Kombinasi Terapi Modalitas Timpanometer
Kombinasi Terapi Modalitas Timpanometer
Abstrak
Pendahuluan: Gangguan pendengaran sering menjadi gejala awal karsinoma nasofaring
(KNF). Oleh sebab itu, pemeriksaan timpanometri berperan penting untuk mengevaluasi fungsi
telinga tengah pasien. Namun, publikasi sebelumnya memperlihatkan bahwa timpanometri
juga mampu memprediksi lokasi tumor. Mengingat belum banyak studi yang mengonfirmasi hal
tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara gambaran timpanogram
dengan letak dan stadium KNF.
Metode: Studi cross-sectional ini dilakukan di Departemen Telinga, Hidung, Tenggorokan Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik,
Medan, sejak Oktober 2008 hingga Maret 2009. Subyek yang direkrut secara consecutive
sampling akan menjalani pemeriksaan rutin THT, timpanometri, nasofaringoskopi, biopsi tumor, lalu CT-Scan nasofaring.
Hasil: Sebanyak 55 subyek diikutsertakan dalam penelitian ini. Kebanyakan subyek berusia
40-49 tahun (n=18; 32,7%) dan didiagnosis pertama kali dengan KNF stadium III (n=27;
49,1%). Tumor paling sering ditemukan di fossa Rosenmuller dengan perluasan ke atap/dinding
posterior dan menutupi muara tuba Eustachius (n=21; 38,2%). Setelah dianalisis, gambaran
timpanogram memiliki korelasi kuat dengan letak tumor (r=0,401; p=0,002), namun tidak
berkorelasi dengan stadium tumor (r=0,078; p=0,570).
Kesimpulan: Gambaran timpanometri memiliki korelasi kuat dengan letak tumor, namun tidak
berhubungan bermakna dengan stadium tumor pada pasien KNF. J Indon Med Assoc.
2012;62:102-6
Kata Kunci: karsinoma nasofaring, timpanometri, tuba Eustachius.
102
Korelasi Antara Gambaran Timpanogram dengan Letak dan Stadium Tumor pada Pasien
Abstract
Introduction: Hearing disorder is one the most frequent symptoms of nasopharyngeal carcinoma (NPC). Therefore, tympanometry is routinely conducted to evaluate the function of middle
ear. However, previous studies showed another benefit of tympanometry to predict the tumor
location. Because its important to confirm the result, this study aimed to evaluate the correlation
between tympanogram result with location and stadium of the tumor.
Methods: This cross-sectional study conducted in Ear Nose and Throat Head and Neck Surgery
Department Medical Faculty University of North Sumatera/H. Adam Malik General Hospital,
Medan, since October 2008 untilk March 2009. Subjects which recruited by consecutive sampling
then had a routine ENT examination, tympanometry, nasopharyngoscopy, tumor biopsy, and CTscan.
Results: Of a total 55 subjects were included. Most of them aged between 40-49 years (n=18;
32,7%) and diagnosed first time with NPC stadium III (n=27; 49,1%). Most of the tumor located
in fossa Rosenmuller with extension to the roof/posterior wall of nasopharyng and covers the end
of tuba Eustachius (n=21; 38,2%). After conducted statistic analysis, tympanogram result has a
strong correlation with tumor location (r=0,401; p=0,002), but has no correlation with tumor
stadium (r=0,078; p=0,570).
Conclusion: Tympanogram result has a strong correlation with tumor location, but has no
correlation with tumor stadium. J Indon Med Assoc. 2012;62:102-6
Keywords: nasopharyngeal carcinoma, tympanometry, tuba Eustachius.
Pendahuluan
Karsinoma nasofaring (KNF) menempati urutan ke-5
dari tumor ganas tersering di Indonesia. Namun, KNF
menduduki peringkat pertama untuk keganasan kepala dan
leher, yakni sekitar 60%.1,2 Walaupun berasal dari epitel
permukaan rongga nasofaring, tidak kurang dari 43% keluhan
KNF berupa ketulian ringan unilateral yang sering disertai
tinitus.3 Lokasi asal tumor nasofaring (fossa Rosenmuller)
yang dekat dengan muara tuba Eustachius menjadi dasar
keluhan tersebut.4,5 Bahkan, Trotter (1911) mengemukakan
konsep tipe tuba Eustachius sebagai gejala awal KNF.
