PENDAHULUAN
1.1.
dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ketika seseorang
merumuskan suatu masalah, memecahkan masalah ataupun ingin memahami sesuatu, maka ia
melakukan aktivitas berpikir. Selama berpikir manusia mengkaji dan mengolah berbagai
gagasan, konsep, pengalaman dan peristiwa yang dialaminya agar ia samapai pada suatu
kesimpulan.
Pendidikan pada hakikatnya adalah untuk memanusiakan manusia. Pendidikan di sekolah
sangat berperan dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Pengembangan kemampuan
berpikir ini sangat bermanfaat bagi siswa. Salah satu kemampuan berpikir yang dikembangkan di
sekolah adalah kemampuan berpikir kritis. Oleh sebab itu seorang guru harus bisa memilih
model pembelajaran yang sesuai dalam menyampaikan materi pelajaran agar mampu berpikir
kritis.
Proses pembelajaran di kelas sebagian besar masih bersifat teacher center bukannya
student center sehingga pembelajaran pun hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghafal informasi. Siswa dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa
memaknai informasi yang didapatkannya.
Hasil observasi pada guru IPA (Tasiwan, 2014) didapatkan pembelajaran yang dilakukan
oleh guru hanya 20 % - 30 % yang mengacu pada standar proses dan karakteristik. Guru
melakukan pembelajaran tidak memperhatikan pengetahuan awal siswa tentang konsep yang
akan diberikan sebagai dasar pembelajaran. Kondisi ini menyebabkan siswa tidak mampu
memproses informasi secara benar dan mencapai kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti
berpikir kritis Laporan TIMSS tahun 2009 menyatakan siswa Indonesia hanya mampu
menjawab konsep dasar atau yang bersifat hafalan tapi tidak mampu menyelesaikan soal - soal
yang memerlukan analisis.
Agar berpikir kristis menjadi optimal diperlukan suatu model yang bermakna. Menurut
Ausubel (Ivie,1998) Belajar bermakna atau Meaningful learning adalah bagian tak terpisahkan
untuk berpikir tingkat tinggi. Salah satunya adalah berpikir kritis. Pemikiran tersebut terjadi
ketika kita memahami keterkaitan antara dua atau lebih ide, lama dan baru. "Sebuah prasyarat
pertama untuk belajar bermakna," Ausubel dan Robinson (Ivie,1998) berpendapat, " bahwa
materi yang disajikan kepada peserta didik harus bisa dikaitkan dengan konsep yang pernah
dimiliki sebelumnya. Jika tidak akhirnya akan menjadi belajar hafalan. Model advance organizer
mampu mengaitkan materi pelajaran yang akan dipelajari dengan materi pelajaran berikutnya.
Model ini sangat membantu mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan dapat
menolong mereka mengingat kembali pelajaran (informasi) yang lalu serta hubungan keduanya
sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran yang diberikan. Pada saat siswa mengaitkan
antara materi pelajaran yang diketahuinya dengan materi pelajaran yang baru, saat itulah ia
berpikir aktif. Jadi advance organizer sangat tepat diberikan kepada siswa yang mengalami
kesulitan dalam menghubungkan materi pelajaran baru dengan materi pelajaran terdahulu.
Dalam model advance organizer siswa dirangsang untuk mengajukan pertanyaan dan
memberikan tanggapan. Sehingga diperolehlah ketrampilan berpikir tentang konsep-konsep
fisika sehingga dapat berpikir kritis secara maksimal. Dalam pandangan teori kognitivisme
pikiran individu merupakan sistem pemrosesan dan penyimpanan informasi yang dapat
dibandingkan dengan struktur konseptual suatu disiplin akademik. Ada kesesuaian antara
pengelolaan disiplin akademik dan cara individu mengolah informasi dalam pikiran mereka.
Keberhasilan pembelajaran terletak pada kebermaknaan antara struktur konsep yang dikelola
dengan konstruksi informasi baru yang muncul. Untuk kesinambungan struktur konsep akademik
dan struktur individu dalam mengelola informasi, diperlukan pengembangan pembelajaran yang
disebut model advance organizer.
