Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

A. Latar belakang
Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluargan
berencana dan kesehatan reproduksi. Dengan melakukan konseling yang berarti
petugas membantu kilen dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan
digunakan sesuai dengan pilihannya. Disamping itu dapat membuat klien merasa
lebih puas. Konseling yang baik juga akan membantu klien dalam menggunakan
kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB (Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi,2003).
Program Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu usahan untuk mencapai
kesejahteraan keluarga. Program Keluarga Berencana merupakan bagian terpadu
dalam program pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan penduduk
tumbuh seimbang agar kesejahteraan ekonomi, spiritual dan sosial budaya penduduk
Indonesia dapat tercapai dengan Total Fertility Rate (TFR).
Menurut WHO (World Health Organisation) KB adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif
tertentu, untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu
saat kelahiran dalam hubungan dengan suami isteri, menentukan jumlah anak dalam
keluarga (Hanafi Hartanto,2004).
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah kehamilan. Usaha-usaha itu
dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang bersifat permanen
dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi. Sampai sekarang cara
kontrasepsi yang ideal belum ada. (Ilmu Kandungan,2005).
Komponen dalam pelayanan KB yang dapat diberikan adalah KIE
(Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), konseling, pelayanan kontrasepsi (PK),

pelayanan infertilitas, pendidikan seks, konsultasi pra-perkawinan dan konsultasi


perkawinan, konsultasi genetik, tes keganasan, adopsi (Hanafi Hartanto,2004).
Pada dasarnya pelayanan kontrasepsi dapat dibagi sesuai dengan sasaran yang
akan dicapainya, pada peserta wanita berumur dibawah 20 tahun dengan alasan
menunda kehamilan maka di utakamakan pemakaian kontrasepsi pil oral, sedangkan
penggunaan kondom tidak disarankan karena biasanya pasangan muda masih tinggi
frekuensi bersenggamanya sehingga dapat menyebabkan kegagalan dalam mencegah
kehamilan, dapat juga digunakan IUD-Mini (Intra Uterine Device Mini) terutama
pada calon peserta yang kontraindikasi terhadap pil oral. Pada peserta umur 20-30
tahun dengan alasan menjarangkan kehamilan maka segera setelah anak pertama lahir
maka dianjurkan untuk memakai IUD (Intra Uterin Device) sebagai pilihan utama dan
kegagalan kontrasepsi di sini bukanlah kegagalan suatu program. Pada peserta di atas
30 tahun dengan alasan tidak mau hamil maka pilihan utama adalah kontrasepsi
mantap, pil oral kurang dianjurkan karena usia PUS yang relatif tua dan mempunyai
kemungkinan timbulnya akibat sampingan dan komplikasi (Hanafi Hartanto,2004).
Metode yang sekarang masih digunakan terbagi atas 3 kategori, kategori lama
tanpa alat, contohnya coitus interuptus dan pemanjangan masa laktasi. Kategori lama
dengan bantuan alat, contohnya kondom dan diafragma vagina. Kategori modern,
contohnya kontrasepsi oral, suntikan, IUD, dan strelisasi (Cunningham,2005).
Di Indonesia, pasangan usia subur yang menggunakan metode kontrasepsi
terus meningkat mencapai 61,4%. Pola pemakaian kontrasepsi terbesar yaitu suntik
sebesar 31,6%, pil sebesar 13,2%, IUD sebesar 4,8%, implant 2,8%, kondom sebesar
1,3%, kontap wanita sebesar 3,1%, kontap pria sebesar 0,2%, pantang berkala 1,5%,
senggama terputus 2,2,% dan metode lainnya 0,4% (Depkes,2008).
Data statistik terakhir di Puskesmas Pataruman 2 menunjukan jumlah
pemakaian alat kontrasepsi terbanyak adalah kontrasepsi suntik sebanyak 54,56%, pil

sebanyak 26,21%, implant sebanyak 10,95%, MOP/MOW sebanyak 3,75%, kondom


sebanyak 3%, dan IUD sebanyak 1,5%.
Dari data diatas, maka peneliti ingin mengetahui berapa proporsi PUS yang
mengerti dan memahami tentang KB (keluarga berencana) khususnya alat
kontrasepsi.
B. Tujuan umum
Diketahuinya gambaran karakteristik dan tingkat pengetahuan PUS tentang
pemilihan alat kontrasepsi di Desa Karyamukti Kota Banjar Provinsi Jawa Barat
tahun 2014.
C. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran usia PUS pengguna alat kotrasepsi di Desa Karyamukti
Kota Banjar Provinsi Jawa Barat 2014.
2. Diketahui gambaran tingkat pendidikan PUS pengguna alat kontrasepsi di Desa
Karyamukti Kota Banjar Provinsi Jawa Barat 2014.
3. Diketahui gambaran pekerjaan PUS pengguna alat kontrasepsi di Desa
Karyamukti Kota Banjar Provinsi Jawa Barat 2014.
4. Diketahui gambaran tingkat pengetahuan PUS pengguna alat kontrasepsi di Desa
Karyamukti Kota Banjar Provinsi Jawa Barat 2014.
D. Ruang Lingkup
Penelitian merupakan penelitian deskriptif mengenai karakteristik dan tingkat
pengetahuan PUS mengenai pemilihan alat kontrasepsi di Desa Karyamukti
Kecamatan Batulawang Kota Banjar Provinsi Jawa Barat, sepanjang bulan April-Mei
2014. Pengumpulan datan dilakukan dengan menggunakan data primer yang berasal
dari hasil kuesioner mengenai karakteristik dan tingkat pengetahuan PUS mengenai
pemilihan alat kontrasepsi di Desa Karyamukti Kecamatan Batulawang Kota Banjar
Provinsi Jawa Barat, kemudian data dianalisa secara univariat dengan besar sampel 96
orang.
E. Manfaat penulisan
1. Manfaat Teoritis
Sebagai masukan teoritis mengenai gambaran mengenai karakteristik dan tingkat
pengetahuan PUS mengenai pemilihan alat kontrasepsi di Desa Karyamukti
Kecamatan Batulawang Kota Banjar Provinsi Jawa Barat.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
b. Bagi Peneliti
c. Bagi Institusi

Anda mungkin juga menyukai