Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah


Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang bila mereka

dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ketika seseorang
merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia
melakukan aktivitas berpikir. Selama berpikir manusia mengkaji dan mengolah berbagai
gagasan, konsep, pengalaman dan peristiwa yang dialaminya agar ia samapai pada suatu
kesimpulan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia. Pendidikan di sekolah
sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pengembangan kemampuan
berpikir ini sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu kemampuan berpikir yang dikembangkan di
sekolah adalah kemampuan berpikir kritis. Oleh sebab itu seorang guru harus bisa memilih
model pembelajaran yang sesuai dalam menyampaikan materi pelajaran agar mampu berpikir
kritis.
Proses pembelajaran di kelas sebagian besar masih bersifat teacher center bukannya
student center sehingga pembelajaran pun hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa
memaknai informasi yang didapatkannya.
Hasil observasi pada guru IPA (Tasiwan, 2014) didapatkan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru hanya 20 % - 30 % yang mengacu pada standar proses dan karakteristik. Guru
melakukan pembelajaran tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa tentang konsep yang
akan diberikan sebagai dasar pembelajaran. Kondisi ini menyebabkan siswa tidak mampu
memproses informasi secara benar dan mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti
berpikir kritis Laporan TIMSS tahun 2009 menyatakan siswa Indonesia hanya mampu
menjawab konsep dasar atau yang bersifat hafalan tapi tidak mampu menyelesaikan soal - soal
yang memerlukan analisis.

Agar berpikir kristis menjadi optimal diperlukan suatu model yang bermakna. Menurut
Ausubel (Ivie,1998) Belajar bermakna atau Meaningful learning adalah bagian tak terpisahkan
untuk berpikir tingkat tinggi. Salah satunya adalah berpikir kritis. Pemikiran tersebut terjadi
ketika kita memahami keterkaitan antara dua atau lebih ide, lama dan baru. "Sebuah prasyarat
pertama untuk belajar bermakna," Ausubel dan Robinson (Ivie,1998) berpendapat, " bahwa
materi yang disajikan kepada peserta didik harus bisa dikaitkan dengan konsep yang pernah
dimiliki sebelumnya. Jika tidak akhirnya akan menjadi belajar hafalan. Model advance organizer
mampu mengaitkan materi pelajaran yang akan dipelajari dengan materi pelajaran berikutnya.
Model ini sangat membantu mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan dapat
menolong mereka mengingat kembali pelajaran (informasi) yang lalu serta hubungan keduanya
sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran yang diberikan. Pada saat siswa mengaitkan
antara materi pelajaran yang diketahuinya dengan materi pelajaran yang baru, saat itulah ia
berpikir aktif. Jadi advance organizer sangat tepat diberikan kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam menghubungkan materi pelajaran baru dengan materi pelajaran terdahulu.
Dalam model advance organizer siswa dirangsang untuk mengajukan pertanyaan dan
memberikan tanggapan. Sehingga diperolehlah ketrampilan berpikir tentang konsep-konsep
fisika sehingga dapat berpikir kritis secara maksimal. Dalam pandangan teori kognitivisme
pikiran individu merupakan sistem pemrosesan dan penyimpanan informasi yang dapat
dibandingkan dengan struktur konseptual suatu disiplin akademik. Ada kesesuaian antara
pengelolaan disiplin akademik dan cara individu mengolah informasi dalam pikiran mereka.
Keberhasilan pembelajaran terletak pada kebermaknaan antara struktur konsep yang dikelola
dengan konstruksi informasi baru yang muncul. Untuk kesinambungan struktur konsep akademik
dan struktur individu dalam mengelola informasi, diperlukan pengembangan pembelajaran yang
disebut model advance organizer.
Menurut Ausubel (Joyce:2009) pembelajaran bermakna merupakan suatu proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat siswa dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka. Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari
dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur

pengetahuan mereka. Model pembelajaran yang dipilih dalam meningkatkan keterampilan


berpikir kritis peserta didik

dan sains siswa dalam penelitian ini adalah pendekatan

pembelajaran advance organizer yang merupakan salah satu rumpun pemrosesan informasi.
Ausubel dalam Joyce (2009) pada dasarnya mendeskripsikan advance organizer sebagai materi
pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstraksi
dan inkluivitas ynag lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah
menjelaskan, mengintegrasi, menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan
materi yang sudah dipelajari sebelumnya (dan juga membantu pelajar membedakan materi
baru dari materi yang dipelajari sebelumnya).
Temuan Ivie (1998) menyimpulkan bahwa advance organizer mendorong siswa untuk
berpikir tingkat tinggi pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Hasil yang sama ditemukan oleh
Shihusa dan Keraro (2009) yang melaporkan bahwa kelas yang diberikan pembelajaran biologi
melalui advance organizer memiliki level motivasi lebih tinggi daripada pembelajaran
tradisional

tanpa

dapatmeningkatkan

advance

organizer.