Menurut Ausubel (Joyce:2009) pembelajaran bermakna merupakan suatu proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif
seseorang Struktur kognitif meliputi fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi
yang telah dipelajari dan diingat siswa dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam struktur
pengetahuan mereka. Dalam proses belajar seseorang mengkonstruksi apa yang telah ia pelajari
dan mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru ke dalam struktur
pembelajaran advance organizer yang merupakan salah satu rumpun pemrosesan informasi.
Ausubel dalam Joyce (2009) pada dasarnya mendeskripsikan advance organizer sebagai materi
pengenalan yang disajikan pertama kali dalam tugas pembelajaran dan dalam tingkat abstraksi
dan inkluivitas ynag lebih tinggi dari pada tugas pembelajaran itu sendiri. Tujuannya adalah
menjelaskan, mengintegrasi, menghubungkan materi baru dalam tugas pembelajaran dengan
materi yang sudah dipelajari sebelumnya (dan juga membantu pelajar membedakan materi
baru dari materi yang dipelajari sebelumnya).
Temuan Ivie (1998) menyimpulkan bahwa advance organizer mendorong siswa untuk
berpikir tingkat tinggi pada level analisis, sintesis, dan evaluasi. Hasil yang sama ditemukan oleh
Shihusa dan Keraro (2009) yang melaporkan bahwa kelas yang diberikan pembelajaran biologi
melalui advance organizer memiliki level motivasi lebih tinggi daripada pembelajaran
tradisional
tanpa
dapatmeningkatkan
advance
organizer.
kemampuan
analisis-sintesis
siswa
Dalam
aspek
organizer
menguraikan,
penggunaan model pembelajaran advance organizer, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk
mempelajari energy secara lebih bermakna bukan sekedar hafalan.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti penerapan model pembelajaran
advance organizer
pemahaman konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa SMA dengan judul Pengaruh Model
Advance Organizer Terhadap Pemahaman Konsep dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Di SMA Medan.
1.2.
Identifikasi Masalah
1. Kemampuan berpikir kritis yang masih rendah
2. Kurangnya pemahaman konsep awal fisika
3. Cara mengajar yang masih informative dan cenderung hapalan
1.3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang ada
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Pengaruh model Advance Organizer terhadap pemahaman konsep fisika.
2. Pengaruh model Advance Organizer terhadap kemempuan berpikir kritis siswa
1.5.
Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan dapat berguna bagi:
1. Peneliti, dapat memberi pengetahua n tentang pengaruh modep pembelajaran advance
organizer terhadap pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa. Selain itu,
dapat memberikan wawasan, pengalaman, dan bekal berharga bagi peneliti sebagai calon
guru fisika yang profesional, terutama dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran.
2. Guru, dapat memberikan informasi pemahaman konsep, sehingga dapat dijadikan sebagai
suatu pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kritis siswa dengan menggunakan model pembelajaran advance organizer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
dalam
kategori
memahami
meliputi
menafsirkan,
mencontohkan,
mengklasifikasikan,
5. Menyimpulkan
Proses kognitif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah
contohmenyipulkan terjadi ketikasiswa dapat mengabstraksi sebuah konsepatau prinsip yang
menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati cirri-ciiri setiap contoh dan menarik
hubungan diantara contoh-contoh tersebut. Proses menyimpulkan melibatkan proses kognitif
memabndingkan seluruh contohnya. Nama-nama lain untuk menyimpulkan adalah
mengekstrapolasi, memprediksi, dan menyimpulkan.
6. Membandingkan
Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan
antara dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi. Membandingkan meliputi
pencarian korespondensi satu-satu antara elemen-elemen dan pola-pola pada suatu objek,
peristiwa, atau lain-lain. Nama-nama lainnya adalah mengontraskan, memetakan, dan
mencocokan.
