Eklampsia Tanpa HELLP Syndrome
Eklampsia Tanpa HELLP Syndrome
Pereklampsia/Eklampsia
Hemolisis
Enzim Hepar
Jumlah Trombosit
SINDROMA HELLP
LUARAN
JELEK ?
Luaran Anak :
- Asfiksia Berat
- PJT
- KJDK
Luaran Ibu :
- DIC
- Solusio Plasenta
- Gagal Ginjal
- Edema Paru
- Ibu Mati
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. DEFINISI
Definisi dari sindroma HELLP sampai saat ini masih kontroversi. Menurut Godlin
(1982) Dikutip dari 5 sindroma HELLP merupakan bentuk awal dari preeklampsia berat.
Weinstein (1982) Dikutip dari 5 melaporkan sindroma HELLP merupaka n varian yang
unik dari preeklampsia tetapi Mackenna dkk (1983) Dikutip dari 5 melaporkan bahwa
sindroma ini tidak berhubungan dengan preeklampsia. Dan dilain pihak banyak
penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP merupakan bentuk yang ringan dari
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) yang terlewatkan karena pemeriksaan
laboratorium yang tidak adekwat. 5
Salah satu alasan yang menyebabkan kontroversi terhadap sindroma ini, karena
adanya perbedaan dalam kriteria diagnostik dan metode yang digunakan pada waktu
penelitian (Tabel I). Walaupun hampir semua peneliti sepakat bahwa sindroma ini
merupakan petanda keadaan penyakit yang berat dan dengan prognosa yang jelek.
5,9
Bilirubin
(mg/dl)
Abnorm
al
> 1,2
> 1,0
> 0,8
> 1,0
-
B. ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian dari sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Hal ini disebabkan karena timbulnya sindroma ini sulit diduga serta gambaran
klinisnya yang mirip dengan gejala penyakit non obstetrik.
Menurut Sibai dkk (1986) Dikutip dari 5 angka kejadian sindroma HELLP berkisar 2 12
% dari seluruh penderita preeklampsia berat. Sedangkan angka kejadian sindroma
HELLP pada seluruh kehamilan berkisar antara 0,2 sampai 0,6 %. 8,10
Di RS Dr. Pirngadi Medan menurut penelitian Siregar (1997) yang dilakukan selama
satu tahun angka kejadian sindroma HELLP didapati 1,54 % (1 kasus dari 65 kasus
preeklampsia berat dan eklampsia).11 Sofoewan (2000) melaporkan pada penelitian
retrospektif di RS Dr. Sardjito Yogyakarta didapati 3 kasus (4,4 %) sidroma HELLP
Murni dan 11 kasus ( 16,2 %) sindroma HELLP Parsial dari 68 kasus preeklampsia
berat yang ditelitinya sejak Januari1998 sampai September 2000. 12
ibu
kegagalan
thd
trofoblas
dari
migrasi
trofoblas
DM
HTK
HNI
LAC
Tidak ada
perubahan
fisiologik
pada
bagian
miometrial
arteri
spiralis
aliran
darah
intervilus
kerusakan
trofoblas &
sel endotel
ibu / janin
Produk
dari
trofoblas
atau
PgI2
TXA 2
Kerusakan
sel endotel
( PgI2 )
Arteriosis
akut
agregasi
TXA 2
Aktivasi FX2
Trombosit growth factor
Efek
dari
koagulasi
ibu
Gambar 2.
bebas yang selanjutnya mengakibatkan membran sel darah merah menjadi tidak
stabil dan mengalami kerusakan. Daya pertahanan membran sel darah merah ini
berhubungan dengan kadar prostasiklin di dalam plasma melalui gen superoxidase
dismutase (SOD). Penurunan aktivitas dari SOD ini mengakibatkan penurunan daya
pertahanan terhadap radikal bebas. 19
Perubahan stabilitas membran sel darah merah menyebabkan masuknya kalsium ke
dalam sel, terjadi peningkatan aktivitas sel dan terjadi perubahan dari rigiditas
membran. Perubahan ini menyebabkan sel darah merah berubah bentuknya, mudah
pecah (fragmentasi) dan sel cenderung menjadi lisis. Keadaan di atas dapat
menerangkan terjadinya hemolisis pada penderita preeklampsia. 19
Gambar 5. Perdarahan yang berat terpusat disekitar triad portal (P), tetapi mengenai
hampir seluruh lobulus hepar (Dikutip dari Barton 20)
21
Gambar 7. Sel hepatosit yang mengandung gumpalan lemak yang kecil, disebut
lemak mikrovaskuler (Dikutip dari Barton 21)
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar dimana gamb aran
histopatologisnya berupa nekrosis parenkhim periportal dan atau fokal yang disertai
dengan deposit hialin yang besar dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada
sinusoid. Pada penelitian dengan imunoflourescen dijumpai mikrotrombi fibrin dan
deposit fibrinogen pada sinusoid dan daerah hepatoselular yang nekrosis. Adanya
mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan obstruksi aliran
darah di hepar yang merupakan dasar dari terjadinya peningkatan enzim hepar dan
terdapatnya nyeri perut kuadran kanan atas. Gambaran nekrosis selular dan
10
perdarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat dijumpai
adanya perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur hepar.
5,8,19,20
Barton dkk (1992) melaporkan pada penelitian terhadap 11 pasien sindroma HELLP
yang dilakukan biopsi pada heparnya didapati perdarahan periportal 8 orang (73%)
yang 25%- nya terdapat nekrosis lobular. Deposit fibrin periportal didapati pada 6
orang (55%), dengan satu orang tanpa perdarahan periportal.
Gambaran perdarahan periportal dan deposit fibrin mempunyai hubungan bermakna
dengan tingkat keparahan dari sindroma HELLP. 20
Oosterhof dkk (1994) melaporkan pada penelitian mengukur indeks pulsasi
(pulsatility index) dengan USG Doppler didapati peningkatan resistensi pada arteri
hepatika. Hal ini menunjukkan terdapatnya vasokonstriksi pada arteri hepatika yang
bertanggung jawab untuk terjadinya sindroma HELLP nantinya. 21
Perubahan histopatologis pada hepar yang terdapat pada sindroma HELLP dapat
dibedakan dari penyakit perlemakan hepar yang akut. Hal ini dilaporkan oleh Usta
dkk (1994) pada perlemakan hepar yang akut dengan pemeriksaan mikroskop
elektron didapatinya gambaran steatosi (perlemakan mikrovaskular) derajat rendah
yang difus pada daerah sentrilobular. Gambaran ini berbeda bermakna terhadap
perubahan histopatologi hepar pada sindroma HELLP. 22
Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh meningkatnya
konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya konsumsi trombosit
disebabkan oleh agregasi trombosit. Hal ini akibat dari kerusakan endotel,
penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas. Penyebab dari destruksi trombosit sampai saat ini belum diketahui.
