Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN CASE

Disusun oleh:
Atifatur Rachmania S.Ked
Atia Julika, S.Ked
M. Albie, S.Ked
Indah Fitri N, S.Ked

04084811416073
04111001010
04111401011
04111401056

Pembimbing:
Drg. Silviana

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

BAB I
REKAM MEDIK
1.1

Identifikasi Pasien
Nama
Tempat Tanggal Lahir
Umur
Suku
Jenis Kelamin
Status Perkawinan

: Misyati binti H.Ahmad Marzuki


: Palembang, 14 Agustus 1953
: 61 tahun
: Palembang
: Perempuan
: Kawin

Agama
Alamat
Telpon/Hp
Pekerjaan
Kebangsaan
Peserta Asuransi
1.2

: Islam
: Kalidoni
:: Ibu Rumah Tangga
: Indonesia
: BPJS

Anamnesis
a. Keluhan Utama :
Terdapat plak berwarna putih yang melapisi lidah
b. Riwayat Perjalanan Penyakit :
1 bulan SMRS, pasien mengeluh terdapat plak berwarna putih yang melapisi
lidah. Pasien kesulitan untuk membersihkan plak tersebut. Pasien mengeluh
terdapat rasa terbakar pada lidah dan daya pengecapan dirasakan berkurang.
Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhan ini sebelumnya.
Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dengan diagnosis Ganggren pedis
dextra, HHD kompensata, Hipertensi stage 2, dan Diabetes Melitus tipe 2
normoweight uncontrolled dan di konsulkan ke Poliklinik gigi dan mulut RSMH
karena keluhannya tersebut.
c. Keluhan Tambahan : d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik :
Penyakit atau Kelainan Sistemik
Alergi : debu, dingin
Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsy

Ada

Disangkal

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya :


Tambal gigi : Cabut gigi
:Trauma : Skeling : Gigi palsu
:Alat ortodonti : -

f.
1.3

Riwayat Kebiasaan
Pasien menyikat gigi 1-2x sehari pada pagi hari saat mandi pagi dan kadangkadang pada malam hari sebelum tidur.
Pasien mengunyah makanan pada sisi sebelah kanan

Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1. Keadaan Umum Pasien : tampak sehat dan compos mentis
2. Berat Badan : 65 kg
3. Tinggi Badan : 155 cm
4. Vital Sign
- Nadi : 84x/menit, isi dan tegangan cukup
- TD : 130/80 mmHg
- RR : 18x/menit
- T : 36,7 0C
b. Pemeriksaan Ekstraoral
Wajah : Simetris
Bibir
: Simetris
KGB submandibula
: Tidak teraba
TMJ
: Clicking sound (-)
c. Pemeriksaan Intraoral
- Mukosa bukal
- Mukosa labial
- Palatum
- Lidah
- Dasar mulut
- Gingiva
- Plak
- Kalkulus
-

Stain
Kelainan gigi

: tidak ada kelainan


: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: terdapat plak putih pada dorsum dan lateral lidah
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: tidak ada
: ada, di semua regio anterior dan posterior
rahang atas dan rahang bawah.
: tidak ada
: missing teeth (+), 46 dan 47

d. Status Lokalis
Tampak:
- Karies : 15,12
- Radiks : 16,14,24,25,28

Gigi tampak depan

Rahang atas

Rahang bawah

Lidah

Gigi

Lesi

Sondase

CE

Perkusi

Palpasi

Diagnosis

16

radiks

radiks

15

D3 oklusal

Karies Enamel

14

radiks

Radiks

12

D3 oklusal
D3 bukal

Karies Enamel

24
25
28

radiks
radiks
radiks

+
+
+

Radiks
Radiks
Radiks

Terapi

Pro Ekstrasi, pro


Konservasi dan
Dental Health
Education

e. Temuan Masalah
- Suspek kandidiasis oral
- Karies D3 pada gigi 15 dan 12 D/Karies Enamel.
- Radiks pada gig 16, 14, 24, 25, dan 28.
- Kalkulus di semua regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah
f. Perencanaan Terapi
- Pro Radiologi
: Panoramik
- Dental Health Education
- Pro Ekstraksi
- Pro Konservasi
- Pro scalling
- Pro swab lidah
g. Prognosis
- Quo ad Vitam
- Quo ad fungsionam

: Dubia ad bonam.
: Dubia ad bonam.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI GIGI
Bagian-bagian gigi
Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas beberapa bagian.
Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi:
a.

Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang

b.

dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.


Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi sehingga

c.

dapat dilihat.
Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

Anatomi gigi normal


Struktur Jaringan Gigi
Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan pembentuk
gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa
1. Email
Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal dari epitel
(ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh manusia dan paling banyak
mengandung kalsium fosfat dalam bentuk Kristal apatit (96%).

Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi bergantung kepada


warna dentin di bawah email, ketebalan email, dan banyaknya stain pada email.
Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal atau insisal dan makin
menipis mendekati pertautannya dengan sementum.
2. Dentin
Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak di bawah
email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di daerah akar ditutupi oleh
sementum. Secara internal, dentin membentuk dinding rongga pulpa.
Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan yang telah
mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya lebih keras karena kadar
garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi apatit. Zat antar sel organik
(20%) terutama terdiri atas serat-serat kolagen dan glikosaminoglikan, yang disintesis
oleh sel yang disebut odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel yang terletak di
pinggir pulpa menghadap permukaan dalam dentin.
Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion hidrogen.
Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan diteruskan olehnya ke
serat saraf di dalam pulpa.
3. Pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Pulpa berisi
pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari pulpa adalah mengatur nutrisi/
makanan agar gigi tetap hidup, menerima rangsang, membentuk dentin baru bila ada
rangsangan panas, kimia, tekanan, atau bakteri yang dikenal dengan dentin sekunder.
Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
a. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah
korona gigi dan selalu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai
kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi
ukuran dari rongga pulpa.
b. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
c. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar
gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi
sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.
d. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar
berupa suatu lubang kecil.
e. Supplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu
foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat
apikalnya yang disebut multiple foramina/ supplementary canal.

f. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihubungkan dengan
ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu saluran
pulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah
mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.
Jaringan Pendukung Gigi
Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di dalam mulut
yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat komponen, yaitu sementum, gusi,
tulang alveolar, dan ligamen periodontal.
1. Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar. Bila ada
rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/ penyerapan sel-sel
sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk
jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah luar.
2. Gingiva
Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan tulang
rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang bawah. Fungsi gingival
adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan terhadap lingkungan rongga mulut.
Gingiva sehat biasanya berwarna merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak
mudah berdarah dan tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh darah
sehingga sangat sensitif terhadap trauma atau luka. Secara anatomi, gingiva dibagi
atas tiga daerah :
a.

Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva yang


mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung pada gigi, biasa

b.

juga disebut juga dengan free gingiva.


Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan disebut juga

c.

mukosa fungsional.
Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang
interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

3. Ligamentum Periodontal
Ligamentum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang mengelilingi
akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan tulang gigi dengan tulang
alveolar). Ligamen periodontal merupakan lanjutan jaringan gingiva yang
berhubungan dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler. Fungsinya
seperti bantalan yang dapat menopang gigi dan menyerap beban yang mengenai gigi.
4. Tulang alveolar

Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yang mencakup tulang rahang
secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yang berfungsi membentuk dan
mendukung soket (alveoli) gigi.
Bentuk-bentuk Gigi Permanen
Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di tiap
rahang terdapat:
a.

Empat gigi depan (gigi insisivus) Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang lebar
untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar daripada

b.

gigi yang bawah.


Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat dan

c.

menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar.


Empat gigi pre-molar/ gigi molar kecil Mahkotanya bulat hampir seperti bentuk
kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di sebelah lidah.

d.

Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, beberapa mempunyai dua akar.
Enam gigi molar Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam mulut
digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota
persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima
tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang
bawah mempunyai dua akar.

Gigi Permanen
Aspek pada gigi permanen
Macam-macam aspek pada gigi permanen:
Aspek incisal
Aspek oklusal
Aspek labial
Aspek radix

: tepi gigitan gigi geligi depan


: permukaan gigit.
: permukaan luar gigi geligi depan yang berkontak dengan
bibir.
: bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang

Aspek palatal

oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibulla.


: permukaan dalam gigi geligi atas yang berkontak dengan

Aspek bukal

palatum. Digunakan juga istilah lingual.


: permukaan gigi geligi belakang.