7. Menjelaskan
Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan
model sebabakibat dalam sebuah system. Model ini dapat diturunkan dari teori atau
didaasarkan pada hasil penelitian atau pengalaman. Penjelasanyang lengkap melibatkan
proses membuat model sebab-akibat, yang mencakup setiap bagian pokok dari suatu system
atau setiap peristiwa penting dalam rangkaian peristiwa dan proses menggunakan model ini
menentukan bagaimana perubahan pada satu bagian dalam system tadi. Nama lain dari
menjelaskan adalah membuat model.
Indikator pemahaman konsep dalam penelitian ini disesuaikan dengan enam aspek dari tujuh
memahami menurut pendapat Anderson et al., (2010) meliputi menafsirkan, memncotohkan,
mengklaisfikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan, dan menjelaskan seperti
ditujukkan pada tabel 2.1:
Tabel. 2.1 Aspek dan Indikator Pemahaman Konsep
Aspek
Menfsirkan
Mengklasifikasikan
Mencontohkan
Membandingkan
Menjelaskan
Menyimpulkan
Indikator
Mengubah informasi dalam bentuk gambar atau grafik
Mendeteksi ciriciri sesuai dengan konsep
Mengabstrasikan sebuah konsep dan menerangkan contohcontoh dengan mengamati cirri-cirinya
Mendeteksi persamaan dan perbedaan
Membuat model sebab-akibat yangdidasarkan pada teori dan
hasil penelitian
Menarik kesimpulan tentang konsep serta miskonsepsi
Sebagai salah satu tolak ukur dalam melaksanakan unit pendidikan nasional, ketrampilan
berpikir kritis bisa dilaksanakan di sekolah sesuai dengan kebutuhan dan karakeristik siswa. Agar
implementasi berpikir kritis bisa berjalan dengan baik, seluruh warga sekolah harus berperan
penuh untuk lebih mengefektifkan keberhasilan dalam kemampuan berpikir kritis.Strategi belajar
mengajar menggunakan ketrampilan berpikir kritis bisa diusulkan untuk mencapai tujuan yang
lebih bermakna.Dengan demikian, tujuan pengajaran berpikir kritis di sekolah akan lebih
menekankan pada belajar mandiri dan kreatifitas yang bermuara pada perbaikan preoses
pendidikan di Indonesia.
Berpikir kritis adalah perimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti
mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari
sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi
kecenderungannya Dewey dalam Fisher (2007)
Kemudian Glaser (1941) dalam Fisher mendefinisikan berpikr kritis sebagai
1. Suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang
berada dalam jangkauan pengalaman seseorang.
2. Pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis
3. Semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut
4. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan
asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lain yang
diakibatkannya.
Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap
observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi (Fisher 2007).
Dibalik pentingnya memiliki kemampuan berpikir kritis, terdapat beberapa
kendala dalam pelaksanaanya di dalam kelas.Salah satu dari kendala tersebut adalah
kendala budaya. Pembelajaran berbasis pemikiran kritis belum bisa dipraktekkan dengan
baik di kelas dikarenakan kendala budaya dan kebiasaan belajar. Penelitian menyatakan
bahwa sebaik baiknya teori berpikir kritis, apabila dilakukan di kelas akan terkendala
masalah kebiasaan, perilaku dan budaya di dalam kelas. Dua kendala budaya tersebut
adalah perbedaan kekuasaan aau tanggung jawab dan individualism. Perbedaaan
kekuasaan berhubungan dengan wewenang dari guru terhadap siswa. Para siswa di
Indonesia cenderung untuk menghormati guru terlalu berlebihan seperti menerima apa
adanya hal hal yang telah disampaikan oleh guru tanpa mempertanyakan lebih lanjut.
Selain itu para siswa juga sudah merasa nyaman dengan penjelasan dari guru tanpa
mempertanyaknnya lebih mendalam.