Dijumpainya peningkatan megakaryosit pada biopsi sumsum tulang menunjukkan
pendeknya life span dari trombosit dan cepatnya proses daur ulang. 5,8
Beberapa peneliti terdahulu beranggapan bahwa DIC merupakan proses primer yang
terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun didapatinya gambaran histologis dari
mikrotrombi yang mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma HELLP
tidak dijumpai koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi
mikroangiopati dengan kadar fibrinogen yang normal (Tabel. 2). 5,8,19
Jadi DIC yang terjadi pada sindroma ini bukan merupakan proses primer tetapi
merupakan kelanjutan dari proses patofisiologis sindroma HELLP itu sendiri
(sekunder) . 5,8,19
11
Mikroangiopati
Etiologi
Tromboplastin,
fibrin
Patologi
Fibrin intravaskular
Hubungannya
dengan kehamilan
Kadar fibrinogen
Jumlah Trombosit
Sel darah merah
Solusio plasenta
trombin,
Rendah
Sedang sampai menurun
Sedikit fragmentasi
19
Van Dam dkk (1989) melaporkan dari 18 pasien dengan sindroma HELLP pada
pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit, didapati 7 orang dengan DIC
yang manifes. Tetapi pada saat melahirkan dilakukan pemeriksaan laboratorium lagi
maka didapati 10 orang dengan DIC manifes. Setelah 72 jam post partum hanya 4
orang yang tidak terbukti DIC.
Hal ini menunjukkan bahwa DIC terjadi sejalan dengan progresivitas penyakit. Dan
DIC merupakan petunjuk dari derajat keparahan dari sindroma HELLP. 23
D. KLASIFIKASI
Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP, yaitu :
1. Berdasarkan jumlah keabnormalan yang didapati.
Audibert dkk (1996) 24 melaporkan pembagian sindroma HELLP berdasarkan
jumlah keabnormalan parameter yang di dapati yaitu : sindroma HELLP Murni
bila didapati ketiga parameter di bawah ini, yaitu : hemolisis, peningkatan enzim
hepar dan penurunan jumlah trombosit dengan karakteristik : gambaran darah
tepi dijumpainya burr cell, schistocyte atau spherocytes ; LDH > 600 IU/L ; SGOT
> 70 IU/L ; bilirubin > 1,2 ml/dL dan jumlah trombosit < 100.000/ mm3 .
Sedangkan sindroma HELLP Parsial yaitu bila dijumpainya satu atau lebih
tetapi tidak ketiga parameter sindroma HELLP. Lebih jauh lagi sindroma HELLP
Parsial dapat dibagi beberapa sub grup lagi yaitu Hemolysis (H), Low Trombosit
counts (LP), Hemolysis + low trombosit counts (H+LP), hemolysis + elevated
liver enzymes (H+EL). 24 ,25
12
E. GAMBARAN KLINIS
1. KARAKTERISTIK PENDERITA
Weinsten (1982) melaporkan sindroma HELLP didapati pada nulipara 68% dan
pada multipara 34%. Pada nulipara umur rerata 24,0 tahun (16 40 tahun),
dengan usia kehamilan rerata 32,5 minggu (24 36,5 minggu). Sedangkan pada
multipara umur rerata 25,6 tahun (18 38 tahun) dengan usia kehamilan rerata
33,3 minggu (25 39 minggu).7
Sibai (1990) melaporkan karakteristik penderita sindroma HELLP berkulit putih,
multipara dengan riwayat luaran kehamilan yang jelek, usia ibu > 25 tahun, dan
gejala muncul sebelum kehamilan aterm ( < 36 minggu). Gejala dapat muncul
antepartum dan postpartum. Gejala sindroma HELLP pada antepartum dijumpai
69%, dimana 4% pada usia kehamilan 17- 20 minggu, 11% pada usia kehamilan
21 26 minggu, dan selebihnya muncul pada pertengahan trimester ketiga. 31%
gejala timbul pada postpartum. 5,8
Pada kasus postpartum timbulnya bervariasi antara beberapa jam sampai 6 hari
setelah persalinan. Sebahagian besar muncul pada 48 jam postpartum. Pada
kelompok ini, 79% penderita sindroma HELLP telah menderita preeklampsia
sebelum persalinan. Namun 21% tidak menderita preeklampsia baik sebelum
maupun pada saat persalinan. 8,26
2. GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri pada daerah epigastrium atau
kwadran kanan atas (90%), nyeri kepala, malaise sampai beberapa hari sebelum
dibawa ke rumah sakit (90%), serta mual dan muntah (45 86%). 5,7,8
Penambahan berat badan dan edema (60%), hipertensi dapat tidak dijumpai
sekitar 20% kasus, didapatinya hipertensi ringan (30%) dan hipertensi berat
(50%). 5,8
Magann dkk (1993) melaporkan hubungan antara kenaikan tekanan darah
dengan jumlah trombosit. Dimana didapatinya tekanan darah sistolik berbeda
secara bermakna pada ketiga kelompok pasien. Pasien dengan Kelas I (jumlah
trombosit 50.000/mm3 ) ternyata lebih sering dengan tekanan darah 150
mmHg dibanding dengan pasien kelas II (jumlah trombosit > 50.000 -
100.000/mm3 ) dan kelas III (jumlah trombosit > 100.000 - 150.000/mm3 ),
walaupun rerata puncak tekanan sistolik postpartum tidak berbeda secara
bermakna. Hipertensi berat ternyata tidak dijumpai pada semua penderita
dengan sindroma ini. 10,26
Pada beberapa kasus dijumpai hepatomegali, kejang- kejang, jaundice,
perdarahan gastrointestinal dan perdarahan gusi. Sangat jarang dijumpai
hipoglikemia, koma, hiponatremia, gangguan mental, buta kortikal dan diabetes
insipidus yang nefrogenik. Edema pulmonum dan gagal ginjal akut biasanya
dijumpai pada kasus sindroma HELLP yang timbulnya postpartum atau
antepartum yang ditangani secara konservatif. 26
3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Proses yang dinamis dari sindroma ini, sangat mempengaruhi gambaran
parameter dari laboratorium. Gambaran parameter ini tidak konstan dipengaruhi
oleh pola penyakit yang menunjukkan perbaikan atau kemunduran. 10
13
14
Gambar 8.
