Anda di halaman 1dari 17

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis
serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes
aegypti. Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik
sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat menghasilkan proteksi silang yang
lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat serotipe virus dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.1,6

3.2 Epidemiologi
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian
disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ketahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat
penduduknya. Akan tetapi dalam tahun tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di
daerah pedesaan.1,6
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang
paling sering terkena ialah 5 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur
lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 1025/100.000 penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. 6
3.3 Cara Penularan
Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan.
Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti
makrofag, monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan

jaringan limfatik. Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus
memerlukan waktu masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit.
Nyamuk kedua akan menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus
bereplikasi di usus dan organ lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah
nyamuk.6
Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan
kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10
hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selamahidupnya 6,10
3.4 Gejala Utama
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama 2 7 hari, naik
turun (demam bifosik). Kadang kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 0C dan
dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan
sembuh hati hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada
hari ketiga dari demam.10

2. Tanda tanda perdarahan


Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan tanda perdarahan yang

sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada
hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.10
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya
sekedar diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali
tidak sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar
berhubungan dengan adanya perdarahan.10
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan
darah, akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini
memperlihatkan gejala gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma
yang dapat bersifat ringan atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien
mendadak menjadi buruk setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat
setelah suhu turun, antara 3 7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab
dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut,
pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan
terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.10
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,
jumlah trombosit. Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya
demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.5
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya
gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, DDimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,

SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Hasil laboratoris berikut yang merupakan faktor resiko
terjadinya DSS: Peningkatan hematokrit >20%, platelet <40000/mm3, aPTT >44 detik,
PT >14 detik, TT > 16 detik. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin,
SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin.5
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui
pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga
jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun,
metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1
2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang
dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui
pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RTPCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan
isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi
yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak
digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti
dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai
terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari
ke 2.5
Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah
pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1).
Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih
terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat
terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen
NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam

pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi sekunder Dengue.
Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan
tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik
untuk pelayanan primer.5
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites
dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG. Pemeriksaan laboratorium yang
sering ditemukan pada pasien DHF adalah trombositopenia (< 100.000/ul) dan
hemokonsentrasi (kadar Ht lebih 20% dari normal). Trombositopenia umumnya dijumpai
pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai
hari ke 3 demam.5
3.6 Patofisiologi
a. Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler
yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma
menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post
mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya
lesi destruktif nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi
vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan
mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan
hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor: perubahan
vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD

mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopeni, dan banyak


diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang abnormal.3

b. Sistim respon imun


Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.
Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain
anti netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada
umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk,
dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 3

Gambar 5. Tingkat Antibodi terhadap Infeksi Virus Dengue

c. Perubahan Patofisiologi DBD


Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang
memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi
terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel
yang telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi

komplemen. Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami


penyembuhan, selanjutnya terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus
yang sama tersebut, tetapi apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang memiliki
sifat memacu replikasi virus dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi
apabila epitop virus yang masuk tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di
hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang
berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue tersebut berperan sebagai super
antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag. Makrofag ini menampilkan
Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik
yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang
bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan
perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap
infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang
berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony
Stimulating Factor). Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk
mengeluarkan IL-1 dan TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga
mempunyai efek pada endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan
prostaglandin dan merangsang ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1).
3

Gambar 6. Respon Imun

Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh


pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan
adhesi. Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan
menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga
membawa superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi
oksigenasi pada mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis,
sehingga terjadi kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan
vaskuler sehingga terjadi syok. Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan
dipermukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang
bersifat sitolitik, sehingga semua sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi
IFN gama dan TNF alpha. 3,9

d. Patogenesis

Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti
atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kupffer hepar,
endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari
berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan
besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit
perifer. Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel
tersebut. Infeksi virus dengue dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke
dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponenkomponennya, baik komponen perantara maupun komponen struktural virus. Setelah
komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangan biakan
virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus memiliki kelompok epitop pada
selubung protein yang menimbulkan cross reaction atau reaksi silang pada uji serologis,

hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat
terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotip virus DEN
menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada cross
protektif terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap virus DEN
mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. 3,9
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan
E (envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M.
Glikoprotein E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik
untuk proses netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi
pada permukaan sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi
membran dan perakitan virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein
E yang berperan sebagai epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau
flavivirus-cross reaktif. Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus
DEN. Antibodi monoclonal terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi
poliklonal yang ditimbulkan dari imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang
terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua
hal yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip spesifik yang
dapat mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

Gambar 8. Antibody Dependent Enhancement


3.7 Penegakan Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi:4
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis


kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan


dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,


hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu: 4

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.


Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran

lain.
Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut

kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.


Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

3.8 Diagnosis Banding


DBD
ISK
Malaria
Faringitis
3.9 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan penggantian
cairan yang masih terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24 jam , atau paling
lama 48 jam, koreksi keseimbangan asam-basa, beri darah segar bila ada perdarahan
hebat.

PERSANGKAAN DBD

Kedaruratan

BAGAN I
TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD

Klinis membaik
Ht tidak naik
Trombosit baik

Segera bawa ke rumah sakit

Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji Torniquet (+) atau perdarahan spontan
Lab:
Ht tak meningkat / Ht < 42 vol%
Trombositopenia (ringan)

Infus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jam

PULANG (Lihat kriteria pulang)

Kesadaran menurun
Nadi terasa lembut
Tekanan nadi < 20 mmHg
Distres pernafasan/sianosis

Ekstremitas dingin,

3.10

Diuresis < 1 ml/kgBB/jam

Indikasi Rawat

Kesadaran membaik
terabaTDBD
kuat derajat I dengan
1. Nadi
Penderita
Tekanan nadi > 20 mmHg
Tidak sesak nafas/sianosis
dirawat
Ekstremitas hangat
Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam

panas 3 hari atau lebih dianjurkan untuk

2. TDBD derajat I disertai: hiperpireksia atau tidak mau makan atau muntahmuntah atau kejang-kejang atau Ht cenderung meningkat, trombosit cenderung
turun, atau trombosit < 100.000/mm3
3. Seluruh derajat II, III, IV
3.6 Indikasi pulang
1. Keadaan umum baik dan masa kritis berlalu (> 7 hari sejak panas).
2. Tidak demam selama 48 jam tanpa antipiretik.
3. Nafsu makan membaik.
4. Secara klinis tampak perbaikan.
5. Hematokrit stabil.
6. Tiga hari setelah syok teratasi.
7. Output urin >1cc/kgbb/jam.
8. Jumlah trombosit >50.000/uL dengan kecenderungan meningkat.
9. Tidak dijumpai distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis).
3.7 Komplikasi
1. Perdarahan gastrointestinal masif,
2. Ensepalopati,
3. Edema paru dan efusi pleura.

3.8 Prognosis
Tergantung dari beberapa faktor seperti, lama dan beratnya renjatan, waktu,
metode, adekuat tidaknya penanganan; ada tidaknya rekuren syok yang terjadi
terutama dalam 6 jam pertama pemberian infus dimulai, panas selama renjatan, tandatanda serebral.

Anda mungkin juga menyukai