Berangkat dari konsep klasik tersebut, maka pemeriksaan
nasofaring sangat penting dilakukan pada semua kasus tuli
konduktif pada dewasa.3
Di lain sisi, timpanometri merupakan salah satu
modalitas utama pemeriksaan fungsi telinga tengah, terutama
pada kasus tuli konduktif. Oleh karena itu, pasien KNF,
terutama dengan keluhan gangguan pendengaran, secara
rutin menjalani pemeriksaan timpanometri.6 Beberapa
publikasi telah mengungkapkan manfaat lain dari timpanometri dalam membantu diagnosis KNF. Fong dan Low
103
Korelasi Antara Gambaran Timpanogram dengan Letak dan Stadium Tumor pada Pasien
Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik dari bulan Oktober
2008 hingga Maret 2009. Rekrutmen subyek penelitian
dilakukan secara konsekutif. Subyek adalah pasien yang
baru terdiagnosis KNF dengan membran timpani telinga
kanan dan kiri utuh. Seluruh subjek menjalani pemeriksaan
rutin THT, timpanometri, nasofaringoskopi, serta biopsi tumor dan CT-Scan nasofaring. Selanjutnya, dilakukan
penilaian terhadap gambaran timpanogram (tipe B atau C),
serta letak dan stadium KNF. Pasien dengan hasil
histopatologi meragukan dieksklusi dari penelitian.
Dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%, presisi
10%, dan perkiraan drop out 10%, diperoleh jumlah sampel
minimal sebesar 55 subyek. Analisis korelasi gambaran
timpanogram dengan letak dan ukuran tumor menggunakan
uji korelasi Spearmans rho.
Hasil
Dari 55 subyek yang baru terdiagnosis KNF, populasi
terbanyak berusia 40-49 tahun (32,7%), disusul rentang 5059 tahun (27,3%) dan 30-39 tahun (20%). Sementara itu,
terdapat 2 subyek (3,6%) yang berusia kurang dari 2 tahun
dan 1 subyek (1,8%) lebih dari 70 tahun. Mayoritas 67,3%
dari seluruh subyek adalah laki-laki. Didapatkan pula ragam
suku bangsa yang berbeda-beda, yaitu batak (47,3%), melayu
(23,6%), jawa (16,4%), dan aceh (12,7%).
Hasil pemeriksaan penunjang dari seluruh subyek dapat
dilihat pada Tabel 1. Gambaran histopatologi menunjukkan
jenis yang terbanyak adalah WHO tipe 2, yakni karsinoma
sel skuamosa tidak berkeratin (n=35; 63,6%). Sebagian besar
subyek ditemukan datang berobat pada stadium lanjut (stadium III dan IV) dengan letak tumor terbanyak pada fossa
Rosenmuller yang meluas ke atap atau dinding posterior
nasofaring dan menutupi muara tuba Eustachius (n=21;
38,2%). Sementara itu, gambaran timpanogram didapatkan
tidak berbeda jauh antara tipe B (n=29; 52,7%) dan tipe C
(n=26; 47,3%).
Tabel 1. Karakteristik Umum Subyek
Karakteristik
Usia (tahun)
n (%)
<20
20
30
40
50
60
>69
29
39
49
59
69
2 (3,6)
4 (7,3)
1 1 (20)
1 8 (32,7)
1 5 (27,3)
4 (7,3)
1 (1,8)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
3 7 (67,3)
1 8 (32,7)
Suku Bangsa
Batak
Melayu
Jawa
Aceh
2 6 (47,3)
1 3 (23,6)
9 (16,4)
7 (12,7)
104
n (%)
Jenis Histopatologi
WHO Tipe 1
WHO Tipe 2
WHO Tipe 3
1 (1,8)
35 (63,6)
19 (34,6)
Stadium Tumor
I
II
III
IV
0 (0)
4 (7,3)
27 (49,1)
24 (43,6)
0 (0)
0 (0)
8 (14,5)
10 (18,2)
21 (38,2)
16 (29,1)
29 (52,7)
26 (47,3)
Setelah melakukan uji korelasi antara gambaran timpanogram dengan letak tumor, diperoleh nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0,401 (korelasi kuat) dengan p=0,002 (lihat
Tabel 2). Namun, gambaran timpanogram tidak memiliki
hubungan yang bermakna secara statistik dengan stadium
tumor (r=0,078; p=0,570).