F. PENANGANAN
Sampai saat ini penanganan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa peneliti
menganjurkan terminasi kehamilan dengan segera tanpa memperhitungkan usia
kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta jeleknya luaran perinatal
apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain menganjurkan pendekatan yang
konservatif untuk mematangkan paru- paru janin dan atau memperbaiki gejala klinis
ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa terminasi kehamilan merupakan satusatunya terapi defenitif. 30-33
15
Visser W dkk (1995) pada penelitian terhadap 128 pasien Preeklampsia dengan
sindroma HELLP melaporkan bahwa dengan menunda terminasi kehamilan pada
sindroma HELLP lebih aman dan berguna untuk ibu dan janin.32
Pendekatan konservatif dengan mematangkan paru-paru janin dan atau
memperbaiki gejala klinis ibu dengan mempergunakan kortikosteroid. Tompkins
dan Thigarajah (1999) melaporkan pemberian kortikosteroid baik Betametason
maupun Deksametason meningkatkan pematangan paru, meningkatkan jumlah
trombosit, mempengaruhi fungsi hepar (kadar SGOT,SGPT dan LDH menurun) serta
memungkinkan untuk pemberian anastesia regional. 33
Amorim
dkk (1999)
melaporkan
pemberian
kortikosteroid
antepartum,
Betametason 12 mg / IM yang diulang 24 jam kemudian dan diberikan tiap minggu
sampai persalinan pada kehamilan 26 sampai 34 minggu dapat meningkatkan
pematangan paru janin.34
Magan
dkk
(1994)
melaporkan
pemberian
kortikosteroid
antepartum,
Deksametason 10 mg / IV / 12 jam diberikan sampai persalinan pada kehamilan <
32 minggu, mendapatkan persalinan terjadi 41 15 jam setelah pemberian
kortikosteroid. Mereka berpendapat dengan pemberian kortikosteroid dapat
menunda persalinan, memaksimumkan status hematologis ibu, memaksimumkan
sistim organ pada janin dan ibu dapat dirujuk ke pusat pelayanan dengan aman. 35
Magann dkk (1994) melaporkan pemberian kortikosteroid post partum,
Deksametason 10 mg / 12 jam 2 kali pemberian, dilanjutkan dengan 5 mg / 12 jam
pada 24 jam dan 36 jam post partum, mendapatkan penurunan tekanan darah dan
peningkatan jumlah trombosit pada 24 jam post partum serta penurunan LDH dan
SGOT pada 36 jam post partum. 36
Isler dkk (2001) melakukan penelitian prospektif tentang efikasi dari
Deksamethason dan Betametason. Dilaporkan bahwa pemberian Deksametason 10
mg/12 jam/IV lebih efektif dibandingkan dengan pemberian Betametason 12 mg/24
jam /IM. Pemberian Deksametason dapat diberikan langsung kedaerah intravaskular,
dimana Betametason (tidak dapat diberikan secara intravena) harus diabsorbsi
terlebih dahulu setelah pemberian secara intramuskuler. Hal ini menyebabkan
terlambatnya onset of action atau berkurangnya efektifitas obat waktu sampai di
pembuluh darah. 37
Prinsip penanganan pada sindroma HELLP sama dengan Preeklampsia berat. Prioritas
pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap abnormalitas pembekuan
darah. Penanganan sindroma HELLP secara ringkas dapat dilihat dari tabel 3. 13,30
16
17
perprimum atau sekunder secara statistik tidak bermakna hanya tergantung dari
insisi yang dilakukan ( pfannensteil atau mid line). 39
Schorr dkk (1998) melaporkan seksio sesarea pada sindroma HELLP, terjadinya
komplikasi luka operasi dua kali lebih sering pada insisi Pfanneinsteil dibandingkan
dengan insisi mid line. 40
G. PROGNOSA
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19 27 % untuk mendapat
resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko sampai 43%
untuk mendapat preeklampsia pada kehamilan berikutnya. sindroma HELLP kelas I
merupakan resiko terbesar untuk berulangnya sindroma ini pada kehamilan
selanjutnya.8
Sibai dkk (1995) melaporkan penderita dengan normotensif sebelum menderita
sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19% untuk terjadinya preeklampsia, 27%
terjadi kelainan hipertensi lainnya dan 3% terjadi sindroma HELLP pada kehamilan
berikutnya. Tetapi bila penderita sindroma HELLP dengan riwayat kronik hipertensi
sebelumnya, maka 75% akan terjadi preeklampsia dan 5% kemungkinan terjadi
sindroma HELLP pada kehamilan berikutnya. 41
Sibai dkk (1993) melaporkan angka kematian ibu pada sindroma HELLP 1,1 %.
Dengan komplikasi seperti DIC (21%), solusio plasenta (16%),gagal ginjal akut ( 7,7
%), edema pulmonum (6%), hematom hepar subkapsular (0,9%) dan ablasi retina
(0,9%). 42,43
Isler dkk (1999) melaporkan penyebab kematian ibu pada sindroma HELLP adalah
perdarahan intrakranial atau stroke ( 45%), gagal jantung paru (40%), DIC (39%),
sindroma gagal nafas (28%), gagal ginjal (28%), perdarahan hepar atau ruptur
(20%) dan ensefalopati hipoksia (16%).
60% dari kematian ibu dengan sindroma HELLP kelas I. 44
Angka morbiditas dan mortalitas pada bayi berkisar 10 60% tergantung dari
keparahan penyakit ibu. Bayi yang ibunya menderita sindroma HELLP akan
mengalami pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan sindroma kegagalan pernafasan.
8,43
Abramovici dkk (1999) melaporkan angka kematian bayi 5,5 %, dari 269 bayi
dengan ibu sindroma HELLP. Hampir 90% penyebab kematian karena sindroma
gagal nafas. Morbiditas dan mortalitas bayi tergantung dari usia kehamilan dari pada
ada atau tidaknya sindroma HELLP.45
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN 46
Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif analitik .
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Bagian Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP H. Adam
Malik - RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penelitian laboratorium dilakukan di Patologi
Klinik Pelengkap RSUD Dr. Pirngadi Medan. Mulai tanggal 1 Maret 2001 sampai
dengan 31 Januari 2002.
C. POPULASI PELITIAN 46
1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh ibu hamil dengan Preeklampsia berat dan
Eklampsi.
2. Besar Sampel
Jumlah sampel ditentukan dengan rumus sampel tunggal untuk estimasi
proporsi suatu populasi dengan menggunakan ketepatan absolut, 5 % yaitu :
N = z2 ..q
d2
N = besar sampel
= proporsi preeklampsia berat (dari kepustakaan = 6%)
q = (1-) = 100% - 6 % = 94 %
d = tingkat ketepatan absolut yang dikhendaki (0,05)
= tingkat kemaknaan (0,05)
z = distribusi z (1,96)
N = (1,96)2 x 0,06 x 0,94 = 3,8416 x 0,0564 = 86,67
(0,05) 2
0,0025
Drop out 10 %
Total N = 87 + 8,7 = 95,7 dibulatkan menjadi 100.
