Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI KEHAMILAN RISIKO TINGGI


Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu maupun
terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan ataupun
nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan dan nifas normal.4
B. KRT POEDJI ROCHJATI
Bagi tenaga paramedik atau tenaga kesehatan lainnya, memang
agak sulit
menggolongkan kasus resiko tinggi denga cara kriteria. Maka
dibuatlah cara yang
lebih praktis yaitu membuat daftar nilai yang dapat diisi oleh
paramedis. Sebagai
contoh, disini dikemukakan daftar skor oleh Rochayati (Surabaya).
Daftar skor ini
dapat diisi pada setiap kaus yang datang waktu pemeriksaan
antenatal. Dengan
perhitungan secara statistik diperoleh nilai 150 sebagai batas
pemisah antara
kehamilan resiko tinggi dan bukan resiko tinggi. Dasar perhitungan
dibuat setelah
mengadakan penelitian dan evaluasi terhadap hasil persalinan
berupa prematurisa,
skor APGAR dibawah 7, dan kematian perinatal (BAB1).4
Menurut Poedji Rochyati dkk. Mengemukakan kriteria KRT sebagai
berikut:
1. Risiko

Risiko adalah suatu ukuran statistik dari peluang atau kemungkinan


untuk terjadinya suatu keadaan gawat-darurat yang tidak diinginkan pada
masa

mendatang,

seperti

kematian,

kesakitan,

kecacatan,

ketidak

nyamanan, atau ketidak puasan (5K) pada ibu dan bayi.


Ukuran risiko dapat dituangkan dalam bentuk angka disebut SKOR.
Digunakan angka bulat di bawah 10, sebagai angka dasar 2, 4 dan 8 pada
tiap faktor untuk membedakan risiko yang rendah, risiko menengah, risiko
tinggi. Berdasarkan jumlah skor kehamilan dibagi tiga kelompok:
a. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2
Kehamilan tanpa masalah / faktor risiko, fisiologis dan kemungkinan besar
diikuti oleh persalinan normal dengan ibu dan bayi hidup sehat.
b. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10
Kehamilan dengan satu atau lebih faktor risiko, baik dari pihak ibu maupun
janinnya yang memberi dampak kurang menguntungkan baik bagi ibu
maupun janinnya, memiliki risiko kegawatan tetapi tidak darurat.
c. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor 12
Kehamilan dengan faktor risiko:

Perdarahan sebelum bayi lahir, memberi dampak gawat dan darurat bagi
jiwa ibu dan atau banyinya, membutuhkan di rujuk tepat waktu dan
tindakan

segera

untuk

penanganan

adekuat

dalam

upaya

menyelamatkan nyawa ibu dan bayinya.

Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, tingkat risiko kegawatannya
meningkat, yang membutuhkan pertolongan persalinan di rumah sakit
oleh dokter Spesialis. (Poedji Rochjati, 2003).

C. FAKTOR RISIKO
1. Terlalu muda (<16th)
Ibu hamil pertama pada umur 16 tahun, rahim dan panggul belum
tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya diragukan keselamatan
dan kesehatan janin dalam kandungan. Selain itu mental ibu belum
cukup dewasa.
Bahaya yang mungkin terjadi antara lain:

Bayi lahir belum cukup umur

Perdarahan bisa terjadi sebelum bayi lahir

Perdarahan dapat terjadi sesudah bayi lahir. (Poedji Rochjati,

2003).
Menurut JT. Mutihir pada studinya di Nigeria disebutkan bahwa pada
primigravida usia yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko
mengalami
komplikasi persalinan dan komplikasi perinatal yang lebih tinggi
dibandingkan
dengan primigravida usia 20 34 tahun, yaitu peningkatan kejadian BBLR,

asfiksia, persalinan preterm, lahir mati,persalinan pervaginam dengan


bantuan
instrumen.6
2. Terlalu lambat hamil I, kawin > 4th
Lama perkawinan 4 tahun
Ibu hamil pertama setelah kawin 4 tahun atau lebih dengan kehidupan
perkawinan biasa:
Suami istri tinggal serumah
Suami atau istri tidak sering keluar kota
Tidak memakai alat kontrasepsi (KB)
Bahaya yang terjadi pada primi tua:

Selama hamil dapat timbul masalah, faktor risiko lain oleh karena
kehamilannya, misalnya pre-eklamsia.