kemampuan

Temuan Tasiwan (2012) advance

analisis-sintesis

siswa

Dalam

aspek

organizer

menguraikan,

mengkategorikan, mengidentifikasi, merumuskan pernyataan, merekonstruksi, menentukan dan


menganalisa konsep. Temuan lain oleh Oloyede (2011) menyimpulkan bahwa advance organizer
meningkatkan retensi pembelajaran kimia siswa. Penelitian Rahayu (2012) melaporkan bahwa
model advance organizer efektif meningkatkan aktivitas dan hasil belajar kimia siswa. Temuan
Babu (2013) menyimpulkan Advance Organizer lebih efektif dari konvensional karena dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Temuan Gurlit (2011) Advance Organizer dapat
mensupport skema dan dapat meningkatkan ingatan lebih lama
Materi usaha dan energy merupakan materi sederhana dan tidak sulit untuk dipelajari
siswa. Tetapi pada kenyataannya siswa terkadang mengalami kesulitan memahami materi usaha
dan energy dengan baik. Hal ini berhubungan dengan banyaknya konsep dan contoh-contoh pada
materi usaha dan energy yang dipelajari siswa hanya sekedar hafalan bukan dipelajari secara
bermakna. Selain itu model pembelajaran yang diterapkan masih menekankan pada penyampaian
informasi oleh guru, siswa hanya diajarkan menghafal konsep, prinsip, hukum dan rumus-rumus,
pemahaman yang dimiliki siswa tidak sebagai hasil pengalaman tapi transfer pengetahuan dari
guru ke siswa Pembelajaran lebih bersifat teacher-centered (Trianto, 2010). Untuk itu dengan

penggunaan model pembelajaran advance organizer, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk
mempelajari energy secara lebih bermakna bukan sekedar hafalan.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti penerapan model pembelajaran
advance organizer

dalam pembelajaran materi usaha dan energy untuk meningkatkan

pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA dengan judul Pengaruh Model
Advance Organizer Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Di SMA Medan.
1.2.

Identifikasi Masalah
1. Kemampuan berpikir kritis yang masih rendah
2. Kurangnya pemahaman konsep awal fisika
3. Cara mengajar yang masih informative dan cenderung hapalan

1.3.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang ada

pada penelitian ini adalah:


1. Bagaimana pengaruh model Advance Organizer terhadap pemahaman konsep fisika.
2. Bagaimana pengaruh model Advance Organizer terhadap Keterampilan kemempuan
berpikir kritis siswa ?
1.4.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengaruh model Advance Organizer terhadap pemahaman konsep fisika.
2. Pengaruh model Advance Organizer terhadap kemempuan berpikir kritis siswa

1.5.

Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi:
1. Peneliti, dapat memberi pengetahua n tentang pengaruh modep pembelajaran advance
organizer terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu,
dapat memberikan wawasan, pengalaman, dan bekal berharga bagi peneliti sebagai calon
guru fisika yang profesional, terutama dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran.
2. Guru, dapat memberikan informasi pemahaman konsep, sehingga dapat dijadikan sebagai
suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer.

3. Sekolah, dapat dijadikan sebagai masukan untuk mengoptimalkan pembelajaran dengan


memanfaatkan suatu model pembelajaran.
4. Sebagai bahan perbandingan dan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam mengkaji dan
membahas masalah yang relevan dengan penelitian ini
1.7 Defenisi Operasional
1. Advance organizer merupakan suatu cara belajar untuk memperoleh pengetahuan baru
yang dikaitkan dengan pengetahuan struktur kognitif siswa dan pengetahuan mereka
tentang pelajaran, serta bagaimana mengelola pengetahuan tersebut dengan baik.
2. Pemahaman konsep merupakan suatu kegiatan memahami konsep. Memahami berarti
mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan
ataupun gravis yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar computer. Prosesproses konsep dalam kategori memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan,
mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan
(Anderson dan Krathwohl, 2010). Konsep adalah suatu gagasan yang menyeluruh
mengenai hukum (prinsip, azas) atau teori yang mencakup berbagai hal yang terkandung
dalam konsep tersebut.
3. Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi
dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher 2007).
.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Pengertian Belajar


Belajar merupakan proses dasar dari perkembangan hidup manusia. Menurut Garret
(Sagala : 2011) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang berlangsung dalam waktu lama
melalui latihan atau pengalaman yang membawa adanya perubahan.
2.1.2. Teori-Teori Belajar
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan
informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama, dan merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat
menerapkan pengetahuan mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan, berusaha
dengan ide-ide. Teori ini berkembang dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari Piaget,
Vygotsky, teori pemrosesan informasi dan teori psikologi kognitif seperti teori Bruner.
Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan
ide-ide mereka sendiri dalam belajar. Guru dapat memberikan siswa anak tangga yang membawa
siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat
tangga tersebut.
2. Teori Belajar Bermakna
Ausubel Ivie: 1998) membedakan antara belajar bermakna dan belajar menghapal.
Belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru pada pengetahuan yang telah ada dalam
struktur kognitif seseorang. Jadi dalam belajar bermakna informasi baru diasimilasikan pada
sumber-sumber relevan yang telah ada dalam struktur kognitif. Pada anak-anak pembentukan
konsep merupakan proses utama untuk memperoleh konsep-konsep. Pembentukan konsep adalah
semacam belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis, pengujian hipotesis
maupun pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus.
2.2. Pemahaman Konsep
Pemahaman konsep merupakan suatu kegiatan memahami konsep. Memahami berarti
mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun
gravis yang disampaikan melalui pengajaran, buku atau layar computer. Proses-proses konsep

