Anda di halaman 1dari 15

Referat

Pengaruh Alergi Terhadap Otitis Media Akut

Oleh:

Ratna Febrialti
NIM. 09101046

Pembimbing:
dr. Asmawati Adnan, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN THT-KL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS ABDURRAB
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2014

PENGARUH ALERGI TERHADAP OTITIS MEDIA AKUT (OMA)

1. ANATOMI TELINGA TENGAH


Telinga terbagi menjadi 3 bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba
Eustachius dan processus mastoideus.1
1. 1. MEMBRAN TIMPANI
Membran timpani memisahkan cavum timpani dari kanalis akustikus
eksternus. Letak membrana timpai pada anak lebih pendek, lebih lebar
dan lebih horizontal dibandingkan orang dewasa. Bentuknya ellips,
sumbu panjangnya 9-10mm dan sumbu pendeknya 8-9 mm, tebalnya
kira-kira 0,1 mm.2
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut pars flaksida (Membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars
tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian
luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi
oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam.1
Vaskularisasi membran timpani sangat kompleks. Membrana timpani
mendapat perdarahan dari kanalis akustikus eksternus dan dari telinga
tengah, danvberanastomosis pada lapisan jaringan ikat lamina propia
membrana timpani. Pada permukaan lateral, arteri aurikularis profunda
membentuk cincin vaskuler perifer dan berjalan secara radier menuju
membrana timpani. Di bagian superior dari cincin vaskuler ini muncul
arteri descendent eksterna menuju ke umbo, sejajar dengan manubrium.
Pada permukaan dalam dibentuk cincin vaskuler perifer yang kedua,

yang berasal dari cabang stilomastoid arteri aurikularis posterior dan


cabang timpani anterior arteri maksilaris. Dari cincin vaskuler kedua ini
muncul arteri descendent interna yang letaknya sejajar dengan arteri
descendent eksterna.2

Gambar 1. Membran Timpani2

1. 2. KAVUM TIMPANI
Kavum timpani merupakan suatu ruangan yang berbentuk irreguler
diselaputi oleh mukosa. Kavum timpani terdiri dari 3 bagian yaitu
epitimpanium yang terletak di atas kanalis timpani nervus fascialis,
hipotimpananum

yang

terletak

di

bawah

sulcus

timpani,

dan

mesotimpanum yang terletak diantaranya.1,3


Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar membran timpani,
batas depan tuba eustachius, batas bawah vena jugularis (bulbus
jugularis), batas belakang aditus ad antrum, kanalis fasialis pars
vertikalis, batas atas tegmen timpani (meningen/otak) dan batas dalam
berturut turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window) dan promontorium.1,3

Gambar 2. Cavum Timpani4


Kavum timpani berisi 3 tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan
stapes. Ketiga tulang pendengaran ini saling berhubungan melalui
artikulatio dan dilapisi oleh mukosa telinga tengah. Ketiga tulang
tersebut menghubungkan membran timpani dengan foramen ovale,
seingga suara dapat ditransmisikan ke telinga dalam.1,3
Maleus, merupakan tulang pendengaran yang letaknya paling lateral.
Malleus terdiri 3 bagian yaitu kapitulum mallei yang terletak di
epitimpanum, manubrium mallei yang melekat pada membran timpani
dan kollum mallei yang menghubungkan kapitullum mallei dengan
manubrium mallei. Inkus terdiri ataskorpus, krus brevis dan krus longus.
Pada medial puncak krus longus terdapat processuslentikularis. Stapes
terletak paling medial, terdiri dari kaput, kolum, krus anterior dan
posterior, serta basis stapedius/foot plate. Basis stapedius tepat
menutupforamen ovale dan letaknya hampir pada bidang horizontal.1,3
Dalam cavum timpani terdapat 2 otot, yaitu : M.tensor timpani,
merupakan otot yang tipis, panjangnya sekitar 2 cm, danberasal dari
kartilago tuba eustachius. Otot ini menyilang cavum timpani ke
lateraldan menempel pada manubrium mallei dekat kollum. Fungsinya

untuk menarik manubrium mallei ke medial sehingga membran timpani


menjadi lebih tegang. Dan m. stapedius, membentang antara stapes dan
manubrium mallei dipersarafi oleh cabang nervus fascialis. Otot ini
berfungsi sebagai proteksi terhadap foramen ovale dari getaran yang
terlalu kuat.1,3
Ada 5 faktor yang mengatur tekanan pada kavum timpani, yaitu :
a. Fungsi ventilasi tuba Eustachius.
b. Proses keluar masuknya gas dari sirkulasi melalui difusi.
c. Ketebalan mukosa telinga tengah.
d. Elastisitas membran timpani.
e. Ukuran pneumatisasi mastoid.