Aspek mesial

: permukaan proksimal gigi yang lebih dekat ke garis

tengah.
Aspek distal
: bagian gigi yang terjauh dari garis tengah.
Aspek lingual
: permukaan dalam gigi yang berkontak dengan lidah.
Aspek proksimal : permukaan gigi yang berkontak dengan gigi
tetangganya, biasa disebut permukaan distal.
2.2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA
Sendi temporomandibula terdiri atas artikulasi (persendian) yang terbentuk dari
fossa mandibularis ossis temporalis dan processus condylaris mandibula. Permukaan
artikuler yang cekung dari temporal dibatasi dibagian anterior oleh eminentia
articularis yang cembung. Diantara struktur tulang tersebut terdapat discus articularis
yang melekat erat pada kutub lateral dan medial processus condylaris, sementara
bagian posterior dari perlekatan tersebut bersifat elastis untuk memungkinkan
pergeseran kedepan bersama dengan processus condylaris. Pada bagian anterior, discus
articularis bersambung dengan fascia pterygoideus lateralis dan kapsula sendi. Kapsula
sendi ini dibagian lateral diperkuat oleh ligamentum temporomandibulais lateralis,
yang berfungsi untuk membatasi gerak satuan discus articularis-processus condylaris.
Rongga sendi superior dan inferior, yang dipisahkan discus articularis dan berada
dalam kapsula sendi, dilapisi oleh jaringan synovial yang menghasilkan cairan yang
dibutuhkan untuk pelumasan permukaan persendian. Otot mastikasi terdiri dari m.
masseter, m. temporalis, m. pterygoideus medialis, dan m. pterigoideus lateralis. Selain
itu terdapat m. digastricus yang juga berperan dalam fungsi mandibula.
Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula didapat

dari

n.

auriculotemporalis dan n. masseter cabang dari n. mandibularis. Jaringan pembuluh


darah untuk sendi berasal dari a. temporalis superficial cabang dari a. carotis interna.

Anatomi sendi temporomandibula: A. saat posisi rahang terutup, processus condylaris mandibula menempati posisis
sentral dari fossa mandibularis ossis temporalis; B. saat membuka rahang, processus condylaris mandibula bergerak
menuju eminentia articularis.

2.3 FISIOLOGI SENDI TEMPORO MANDIBULA

M. pterigoideus lateralis pars superior pada prinsipnya bersifat pasif, dan


berkontraksi hanya pada penutupan paksa saja. Kontraksi m. pterigoideus lateralis
inferior terjadi selama pergerakan membuka mulut dan mengakibatkan pergeseran
processus condylaris ke anterior. Selain itu m. pterigoideus lateralis pars inferior juga
berfungsi dalam pergerakan mandibula ke lateral dan protusi dari mandibula.
Kerjasama antara sendi pada kedua sisi memungkinkan diperolehnya rentang gerakan
mandibula yang menyeluruh. M. masseter menyebabkan elevasi dan protusi dari
mandibula serta berperan dalam proses mengunyah yang efektif. M. temporalis
memiliki fungsi utama untuk elevasi dan retrusi dari mandibula. M. pterigoideus
medialis berfungsi untuk elevasi, protusi dan pergerakan mandibula ke lateral.
Sedangkan m. digastricus berperan dalam gerakan mandibula ke belakang dan dalam
proses mengunyah.

Setiap gerakan mandibula berawal dari posisi interkuspasi maksimal dan berakhir
pada posisi itu pula, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu: 1. Fase
membuka, saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun. 2.
Fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak
pertama antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 3. Fase oklusi, yaitu saat
mandibula kembali ke posisi interkuspasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya
kontak gigi-geligi bawah dan gigi geligi atas.
Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh
panduan yang diberikan oleh gesekan kontak antara gigi-geligi bawah dan atas setelah
dicapai kontak pertama antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut (fase 3). Hanya bila
gesekan kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior

posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu gigi, maka
gesekan konak tersebut akan menjadi tidak lancar dan mungkin akan membuat
mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal, sehingga possi akhir
yang dicapainya juga akan menyimpang dari normal. Apabila penyimpangan ini
berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri yang
diikuti oleh diskus artikularnya.
2.4 DIABETES MELITUS
Definisi
Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah
gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan
gula darah yang tingginya sudah membahayakan.
Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh
kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar
menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut
glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh
menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin
dengan tepat terjadilah diabetes.
Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar
gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun begitu,
penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi
seperti kebutaan dan stroke.
Etiologi
Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi
umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor
herediter memegang peranan penting.
a.

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)


Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille
Diabetes,

yang

gangguan

ini

ditandai

dengan

adanya

hiperglikemia

(meningkatnya kadar gula darah).


Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh
karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan)
misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan

dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.


Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulaupulau langerhans
pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon
autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor
herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini.
b.

Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)


Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya
NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan
bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80%
klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin
untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup
menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin
menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien
dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan
utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder
berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM
tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal
tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang
berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat
badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila
ditemukan peningkatan gula darah.

