Alfred C. Satyo
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan
Abstrak: Usaha-usaha memanfaatkan ilmu kedokteran tentang luka untuk kepentingan hukum
(medikolegal) telah dimulai sejak dulu kala, mulai dari raja Hammurabi dan Hittites di zaman
Babylonia pada tahun 1700 SM. Luka ditinjau dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana dibicarakan
dengan padanannya dalam ilmu Kedokteran. Empat kualifikasi luka dapat menjadi pilihan dokter
yang praktik forensik klinik di Instalasi atau Unit Gawat Darurat untuk pembuatan Visum et
Repertum.
Abstract: The knowledge about wounds had been used for legal medicine purposes since kings
Hammurabi and Hittites of Babylon in 1700 BC. Wounds are reviewed both from the Indonesia Penal
Code (KUHP) and medical approaches. The conclusions to be decided by physicians for their medical
reports and legal purposes could be selected out of four qualifications of wounds.
PENDAHULUAN
Kerajaan Babylonia telah mengenal dan
mempunyai hubungan ilmu kedokteran dengan
ilmu hukum yang dinamakan Hukum (Code)
Babylonia yang ditulis oleh raja Hammurabi
(Hammurabi Code) pada tahun 1700 SM.
Selain itu dikenal juga hukum Hittites
(Code of Hittites) pada tahun 1400 SM.1 Hukum
Hittites ini mengandung daftar yang amat rinci
mengenai kompensasi yang harus diberikan
pada kasus-kasus yang diperlukan. Pada masa
Persia kuno telah dikenal tingkat atau kualifikasi
luka dan pemeriksaan dilakukan pada orangorang yang mengalami perlukaan.
Aquillia (572 SM) menulis tentang
perlukaan yang dapat mematikan dan pendapat
medis dalam menaksir kegawatannya.2
Antistius memeriksa, bahwa ada dua puluh
tiga buah luka pada tubuh Julius Caesar (100-44
SM), tetapi luka yang mematikan hanya satusatunya tusukan pada jantung.1,2
Justinius (483-563), dalam bukunya
Digest telah meminta nasehat-nasehat medis
pada kasus perlukaan.1,2
Azizes Jeruzalem (Kode Hukum Jerusalem)
pada tahun 1100 antara lain memeriksa
perlukaan pada kasus pembunuhan.
Di negeri Cina pada tahun 1248, telah
ditulis sebuah buku berjudul Hsi Luan Yu
(Record of the Washing Away of Wrongs).2,3
430
Alfred C. Satyo
ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalulintas dan lain-lain sebagainya.
Trauma tumpul dapat menyebabkan tiga
macam luka yaitu luka memar (contusio), luka
lecet (abrasio) dan luka robek (vulnus
laceratum).
Trauma tajam ialah suatu ruda paksa yang
mengakibatkan luka pada permukaan tubuh oleh
benda-benda tajam. Trauma tajam dikenal dalam
tiga bentuk pula yaitu luka iris atau luka sayat
(vulnus scissum), luka tusuk (vulnus punctum)
atau luka bacok (vulnus caesum).
Perbedaan antara trauma tumpul dan trauma
tajam, tercantum dalam ikhtisar di bawah ini:8,9
Trauma
a. Bentuk luka
Tumpul
tidak teratur
Tajam
Teratur
b. Tepi luka
tidak rata
Rata
c. Jembatan jaringan
ada
tidak ada
d. Rambut
tidak ikut
terpotong
ikut
terpotong
e. Dasar luka
tidak teratur
berupa garis
atau titik
f. Sekitar luka
ada luka
lecet atau
memar
431
Tinjauan Pustaka
4.
5.
6.
7.
8.
9.
KESIMPULAN
Seorang dokter wajib membantu pihak
penegak hukum, membuat Visum et Repertum
(VeR) termasuk luka. VeR yang dimaksud
dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana adalah surat keterangan ahli, bila dibuat
oleh spesialis kedokteran forensik dan surat
keterangan bila dibuat oleh dokter spesialis
lainnya atau dokter umum.
Pada pembuatan VeR forensik klinik ada
empat kualifikasi luka yang dapat jadi pilihan
dokter.
DAFTAR PUSTAKA
1. Satyo, Alfred C., Sejarah Ilmu Kedokteran
Forensik, Edisi II (revisi) Cetakan III, UPT
Penerbitan dan Percetakan Universitas
Sumatera Utara, Medan, 2004, h.7-10.
2.
3.
432