1. 3. TUBA EUSTACHIUS
Tuba eustachius adalah saluran yang meneghubungkan kavum timpani
dan nasofaring. Panjangnya sekitar 31-38 mm, mengarah ke anteroinferomedial, membentuk sudut 30-40 dengan bidang horizontal, dan 45
denganbidang sagital. 1/3 bagian atas saluran ini adalah bagian tulang
yang terletak anterolateral terhadap kanalis karotikus dan 2/3 bagian
bawahnya merupakan kartilago. Muara tuba di faring terbuka dengan
ukuran 1-1,25 cm, terletak setinggi ujung posterior konka inferior.
Pinggir anteroposterior muara tuba membentuk plika yang disebut torus
tubarius, dan di belakang torus tubarius terdapat resesus faring yang
disebut fossa rosenmuller. Pada perbatasan bagian tulang dan kartilago,
lumen tuba menyempit dan disebut isthmus dengan diameter 1-2 mm.
Isthmus ini mudah tertutup oleh pembengkakan mukosa atau oleh infeksi
yang berlangsung lama, sehingga terbentuk jaringan sikatriks. Pada anakanak, tuba ini lebih pendek, lebih lebar dan lebih horizontal dibandingkan
orang dewasa, sehinggga infeksi dari nasofaring mudah masuk ke kavum
timpani.1,3

Gambar 3. Perbedaan tuba eustachius anak dan dewasa


Fungsi tuba Eustachius :1,3
1 Mengatur

ventilasi

dari

telinga

tengah

dan

memelihara

keseimbangan tekanan pada kedua sisi dari membran timpani.


2 Drainase dari telinga tengah.
3 Melindungi dari tekanan suara nasofaring dan sekret dari
nasofaring.

1. 4. PROSESUS MASTOIDEUS
Air cell system tulang mastoid merupakan perpanjangan dari rongga
pada telinga tengah yang berasal dari kantung pharyngeal pertama.
Proses

ini

terjadi

pada

perkembangan

tulang

temporal

yang

menghasilkan berbagai tingkat variasi pneumatisasi di bagian mastoid.


Terjadinya infeksi pada telinga tengah dan mastoid dapat mempengaruhi
pneumatisasi air cell system. Air cell system pada mastoid meluas mulai
dari aditus ad antrum di epitimpani ke sentral mastoid (antrum) dapat
meluas ke berbagai arah.
Luasnya pneumatisasi tulang temporal bervariasi untuk masingmasing individu. Hal ini ditentukan oleh dua factor, yaitu factor heriditer
dan factor lingkungan. Sel udara mastoid mempunyai peranan penting

terhadap fungsi fisiologis telinga tengah. Turmarkin dan Holmquist


menyatakan bahwa sel udara mastoid berperan sebagai rongga udara
pada telinga tengah dan bertanggung jawab terhadap pengaturan tekanan
telinga tengah. Menurut Wittmaacks (teori endodermal) mukosa telinga
tengah yang normal merupakan syarat mutlak untuk terjadinya
pneumatisasi normal sel udara mastoid, tetapi proses tersebut dapat
dihambat oleh inflamasi atau kelainan fungsi tuba Eustachius.

2. OTITIS MEDIA AKUT


2. 1. DEFINISI
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel sel mastoid. Otitis
media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan
tanda tanda yang bersifat cepat dan singkat. Otitis media akut (OMA)
biasanya terjadi karena faktor pertahanan tuba terganggu. Sumbatan tuba
Eustachius merupakan factor penyebab utama dari otitis media. Karena
fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga
tengah juga terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah
dan terjadi peradangan. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat
terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam,
gelisah, mual, muntah, diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi
membran timpani. OMA dibagi dalam beberapa stadium menjadi
beberapa stadium yaitu oklusi tuba, hiperemis, perforasi, supuratif dan
resolusi.6

2. 2. EPIDEMIOLOGI
Hampir 85% anak mempunyai paling sedikit satu episode otitis
media akut pada umur 3 tahun, dan 50% anak akan mempunyai dua
episode atau lebih. Bayi dan anak kecil berisiko paling tinggi untuk
menderita otitis media, frekuensi insiden adalah 15 20% dengan puncak

terjadi dari umur 6 36 bulan dan 4 6 tahun. anak yang menderita otitis
media pada umur tahun pertama mempunyai kenaikan risiko penyakit
akut kumat atau kronis. Insiden penyakit cenderung menurun sebagai
fungsi dari umur sesudah umur 6 tahun. insiden tinggi pada laki laki,
kelompok sosioekonomi lebih rendah, suku asli Alaska, suku asli
Amerika, dan lebih tinggi pada orang kulit putih daripada orang kulit
hitam.7

2. 3. ETIOLOGI
Kuman penyebab utama pada OMA ialah bakteri piogenik, seperti
Streptokokus hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pnemokokus. Selain itu
kadang kadang ditemukan juga Hemofilus influenza, Eschericia colli,
Streptokukus anhemolitikus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas
aerugonosa.6
Hemofilus influenza paling sering ditemukan pada anak yang
berusia dibawah 5 tahun.6