Epidemologi
Menurut data terkini dari International Diabetes Federation (IDF), seramai 285
juta orang di seluruh dunia menghidap diabetes. Angka ini dikemukakan pada 20th
World Diabetes Congress di Montreal, Canada. Hanya di asia tenggara sahaja seramai
59 juta orang menghidap diabetes. Dari pada jumlah itu Indonesia merupakan salah
satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu seramai 7 juta orang.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4
terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM). Sementara di Medan sendiri
menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner.
Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan
diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar
30% yang datang berobat teratur.

Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi. Penyakit DM di


Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan penderita
terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding dengan
jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau yang lainnya kata.
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta
pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian
penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang
segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di
Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar
dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian
di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%.
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti
akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes
Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM.
Faktor Resiko
1.
2.
3.

Kedua orang tuanya pernah menderita DM.


Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali.
Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

Klasifikasi
American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi
berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun
2010. Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya :
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)
2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)
3. Diabetes Autoimun Fase Laten
4. Maturity-Onset diabetes of youth
5. Lain-lain sebab.
Patofisiologi
a.

DM Tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan

insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini
menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul
glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera
makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan
sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton
yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya
ketoasidosis.
b.

DM Tipe II
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor
kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak
dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan.Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II.

Manifestasi Klinis
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel
menyebabkan

hiperglikemia

sehingga

serum

plasma

meningkat

atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau


cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).
b. Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari
dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan
seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).
c. Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin
maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.
Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan
dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan
menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan
secara otomatis.
e. Malaise atau kelemahan.

Diagnosa
Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c),
kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral.
The American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua
kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan
sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah
kadar glukosa darah sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa
poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari
diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan
diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55%.
Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana
pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban
75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa
darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal
sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa.
American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa
darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL.
Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk
diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah
minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah.

Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral
untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif.
Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai
penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan
kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:
a. Perencanaan Makanan
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik
yaitu :
1. Karbohidrat sebanyak 60 70 %
2. Protein sebanyak 10 15 %
3. Lemak sebanyak 20 25 %
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori
dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga
didapatkan :
1. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal
2. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal
3. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal
4. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori
basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian
ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi
status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress
akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi
dalam beberapa porsi yaitu :
1. Makanan pagi sebanyak 20%
2. Makanan siang sebanyak 30%
3. Makanan sore sebanyak 25%
4. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

b. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang
lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit
penyerta.
Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,
olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
c. Obat Hipoglikemik :
1. Sulfonilurea
Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :
a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.
b. Menurunkan ambang sekresi insulin.
c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang
dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko
hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga
dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
2. Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal
dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 2730) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea.
3. Insulin
Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :
a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam
keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet
(perencanaan makanan) .
c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif
maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan
dinaikkan perlahan lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila
sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi
tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan
kombinasi sulfonylurea dan insulin.
d. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu

pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang


bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman
pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat
yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih
baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes .
Komplikasi
Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi
pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan
lain-lain.
2.5 KARIES GIGI
Definisi
Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi
adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai
akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh
pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen
organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi
terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak
dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi
demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada
permukaan gigi dan waktu.
Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga
menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan
keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai timbulnya white
spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada permukaan gigi.
Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan dan ditambal,
karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan
pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati.

Klasifikasi
Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokan
menjadi:
a. Karies pada email
Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal
dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.
b. Karies pada dentin
Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa
makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.
c. Karies pada pulpa
Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan sendirinya.
Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit

Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)


a. Karies Superfisialis
dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

Karies Superfisialis
b. Karies Media
dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Karies Media
c. Karies Profunda
dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah
mengenai pulpa.

Karies Profunda
Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :

D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.
D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada

permukaan gigi.
D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.
D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah

mencapai bagian ndentino enamel junction (DEJ).


D5: Lesi telah mencapai dentin.

D6: Lesi telah mencapai pulpa.

Etiologi
Teori multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak faktor
seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang kariogenik,
substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor tersebut
digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih. Untuk terjadinya karies, maka
kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.

a.

Faktor host atau tuan rumah


Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap
karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor
kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies
karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur
yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak
mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan
tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium,
fosfat, karbonat, fluor), air 1%, dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit
karbonat, dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel.
Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan
enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi
tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan
organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap. Selain
itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email
orang muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah
satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.
Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah:
1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit
palatal insisif;
2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;
3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingival;
4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tepat melekatnya plak pada
pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;
5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper;
6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

b. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak
adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi
mikroorganisme dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus
gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus
mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius serta
beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya
laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak
gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang
diakui sebagai penyebab utama karies.
c.