dalam

kategori

memahami

meliputi

menafsirkan,

mencontohkan,

mengklasifikasikan,

merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan (Anderson at al, 2010). Konsep


adalah suatu gagasan yang menyeluruh mengenai hukum (prinsip, azas) atau teori yang
mencakup berbagai hal yang terkandung dalam konsep tersebut.
Salah satu kategori dalam dimensi proses kognitif taksonomi Bloom yang dikemukakan oleh
Anderson et al., (2010) adalah memahami. Memahami berarti mengkontruksi makna dari pesanpesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan maupun grafis, yang disampaikan melalui grafis,
disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar computer. Siswa memahami ketika mereka
menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan lama mereka. proses-proses kognnitif dalam
kategori memahami meliputi menafssirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum,
menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan.
1. Menafsirkan
Menafsirkan terjadi jika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk yang
lain. Menafsirkan merupakan pengubahan kata-kata menjadi kata-kata lain, gambar menjadi
kata- kata, angka menjadi kata-kata,angka menjadi kata dan sebagainya. Nama-nama lain
adalah menerjemahkan, memparafasekan, dan mengklasifikasikan.
2. Mencontohkan
Proses kognitif mencontohkan terjadi ketika siswa memberikan contoh tentang konsep atau
prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau
prinsip umum. Nama-nama lain untuk mencontohkan adalah mengilustrikasikan dan member
contoh.
3. Mengklasifikasikan
Proseskognitif mengklasifikasikan terjadi ketiksa siswa mengetahui bahwa sesuatu (misalnya,
suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya konsep atau prinsip). Kalsifikasi
melibatkan proses medeteksi cirri-ciri atau pola-pola yang sesuai dengan konsep atau prinsip
tersebut. Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang melengkapi proses mencontohkan.
nama-nama lain dari mengklasifikasikan adalah mengkategorikan atau mengkelompokkan.
4. Merangkum
Proses kognitif meragkum terjadi ketika siswa mengemukakan suatu kalimat yang
mempresentasekan informasi yang diterima atau mengabstrakan suatu tema. Merangkum
melibatkan proses membuat ringkasan prosesmembuat ringkasan informasi, misalkan makna
suatu adegan drama, mengabstrakasikan ringkasannya, misalkan menentukan temaataupoinpoin pokoknya. Nama-nama lain dari merangkum adalah mengeneralisasi dan mengabstraksi.

5. Menyimpulkan
Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah
contohmenyipulkan terjadi ketikasiswa dapat mengabstraksi sebuah konsepatau prinsip yang
menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati cirri-ciiri setiap contoh dan menarik
hubungan diantara contoh-contoh tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif
memabndingkan seluruh contohnya. Nama-nama lain untuk menyimpulkan adalah
mengekstrapolasi, memprediksi, dan menyimpulkan.
6. Membandingkan
Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan
antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi. Membandingkan meliputi
pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan pola-pola pada suatu objek,
peristiwa, atau lain-lain. Nama-nama lainnya adalah mengontraskan, memetakan, dan
mencocokan.
7. Menjelaskan
Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan
model sebabakibat dalam sebuah system. Model ini dapat diturunkan dari teori atau
didaasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman. Penjelasanyang lengkap melibatkan
proses membuat model sebab-akibat, yang mencakup setiap bagian pokok dari suatu system
atau setiap peristiwa penting dalam rangkaian peristiwa dan proses menggunakan model ini
menentukan bagaimana perubahan pada satu bagian dalam system tadi. Nama lain dari
menjelaskan adalah membuat model.
Indikator pemahaman konsep dalam penelitian ini disesuaikan dengan enam aspek dari tujuh
memahami menurut pendapat Anderson et al., (2010) meliputi menafsirkan, memncotohkan,
mengklaisfikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan seperti
ditujukkan pada tabel 2.1:
Tabel. 2.1 Aspek dan Indikator Pemahaman Konsep
Aspek
Menfsirkan
Mengklasifikasikan
Mencontohkan
Membandingkan
Menjelaskan
Menyimpulkan

Indikator
Mengubah informasi dalam bentuk gambar atau grafik
Mendeteksi ciriciri sesuai dengan konsep
Mengabstrasikan sebuah konsep dan menerangkan contohcontoh dengan mengamati cirri-cirinya
Mendeteksi persamaan dan perbedaan
Membuat model sebab-akibat yangdidasarkan pada teori dan
hasil penelitian
Menarik kesimpulan tentang konsep serta miskonsepsi