3. Kriteria Penerimaan
a. Semua kasus preeklampsia berat dan eklampsia dengan kehamilan
tunggal dimasukkan kedalam penelitian ini, baik primipara maupun
multipara.
b. Penilaian parameter sindroma HELLP dengan pemeriksaan laboratorium :
jumlah trombosit ,SGOT, LDH dan bilirubin .
c . Bersedia ikut dalam penelitian.
4. Kriteria Penolakan
Ibu hamil dengan riwayat diabetes melitus, penyakit hati, penyakit darah,
super imposed preeklampsia, dan gemeli.
5. BATASAN OPERASIONAL
a. Preeklampsia berat adalah komplikasi kehamilan setelah kehamilan 20
minggu dengan kriteria : tekanan darah 160/110 mmHg, edema
dan/atau proteinuria lebih 5 gram/24jam atau kwalitatif 3+/4+.
b. Eklampsia adalah timbulnya kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan/atau
19
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
20
q.
Bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK) adalah berat badan lahir
bayi lebih besar dari umur kehamilannya ( > 90 persentil kurva
pertumbuhan Battalgi dan Lubchenco).
h.
21
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini berlangsung mulai tanggal 1 Maret 2001 sampai dengan 31 Januari
2002. Dari 100 kasus preeklampsia berat yang memenuhi kriteria penerimaan, 65
kasus diantaranya preeklampsia berat dengan nilai laboratorium normal (PEB), 32
kasus preeklampsia berat dengan sindroma HELLP Parsial (SHP) dan 3 kasus
preeklampsia berat dengan sindroma HELLP Murni (SHM).
Dari 32 kasus preeklampsia berat dengan sindroma HELLP Parsial terdapat 23 kasus
hemolisis (H), 1 kasus peningkatan enzim hepar (EL), 2 kasus hemolisis dengan
trombositopenia (H + LP) dan 6 kasus hemolisis dengan peningkatan enzim hepar (H
+ EL).
JUMLAH KASUS
70
60
SHM
50
SHP (H+EL)
40
30
SHP (H+LP)
SHP (EL)
SHP (H)
20
PEB
10
0
PEB
SHP
SHM
22
Karakteristik Penderita
a. Umur ibu
Tabel V. Sebaran kasus berdasarkan umur ibu pada kelompok preeklampsia
berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni.
Umur ibu
(tahun)
20
6,2
15,6
33,3
21- 35
46
70,8
20
62,5
33,3
> 35
15
23,0
21,9
33.3
Jumlah
65
100,0
32
100,0
100,0
Mean
29,58
28,16
30,67
SD
6,84
6,83
11,02
b. Paritas
Tabel VI .
Sebaran kasus berdasarkan jumlah paritas pada kelompok
preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP
Murni.
Paritas
46
70,8
28
87,5
66,7
1- 3
11
16,9
12,3
12,5
33,3
65
100,0
32
100,0
100,0
4
Jumlah
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah paritas yang terbanyak pada kelompok
PEB, SHP dan SHM adalah pada paritas 0 dengan persentase pada kelompok PEB
70,8%, pada kelompok SHP 87,4% dan pada kelompok SHM 66,7%. Kalau
diperhatikan kelompok penderita resiko tinggi (paritas 0 dan 4) jelas terlihat
perbedaannya, yaitu pada kelompok PEB 73,1%, kelompok SHP 100% dan
kelompok SHM 100%.
23
Gambaran klasik dari sindroma HELLP banyak dijumpai pada wanita multigravida
dengan umur yang lebih tua dibandingkan dengan yang dijumpai pada
preeklampsia yaitu wanita muda dengan nulipara.43
Audibert dkk (1996) melaporkan usia ibu pada penderita preekla mpsia berat
dengan laboratorium normal (PEB) 22,5 6,4 tahun, preeklampsia berat dengan
sindroma HELLP Parsial (SHP) 24,6 6,2 tahun dan preeklampsia berat dengan
sindroma HELLP Murni (SHM) 24,8 5,8 tahun. Dengan jumlah nulipara pada
penderita PEB 66 %, SHP 65 % dan SHM 56 %. 24
Sedangkan pada penelitian Morikawa (2001) didapati usia ibu pada penderita
PEB 31,9 6,4 tahun, usia ibu pada SHP 30,7 5,4 tahun dan usia ibu pada SHM
28,9 4,1 tahun.25
Sofoewan (2001) pada penelitiannya mendapatkan usia ibu pada penderita PEB
29,28 6,87 tahun, usia ibu pada SHP 28,64 6,48 tahun dan usia ibu pada SHM
33,67 4,73 tahun. Dengan jumlah nulipara pada penderita PEB 53,7 %, SHP
18,2 % dan SHM 66,7 %. 12
c. Usia Kehamilan
Tabel VII.
Sebaran kasus berdasarkan usia kehamilan pada kelompok
preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP
Murni.
Usia Kehamilan
(minggu)
< 37
12
18,5
25,0
33,3
37 - 40
45
69,2
23
71,9
66,7
12,3
3,1
65
100,0
32
100,0
100,0
40
Jumlah
Mean
39,10
37,50
36,7
SD
0,61
0,57
0,58
Dari tabel di atas terlihat bahwa usia kehamilan pada penelitian ini didapatkan
70% pada kelompok 38 40 minggu. Dan terlihat pada tabel ini bahwa usia
kehamilan pada kelompok SHM lebih rendah dibandingkan dengan usia
kehamilan kelompok SHP maupun PEB.
Menurut Haddad dkk (2000) dijumpainya hubungan usia kehamilan dan
terjadinya sindroma HELLP, dimana sindroma HELLP lebih sering dijumpai pada
usia kehamilan yang lebih muda. 47
Audibert dkk (1996) melaporkan pada penelitiannya didapati usia kehamilan
pada penderita PEB 34,5 3,8 minggu, SHP 32,7 4,2 minggu dan SHM 31,7
3,9 minggu.24
Sedangkan Morikawa dkk (2001) mendapatkan pada penelitiannya usia
kehamilan pada penderita PEB 36,4 4,1 minggu , SHP 34,2 3,2 minggu dan
SHM 34,9 3,5 minggu. 25
24
d. Tekanan Darah
Tabel VIII.
Nilai rerata tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok
preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP
Murni.
Tekanan
Darah (mmHg)
PEB
SHP
Mean
Sistolik
173,31
14,64
183,44
Diastolik
108,00
10,64
108,75
SD
Mean
SHM
SD
p*
Mean
SD
22,80
196,67
32,15
0,008
12,12
106,67
11,55
0,925
* ANOVA
Dari tabel nilai rerata tekanan darah dapat disimpulkan bahwa tekanan darah
sistolik berbeda bermakna (p < 0,05) pada kelompok preeklampsia berat,
sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni.