Persalinan tidak lancer. (Poedji Rochjati, 2003).


Terlalu tua hamil 35th
Ibu yang hamil pertama pada umur 35 tahun. Pada usia tersebut mudah
terjadi penyakit pada ibu dan organ kandungan yang menua. Jalan lahir juga
tambah kaku. Ada kemungkinan lebih besar ibu hamil mendapatkan anak
cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan. Bahaya yang terjadi antara
lain:
Hipertensi / tekanan darah tinggi

Pre-eklamsia
Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum persalinan
Persalinan tidak lancar atau macet: ibu mengejan lebih dari satu jam, bayi
tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui jalan lahir biasa.
Perdarahan setelah bayi lahir

Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) < 2500 gr. (Poedji
Rochjati, 2003).
Usia ibu hamil 35 tahun ke atas dapat berisiko mengalami kelainan-kelainan
antara lain:

Frekuensi mola hidantidosa pada kehamilan yang terjadi pada awal atau
akhir usia subur relatif lebih tinggi. Efek paling berat dijumpai pada wanita
berusia lebih dari 45 tahun.

Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat 26% pada


mereka yang usianya lebih dari 45 tahun

Wanita bukan kulit putih berusia 35 sampai 44 tahun lima kali lebih mungkin
mengalami kehamilan ektopik daripada wanita kulit putih berusia 15 sampai
24 tahun.

Risiko nondisjungsi meningkat seiring dengan usia ibu. Oosit tertahan dalam
midprofase dari miosis 1 sejak lahir sampai ovulasi, penuaan diperkirakan
merusak kiasma yang menjaga agar pasangan kromosom tetap menyatu.
Apabila miosis dilanjutkan sampai selesai pada waktu ovulasi, nondisjungsi

menyebabkan salah satu gamet anak mendapat dua salinan dari kromosom
yang bersangkutan, sehingga terbentuk trisomi, anak lahir dengan cacat
bawaan sindrom down. (F. Garry C, add all, 2001)
Pada penelitian Awad Shehadeh
di Queen Alia and Prince Hashem Hospital pada primigravida
berusia 35 tahun
didapatkan angka kejadian komplikasi keluaran maternal dan
perinatal yang
meningkat bila dibandingkan dengan primigravida usia 20-25 tahun
yaitu pada
kejadian perdarahan postpartum sebesar ,persalinan dengan bedah
Caesar kelahiran prematur, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR),
kelahiran mati, malformasi
kongenital,dan nilai apgar skor rendah
3. Terlalu cepat hamil lagi (<2th)
Pengaturan jarak kehamilan yang direalisasikan melalui program
Keluarga Berencana ternyata tidak semudah yang dibayangkan karena
pada kenyataannya masih banyak ibu-ibu muda memiliki jarak kehamilan
terlalu dekat. Data di Indonesia menunjukkan 36 % kelahiran memiliki
jarak kelahiran kurang dari 2 tahun
Amiruddin (2005) dalam penelitiannya di Makassar, mengemukakan
bahwa jarak kehamilan berpengaruh terhadap kejadian BBLR dengan
Odds Ratio 4,646, 95 % CI: 2,009-10,747. Selain itu, kehamilan dengan
jarak kurang dari 2 tahun dapat menyebabkan keguguran, anemia, payah
jantung, bayi lahir sebelum waktunya (prematur), Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR), cacat bawaan, dan tidak optimalnya tumbuh kembang