Kendala tersebut di atas perlu segera diatasi dengan seksama.Salah satu upaya
yang bisa dilakukan adalah dengan membiasakan berpikir kritis di segala tingkatan
pendidikan di Indonesia. Di dalam kelas, seorang guru seharusnya senantiasa
mengembangkan pertanyaan yang mendukung siswa untuk berpikir kritis. Pertanyaan
pertanyaan seperti ini secara tidak langsung bisa menumbuhkan dan mengembangkan
cara pemikiran kritis para siswa. Selain dari itu, strategi pengajaran berbasis pemikiran
kritis ini bisa lebih bermakna jika dihubungkan dengan usia mental para siswa.
2.2.2. Indikator Berpikir Kritis
Dari masing-masing kelompok keterampilan berpikir kritis di atas, diuraikan lagi
menjadi sub-keterampilan berpikir kritis dan masing-masing indikatornya dituliskan
dalam tabel berikut:
3. Aspek Keterampilan Berpikir Kritis menurut Ennis(1996)
Keterampilan
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis
Berpikir Kritis
1. Memberikan
Aspek
a. Mengidentifikasi atau memformulasikan
Penjelasan dasar
suatu pertanyaan.
1. Memfokuskan
pertanyaan
2. Menganalisis
a. Mengidentifikasi kesimpulan
Keterampilan
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis
Berpikir Kritis
Aspek
argument
3. Bertanya dan
a. Mengapa?
menjawab
pertanyaan
klarifikasi dan
pertanyaan yang
menantang
Keterampilan
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis
Berpikir Kritis
Aspek
h. Apa faktanya?
i. Apakah ini yang kamu katakan?
j. Apalagi yang akan kamu katakan tentang
itu?
2. Membangun
a. Keahlian
Keterampilandasar
b. Mengurangi konflik interest
c. Kesepakatan antar sumber
4. Mempertimbangkan
d. Reputasi
5. Mengobservasi dan
a. Mengurangi praduga/menyangka
mempertimbangkan
hasil observasi
Keterampilan
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis
Berpikir Kritis
Aspek
e. Penguatan
f. Kemungkinan dalam penguatan
g. Kondisi akses yang baik
h. Kompeten dalam menggunakan teknologi
i. Kepuasan pengamat atas kredibilitas
kriteria
3. Menyimpulkan
a. Kelas logika
6. Mendeduksi dan
mempertimbangkan
b. Mengkondisikan logika
deduksi
c. Menginterpretasikan pernyataan
7. Menginduksi dan
a. Menggeneralisasi
mempertimbangkan
hasil induksi
8. Membuat dan
b. Berhipotesis
a. Latar belakang fakta
mengkaji nilai-nilai
hasil pertimbangan
b. Konsekuensi
c. Mengaplikasikan konsep ( prinsip-prinsip,
hukum dan asas)
d. Mempertimbangkan alternatif
e. Menyeimbangkan, menimbang dan
Keterampilan
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis
Berpikir Kritis
Aspek
memutuskan
Ada 3 dimensi:
a. Bentuk : sinonim, klarifikasi, rentang,
9. Mendefinisikan
istilah dan
mempertimbangkan
4. Membuat
definisi
penjelasan lebih
lanjut
a. Alasan yang tidak dinyatakan
10.Mengidentifikasi
asumsi
5. Strategi dan
a. Mendefisikan masalah
taktik
b. Memilih kriteria yang mungkin sebagai
solusi permasalahan
11. Memutuskan suatu
tindakan
12.Berinteraksi denga
f. Memonitor implementasi
a. Memberi label
n orang lain
b. Strategi logis
Keterampilan
Sub Keterampilan
Berpikir Kritis
Berpikir Kritis
Aspek
c. Srtrategi retorik
d. Mempresentasikan suatu posisi, baik lisan
atau tulisan
Tahap Kedua
Menyajikan organizer
Mempertahankan perhatian
Mengidentifikasi
yang konklusif
Member contoh-contoh
Menyajikan konteks
mengulang
Tahap Ketiga:
Memperkuat Pengolahan Kognitif
Menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi integrative
Menganjurkan pembelajaran resepsi aktif
Membangkitkan pendekatan kritis pada mata pelajaran. mengklarifikasi
Dengan memperhatikan permasalahan di atas salah satu model alternative yang dapat
digunakan dalam proses pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran Advance
Organizer yang merupakan salah satu rumpun model pemrosesan informasi. Model Advance
organizer dapat memperkuat struktur kognitif dan meningkatkan penyimpanan informasi baru.