Pada rerata tekanan darah sistolik memperlihatkan tekanan darah sistolik yang
makin tinggi pada kelompok SHP dan SHM bila dibandingkan dengan kelompok
PEB.
Sedangkan pada tekanan darah diastolik tidak dijumpainya perbedaan bermakna
(p>0,05) pada kelompok preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan
sindroma HELLP Murni.
e. Edema
Tabel IX.
Edema
PEB
SHP
SHM
Edema Tibial
52
80,0
21
65,6
Edema Menyeluruh
13
20,0
11
34,4
100, 0
Jumlah
65
100,0
32
100,0
100,0
25
Morikawa (2001) melaporkan tekanan darah sistolik pada penderita PEB 164,1
21,1 mmHg , SHP 166,8 24,7 mmHg dan SHM 166,6 24,1 mmHg. Dan
tekanan darah diastolik pada penderita PEB 98,3 15,1 mmHg , SHP 103,2
16,0 mmHg dan SHM 105,0 16,6 mmHg. 25
Pada penelitian Sofoewan (2001) didapatkan tekanan darah sistolik pada
penderita PEB 173,31 14,64 mmHg, SHP 177,27 28,32 mmHg dan SHM 195
27,84 mmHg. Dan tekanan darah diastolik pada penderita PEB 112,32 9,25
mmHg , SHP 119,55 21,50 mmHg dan SHM 116,67 11,55 mmHg.12
f. Proteinuria Kwalitatif
Tabel X.
Sebaran kasus berdasarkan kadar proteinuria kwalitatif pada
kelompok preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma
HELLP Murni.
Proteinuria
PEB
SHP
SHM
17
26,2
+1/+2
24
36,9
13
40,6
33,3
+3/+4
24
36,9
19
59,4
66,7
Jumlah
65
100,0
32
100,0
100,0
Dari tabel di atas dapat disimpulkan ada perbedaan bermakna (p < 0,05)
berdasarkan kadar proteinuria kwalitatif pada kelompok preeklampsia berat,
sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni. Dimana pada kelompok SHM
didapati proteinuria +3/+4 sebanyak 66,7%. Sedangkan pada kelompok PEB dan
SHP didapati proteinuria +3/+4 sebanyak PEB 36,9% dan SHP 59,4 % . Dari
penelitian ini terlihat bahwa kadar proteinuria makin meningkat pada SHM
dibandingkan dengan SHP dan PEB.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Martin dkk (1999) terhadap pemeriksaan
proteinuria mempergunakan dipstick didapati bahwa proteinuria +1/+2 dijumpai
pada kelompok preeklampsia berat 33% dan pada kelompok sindroma HELLP
14% sedangkan pada proteinuria +3/+4 didapati pada kelompok sindroma HELLP
66% dan pada kelompok preeklampsia berta 40%. 48
Dari karateristik penderita pada penelitian ini dapat disimpulkan karakteristik
penderita pada kelompok sindroma HELLP Murni dapat terlihat pada tabel di
bawah ini.
26
Keterangan
Umur ibu
Paritas
Usia kehamilan
Tekanan darah sistolik
lebih muda
lebih tinggi
Edema
Proteinuria kwalitatif
2.
resiko tinggi
resiko tinggi
seluruh tubuh
makin meningkat
+3/+4
makin meningkat
PEB
Mean
SD
SHP
Mean
SD
SHM
Mean
SD
p *
239,05
69,42
229,91
59,32
74,0
21,17
0,0001
31,23
16,47
65,19
80,70
240,0
165,23
0,0001
0,70
0,27
0,95
0,42
1,48
0,42
0,001
379,15
133,26
792,75
381,35
1594,33
642,83
0,0001
* ANOVA
Dari tabel di atas dapat disimpulkan ada perbedaan bermakna (p < 0,05)
terhadap kadar Trombosit, SGOT, Bilirubin dan LDH pada kelompok preeklampsia
berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni.
Akibat dari proses yang dinamis pada sindroma HELLP, sangat mempengaruhi
gambaran parameter laboratorium. Tetapi gambaran parameter ini tidak konstan
dipengaruhi oleh pola penyakit yang menunjukkan perbaikan atau kemunduran.
Pada penelitian terlihat bahwa semakin berat perjalanan penyakit yang diderita
semakin bermakna perbedaan nilai laboratoriumnya.
Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan, karena
diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun sampai saat ini
belum ada batasan yang tegas nilai batas untuk masing- masing para meter.13
Sofoewan (2001) melaporkan pada penelitiannya didapatkan kadar trombosit
pada PEB 739,50 72,04 /mm3 , SHP 160,09 109,38 /mm3 , SHM 55,67
39,00/mm3 . Dan kadar SGOT pada PEB 29,87 11,72 IU/ L SHP 124,18 68,79
IU/L, dan 384,33 92,66 IU/L.12
27
3.
Cara Persalinan
Tabel XIII.
Sebaran kasus berdasarkan cara persalinan pada kelompok
preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP
Murni.
PEB
SHP
SHM
Cara Persalinan
Pervaginam
41
63,1
12
37,5
Perabdominal
24
36,9
20
62,5
100,0
Jumlah
65
100,0
32
100,0
100,0
28
4.
Luaran Ibu
Tabel XIV. Sebaran kasus berdasarkan komplikasi ibu pada kelompok
preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP
Murni
Luaran Ibu
PEB
SHP
SHM
63
96,9
24
75,0
DIC
9,4
Solusio Plasenta
3,1
15,6
Gagal Ginjal
33,3
Edema Paru
65
100,0
32
100,0
100,0
Komplikasi (- )
Komplikasi (+) :
Jumlah
Luaran Ibu
Komplikasi (- )
Komplikasi (+)
Ibu mati
Jumlah
PEB
N
63
2
0
65
%
96,9
3,1
0
100,0
SHP
N
24
6
2
32
%
75,0
18,8
6,2
100,0
SHM
N
0
1
2
3
%
0
33,3
66,7
100,0
Pada tabel di atas terlihat bahwa komplikasi yang terjadi dan tidak menyebabkan
kematian ibu pada PEB, SHP dan SHM adalah 9/100 kasus (9%) dan ibu mati
terjadi pada 4/100 kasus (4%). Penyebab ke matian ibu pada kelompok SHP dan
SHM adalah DIC. Dan pada kelompok PEB tidak didapati kematian ibu.
29
70
60
50
Komp (-)
40
Komp (+)
30
Ibu Mati
20
10
0
PEB
SHP
SHM
30
5.
Luaran Bayi
Tabel XVI.