2.3. Berpikir Kritis


2.3.1. Pengertian Berpikir Kritis

Sebagai salah satu tolak ukur dalam melaksanakan unit pendidikan nasional, ketrampilan
berpikir kritis bisa dilaksanakan di sekolah sesuai dengan kebutuhan dan karakeristik siswa. Agar
implementasi berpikir kritis bisa berjalan dengan baik, seluruh warga sekolah harus berperan
penuh untuk lebih mengefektifkan keberhasilan dalam kemampuan berpikir kritis.Strategi belajar
mengajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis bisa diusulkan untuk mencapai tujuan yang
lebih bermakna.Dengan demikian, tujuan pengajaran berpikir kritis di sekolah akan lebih
menekankan pada belajar mandiri dan kreatifitas yang bermuara pada perbaikan preoses
pendidikan di Indonesia.
Berpikir kritis adalah perimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti
mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari
sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi
kecenderungannya Dewey dalam Fisher (2007)
Kemudian Glaser (1941) dalam Fisher mendefinisikan berpikr kritis sebagai
1. Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang
berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
2. Pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis
3. Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut
4. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan
asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lain yang
diakibatkannya.
Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap
observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher 2007).
Dibalik pentingnya memiliki kemampuan berpikir kritis, terdapat beberapa
kendala dalam pelaksanaanya di dalam kelas.Salah satu dari kendala tersebut adalah
kendala budaya. Pembelajaran berbasis pemikiran kritis belum bisa dipraktekkan dengan
baik di kelas dikarenakan kendala budaya dan kebiasaan belajar. Penelitian menyatakan

bahwa sebaik baiknya teori berpikir kritis, apabila dilakukan di kelas akan terkendala
masalah kebiasaan, perilaku dan budaya di dalam kelas. Dua kendala budaya tersebut
adalah perbedaan kekuasaan aau tanggung jawab dan individualism. Perbedaaan
kekuasaan berhubungan dengan wewenang dari guru terhadap siswa. Para siswa di
Indonesia cenderung untuk menghormati guru terlalu berlebihan seperti menerima apa
adanya hal hal yang telah disampaikan oleh guru tanpa mempertanyakan lebih lanjut.
Selain itu para siswa juga sudah merasa nyaman dengan penjelasan dari guru tanpa
mempertanyaknnya lebih mendalam.
Kendala tersebut di atas perlu segera diatasi dengan seksama.Salah satu upaya
yang bisa dilakukan adalah dengan membiasakan berpikir kritis di segala tingkatan
pendidikan di Indonesia. Di dalam kelas, seorang guru seharusnya senantiasa
mengembangkan pertanyaan yang mendukung siswa untuk berpikir kritis. Pertanyaan
pertanyaan seperti ini secara tidak langsung bisa menumbuhkan dan mengembangkan
cara pemikiran kritis para siswa. Selain dari itu, strategi pengajaran berbasis pemikiran
kritis ini bisa lebih bermakna jika dihubungkan dengan usia mental para siswa.
2.2.2. Indikator Berpikir Kritis
Dari masing-masing kelompok keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi
menjadi sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan
dalam tabel berikut:
3. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis(1996)
Keterampilan

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis

Berpikir Kritis

1. Memberikan

Aspek
a. Mengidentifikasi atau memformulasikan

Penjelasan dasar

suatu pertanyaan.
1. Memfokuskan
pertanyaan

b. Mengidentifikasi atau memformulasikan


kriteria jawaban yang mungkin.
c. Menjaga pikiran terhadap situasi yang
sedang dihadapi.

2. Menganalisis

a. Mengidentifikasi kesimpulan

Keterampilan

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis

Berpikir Kritis

Aspek

b. Mengidentifikasi alasan yang dinyatakan


c. Mengidentifikasi alasan yang tidak
dinyatakan

argument

d. Mencari persamaan dan perbedaan


e. Mengidentifikasi dan menangani
ketidakrelevanan
f. Mencari struktur dari sebuah
pendapat/argumen
g. Meringkas

3. Bertanya dan

a. Mengapa?

menjawab
pertanyaan
klarifikasi dan
pertanyaan yang
menantang

b. Apa yang menjadi alasan utama?


c. Apa yang kamu maksud dengan?
d. Apa yang menjadi contoh?
e. Apa yang bukan contoh?
f. Bagaiamana mengaplikasikan kasus
tersebut?
g. Apa yang menjadikan perbedaannya?

Keterampilan

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis

Berpikir Kritis

Aspek
h. Apa faktanya?
i. Apakah ini yang kamu katakan?
j. Apalagi yang akan kamu katakan tentang
itu?

2. Membangun

a. Keahlian

Keterampilandasar
b. Mengurangi konflik interest
c. Kesepakatan antar sumber
4. Mempertimbangkan

d. Reputasi

apakah sumber dapat


dipercaya atau tidak?

e. Menggunakan prosedur yang ada


f. Mengetahui resiko
g. Keterampilan memberikan alasan
h. Kebiasaan berhati-hati

5. Mengobservasi dan

a. Mengurangi praduga/menyangka

mempertimbangkan
hasil observasi

b. Mempersingkat waktu antara observasi


dengan laporan
c. Laporan dilakukan oleh pengamat sendiri
d. Mencatat hal-hal yang sangat diperlukan

Keterampilan

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis

Berpikir Kritis

Aspek
e. Penguatan
f. Kemungkinan dalam penguatan
g. Kondisi akses yang baik
h. Kompeten dalam menggunakan teknologi
i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas
kriteria