Faktor substrat atau diet


Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak
dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta
bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa
cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang
banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak
mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat
memegang peranan penting dalam terjadinya karies.
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara
langsung terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan
karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu
mengakibatkan demineralisasi email, tidak semua karbohidrat sama derajat
kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida) relatif tidak
berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan
karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap ke dalam
plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan minuman
yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang
menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa
waktu, untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh
karena itu konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email.

d. Faktor waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies
untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
Proses Karies Gigi
Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis
pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat
bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan
fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi
asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit.
Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada
permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH
saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan
remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat
menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.
Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami.
Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah.
Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan
kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga
menyebabkan rasa sakit.
Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih mengkilat
pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus ada dalam
proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang mengandung
gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk asam (H+) dan
jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi 5. Asam (H+)
dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal
hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut
sub surface decalsifikasi.
Akibat Karies yang Tidak Dirawat
Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika
karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan
dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh
giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa,

serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah akan timbul
pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.
a. Pulpitis
Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya
merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan
keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk
menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Menurut Ingle, atap pulpa
mempunyai persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat
melewati pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal
pulpitis. Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi
menjadi:
1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala karies
enamel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih
sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak
timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan.
2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible
merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya
dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis. Biasanya, gejala
asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis
irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat
berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam

Pulpitis
b. Ulkus Traumatik
Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan
kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi.
Ulserasi akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah.
Secara klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval
bentuknya. Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang
perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian

tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang,


ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu.

Ulkus Traumatik

c.

Fistula
Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah
sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan
tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan
pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak
dengan cara mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat,
daerah yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi,
melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi
pengumpulan nanah.

Fistula

d. Abses
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada
pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar
ke arah jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi,
patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri,
ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.
Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi
bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam
proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk
mendeposisi fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang

berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan


hyaluronidas

Abses periapikal

e.

Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa
akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma.
Nekrosis pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:
1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah
menjadi bahan yang padat.
2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan
yang lunak atau cair.

Nekrosis pulpa

Tindakan
a.

Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan
dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati
dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang
pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan
gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi
yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah
masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai

bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan
tambalan yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca,
emas tuang, porselen. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak
digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari
luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas
lebih mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal
dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang
digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang
sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi
keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada
garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak
karena penggosokan gigi yang berlebihan.
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah
sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak
tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya
pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan
pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan
sakit pada saat pencabutan dilakukan.

2.6 KALKULUS GIGI


Definisi
Kalkulus disebut juga tartar, yaitu suatu lapisan deposit (bahan keras yang melekat
pada permukaan gigi) mineral yang berwarna kuning atau coklat pada gigi karena
dental plak yang keras. Struktur permukaan kalkulus yang kasar memudahkan
timbunan plak gigi. Kalkulus melekat erat mengelilingi mahkota dan akar gigi, juga
pada gigi tiruan dan restorasi gigi. Menurut Kamus Kedokteran Gigi (F.J Harty dan R
Ogston), kalkulus yang dahulu disebut tartar atau calcareous deposits terdiri atas
deposit plak yang termineralisasi, yang keras yang menempel pada gigi. Kalkulus
dapat juga diartikan massa kalsifikasi yang terbentuk dan melekat pada permukaan

gigi, objek solid lainnya di dalam mulut. Menurut Drg Irene Sukardi, Sp Perio, karang
gigi berasal dari plak yang bercampur dengan zat kapur pada ludah sehingga lamakelamaan akan mengendap. Kalkulus jarang ditemukan pada gigi susu dan tidak sering
ditemukan pada gigi permanen anak usia muda. Meskipun demikian, pada usia 9 tahun
kalkulus sudah dapat ditemukan pada sebagian besar rongga mulut, dan pada hampir
seluruh rongga mulut individu dewasa.
Kalkulus terjadi karena pengendapan garam kalsium fosfat, kalsium karbonat, dan
magnesium fosfat. Komposisi kalkulus dipengaruhi oleh lokasi kalkulus dalam mulut
serta waktu pembentukan kalkulus. Komposisi kalkulus terdiri dari 80% masa
anorganik, air, dan matriks organik (protein dan karbohidrat), sel-sel epitel
deskuamasi, leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium, dalam
bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat
sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan florida. Kandungan florida
adalah beberapa lebih besar daripada pada plak.