Struktur kognitif yang kuat dapat mendorong siswa meningkatkan kemampuan berpikirnya yang
lebih tinggi.
Tujuannya adalah menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru
dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari sebelumnya serta membantu
pembelajar membedakan materi baru dari materi yang telah dipelajari sebelumnya. Selanjutnya
Ausubel mengatakan bahwa Advance Organizer mengarahkan para siswa ke materi yang
akan mereka pelajari dan mendorong mereka untuk mengingat kembali informasi yang
berhubungan yang dapat digunakan untuk menanamkan pengetahuan baru (Joyce, 2009:286)
Nama
Babu
Tahun
2013
Topik
Hasil
Advance Organizer
lebih
efektif
dari
Oloyede
2011
matematika siswa
A Meta-analisis of Effects of the Advance Organizer
Advance
Organizers
on
Keraro
2009
Secondari
School
meningkatkan retensi
Pembelajaran Kimia Siswa
(SSS)
Motivation
Biology.
Eurasia
in
yang
diberikan
Journal
of
lalui
advance
memiliki
level
organizer
motivasi
Nama
Tahun
Topik
Hasil
o
Education, Volume 5 No. 4.
lebih
tinggi
pembelajaran
4
Tasiwan
2014
Wachanga
2012
Tasiwan
2014
daripada
tradisional
Ipa
Model
Advance
organizer
Gurlit
2011
Differently
Structured
Advance
Organizers LeadTo Different Initial
Schemata And Learning Outcomes,
relevansi,
diri,
dan
kepuasan pembelajaran
Advance Organizer dapat
mensupport skema dan
dapat meningkatkan
ingatan lebih lama
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode dan Desain Penelitian
3.1.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA X Medan. Sekolah yang dipilih mewakili
beberapa sekolah di sekitarnya.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Agustus semester ganjil Tahun 2015/2016.
3.2. Populasi dan Sampel Penelitian
3.2.1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa SMA X Medan
3.2.2. Sampel Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling sebanyak
dua kelas, dimana kelas pertama sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 35 orang
diterapkan dengan model pembelajaran advance organizer dan kelas kedua sebagai kelas control
diterapkan dengan pembelajaran konvensional.
3.3. Variabel Penelitian
Variable dalam penelitian ini terbagi atas dua jenis yaitu: variable bebas dan variable
terikat.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah model pembelajaran advance organizer,
Variabel terikatnya adalah pendekatan keterampilan proses dan kemampuan
berfikir kritis siswa pada materi pokok usaha dan energy
Pretes
Y1
Y1
Treatmen
X1
X2
Postes
Y2
Y2
Keterangan
Y1
Y2
X1
X2
Adapun desain penelitian untuk pengujian hipotesis adalah pada table 3.2
Table 3.2. desain penelitian untuk pengujian hipotesis
Aspek yang diukur
KPS
Berpikir Kritis
3.6. Validitas
Model pembelajaran
Model AO(B1)
Model Konvensional (B2)
A1B1
A1B2
A2B2
A2B2
rxy
dimana :
r xy
N. XY ( X)( Y)
N. X
( X) 2 N. Y 2 ( Y) 2
= jumlah responden
XY
r xy
>
r tabel
r tabel
b. Reliabilitas Tes
Menurut Arikunto (2009) untuk menentukan koefisien reliabilitas dapat digunakan rumus
KR-20 yaitu :
n S 2 pq
r11
n 1
S2
dimana :
r11
= reliabilitas tes
n
= jumlah item
2
S
= varians total
p
= proporsi siswa yang menjawab item yang benar
q
= proporsi siswa yang menjawab item yang salah ( p =1- q )
Kriteria pengujian tes dinyatakan reliabel (dapat dipercaya) r hitung > rtabel pada taraf signifikan
0,05 dimana rtabel dilihat dari table kritis r product momen. Koefisien korelasi dikonsultasikan
dengan indeks sebagai berikut :
0,00-0,40 = reliabilitas rendah