Luaran Bayi
PEB
SHP
SHM
45
69,2
19
59,4
Asfiksia Sedang (4 6 )
17
26,2
15,6
33,3
Asfiksia Berat ( 0 3 )
4,6
25,0
66,7
Jumlah
65
100,0
32
100,0
100,0
31
Tabel XVII. Sebaran kasus berdasarkan berat badan bayi / usia kehamilan pada
kelompok preeklampsia berat, sindroma HELLP Parsial dan
sindroma HELLP Murni
Berat Badan /
PEB
SHP
SHM
Usia Kehamilan
SMK
49
75,4
24
75,0
33,3
KMK
14
21,5
21,9
66,7
BMK
3,1
3,1
65
100,0
32
100,0
100,0
Jumlah
Tabel XVIII. Nilai rerata berat badan bayi pada kelompok preeklampsia berat,
sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni.
Variabel
Berat badan (gr)
* ANOVA
PEB
SHP
SHM
Mean
SD
Mean
SD
Mean
SD
2801,54
557,69
2773,44
645,33
2033,33
862,17
p*
0,682
Dari tabel di atas didapat bahwa tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05)
berdasarkan nilai rerata berat badan bayi pada kelompok preeklampsia berat,
sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa sindroma HELLP tidak mempengaruhi berat badan
bayi.
Dalam hal ini berat badan bayi dipengaruhi oleh karena preeklampsia. Menurut
Redman Dikutip dari 1 terjadinya KMK pada preeklampsia oleh karena terjadinya
iskemia uteroplasenta pada kehamilan trimester kedua sehingga terjadi
pertumbuhan janin terhambat. Keadaan ini terjadi sebelum munculnya sindroma
HELLP.
Sofoewan (2001) melaporkan pada kelompok PEB didapati perkembangan janin
terhambat 1,1 %, kematian janin intra uterin 7,4% dan gawat janin 5,6%. Dan pada
kelompok SHP didapati perkembangan janin terhambat 72,7 %, kematian janin intra
uterin 36,4% dan gawat janin 27,3 %. Sedangkan pada SHM didapatinya
perkembangan janin terhambat 100 %, kematian janin intra uterin 33,3 % dan
gawat janin 66,7% .12
Morikawa dkk (2001) pada penelitiannya mendapatkan perkembangan janin
terhambat 23,8 %, luaran bayi yang jelek ( kematian janin dan gawat janin yang
32
berat) 2,4% pada kelompok PEB. Dan pada kelompok SHP didapatinya
perkembangan janin terhambat 65,4 %, luaran bayi yang jelek 7,7%. Sedangkan
pada SHM didapatinya perkembangan janin terhambat 50,0 %, luaran bayi yang
jelek 16,7%.25
6.
a. Jumlah Trombosit.
Tabel. XIX. Sebaran kasus berdasarkan jumlah trombosit dengan luaran ibu dan
bayi pada penderita preeklampsia berat dan eklampsia.
Jumlah Trombosit (/mm3 )
Luaran Ibu & Bayi
> 150.000
150. 000
100.000
< 100.000
*p
83
92,3
100,0
7,7
33,3
Ibu Mati
66,7
Tidak dijumpai
asfiksia
60
65,9
75,0
20,0
Asfiksia Sedang
21
23,1
25,0
20,0
Asfiksia Berat
* Uji Kai Kwadrat
10
11,0
60,0
0,0001
0,038
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kadar trombosit < 100.000 /mm3 dijumpai
kematian ibu 66,7 % dan 33,3 % dijumpainya komplikasi ke organ lain.
Terhadap luaran bayi pada kadar trombosit <100.000 /mm3 dijumpai asfiksia berat
60%. Asfiksia sedang dijumpai 20% dan tidak dijumpainya asfiksia 20%. Sedangkan
pada kadar trombosit > 100.000/mm3 berhubungan dengan terjadinya komplikasi
pada ibu sebesar 7,4% dan tidak berhubungan dengan kematian ibu. Pada luaran
bayi hanya 11% yang berhubungan dengan asfiksia berat.
Pada penelitian ini didapatkan pada kadar < 100.000 /mm3 berhubungan dengan
luaran ibu yang jelek pada 100% kasus.
Menurut Martin dkk (1999) akibat dari terjadinya trombositopenia akan
mengakibatkan perubahan yang jelek pada seluruh sistim organ tubuh secara
bermakna, yang pada akhirnya a kan menyebabkan kematian ibu. Mereka
menetapkan bahawa kadar trombosit < 100.000/mm3 meningkatkan angka
morbiditas dan mortalitas ibu.
Romero dkk (1989) Dikutip dari 32 melaporkan bahwa trombositopenia merupakan
indikator yang paling baik terhadap luaran ibu dan bayi. Tetapi trombositopenia
bukan merupakan alasan untuk melakukan terminasi segera selain alasan usia
kehamilan sudah aterm.
Menurut Visser dkk (1995) menunda terminasi kehamilan lebih aman untuk ibu dan
bayi apabila usia kehamilan belum aterm. Pengawasan yang ketat terhadap
33
hemodinamik ibu dan penanganan yang tepat sangat diperlukan agar luaran ibu dan
bayi lebih baik. 32
b. Kadar SGOT.
Tabel. XX. Sebaran kasus berdasarkan kadar SGOT dengan luaran ibu dan bayi
pada penderita preeklampsia berat dan eklampsia
SGOT ( IU/L)
Luaran Ibu & Bayi
< 35
35 70
>70
*p
74
94,9
66,7
50,0
2,6
33,3
30,0
Ibu Mati
2,6
20,0
54
69,2
50,0
40,0
18
23,1
25,0
20,0
7,7
25,0
40,0
Tidak dijumpai
asfiksia
Asfiksia Sedang
Asfiksia Berat
* Uji Kai Kwadrat
0,0001
0,010
Dari tabel di atas terlihat bahwa jika kadar SGOT > 70 IU/L dijumpai komplikasi ke
organ lain sebanyak 30% dan 20% dijumpai kematian ibu. Sedangkan pada kadar
SGOT < 70 IU/L hanya 8,9 % yang dijumpai dengan terjadinya komplikasi dan
kematian ibu. Jadi pada penelitian ini dapat dikatakan bahwa kadar SGOT > 70 IU/L
berhubungan dengan luaran ibu yang jelek sebesar 50% dari kasus.