3. Menyimpulkan

a. Kelas logika
6. Mendeduksi dan
mempertimbangkan

b. Mengkondisikan logika

deduksi
c. Menginterpretasikan pernyataan
7. Menginduksi dan

a. Menggeneralisasi

mempertimbangkan
hasil induksi
8. Membuat dan

b. Berhipotesis
a. Latar belakang fakta

mengkaji nilai-nilai
hasil pertimbangan

b. Konsekuensi
c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip,
hukum dan asas)
d. Mempertimbangkan alternatif
e. Menyeimbangkan, menimbang dan

Keterampilan

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis

Berpikir Kritis

Aspek
memutuskan
Ada 3 dimensi:
a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang,

9. Mendefinisikan
istilah dan
mempertimbangkan
4. Membuat

definisi

penjelasan lebih

ekspresi yang sama, operasional, contoh


dan noncontoh
b. Strategi definisi
c. Konten (isi)

lanjut
a. Alasan yang tidak dinyatakan
10.Mengidentifikasi
asumsi

b. Asumsi yang diperlukan: rekonstruksi


argumen

5. Strategi dan

a. Mendefisikan masalah

taktik
b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai
solusi permasalahan
11. Memutuskan suatu
tindakan

c. Merumuskan alternatif-alternatif untuk


solusi
d. Memutuskan hal-hal yang akan dilakukan
e. Merivew

12.Berinteraksi denga

f. Memonitor implementasi
a. Memberi label

n orang lain
b. Strategi logis

Keterampilan

Sub Keterampilan

Berpikir Kritis

Berpikir Kritis

Aspek
c. Srtrategi retorik
d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan
atau tulisan

3.2. Model Pembelajaran Advance Organizer (AO)


Ausubel dalam Joyce menjelaskan bahwa Model AO sebagai materi pengenalan yang
disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstraksi dan insklusivitas
yang lebih tinggi daripada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah menjelaskan,
mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan materi
yang telah dipelajari sebelumnya dan juga membantu pembelajar membedakan materi baru dari
materi yang telah dipelajari sebelumnya) sehingga menghasilkan belajar yang bermakna.

Struktur Pengajaran Model Pembelajaran Advance Organizer (Joyce, 2009)


Tahap pertama:

Tahap Kedua

Presentasi Advance Organizer


Mengklarifikasi tujuan-tujuan pelajaran

Persentasi Tugas atau Materi Pembelajaran


Menyajikan materi

Menyajikan organizer

Mempertahankan perhatian

Mengidentifikasi

karakteristik-karakteristik Memperjelas pengolahan menjadi

yang konklusif

Pembelajaran yang masuk akal

Member contoh-contoh
Menyajikan konteks
mengulang
Tahap Ketiga:
Memperkuat Pengolahan Kognitif
Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi integrative
Menganjurkan pembelajaran resepsi aktif
Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran. mengklarifikasi

Dengan memperhatikan permasalahan di atas salah satu model alternative yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran Advance
Organizer yang merupakan salah satu rumpun model pemrosesan informasi. Model Advance
organizer dapat memperkuat struktur kognitif dan meningkatkan penyimpanan informasi baru.
Struktur kognitif yang kuat dapat mendorong siswa meningkatkan kemampuan berpikirnya yang
lebih tinggi.
Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru
dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya serta membantu
pembelajar membedakan materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selanjutnya
Ausubel mengatakan bahwa Advance Organizer mengarahkan para siswa ke materi yang
akan mereka pelajari dan mendorong mereka untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan yang dapat digunakan untuk menanamkan pengetahuan baru (Joyce, 2009:286)

3.3. Penelitian yang Relevan


N
o
1

Nama
Babu

Tahun
2013

Topik

Hasil

Effect of Advance Organizer Model on


Achievement of Ix Standard Students in
Mathematics.

Advance Organizer
lebih

efektif

dari

konvensional karena dapat


meningkatkan hasil belajar

Oloyede

2011

matematika siswa
A Meta-analisis of Effects of the Advance Organizer
Advance

Organizers

on

Acknowledgement and Retention of


Senior
3

Keraro

2009

Secondari

School

meningkatkan retensi
Pembelajaran Kimia Siswa

(SSS)

Chemistry, Volume 3 No.2


Using Advance Organizers to Enhance Kelas
Students

Motivation

Biology.

Eurasia

in

yang

diberikan

Learning pembelajaran biologi me-

Journal

of

Mathematics, Science & Technology

lalui

advance

memiliki

level

organizer
motivasi

Nama

Tahun

Topik

Hasil

o
Education, Volume 5 No. 4.

lebih

tinggi

pembelajaran
4

Tasiwan

2014

Wachanga

2012

Tasiwan

2014

daripada
tradisional

tanpa advance organizer.


