Paradoks Inflasi Di Bulan Suci
Paradoks Inflasi Di Bulan Suci
Rusli Abdulah1
Tidak
henti-hentinya,
menjelang
Ramadhan
dan
selama
Ramadhan
harga
yang
(menjelang
dicerminkan
puasa)
oleh
merupakan
inflasi,
inflasi
pada
Mei
tertinggi
2015
selama
inflasi
mencapai
0,54
persen,
jauh
lebih
tinggi
persen.
Besaran
inflasi
tersebut
disumbang
oleh
inflasi
di
dan
atas
merupakan
paradoks
di
sebuah
paradoks.
masyarakat.
Paradoks
Pemerintah
di
sebagai
Sang
Pencipta.
Laku
prihatin
tersebut
tercermin
dalam
nalar
sederhana,
sejatinya
permintaan
akan
bahan
justru
cenderung
meningkat.
Ramadhan
yang
sejatinya
garis
besar,
penyebab
inflasi
ada
dua
yakni
mencukupi.
Kelangkaan
pasokan
disebabkan
dua
hal
yakni
Permainan
di
tingkat
distribusi
didasari
pada
Secara
kelembagaan,
mengendalikan
inflasi
pemerintah
yang
lebih
mudah
untuk
sisi
pasokan.
Bahan
disebabkan
Kementerian
Statistik,
Pertanian
pemerintah
dan
bisa
berkolaborasi
dengan
memperkirakan
hasil
Badan
panen,
apakah bisa memenuhi kebutuhan atau tidak. Jika tidak bisa, impor
menjadi
kata
kunci
terakhir
pemerintah
untuk
memenuhi
rantai
distribusi,
memulihkan
pasokan.
sandungan
pemerintah
distribusi.
pemerintah
Permainan
dalam
ekonomi
susah
lagi
dengan
oknum
di
berkepentingan
terhadap
relatif
rente
jika
untuk
rente
pasokan
perburuan
pemerintahan
demi
sulit
pemburu
menetralisir
Terlebih
bersekongkol
akan
menjadi
di
jalur
rente
sudah
yang
sama-sama
keberlangsungan
politik
mereka.
Langkah
Pun
keledai
sebagai
hewan
paling
dungu,
tidak
akan
Peribahasa
pemerintah
untuk
tersebut
tidak
seharusanya
membiarkan
menjadi
pengulangan
lecutan
inflasi
bagi
tinggi
dikendalikan.
Pertanian,
Koordinasi
Kementerian
yang
Perdagangan
baik
dan
antara
Badan
Kementerian
Pusat
Statistik
dalam memberikan update data menjadi hal yang wajib dalam menjaga
pasokan produksi, baik dengan produksi sendiri ataupun impor.
Kedua, memberantas pemburu rente dalam rantai distribusi
yang terkadang menahan barang untuk mendapat harga tinggi. Secara
kelembagaan,
pemerintah
bisa
menggunakan
legalitasnya
untuk
Penetapan
dan
Penyimpanan
Harga
kebutuhan
Pokok
dan
Barang.
Ketiga, dan merupakan bagian kebijakan yang harus dilakuan
dalam perspektf jangka pendek dan jangka panjang yakni rekayasa
konsumsi masyarakat. Rekayasa yang dimaksud adalah mengalihkan
perilaku konsumsi dari beras ke non beras ataupun mengurangi
produk makanan impor.
Keduanya
bisa
dilakukan
dengan
cara
kampanye
kuliner
nusantara yang menggunakan bahan dasar non beras dan non impor.
Contoh paling nyata yang saat ini dengan sendirinya berada pada
jalur pengurangan bahan makanan impor adalah brownes dari bahan
dasar ubi, bukan tepung terigu atau gandum.
Selain
makanan
berkabohidrat,
minuman
kopi
juga
menjadi
diambil
benang
merahnya
untuk
diaplikasikan
pada
jenis
stakeholder
terkait
memiliki
political
will
yang
sangat