Dari tabel ini terlihat juga bahwa kadar SGOT berhubungan terhadap Apgar skor bayi
( p > 0,05). Pada kadar SGOT > 70 IU/mL didapati 40% tidak dijumpai asfiksia,
20% asfiksia sedang dan 40% asfiksia berat. Pada kadar SGOT < 70 IU/mL hanya
7,8% berhubungan dengan terjadinya asfiksia berat.
c. Kadar Bilirubin
Tabel. XXI. Sebaran kasus berdasarkan kadar Bilirubin dengan luaran ibu pada
penderita preeklampsia berat dan eklampsia
Bilirubin (mg/dL)
Luaran Ibu & Bayi
< 1,0
1,0 1,2
> 1,2
*p
33
94,3
50
96,2
30,7
5,7
3,8
38,6
Ibu Mati
30,7
18
51,4
42
80,7
30,8
14
40,0
15,4
7,7
8,6
3,9
61,5
Tidak dijumpai
asfiksia
Asfiksia Sedang
Asfiksia Berat
* Uji Kai Kwadrat
0,0001
0,001
34
Dari tabel di atas terlihat bahwa kadar Bilirubin > 1,2 mg/dL dijumpai komplikasi ke
organ lain sebesar 38,6% dan 30,7% dijumpai kematian ibu. Sedangkan pada kadar
Bilirubin < 1,2 mg/dL hanya 4,6% yang dijumpai dengan terjadinya komplikasi pada
ibu dan tidak berhubungan dengan kematian ibu . Jadi pada penelitian ini didapatkan
kadar Bilirubin > 1,2 mg/dL berhubungan dengan luaran ibu yang jelek sebesar
69,2% dari kasus.
Dan dari tabel ini terlihat juga bahwa kadar Bilirubin berhubungan terhadap Apgar
skor bayi (p > 0,05). Pada kadar Bilirubin > 1,2 mg/dL tidak dijumpai asfiksia
sebesar 30,8%, dijumpai asfiksia sedang 7,7% dan dijumpai asfiksia berat 61,5%.
Sedangkan pada kadar Bilirubin < 1,2 mg/dL dijumpai asfiksia berat hanya sebesar
5,7%.
d. Kadar LDH
Tabel. XXII. Sebaran kasus berdasarkan kadar LDH dengan luaran ibu pada
penderita preeklampsia berat dan eklampsia
LDH (IU/L)
Luaran Ibu & Bayi
< 340
340 600
> 600
*p
32
94,1
31
96,9
24
70,6
5,9
3,1
17,6
Ibu Mati
11,8
21
61,8
21
65,6
22
64,7
13
38,2
25,0
5,9
9,4
10
29,4
Tidak dijumpai
asfiksia
Asfiksia Sedang
Asfiksia Berat
* Uji Kai Kwadrat
0,001
0,009
Dari tabel di atas terlihat bahwa kadar LDH > 600 IU/L dijumpai komp likasi ke organ
lain 17,6% dan 11,8% dijumpai kematian ibu. Pada kadar LDH < 600 IU/L hanya
4,5% yang dijumpai komplikasi pada ibu dan tidak berhubungan dengan kematian
ibu. Jadi pada penelitian ini didapatkan pada kadar LDH > 600 IU/L berhubungan
dengan luaran ibu yang jelek 29,4% dari kasus.
Dari tabel ini terlihat juga bahwa kadar LDH berpengaruh terhadap Apgar skor bayi (
p > 0,05). Pada kadar LDH > 600 IU/L tidak dijumpai asfiksia sebesar 64,7 %,
dijumpainya asfiksia sedang 5,9 % dan asfiksia berat sebesar 29,4%. Sedangkan
kadar LDH < 600 IU/L hanya 4,5% yang berhubungan dengan terjadinya asfiksia
berat.
Dari keempat parameter sindroma HELLP yang telah dibicarakan di atas, semuanya
memperlihatkan hubungan yang bermakna (p < 0,05) antara parameter sindroma
HELLP (jumlah trombosit, kadar SGOT, kadar Bilirubin dan kadar LDH) dengan
gambaran luaran yang jelek (adanya komplikasi dan kematian) pada ibu dan bayi.
Kadar Trombosit < 100.000/mm3 , 100% memberikan gambaran yang jelek terhadap
luaran ibu, 80% terhadap luaran bayi. Kadar SGOT > 70 IU/L 50% memberikan
gambaran yang jelek terhadap luaran ibu, 60% terhadap luaran bayi. Kadar Bilirubin
35
> 1,2 mg/dL 69% memberikan gambaran yang jelek terhadap luaran ibu, 69%
terhadap luaran bayi. Dan kadar LDH > 600 IU/L 20% memberikan gambaran yang
jelek terhadap luaran ibu, 35% terhadap luaran bayi.
Berdasarkan besar proporsi luaran ibu dan bayi yang jelek terhadap keempat
parameter sindroma HELLP, ternyata yang paling berperan adalah kadar trombosit <
100.000/mm3 .
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1.
2.
Pada kelompok sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP Murni didapati
luaran ibu dan bayi yang jelek.
3.
Komplikasi yang terjadi pada sindroma HELLP Parsial dan sindroma HELLP
Murni adalah DIC, Solusio Plasenta dan Gagal ginjal.
4.
Kadar Trombosit < 100.000/mm3 , SGOT > 70 IU/mL, Bilirubin > 1,2 mg/dL
dan LDH > 600 IU/L memperlihatkan hubungan dengan luaran ibu dan bayi
yang jelek.
1.
2.
3.
36
DAFTA R PUSTAKA
1. Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, etal. Hypertensive Disorders in
Pregnancy. William Obstetrics . Ed. 20th . Conecticut : Appleton & Lange 1997 :
693 744.
2. Mabie WC, Sibai BM. Hypertensive State of Pregnancy. In : De Cherney AH,
Pernoll ML. Current Obstetrics & Gynecologyc Diagnosis & Treament. Appelton &
Lange, 1996 : 380- 97.
3. Simanjuntak JR. Evaluasi Kematian Maternal Penderita Preeklampsia Berat di
RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 1993 1997. Medan : Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1999.
4. Tim Standard Terapi Bagian OBGIN FK USU/ RS Dr. Pirngadi Medan. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RS. Dr. Pirngadi Medan: Bagian/UPF
Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan FK- USU RS. Dr. Pirngadi Medan, 1996 :
1 18.
5. Sibai BM. The HELLP Syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) : Much ado About Nothing ?. AmJ Obstet Gynecol 1990 ; 162 :
311 6.
6. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current
Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 75.
7. Weinstein L. Syndrome of Hemolysis, Elevated Liver Enzymes and Low Trombosit
counts : A Severe Consequence of Hypertension in Pregnancy. AmJ Obstet
Gynecol 1982 ; 142 : 159 67.
8. Padden MO. HELLP Syndrome : Recognation and Perinatal Management. Available
at : http ://www.findarticles.com.
9. Hohllagschwandtner M, Todesca DB. HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes
and low trombosit counts) Needs Help. AmJ Obstet Gynecol 2000:182 (5).