Macam Kalkulus
Berdasakan lokasinya Kalkulus ada 2 macam, yaitu :
1. Kalkulus supragingiva
Letak = di sebelah koronal dari tepi gingival (diatas gingival). Kalkulus terdeposit
mula-mula pada permukaan gigi yang berlawanan dengan duktus saliva, pada
permukaan lingual insisivus bawah dan permukaan bukal molar atas, tetapi dapat
juga terdeposit pada setiap gigi dan geligi tiruan yang tidak dibersihkan dengan
baik, misalnya permukaan oklusal gigi yang tidak mempunyai antagonis. Warna =
agak kekuningan kecuali bila tercemar faktor lain seperti tembakau, anggur, pinang.
Bentuk = cukup keras, rapuh, mudah dilepas dari gigi dengan alat khusus. Sumber
mineral diperoleh dari saliva. Dapat terlihat langsung di dalam mulut.
2. Kalkulus subgingiva
Letak = akar gigi di dekat batas apical poket yang dalam, pada kasus yang parah,
bahkan dapat ditemukan jauh lebih dalam sampai ke apeks gigi (dibawah gingival).
Bentuk = bewarna hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus supragingiva,
melekat lebih erat pada permukaan gigi. Melekat pada permukaan akar dan

distribusinya tidak berhubungan dengan glandula saliva tetapi dengan adanya


inflamasi gingival dan pembentukan poket, suatu fakta terefleksi dari namanya
kalkulus seruminal. Sumber mineral diperoleh dari serum darah. Tidak dapat
terlihat langsung dalam mulut
Proses Pembentukan Kalkulus
Sejumlah penelitian menunjukkan, penyebab dari beberapa masalah rongga mulut
adalah dental plaque atau plak gigi. Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan
terbentuk lapisan bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi kuman.
Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis
bening yang menempel pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada gusi dan
lidah. Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri, sejumlah
protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut karena pembentukannya selalu
terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok gigi atau menggunakan benang khusus.
Plak yang dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan
mengeras sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72 jam dan
rata-rata butuh 12 hari untuk matang.
Karang gigi menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat
menempelnya plak kembali sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal
dan menjadi sarang kuman. Karang gigi dapat terlihat kekuningan atau kehitaman, warna
kehitaman biasanya akibat bercampur dengan rokok, teh, dan zat lain yang dapat
meninggalkan warna pada gigi. Jika dibiarkan menumpuk, karang gigi dapat meresorbsi
(menyerap) tulang alveolar penyangga gigi dan akibatnya gigi mudah goyang dan tanggal.
Gigi tidak terlepas dari jaringan penyangga gigi, yakni jaringan periodontal. Jaringan
periodontal ini yang menjadi tempat tertanamnya gigi. Jaringan ini terdiri dari gusi,
sementum, jaringan pengikat tulang penyangga gigi (alveolar). Jaringan penyangga gigi
inilah yang mengikat gigi, pembuluh darah dan persarafan menjadi satu kesatuan.
Karang gigi mengandung banyak kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit
lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan, maka kuman-kuman dapat memicu
terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi tersebut. Bila sudah infeksi maka masalah
lebih lanjut bisa timbul. Penderita biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau
tak sedap, sikat gigi sering berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari
jaringan penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan
menyebabkan tulang pernyangga gigi menipis sehingga pada perbandingan panjang gigi
yang tertanam pada tulang dan tidak tertanam 1:3, gigi akan goyang dan mudah tanggal.

