Cobalt-60 or Cesium
137. J. Econ. Entomol. 65, 692 697, 1972.
12. HOPER, G.H.S., Competitiveness of Gamma Sterilized Males of the
Mediteranian Fruit Fly : Effect of Irradiating Pupae or Adult Stage and of
Irradiating Pupae in Nitrogen. J. Econ. Entomol., 64, 464 -368, 1976.

VIII LINGKUNGAN DAN PEMUKIMAN


Akibat Pencemaran Ratusan ikan di Jakut Mati
Sumber artikel : Republika.co.id

Pencemaran laut oleh bahan kimia kian marak. Hal ini berdampak buruk pada
flora maupun fauna yang menghuninya. Seperti yang tejadi baru -baru ini di
perairan utara Jakarta, walaupun pihak Kantor Lingkungan Hidup Daerah (KLHD)
Jakarta Utara belum bisa memastikan dari mana asal pencemaran yang telah
membunuh ratusan di wilayah tersebut.
Dari sampel yang diambil di dua lokasi, di wilayah Kali Baru, Kecamatan
Cilincing, dan daerah di dekat proyek BKT, Marunda, Kecamatan Cilincing,
ditemukan setidaknya ada empat indikasi pencemaran yang tingkatnya sudah
jauh diatas batas Baku Mutu. Diantaranya adalah Asam Amonia, Nitrat, Chemical
Oxygen Demand (COD), dan Biological Oxygen Demand (BOD).

Untuk jumlah kandungan Amonia per liter air laut, di Kali Baru terdapat sebanyak
1,25 miligram, dan di Marunda sebanyak 0,50 miligram. Jumlah keduanya sudah
melebihi batas normal yang hanya 0,3 miligram per liter.
Sementara untuk Nitrat, di Kali Baru ditemukan sebanyak 0,1 miligram per litar,
dan di Marunda 0,05 miligram per liter. Jumlah ini jauh diatas ambang batas
normal sebesar 0,008 miligram per liter.
Pencemaran juga ditemukan melalu penelitian berdasarkan kebutuhan oksigen
biologis (BOD), dan kebutuhan oksigen kimia (COD). Jika BOD dan COD menurut
satndar baku mutu seharusnya hanya 10 sampai 20 miligram per liter air laut, di
Kali Baru dan Marunda masing masing sebanyak 45,40, dan 44,70 miligram per
liter. Untuk COD, di Kali Baru dan Marunda masing-masing sebesar 128,83, dan
98,08 miligram perliter.
Jadi memang sudah jelas kalau ikan-ikan yang mati belakangan di pesisir pantai
Jakarta Utara adalah akibat terjadinya pencemaran, ujar Razak Rasyidi, Kasi
Fasilitas dan Pengaduan Masyarakat KLHD Jakarta Utara saat ditemui di KLHD,
Kamis (28/5).
Begitupun, pihak KLHD menurut Razak belum bisa memastikan dari mana asal
pencemaran yang diketahui sudah menyurutkan usaha perikanan di Jakarta
Utara tersebut. Razak menuturkan bahwa sejauh ini, KLHD menduga ada tiga
sumber yang mungkin jadi penyebab pencemaran. Pertama adalah limbah
domestik yang dialirkan warga, limbah dari kapal laut yang berlabuh di Jakarta
Utara, dan limbah industri.
Untuk limbah domestik, menurut Razak kecurigaan timbul karena biasanya
kematian ikan-ikan akibat pencemaran hanya terjadi pada hari-hari libur seperti
Sabtu dan Ahad. Jadi bisa saja dari sampah warga yang berekreasi, kata Razak.
Sementara untuk limbah industri, kecurigaan timbul karena selain ada beberapa
perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai, ditemukan juga buih-buih
berwarna putih yang mengandung bahan-bahan kimia di perairan tempat
biasanya ikan-ikan ditemukan mati.
Saat ini KLHD sedang merancang sebuah peta besar yang bisa menggambarkan
arus lalu-lintas pembuangan limbah di Jakarta Utara. Diharapkan pihak KLHD,
peta tersebut akan mampu memberikan penjelasan tentang siapa yang paling
bertanggung jawab mencemari laut di Jakarta Utara.
Seperti diberitakan sebelumnya, pencemaran di laut Jakarta Utara ini sudah
menyebabkan goyahnya perekonomian para nelayan di sana. Sebagian terpaksa
tidak melaut karena untuk mendapatkan ikan kegiatan melaut saat ini harus
dilakukan jauh sampai ke laut lepas yang membutuhkan banyak biaya. Beberapa
juga terpaksa mengambil hutang pada rentenir-rentenir untuk melanjutkan
usahanya karena pendapatan yang menurun drastis sejak laut mulai tercemar.

Seorang pengusaha ikan di kawasan Kali Baru berharap pemerintah


memperhatikan masalah pencemaran ini karena menyangkut kehidupan seluruh
nelayan di Jakarta Utara.

Kesimpulan
Angka pencemaran dan kematian biota laut di Indonesia masih tinggi
dikarenakan banyaknya zat zat berbahaya dan limbah yang mencemari
permukaan laut tersebut.

TUGAS KLIPING
KESEHATAN LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :
DANIEL MEICHRISDO
0961050106

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


DEPARTEMEN KEDOKTERAN KOMUNITAS
PERIODE 06 OKTOBER 13 DESEMBER 2014
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2014

Anda mungkin juga menyukai