Pengaruh Advance Organizer Berbasis Untuk meningkatkan
Proyek Terhadap Kemampuan Analisis kemampuan analisissintesis siswaDalam aspek
Sintesis Siswa
menguraikan,
mengkategorikan,
mengidentifikasi,
merumuskan pernyataan,
merekonstruksi,
menentukan
dan menganalisa konsep.
Effects Of Advance Organizer Teaching The study found out that
Approach
On Secondary School there were significant
siswa yang diajarkan
Students Achievement In Chemistry In
dengan Advance Organizer
Maara District, Kenya.
Teaching Approach lebih
baik dari pada Regular
Teaching Methods (RTM)
Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam
Pembelajaran

Ipa

Model

Advance

Organizer Berbasis Proyek

kelas yang menggunakan


advance

organizer

memiliki tingkat motivasi


lebih baik dalam aspek
perhatian,
kepercayaan

Gurlit

2011

Differently
Structured
Advance
Organizers LeadTo Different Initial
Schemata And Learning Outcomes,

relevansi,
diri,

dan

kepuasan pembelajaran
Advance Organizer dapat
mensupport skema dan
dapat meningkatkan
ingatan lebih lama

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode dan Desain Penelitian
3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA X Medan. Sekolah yang dipilih mewakili
beberapa sekolah di sekitarnya.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Agustus semester ganjil Tahun 2015/2016.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA X Medan
3.2.2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling sebanyak
dua kelas, dimana kelas pertama sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 35 orang

diterapkan dengan model pembelajaran advance organizer dan kelas kedua sebagai kelas control
diterapkan dengan pembelajaran konvensional.
3.3. Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu: variable bebas dan variable
terikat.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran advance organizer,
Variabel terikatnya adalah pendekatan keterampilan proses dan kemampuan
berfikir kritis siswa pada materi pokok usaha dan energy

3.4. Jenis Penelitian


3.4.1.Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental research) yang
bertujuan untuk memperoleh informasi tentang model pembelajaran advance organizer terhadap
keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa,
3.4.2. Desain Penelitian
Penelitian ini didesain dengan menggunakan design two group pretest-postes yang meibatkan
dua kelas yang ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas control. Desain penelitian dapat
dilihat pada table 3.1.
Table 3.1. Desain Penelitian
Kelas
Eksperimen
Kontrol

Pretes
Y1
Y1

Treatmen
X1
X2

Postes
Y2
Y2

Keterangan
Y1

= pemberian tes awal (pretes)

Y2

= pemberian tes akhir (postes)

X1

= pemberian model pembelajaran advance organizer

X2

= pemberian model pembelajaran konvensional

Adapun desain penelitian untuk pengujian hipotesis adalah pada table 3.2
Table 3.2. desain penelitian untuk pengujian hipotesis
Aspek yang diukur
KPS
Berpikir Kritis
3.6. Validitas

Model pembelajaran
Model AO(B1)
Model Konvensional (B2)
A1B1
A1B2
A2B2
A2B2

3.6.1 Validitas Isi


Validitas isi adalah derajat dimana sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin
diukur. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang
sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Instrumen yang telah disusun kemudian
divaliditaskan kepada validator.
Kemudian validator diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang
hendak divalidasi dan mengoreksi item-item yang telah disusun serta memberikan perbaikan dan
masukan tentang suatu tes yang dapat menggambarkan cakupan isi yang hendak diukur.
3.6.1.2 Validitas Ramalan
Validitas ramalan dilaksanakan dengan mengujikan soal yang telah dibuat kepada siswa
sekolah lain yang sudah pernah mempelajari materi tersebut. Setelah data diperoleh maka
lakukan analisis dengan menggunakan rumusan-rumusan berikut :
a. Validitas Tes
Menurut Arikunto (2009), untuk menentukan koefisien validitas tiap item dapat digunakan
teknik korelasi product moment dengan rumus :

rxy

dimana :

r xy

N. XY ( X)( Y)

N. X

( X) 2 N. Y 2 ( Y) 2

= koefisien korelasi product moment

= jumlah responden

= nilai untuk setiap item

= jumlah total seluruh item

XY

= jumlah perkalian kelompok X dan kelompok Y

Kriteria pengujian validitas adalah setiap item valid apabila

r xy

>

r tabel

r tabel

diperoleh dari nilai kritis r product moment dengan = 0,05).

b. Reliabilitas Tes
Menurut Arikunto (2009) untuk menentukan koefisien reliabilitas dapat digunakan rumus
KR-20 yaitu :

n S 2 pq

r11
n 1
S2

dimana :

r11
= reliabilitas tes
n
= jumlah item
2
S
= varians total
p
= proporsi siswa yang menjawab item yang benar
q
= proporsi siswa yang menjawab item yang salah ( p =1- q )
Kriteria pengujian tes dinyatakan reliabel (dapat dipercaya) r hitung > rtabel pada taraf signifikan
0,05 dimana rtabel dilihat dari table kritis r product momen. Koefisien korelasi dikonsultasikan
dengan indeks sebagai berikut :
0,00-0,40 = reliabilitas rendah
0,41-0,70 = reliabilitas sedang
0,71-0,90 = reliabilitas tinggi

0,91-1,00 = reliabilitas sangat tinggi


c. Tingkat Kesukaran
Menurut Arikunto (2009), untuk menentukan tingkat kesukaran masing-masing item tes
digunakan rumus yaitu :
B
p
JS
dimana :