2. 4. PATOFISIOLOGI
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan
tubuh. Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama
penyebab terjadinya penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba
Eustachius, terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan. Gangguan fungsi
tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan negatif di telinga
tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi. Pencetus
terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).6,8
Makin sering anak anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah
karena : 1. Morfologi tuba Eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya
agak horizontal; 2. Sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan;
3. Adenoid pada anak relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan
sering terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.8

Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya


penyakit telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung
dan sinus, kelainan sistem imun.8

2. 5. STADIUM OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi
atas 5 stadium.6
a. Stadium oklusi tuba Eustachius
Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai
oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani
negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara.
Retraksi membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih
horizontal, refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada
tuba Eustachius juga menyebabkan tersumbat. Selain retraksi,
membran timpani kadang - kadang tetap normal dan tidak ada
kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan
dengan tanda dari otitis media serosa yang disebabkan oleh virus dan
alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.6

b. Stadium hiperemis
Pada stadium hiperemis tampak pembuluh darah yang melebar di
mebran timpani atau seluruh membran timpani tampak hiperemis
serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat
eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.6

c. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel
eptel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum
timpani, menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) kearah
liang telinga luar.6

Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu
meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu
gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai dengan
gangguan pendengaran konduktif.6
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik
akan menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya
nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani. Terjadi
penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan
akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah
nekrosis terasa lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow
spot.6,8
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan
miringotomi. Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi
pada membran timpani sehingga nanah akan keluar dari telinga
tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi pada membran timpani
akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang
tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani
mungkin tidak menutup kembali jika tidak utuh lagi.6,8

Gambar 4. Bulging pada membran timpani (telinga kiri)9

d. Stadium perforasi
Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga
sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari

telinga tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran


sekret bersifat pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan
oleh terlambatnya pemberian antibiotik dan tingginya virulensi
kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih tenang,
suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak.6
Jika mebran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekret atau
nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu, maka keadaan ini
disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua
bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.6

Gambar 5. Membran timpani perforasi9

e. Stadium resolusi
Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh
membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran
timpani menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan
akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini
berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani
masih utuh, daya tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. 6
Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut
menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa
perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar
secara terus-menerus atau hilang timbul.6

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa


otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani.6

Gambar 6. Perforasi membran timpani ditutupi oleh


pseudomembran9

2. 6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari
komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi
membran timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.6,8
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah
hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan
fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam
larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik.6,8
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes
hidung dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan
penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam
darah sehingga tidak

terjadi mastoiditis

terselubung,

gangguan

pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Antibiotik diberikan

minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap penisilin, diberikan


eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari yang
terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing
50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.6,8
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.6,8
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar,
kadang secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear
toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang
adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari.6,8
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi
resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila
keadaan ini berketerusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.6,8

3.

PENGARUH ALERGI TERHADAP OMA


Penyakit alergi adalah suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan
bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi
sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun. Alergi
yang mengakibatkan efek pada hidung seperti rhinitis alegi dapat menyebabkan
mukus berlebih dan peradangan di sekitar tuba eustachius yang berujung pada
disfungsi tuba eustachius. 6,10
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan
edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba
Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan
tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama
akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke

dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah


bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang
berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam
telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media
dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi
virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang
dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius.10
Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri,
sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika
sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran
dapat terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak
akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi.10

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soetirto I, Hendarto H, Jenny B. Gangguan pendengaran dan kelainan


telinga. Dalam: Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007. Hal 10 3.

2.

Gambar Membran Timpani. [cited on june 20 2014]. Available on:


http://anatomifkunsyiah.blogspot.com/2012/06/anatomi-telinga.html

3.

Adams G, Boies L, Higler P. Buku Ajar Penyaki THT. Edisi ke-6. Jakarta:
EGC; 1997.

4.

Gambar Cavum Timpani. [cited on june 20 2014]. Available on:


http://yuhardika.blogspot.com/2013/08/anatomi-fisiologi-telinga.html

5.

Gambar tuba eustachius. [cited on june 20 2014]. Available on:


http://dc436.4shared.com/doc/4ASTYMfG/preview.html

6.

Djaafar ZA, Helmi, Ratna DR. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Buku Ajar
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-6.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007. Hal 64 9.

7.

Arnolds JE. Otitis media dan komplikasinya. Dalam: Behrman, Kliegman,


Arvin, editor. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi ke-15, Vol 3. Jakarta:
EGC; 200. Hal 2208.

8.

Munilson J, Yan E, Yolazenia. Penatalaksanaan Otitis Media Akut. Padang:


Departemen THT-KL FK Unand.

9.

Onerci TM. Diagnosis in otorhinolaryngology. Berlin: Springer; 2009. p.


28-33 .

10.

Kerschner JE.Otitis Media. In: Kliegman RM ed. Nelson Textbook of


Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier; 2007. p. 2632-46.

Anda mungkin juga menyukai