Selain mengakibatkan gigi tanggal, kuman infeksi jaringan penyangga gigi juga dapat
menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, kuman dapat menyebar ke organ lain
seperti jantung. Karena itu ada beberapa kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh
infeksi dari gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis)
termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal.
Oleh karena itu, masalah karang gigi tidak dapat disepelekan. Bila plak sudah
mengendap menjadi karang gigi maka penyikatan sekeras apapun dengan sikat gigi biasa
tidak akan menghilangkannya. Satu-satunya cara untuk mengatasi karang gigi adalah
dengan pergi ke dokter gigi untuk dibersihkan agar terhindar dari penyakit yang lebih berat
dan tentunya butuh biaya yang lebih besar.
Karang gigi harus dibersihkan dengan alat yang disebut scaler. Ada yang manual
ataupun dengan ultrasonic scaler. Setelah dibersihkan dengan scaler, karang gigi akan
hilang dan gigi menjadi bersih kembali. Namun, karang gigi dapat timbul kembali apabila
kebersihan gigi tidak dijaga dengan baik. Dianjurkan melakukan tindakan pencegahan
sebelum karang gigi timbul yaitu dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna.
Dental floss juga perlu digunakan untuk membersihkan permukaan antar dua gigi yang
sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Obat
kumur yang mengandung clorhexidine dapat digunakan untuk mencegah timbulnya plak,
obat ini dapat digunakan setelah penyikatan gigi.
Beberapa macam teori dikemukakan oleh para peneiti mengenai proses pembentukan
kalkulus, antara lain:
1. Teori CO
Menurut teori ini pengendapan garam kalsium fosfat terjadi akibat adanya
perbedaan tekanan CO dalam rongga mulut dengan tekanan CO dari duktus saliva,
yang menyebabkan pH saliva meningkat sehingga larutan menjadi jenuh.
2. Teori Protein
Pada konsentrasi tinggi, protein klorida saliva bersinggungan dengan permukaan
gigi maka protein tersebut akan keluar dari saliva, sehingga mengurangi stabilitas
larutannya dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.
3. Teori Fosfatase
Fosfatase berasal dari plak gigi, sel-sel epitel mati atau bakteri. Fosfatase membantu
proses hidrolisa fosfat saliva sehingga terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.
4. Teori Esterase
Esterase terdapat pada mikrorganisme, membantu proses hidrolisis ester lemak
menjadi asam lemak bebas yang dengan kalsium membentuk kalsiumfosfat.
5. Teori Amonia
Pada waktu tidur, aliran saliva berkurang, urea saliva akan membentuk ammonia
sehingga pH saliva naik dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.

6. Teori pembenihan
Plak gigi merupakan tempat pembentukan inti ion-ion kalsium dan fosfor yang akan
membentuk kristal inti hidroksi apatit dan berfungsi sebagai benih kristal kalsium
fosfat dari saliva jenuh.
7. Teori rokok
Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu
penyakit gusi yang paling sering terjadi disebabkan oleh plak bakteri dan fakor lain
yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan
pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan
mempermudah perlekatan plak. Dari perbedaan penelitian yang telah dilakukan plak
dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan
bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang
penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada
bukan perokok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok
memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan
perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar
seperti pembersihan plak dan karang gigi.
8. Bikarbonat
Bila bikarbonat meningkat, maka pH meningkat, lalu rongga mulut bersifat basa
dan mengakibatkan pengendapan kalsium fosfat terbentuklah kalkulus atau karang
gigi. Konsentrasi bikarbonat paling tinggi pada muara kelenjar parotis dan
submandibular sehingga mengakibatkan kalsium fosfat saliva pada daerah tersebut
tidak stabil sehingga mudah mengendap (brushite).
2.7 KANDIDASIS ORAL
Definisi
Kandidiasis oris atau Kandidiasis oral adalah infeksi jamur pada mukosa mulut orang
dewasa yang disebabkan oleh Candida albicans, suatu patogen oportunistik yang terkait
dengan imun kompromais. Secara klinis adalah plak keputihan pada mukosa mulut yang
jika dikerik meninggalkan dasar kemerahan dan bintik kecil perdarahan. Kandidiasis oris
dapat menyebar ke esofagus, menimbulkan Kandida esofagitis dengan disfagia dan
menyebar ke seluruh tubuh.
Klasifikasi

Etiopatogenesis
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang bersifat jangka panjang dan ditandai
dengan terjadinya hiperglikemia. Semakin tinggi kadar glukosa dalam darah pada
penderita DM, semakin besar peluang penderita tersebut untuk mengalami komplikasi.
Munculnya kandidasis dalam rongga mulut penderita DM, dapat disebabkan oleh banyak
hal, seperti: terjadinya defisiensi imun, terjadi keadaan hiperglikemia yang dapat
menimbulkan terjadinya disfungsi kelenjar saliva (aliran saliva berkurang, viskositas
saliva menjadikental dan kadar glukosa dalam saliva menjadi tinggi), adanya komplikasi
pada DM berupa microangiopathy yang mempengaruhi pembuluh darah, adanya
metabolisme yang mengakibatkan terjadinya malnutrisi dan adanya pemakaian gigi tiruan
pada penderita DM.
Defisiensi imun pada umumnya dapat dibedakan atas defisiensi imun primer dan
sekunder. Defisiensi imun pada penderita DM umunya defisiensi imun sekunder. Adanya
defisiensi imun pada penderita DM mengakibatkan terjadinya penurunan sistem imun
yang menyebabkan antimikroba pada saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga
memicu timbulnya kandidasis.
Keadaan hiperglikemia pada penderita DM juga dapat menyebabkan kandidasis,
karena terjadinya disfungsi aliran saliva, adanya kehilangan cairan dari tubuh dalam
jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva berkurang. Selain itu, keadaan hiperglikemia
dapat mengakibatkan viskositas saliva menjadi kental dan tingginya kadar glukosa
dimana glukosa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman dan jamur.
Adanya gangguan metabolisme pada penderita DM dapat menimbulkan malnutrisi.
Nutrisi yang buruk sudah jelas menurunkan resistensi terhadap infeksi .
Pada penderita DM yang memakai gigi tiruan, dapat menimbulkan kandidasis. Hal
ini disebabkan karena basis gigi tiruan yang melekat pada mukosa penderita