0,41-0,70 = reliabilitas sedang
0,71-0,90 = reliabilitas tinggi
P
= Indeks kesukaran
B
= Banyak siswa yang menjawab soal benar
JS
= Jumlah seluruh siswa peserta tes
Klasifikasi indeks kesukaran tes adalah sebagai berikut :
Untuk P = 0,00 - 0,30 (soal sukar)
Untuk P = 0,30 - 0,70 (soal sedang)
Untuk P = 0,70 - 1,00 (soal mudah)
d. Daya Beda
Menurut Arikunto (2009) untuk menentukan daya beda masing-masing item tes digunakan
rumus yaitu :
dimana : D
BA BB
PA PB
JA JB
= daya pembeda
JB
Observasi adalah metode atau cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai pola berpikir dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara
langsung dan dilakukan dengan seorang pengamat. Lembaran observasi pengamatan yang
terdapat dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui berpikir kritis siswa selama proses
belajar mengajar berlangsung dan memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Penilaian kemampuan berpikir kritis proses belajar siswa dilakukan dengan cara
memberikan tanda cek () pada kolom yang tersedia sesuai dengan fakta yang diamati.
2. Rumus untuk menentukan nilai berpikir kritis proses belajar siswa adalah :
skor yang diperoleh
Persentase
x100%
skor maksimum
3. Untuk menentukan tingkat kemampuan berpikir kritis dengan nilai yang dicapai adalah
menggunakan kriteria kemampuan berpikir kritis sebagai berikut
81.25 <x 100
: Sangat kritis
62.50 <x 81.25
: kritis
43.74 <x 62.50
: Cukup kritis
25.00 <x 43.74
: Kurang kritis
1.
1. Tahap Persiapan
Berdiskusi dengan dosen pembimbing.
Melakukan observasi atau studi pendahuluan.
Melakukan wawancara dengan guru fisika tentang masalah-masalah yang dihadapi siswa
dalam belajar fisika.
2. Menyiapkan instrumen pengumpul data yang akan digunakan dalam penelitian. Tahap
Pelaksanaan
Menentukan kelas sampel dari populasi yang ada
Melaksanakan pretes kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui
kemampuan awal siswa terhadap materi yang diajarkan sebelum diberi perlakuan.
Memberikan perlakuan kepada kedua kelas. Pada kelas eksperimen diberi perlakukan
dengan model pembelajaran problem open-inquiry dan pada kelas kontrol diberi
Memberikan postes kepada kedua kelas untuk mengetahui hasil belajar siswa terhadap
Xi
n
Analisis Data
0,05.
Jika Lhitung<Ltabel maka sampel berdistribusi normal.
Jika Lhitung>tabel maka sampel tidak berdistribusi normal.
3.7.2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians untuk menguji homogenitas varians sampel menggunakan uji F
dengan rumus yang dikemukan Sudjana (2005) yaitu :
Fhitung
S1
2
S2
daftar distribusi F dengan dk pembilang =n1-1 dan dk penyebut = n2-1 pada taraf nyata =0,1.
Jika Fhitung<Ftabel maka kedua sampel mempunyai varians yang homogen. Sebaliknya jika F hitung
>Ftabel maka kedua sampel tidak mempunyai varians yang homogen.
3.7.3. Uji Hipotesis
3.7.3.1.
Uji Kemampuan Pretes Siswa
Uji t digunakan untuk mengetahui kesamaan pemahaman awal siswa pada kedua
kelompok sampel. Hipotesis yang diuji berbentuk :
H 0 : X1 X 2
H a : X1 X 2
X1
dengan :
X2
Apabila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji hipotesis
menggunakan uji t dengan rumus (Sudjana, 2005) yaitu:
X1 X 2
1 1
S
n1 n2
n1 1 S12 n2 1 S 2 2
n1 n2 2
dengan :
= distribusi t
n1
n2
S1
S2
Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika - t1-1/2 < t < t1-1/2 dimana t1-1/2 didapat dari daftar
distribusi t dengan dk=(n1+n2-2) (ttabel diperoleh dari daftar distribusi untuk =0.05). untuk harga t
lainnya H0 ditolak.