anak. Oleh karena itu jarak kehamilan yang baik adalah 2-4 tahun.
(Almira)
Berdasarkan hasil Penelitian pelayanan
kesehatan ibu dan anak (PKIA) Belitung
jarak kehamilan 2-5 memiliki pengetahuan
baik 15.6% anak-anak yang dilahirkan 2-5
tahun setelah kelahiran anak sebelumnya,
memiliki kemungkinan hidup sehat 2,5 kali lebih tinggi daripada yang berjarak
kelahiran kurang dari 2 tahun, maka jarak
kehamilan yang aman adalah 2-5 tahun
Ibu hamil yang jarak kelahiran dengan anak terkecil kurang dari 2 tahun.
Kesehatan fisik dan rahim ibu masih butuh cukup istirahat. Ada
kemungkinan ibu masih menyusui. Selain itu anak masih butuh asuhan
dan perhatian orang tuanya. Bahaya yang dapat terjadi:

Perdarahan setelah bayi lahir karena kondisi ibu lemah

Bayi prematur / lahir belum cukup bulan, sebelum 37 minggu

Bayi dengan berat badan rendah / BBLR < 2500 gr. (Poedji
Rochjati, 2003).
4.
Primi tua sekunder
Ibu hamil dengan persalinan terakhir 10 tahun yang lalu. Ibu dalam
kehamilan dan persalinan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang
pertama lagi.Kehamilan ini bisa terjadi pada:

Anak pertama mati, janin didambakan dengan nilai sosial tinggi

Anak terkecil hidup umur 10 tahun lebih, ibu tidak ber-KB.


Bahaya yang dapat terjadi:

Persalinan dapat berjalan tidak lancar

Perdarahan pasca persalinan

Penyakit ibu: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes, dan lainlain. (Poedji Rochjati, 2003).
4. lama hamil lagi (>10 th)

10

Ibu hamil dengan persalinan terakhir 10 tahun yang lalu. Ibu dalam
kehamilan dan persalinan ini seolah-olah menghadapi persalinan yang
pertama lagi. Kehamilan ini bisa terjadi pada:

Anak pertama mati, janin didambakan dengan nilai sosial tinggi

Anak terkecil hidup umur 10 tahun lebih, ibu tidak ber-KB.


Bahaya yang dapat terjadi:

Persalinan dapat berjalan tidak lancar

Perdarahan pasca persalinan

Penyakit ibu: Hipertensi (tekanan darah tinggi), diabetes, dan lain-lain.


(Poedji Rochjati, 2003). (syamsul )
5. Letak sungsang
Letak sungsang: pada kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), letak janin dalam
rahim dengan kepala diatas dan bokong atau kaki dibawah.
Bahaya yang dapat terjadi:

Bayi lahir bebang putih yaitu gawat napas yang berat

Bayi dapat mati. (Poedji Rochjati, 2003).


kelainan letak menjadi salah satu faktor
predisposisi ketuban pecah dini karena
pada letak sungsang tidak ada bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat
menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah sehingga rentan terjadi ketuban pecah dini.Selain itu Faktor
bayi (letak janin)
diketahui dapat menjadi penyebab
11

terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir


(JNPK-KR, 2008). (Nugroho,
2010).
6. Letak lintang
Merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada kehamilan tua (hamil 8-9
bulan): kepala ada di samping kanan atau kiri dalam rahim ibu. Bayi letak
lintang tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu tubuh janin
melintang terhadap sumbu tubuh ibu.
Pada janin letak lintang baru mati dalam proses persalinan, bayi dapat
dilahirkan dengan alat melalui jalan lahir biasa. Sedangkan pada janin kecil
dan sudah beberapa waktu mati masih ada kemungkinan dapat lahir secara
biasa.
Bahaya yang dapat terjadi pada kelainan letak lintang. Pada persalinan yang
tidak di tangani dengan benar, dapat terjadi Robekan rahim, dan akibatnya:

Bahaya bagi ibu

Perdarahan yang mengakibatkan anemia berat


Infeksi
Ibu syok dan dapat mati

Bahaya bagi janin

Janin mati. (Poedji Rochjati, 2003).

12

Anda mungkin juga menyukai