10. Martin JN, Blakes PG, Perry KG, etal. The Natural Hystory of HELLP Syndrome :
Patern of Disease Progression and Regression. AmJ Obstet Gynecol 1991; 164 :
1500 13.
11. Siregar MF. Luaran Janin dan Ibu pada Penderita Preeklampsiaa di RSUD Dr.
Pirngadi Medan. Medan : Universitas Sumatera Utara. Tesis. 1997.
12. Sofoewan S. Pregnancy Outcome of Women with Severe Preeclampsia With and
Without HELLP Syndrome. Dalam : AUFOG Accredited Ultrasound and Workshop.
Bandung. 2001.
13. Dekker GA, Walker JJ. Maternal Assesment in Pregnancy Induced Hypertensive
Disorder : Special Investigation and Their Pathophysiological Basis. In : Walker
37
38
27. Martin JN, May WL, Magann EF, etal. Early risk assesment of severe
preeclampsia: admission baterry of symptom and laboratory test to predict
likelihood of subsequent significant maternal morbidity. AmJ Obstet Gynecol 1999
; 180 : 1407 14.
28. Maggan EF, Cauhan SP, Naef RW, etal. Standar Parameters of Preeclampsia : Can
the Clinican Depand Upon Them to Reliably Identifythe Patientwith The Hellp
Syndrome? Aust NZ Obstet Gynecol 1993 ; 32 : 122 - 26
29. Sibai BM, Taslimi MM, El- Nazer A, etal. Maternal and Perinatal Outcome
Associated with the Syndrome of hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts in Severe Preeclampsia. AmJ Obstet Gynecol 1986 ; 155 : 501
9.
30. Martin JN, May WL, Magann EF, etal. Early Risk Assesment of Severe
Preeclampsia: Admission Baterry of Symptom and Laboratory Test to Predict
Llikelihood of Subsequent Significant Maternal Morbidity. AmJ Obstet Gynecol
1999 ; 180 : 1407 14.
31. Bowers D, Wenk RE. Clinical Laboratory Referent Values. In : Cohen WR.
Complication in Pregnancy. Ed. 5th . Philadelphia : Lippicott Williams & Wilkins.
2000 : 873 81.
32. Roberts WE, Perry KG, Woods JB, etal. The Intrapartum Trombosit Count in
Patient with HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts)
Syndrome : Is It Predictive of Later Hemorrhagic Complication ?. AmJ Obstet
Gynecol 1994 ; 171 : 799 804.
33. Poole JH. Aggressive Management of HELLP Syndrome and Eclampsia. AACN
Clinical Issues Advanced Practice in Acute & Critical Care 1997 : 8 (4).
34. Queenan JT. Management of High Risk Pregnancy. Blackwell Scientific
Publication, 1994 : 378 85.Gleeson R, Wlshe JJ. HELLP Syndrome Continues to
be A Diagnostic and Management Dilemma. ImJ Edit orials, 1997;90 (8). Available
et : http://www.imj.ie/issue07/editorial5.htm
35. Visser W, Wallenburg HC. Temporising Management of Severe Preeclampsia With
and Without the HELLP Syndrome. BJOG 1995 : 102 : 111 17.
36. Tompkins MJ, Thiagarajah S. HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) Syndrome : The Benefit of Corticosteroids. AmJ Obstet Gynecol
1999 ; 181 : 304 9.
37. Amorim M, Santoz LC, Faunders A. Cotricosteroid Therapy for Prevention of
Respiratory Distress Syndrome in Severe Preeclampsia. AmJ Obstet Gynecol
1999; 180 : 1283 8.
38. Magann EF, Bass D, Chauhan S, etal. Antepartum Corticosteroid : Disease
Stabilazation in Patient with The Syndrome of HELLP. AmJ Obstet Gynecol 1994;
171 : 1148 53.
39
39. Magann EF, Perry KG, Meyderch EF, etal. Post Partum Corticosteroid :
Accelarated Recovery from The Syndrome of HELLP. AmJ Obstet Gynecol 1994
;171 : 1154 8.
40. Isler CM, Barrileux S, Magann EF, etal. A Prospective, Randomized Trial
Comparing The Efficacy of Dexamethasone and Bethamethasone for The
Treatment of Antepartum HELLP Syndrome. AmJ Obstet Gynecol 2001; 184 :
1332 9.
41. Magann EF, Roberts WE, Perry KG, etal. Factor Relevant to Mode of Pretem
Delivary with Syndrome of HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts). AmJ Obstet Gynecol 1994; 170 : 1828 34.
42. Brings R, Chari RS, Mercer B, etal. Post Operative Incission Complication after
Caserean Section in Patient with Antepartun Syndrome of HELLP ; Does Delayed
Primary Closure Make a Diffrence?. AmJ Obstet Gynecol 1996; 175 : 893- 6.
43. Schorr JS, Sullivan CA, Calfee E, etal. Wound Complication Following Caserean
Delivary of Patient with HELLP Syndrome : Pfaneinsteil Versus Vertical Skin
Incision. Hypertension in Pregnancy 1998; 17(3) ; 265 70.
44. Sibai BM, Ramadhan MK, Chari RS, etal. Pregnancies Complicated by HELLP
Syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts) :
Subsequent Pregnancy Outcome and Longterm Prognosis. AmJ Obstet Gynecol
1995 ; 172 : 125 9.
45. Sibai MD, Ramadhan MK, Usta I, etal. Maternal Morbidity and Mortality in 442
Pregnancies with Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelet counts
(HELLP Syndrome). AmJ Obstet Gynecol 1993 ; 169 : 1000 6.
46. The
HELLP
Syndrome
Society.
//www.community/HELLPsyndrome.com.
Available
at
http:
47. Isler CM, Reinhaart BK, Terrone DA, etal. Maternal Mortality Associated with
HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low trombosit counts) Syndrome.
AmJ Obstet Gynecol 1999 ; 181 ; 924 8.
48. Ambramovici D, Friedman SA, Mercer BM, et al. Neonatal Outcome in Severe
Ppreeclampsia at 24 to 36weeks Gestation : Does the HELLP Syndrome Mater?.
AmJ obtet Gynecol 1999; 180 : 221- 5.
49. Sastromoro S, Ismael S. Metode Penelitian Klinis, Bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK- UI. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995.
50. Haddad B, Barton Jr, Livingstone JC, et al. Risk Factors for Adverse Maternal
Outcomes Among Women with HELLP Syndrom. AmJ Obstet Gynecol 2000; 183 :
444-8.
51. Martin JN, Rienhart BK, May WL, etal. The Spectrum of Severe Preeclampsia :
Comparative Analysis by HELLP Syndrome Clasification. AmJ Obstet Gynecol
1999; 180: 1373-84.
40