Jika pengolahan data menunjukkan bahwa - t1-1/2 < t < t1-1/2 , atau nilai thitung yang diperoleh
berada diantara - t1-1/2 dan t1-1/2 , maka H0 diterima.
Kesimpulan yang diambil bahwa pemahaman awal siswa pada kelas eksperimen sama dengan
pemahaman awal siswa pada kelas kontrol
3.7.3.2.
X1 X 2
1 1
S
n1 n2
dengan :
2
2
n1 1 S1 n2 1 S 2
n1 n2 2
t = distribusi t
n1= jumlah siswa pada kelas eksperimen
n2= jumlah siswa pada kelas kontrol
S1
S2
Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika - t1-1/2 < t < t1-1/2 dimana t1-1/2 didapat dari daftar
distribusi t dengan dk=(n1+n2-2) (ttabel diperoleh dari daftar distribusi untuk =0.05). untuk harga t
lainnya H0 ditolak.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Advance Organizer untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran TIK Jurnal UPI: Bandung.
Anderson at al,( 2010).Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Pustaka
Pelajar : Yogyakarta
Arikunto, S., (2009), Dasar-Dasar Evaluasi PendidikanEdisi Revisi, Bumi Aksara: Jakarta
Babu, at al.,(2013), Effect of Advance Organizer Model on Achievement of Ix Standard Students
in Mathematics. International Journal of Scientific Reseach. Volume 2 Issue 9.
Departement of Education. SV University: Tirupati.
Ennis, R.H, (1996), Critical Thinking Assessment, theory in to practice, volume 32 Number 3
Summer1993, College of Education: The Shio State University.
Fisher, A. (2001), Critical Tinking An Introduction, Australia : Cambridge University Press.
Forbes, A. (2011), Scientific Process Skill, Australian Catholic University.
Gurlit at al., (2011). Differently Structured Advance Organizers LeadTo Different Initial
Schemata And Learning Outcomes,Departement of Educational Science. University of
Freiburg: Germany.
Ivie, S. D. 1998. Ausubels Learning Theory : An Approaching ToTeaching Higher Order
Thinking Skills. Educational Psychologist David Paul Ausubel. High School Journal.
Vol. 82 (1): 1 -40.
Joyce, B., dan Weil, M. (2009), Models of Teaching, Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Oloyede, O.I. 2011. A Meta-analysis of Effects of the Advance Organizers on Acknowledgment
and Retention of Senior secondary School (SSS) Chemistry. International Journal
Education Science, Volume 3 No. 2.
Rahayu, S. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran Advance Organizer Untuk Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Siswa Pokok Bahasan Koloid. Journal of Innovative
Science Education Volume 1 No. 1.
Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
(Shihusa, H., and Keraro, F.N. 2009. Using Advance Organizers to Enhance Students Motivation in Learning Biology. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, Volume 5 No. 4.
Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya, Gramedia, Jakarta
Tasiwan, dkk.,(2012), Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran Ipa Model Advance
Organizer Berbasis Proyek, JPII 3 (1) (2014) 43-50, Prodi Pendidikan IPA FMIPA
UNNES Semarang.
Tasiwan, dkk.,(2014), Analisis Tingkat Motivasi Siswa Dalam Pembelajaran Ipa Model Advance
Organizer Berbasis Proyek, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 10 (2014) 1-8, Jurusan
Fisika FMIPA UNNES Semarang.
Trianto, (2009), Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Kencana Prenada
Media Grup
Wachanga at al, (2013)., Effects Of Advance Organizer Teaching Approach On Secondary
School Students Achievement In Chemistry In Maara District, Kenya. A journal of
Social Science IJSSIR Vol 2(6), Faculty of Education Karatina University: Kenya.