mengakibatkan kadar oksigen berkurang dan pH pada rongga mulut menurun, menjadikan
rongga mulut dalam keadaan asam sehingga lebih mudah terkena infeksi jamur.

Penegakan diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau
dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37
0

C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi

Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn


meal agar.

BAB III

ANALISIS KASUS
Pasien ny. Misyati binti H.Ahmad Marzuki, 61 tahun, dikonsulkan ke Poli Gigi dan
Mulut RSMH Palembang karena mengeluh terdapat plak berwarna putih yang melapisi
lidah sejak 1 bulan SMRS. Pasien kesulitan untuk membersihkan plak tersebut. Pasien
mengeluh terdapat rasa terbakar pada lidah dan daya pengecapan dirasakan berkurang.
Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dengan diagnosis Ganggren pedis dextra, HHD
kompensata, Hipertensi stage 2, dan Diabetes Melitus tipe 2 normoweight uncontrolled.
Keluhan lain pada gigi tidak ada. Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk
keluhan ini sebelumnya.
Pasien tidak pernah melakukan perawatan gigi sebelumnya. Pasien suka makan
permen dan menyikat gigi 1-2x sehari pada pagi hari saat mandi pagi dan kadang-kadang
pada malam hari sebelum tidur. Pasien juga punya kebiasaan mengunyah pada satu sisi
yaitu pada sisi kanan. Saat datang ke Poli Gigi dan Mulut, pasien tampak kompos mentis,
berat badan 65 kg, dan tinggi badan 155 cm. Nadi pasien 84x/menit, isi dan tegangan
cukup, tekanan darah 130/80 mmHg, pernafasan 18x/menit, dan suhu 36,70C.
Pada pemeriksaan ekstra oral, tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan intraoral,
erdapat plak berwarna putih yang pada dorsum dan lateral lidah, terdapat kalkulus di semua
regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah dan terdapat missing teeth pada
46 dan 47. Pada status lokalis ditemukan adanya karies pada gigi 15 dan 12 dan radiks pada
gigi 16, 14, 24,25, dan 28. Kelainan gigi dan mulut yang lain tidak ditemukan.
Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro radiologi berupa
pemeriksaan x-ray panoramik. Pada pasien diberikan dental health education mencakup
edukasi dalam pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis
seperti permen, dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara
yang benar minimal dua kali sehari. Pasien juga direncanakan untuk ditatalaksana pro
ekstraksi, pro konservasi, pro scalling dan pro swab lidah jika KU memungkinkan dan gula
darah dalam keadaan stabil.

DAFTAR PUSTAKA
Sihombing, Juminah. 2009. Karakteristik Penderita Karies Gigi yang Berobat di Rumah
Sakit umum dr. Pingardi Medan tahun 2007. Medan: Universitas Sumatera Utara.
diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20092/4 /Chapter
%20II.pdf

Kaban S. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2


Di Kota Sibolga Tahun 2005. Tesis. Medan: Percetakan USU. 2005: 8
Daliemunthe SH. Hubungan Timbal Balik Antara Periodontitis dengan Diabetes Melitus.
Dentika Dent J 2003; 8(2): 120-25
Vernino AR. Etiologi Penyakit Periodontal. Dalam: ed. Amaliya, Juwono L. Silabus
Periodonti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004: 13
Boedi S. Aspek klinis dan penetapam diagnosis kandidasis mulut. Majalah ilmiah
Kedokteran Gigi FKG Usakti. Juni 2001; 16 (44): 86-95
Southerland JH, Taylor GW, Offenbacher S. Diabetes periodontal infection: making the
connection. Clinical Diabetes. 2005; 23 (4): 171-178

Anda mungkin juga menyukai