P
= Indeks kesukaran
B
= Banyak siswa yang menjawab soal benar
JS
= Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran tes adalah sebagai berikut :
Untuk P = 0,00 - 0,30 (soal sukar)
Untuk P = 0,30 - 0,70 (soal sedang)
Untuk P = 0,70 - 1,00 (soal mudah)
d. Daya Beda
Menurut Arikunto (2009) untuk menentukan daya beda masing-masing item tes digunakan
rumus yaitu :

dimana : D

BA BB

PA PB
JA JB
= daya pembeda

BA = jumlah benar pada kelompok atas


BB = jumlah benar pada kelompok bawah
JA

= jumlah siswa pada kelompok atas

JB

= jumlah siswa pada kelompok bawah

Adapun kriteria daya pembeda adalah sebagai berikut :


0,00<D<0,19 = jelek
0,20<D<0,39 = cukup
0,40<D<0,69 = baik
0,70<D<1,00 = baik sekali
3.5.1

Instrumen 2 tentang Pengamatan kemampuan berpikir kritis (Lembar Observasi)

Observasi adalah metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai pola berpikir dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung dan dilakukan dengan seorang pengamat. Lembaran observasi pengamatan yang
terdapat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui berpikir kritis siswa selama proses
belajar mengajar berlangsung dan memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Penilaian kemampuan berpikir kritis proses belajar siswa dilakukan dengan cara
memberikan tanda cek () pada kolom yang tersedia sesuai dengan fakta yang diamati.
2. Rumus untuk menentukan nilai berpikir kritis proses belajar siswa adalah :
skor yang diperoleh
Persentase
x100%
skor maksimum
3. Untuk menentukan tingkat kemampuan berpikir kritis dengan nilai yang dicapai adalah
menggunakan kriteria kemampuan berpikir kritis sebagai berikut
81.25 <x 100
: Sangat kritis
62.50 <x 81.25
: kritis
43.74 <x 62.50
: Cukup kritis
25.00 <x 43.74
: Kurang kritis
1.

Prosedur atau Tahap Penelitian


Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan
Berdiskusi dengan dosen pembimbing.
Melakukan observasi atau studi pendahuluan.
Melakukan wawancara dengan guru fisika tentang masalah-masalah yang dihadapi siswa
dalam belajar fisika.
2. Menyiapkan instrumen pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian. Tahap
Pelaksanaan
Menentukan kelas sampel dari populasi yang ada
Melaksanakan pretes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui

kemampuan awal siswa terhadap materi yang diajarkan sebelum diberi perlakuan.
Memberikan perlakuan kepada kedua kelas. Pada kelas eksperimen diberi perlakukan
dengan model pembelajaran problem open-inquiry dan pada kelas kontrol diberi

perlakuan dengan pembelajaran konvensional.


Melakukan pengamatan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis selama proses
pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen dengan menggunakan lembar observasi.

Memberikan postes kepada kedua kelas untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap

materi yang telah diajarkan.


Melakukan pengolahan data pretes dan postes.
Menyimpulkan hasil penelitian.

3. Tahap Akhir Penelitian


Penyusunan laporan penelitian.
Langkah-langkah dalam teknik analisa data adalah :
1. Menghitung skor mentah untuk tiap kelompok.
2. Menentukan nilai rata-rata dan simpangan baku.

Xi
n

Untuk menghitung simpangan baku (S) digunakan rumus berikut :


n Xi Xi
n(n 1)
2

Analisis Data

Gambar . Prosedur Penelitian

3.7.1. Uji Normalitas


Uji ini bertujuan untuk melihat apakah sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji yang
akan digunakan adalah uji lilliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pengamatan X1, X2,.. Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Zn dengan menggunakan
rumus :
Xi X
Zi
S
dengan :

= nilai rata-rata siswa


S = simpangan baku sampel
b. Setiap bilangan baku ini menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung
peluang F(Zi)=P(Z<Zi).
c. Menghitung proporsi, Z1, Z2,Z3,Zn yang lebih kecil atau sama dengan Zi jika proporsi
ini dinyatakan dengan S(Zi), maka :
banyaknya Z1, Z 2 ,... yang Z i
S ( Zi)
n
d. Menghitung selisih F(Zi) S(Zi), kemudian menghitung harga mutlaknya.
e. Mengambil harga paling besar dari selisih harga mutlak F(Zi) S(Zi) sebagai Lhitung.
Kriteria Pengujian :
Menerima atau menolak distribusi normal data penelitian dapatlah dibandingkan L hitung
dengan nilai kritis Ltabel yang diambil dari daftar tabel uji lilliefors dengan taraf nyata

0,05.
Jika Lhitung<Ltabel maka sampel berdistribusi normal.
Jika Lhitung>tabel maka sampel tidak berdistribusi normal.
3.7.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians untuk menguji homogenitas varians sampel menggunakan uji F
dengan rumus yang dikemukan Sudjana (2005) yaitu :

Fhitung

S1
2
S2

S12 = varians terbesar


S22 = varians terkecil
Kriteria pengujian adalah terima H0 jika : Fhitung<Ftabel dengan Ftabel(F(1/2)(n1-1,n2-2)) diperoleh dari
dimana :

daftar distribusi F dengan dk pembilang =n1-1 dan dk penyebut = n2-1 pada taraf nyata =0,1.
Jika Fhitung<Ftabel maka kedua sampel mempunyai varians yang homogen. Sebaliknya jika F hitung
>Ftabel maka kedua sampel tidak mempunyai varians yang homogen.
3.7.3. Uji Hipotesis
3.7.3.1.
Uji Kemampuan Pretes Siswa
Uji t digunakan untuk mengetahui kesamaan pemahaman awal siswa pada kedua
kelompok sampel. Hipotesis yang diuji berbentuk :