Tabel 3. Hubungan Gambaran Timpanogram dengan Letak
dan Stadium Tumor
Hubungan
Gambaran timpanogram - letak tumor
Gambaran timpanogram - stadium tumor
r*
0,401
0,078
0,002
0,570
*Spearmans rho
Diskusi
Karakteristik Demografi
Dari berbagai literatur, usia pasien KNF sangat bevariasi
mulai dari <10 tahun hingga >80 tahun dengan puncak insiden
pada kelompok 40-50 tahun atau 40-60 tahun.8,9 Hal serupa
juga ditemukan pada studi ini, yakni subyek terbanyak pada
kelompok usia 40-49 tahun (n=18; 32,7%). Pada daerah
endemik seperti Indonesia, insiden KNF meningkat sejak usia
20 tahun hingga mencapai puncak pada dekade IV dan V.
Sebagai perbandingan, pada daerah dengan risiko rendah,
populasi terbanyak justru ditemukan pada usia dekade V dan
VI. Meski demikian, masih terdapat insiden KNF yang
signifikan pada usia <30 tahun sehingga diperoleh distribusi
usia bimodal dengan puncak awal antara 15-25 tahun.10,11
Secara umum, perjalanan kanker mulai dari pajanan
karsinogen hingga berkembangnya neoplasma memerlukan
Korelasi Antara Gambaran Timpanogram dengan Letak dan Stadium Tumor pada Pasien
waktu induksi yang cukup lama, dapat mencapai 15-30
tahun.12 Infeksi virus Epstein-Barr (VEB) sebagai salah satu
faktor risiko KNF memiliki masa laten tanpa gejala sekitar 2035 tahun untuk mempertahankan episom VEB dalam sel
nasofaring yang terinfeksi.13,14
Selain itu, insiden KNF lebih sering ditemukan pada
kelompok laki-laki (67,3%). Persentase tersebut menyerupai
perbandingan laki-laki dan perempuan pada kasus KNF
secara umum di Indonesia, yakni (2-3):1.4,10,11 Penjelasan
mengapa angka tersebut lebih tinggi pada laki-laki masih
belum jelas, namun faktor kebiasaan hidup dan kontak
dengan karsinogen yang lebih tinggi menjadi penyebab.10,11
Mayoritas subyek merupakan suku Batak (47,3%) meski
hal tersebut sangat mungkin disebabkan oleh bias
prevalensi-insiden yang cukup tinggi pada studi ini.
Berdasarkan kepustakaan disebutkan KNF banyak
ditemukan pada etnik Cina, terutama di daerah Cina bagian
Selatan, khususnya dari Provinsi Guangdong.12,13 Indonesia
pun termasuk kelompok Malayo-polinesia dari ras Mongoloid yang mempunyai angka kekerapan cukup tinggi.4,10
Namun, pada suku Batak sendiri telah ditemukan alel gen
yang potensial sebagai penyebab KNF, yaitu alel gen HLADRB*08.14
(r=0,078; p=0,570).
Letak tumor di nasofaring pada pasien KNF dapat
menyebabkan sumbatan pada Tuba Eustachius, hal ini dapat
mengakibatkan gangguan fungsi telinga tengah. Pemeriksaan
Timpanometri bermanfaat dalam menilai fungsi telinga tengah.
Gangguan fungsi telinga tengah pada pasien KNF akan
memberikan gambaran timpanogram yang abnormal.
5.
Kesimpulan
Gambaran timpanogram memiliki korelasi kuat dengan
letak tumor pada pasien KNF, namun tidak berkorelasi dengan
stadium tumor.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
105
Korelasi Antara Gambaran Timpanogram dengan Letak dan Stadium Tumor pada Pasien
16. Guigay J, Temam S, Bourhis J.Nasopharyngeal carcinoma and
therapeutic management: the place of chemotherapy. Ann Oncol.
2006;17:304-7.
17. Soehartono, Rahaju P, Kentjono WA. Hubungan antara ekspresi
latent membrane protein-1 dengan peningkatan ekspresi epidermal growth factor receptor pada karsinoma nasofaring jenis un-
106