H 0 : X1 X 2
H a : X1 X 2

X1

dengan :

X2

= rata-rata hasil belajar kelas eksperimen

= rata-rata hasil belajar kelas kontrol

Apabila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesis
menggunakan uji t dengan rumus (Sudjana, 2005) yaitu:

X1 X 2
1 1
S

n1 n2

dengan S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :


S2

n1 1 S12 n2 1 S 2 2
n1 n2 2

dengan :

= distribusi t

n1

= jumlah siswa pada kelas eksperimen

n2

= jumlah siswa pada kelas kontrol

S1

S2

= varians kelas eksperimen


2

= varians kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika - t1-1/2 < t < t1-1/2 dimana t1-1/2 didapat dari daftar
distribusi t dengan dk=(n1+n2-2) (ttabel diperoleh dari daftar distribusi untuk =0.05). untuk harga t
lainnya H0 ditolak.
Jika pengolahan data menunjukkan bahwa - t1-1/2 < t < t1-1/2 , atau nilai thitung yang diperoleh
berada diantara - t1-1/2 dan t1-1/2 , maka H0 diterima.
Kesimpulan yang diambil bahwa pemahaman awal siswa pada kelas eksperimen sama dengan
pemahaman awal siswa pada kelas kontrol

3.7.3.2.

Uji Kemampuan Postes Siswa


Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui pengaruh dari suatu perlakuan yaitu model

pembelajaran Open-Inqury terhadap pemahaman konsep dan berpikir kritis siswa.


H 0 : 1 2
H a : 1 2
Menguji hipotesis bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka menggunakan uji
t dengan rumus (Sudjana, 2005) yaitu:

X1 X 2
1 1
S

n1 n2

dengan S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :


S

dengan :

2
2

n1 1 S1 n2 1 S 2

n1 n2 2

t = distribusi t
n1= jumlah siswa pada kelas eksperimen
n2= jumlah siswa pada kelas kontrol
S1

S2

= varians kelas eksperimen


2

= varians kelas kontrol

Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika - t1-1/2 < t < t1-1/2 dimana t1-1/2 didapat dari daftar
distribusi t dengan dk=(n1+n2-2) (ttabel diperoleh dari daftar distribusi untuk =0.05). untuk harga t
lainnya H0 ditolak.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran TIK Jurnal UPI: Bandung.
Anderson at al,( 2010).Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Pustaka
Pelajar : Yogyakarta

Arikunto, S., (2009), Dasar-Dasar Evaluasi PendidikanEdisi Revisi, Bumi Aksara: Jakarta
Babu, at al.,(2013), Effect of Advance Organizer Model on Achievement of Ix Standard Students
in Mathematics. International Journal of Scientific Reseach. Volume 2 Issue 9.
Departement of Education. SV University: Tirupati.
Ennis, R.H, (1996), Critical Thinking Assessment, theory in to practice, volume 32 Number 3
Summer1993, College of Education: The Shio State University.
Fisher, A. (2001), Critical Tinking An Introduction, Australia : Cambridge University Press.
Forbes, A. (2011), Scientific Process Skill, Australian Catholic University.
Gurlit at al., (2011). Differently Structured Advance Organizers LeadTo Different Initial
Schemata And Learning Outcomes,Departement of Educational Science. University of
Freiburg: Germany.
Ivie, S. D. 1998. Ausubels Learning Theory : An Approaching ToTeaching Higher Order
Thinking Skills. Educational Psychologist David Paul Ausubel. High School Journal.
Vol. 82 (1): 1 -40.
Joyce, B., dan Weil, M. (2009), Models of Teaching, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Oloyede, O.I. 2011. A Meta-analysis of Effects of the Advance Organizers on Acknowledgment
and Retention of Senior secondary School (SSS) Chemistry. International Journal
Education Science, Volume 3 No. 2.

Rahayu, S. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Advance Organizer Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pokok Bahasan Koloid. Journal of Innovative
Science Education Volume 1 No. 1.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

(Shihusa, H., and Keraro, F.N. 2009. Using Advance Organizers to Enhance Students Motivation in Learning Biology. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, Volume 5 No. 4.
Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya, Gramedia, Jakarta
Tasiwan, dkk.,(2012), Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran Ipa Model Advance
Organizer Berbasis Proyek, JPII 3 (1) (2014) 43-50, Prodi Pendidikan IPA FMIPA
UNNES Semarang.
Tasiwan, dkk.,(2014), Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran Ipa Model Advance
Organizer Berbasis Proyek, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 10 (2014) 1-8, Jurusan
Fisika FMIPA UNNES Semarang.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Kencana Prenada
Media Grup
Wachanga at al, (2013)., Effects Of Advance Organizer Teaching Approach On Secondary
School Students Achievement In Chemistry In Maara District, Kenya. A journal of
Social Science IJSSIR Vol 2(6), Faculty of Education Karatina University: Kenya.

Anda mungkin juga menyukai